Anda di halaman 1dari 18

BAB ?

“Lo bahagia sama keputusan lo Be?” tanya Calina ketika

bertemu dengan Ibra di Ngurah Rai.

“Pertanyaan lo selalu sama kalo ketemu gue.”

Calina tertawa, memperlihatkan gigi-giginya yang putih

dan tertata rapi. “Gue harus bikin laporan ke abang lo kalo

keputusan lo nggak salah. Lo bahagia dengan keputusan lo

jadi pilot dan membuang jadi penerus perusahaan gede di

Jakarta.”

Ibra tertawa memperlihatkan lesung pipi kanannya. “Lo

emang sahabat terbaik gue, yang ngasih jaminan ke bang

Adham kalo gue nggak akan pernah nyesel sama pilihan

gue.”

Calina mengangguk-angguk, lalu meminum air putih

dinginnya.

“Na.”

“Hm?”

1
“Meskipun gue udah sering bilang ini, tapi kayaknya

kurang sreg aja nggak bilang langsung ke lo. Sorry gue

nggak ada waktu tante Amel nggak ada.”

“It’s okay. Gue udah ikhlas kok. Mama udah nggak

sakit-sakit lagi. Minta doanya aja ya semoga mama tenang

dan bahagia di sana.”

“Pasti.”

“Dan gue minta doa satu lagi.”

“Apa? Lo mau nikah sama Theo?”

“Pala lo. Gue udah nggak kontak-kontakan sama dia

beberapa minggu ini. Gue anggep aja udah bubaran.

Ngapain gue ngarepin cowok yang nggak ada niatan buat

nikahin gue. Bokap mau nikah sama tante Aline.”

“Tante Aline adeknya tante Amel? Seriusan?”

“Iya. Udah nemuin tanggal sih. Minggu depan. Cuma

akad doang kok.”

“Tante Aline baik sih.”

“Hm. Sering-sering pulang ke rumah lo Be. Jangan lihat

bang Adham! Lihat tante Hana.”

2
“Iya.”

“Gue mesti cabut. Bentar lagi boarding.”

“Iya. Minggu depan gue pulang dan libur tiga hari. Kali

aja lo butuh gue.”

Calina tahu maksud sahabatnya itu, tapi kemudian

senyum jailnya diperlihatkan. “Oke, gigoloku. Bye.”

“Cewek sinting. Kabarin kalo udah landing.”

“Hm.”

Jadi cewek itu yang bikin kamu mutusin aku?”

“Alya, jangan mulai lagi! Kita udah sepakat nggak bahas

ini lagi. Kamu tau kenapa aku mutusin kamu. Kamu yang

jadiin aku pelampiasan. Manfaatin aku buat bikin mantan

kamu cemburu. Ingat itu!” Ibra meninggalkan perempuan

yang memakai seragam pramugari di maskapainya.

3
BAB ?

Sepulangnya Ibra dari penerbangannya yang panjang,

dia memutuskan untuk pulang.

“Mama belom tidur?”

“Nungguin kamu.”

Ibra memeluk mamanya.

“Kangen banget sama kamu Be.”

“Sama. Mama sehat?”

“Iya.” Hana mengamati putra keduanya itu. “Kamu

bahagia Be?”

“Aku bahagia Ma. Nana pasti udah nelfon Mama duluan

kan?”

Hana tersenyum. “Kamu ketemu dia di Bali kan kapan

hari? Dia baik-baik saja?”

Ibra mengangguk. “Bonus banget bisa ketemu dia di

Indonesia.”

4
“Sudah hampir tengah malam, kamu bersih-bersih, terus

mandi! Besok ngobrolnya kita lanjut lagi.”

Ibra mengangguk, lalu pamit ke kamarnya.

“O iya Be, gue semalem dapet email dari National

Geographic. Kayaknya cita-cita gue keliling dunia bakal

terkabul deh.”

“Lo bakal pergi?”

“Ya. Gue nggak bisa hidup tanpa kamera.”

“Terus gue gimana? Sekolah di penerbangan udah bikin

kita susah ketemu, sekarang lo bakal pergi keliling dunia.

Sampai kapan kita bertahan dengan nggak saling ketemu

kayak gini Na?”

“Kita kayaknya mending balik kayak dulu deh Be.

Sahabatan. Bukan pacaran. Gue nggak mau kita saling

membebani kayak gini.”

“Iya. Gue raih cita-cita gue. Lo raih cita-cita lo. Kita

sama-sama ngejar apa yang menjadi kebahagian kita sendiri.

Sahabat selamanya.”

“Sahabat selamanya.”

5
Ibra menghela napas panjang, mengambil ponselnya,

lalu melihat membuka aplikasi WhatsApp.

Ibra Dirga : gue udah di rumah

Calina pasti sudah terlelap di jam sekarang atau di

tempatnya sekarang tidak ada signal.

Tok tok tok.

Ibra yang sedang mengusap wajahnya, menoleh. “Bang.

Belom tidur?”

“Habis bikinin Key susu.” Jawab Adham sambil

bersandar di kusen pintu.

“Fahri bilang lo mutusin sepupunya.”

“Gue nggak mau dijadiin pelarian Bang, gue nggak mau

dijadiin boneka buat bikin mantannya cemburu. Kalo cewek

kayak gitu, gue nggak butuh.”

“Cewek kayak apa yang lo cari? Kayak Nana?”

Ibra tak menjawab.

“Kenapa dulu lo lepasin si Nana?”

6
“Mana bisa gue pacaran tapi nggak pernah ketemu.

Bahkan setelah hampir sepuluh taun putus, ketemu bisa

diitung jari.”

“Lo nggak pengen berhenti jadi pilot? Lo bakal punya

waktu banyak buat ketemu Nana.”

“Kenapa dia yang nggak berhenti aja dari kerjaannya?”

“Gue bukannya pengen lo balik ngurus perusahaan,

cuma, mungkin ego kalian masih sama-sama gede, sama-

sama nggak mau ngalah. Tapi lo pernah nggak sih ngerasa

capek harus kenalan dan ketemu cewek baru? Gue aja

capek ngenalin lo sama cewek-cewek itu. Cinta itu rumit

memang.”

“Sorry, aku nyela.” Kinan menyela 2 saudara itu. “Bukan

cinta yang rumit. Orangnya yang rumit. Andai ada salah satu

mau ngalah, bisa kok punya ending yang bahagia. Coba

kamu pikir, kenapa setiap cewek yang dikenalin bang Adham

ke kamu endingnya bubar! Pernah nggak kamu mikir

kenapa? Karna kamu nggak mau move on dari masa lalu

kamu. Coba kalian ngobrol dari hati ke hati! Kalo udah, kira-

7
kira lebih penting mana sih Nana sama pilot? Bukan cinta

yang rumit, tapi cara kita yang bikin rumit. Cinta sesimple itu

kok kalo kamu narik garis merahnya.”

BAB ?

“Be, hp kamu bunyi terus.” Teriak Mama dari ruang

makan. Si empunya masih sibuk dengan keponakannya.

“Baru bangun?” tanya Ibra ketika mengangkat telfonnya.

“Nunggu boarding, mau balik Jakarta.”

“Dari?”

“Jogja.”

“Landing jam berapa? Gue jemput. Wa-in jam-nya!”

“Hm.”

8
“Mama bikin apa?”

“Chicken avocado salad kesukaannya Nana. Kamu mau

jemput dia kan? Nanti bawain ya!”

“Mama masih berharap Nana jadi mantunya Mama?”

“Iya. Tapi kan semua terserah kamu. Meskipun nggak

jadi mantu, Nana udah mama anggep kayak anak sendiri.

Manis banget soalnya. Dulu waktu masih tetanggaan sering

kesini, sekarang susah. Cuma video call ngabarin lagi

dimana, makan apa. Udah kayak anak sendiri.”

“Kalo aku berhenti jadi pilot gimana Ma?”

Hana melihat putranya itu. “Kamu dan pilot itu nggak

bisa dipisahkan. Sama juga Nana yang nggak bisa

dipisahkan dari kamera.”

“Aku pikir aku bisa melepasnya buat Nana.”

“Nana yang nggak akan mau kamu melepaskannya

untuk dia.”

“Tapi dia juga nggak bisa melepaskan kameranya buat

aku.”

9
“Tau darimana kamu? Ngomong aja belom. Udah sana

siap-siap, jangan sampai Nana kelamaan nunggu kamu!”

BAB ?

“Cap, ngapain?” tanya teman terbang Ibra ketika

bertemu di Bandara.

“Jemput orang.”

10
“Sekarang kerjaannya jemput orang, bukan nyopirin

pesawat? Pacarnya ya Cap?”

“Jo Jo, bisa aja. Terbang darimana?”

“Surabaya Cap.”

“Sama siapa?”

“Cap Lucas.”

“Udah sana pulang!”

“Nggak mau. Mau lihat Cap Ibra jemput siapa, nanti

saya laporin ke Cap Lucas. Kalo jemput cewek, biar nggak

jodoh-jodohin sama adeknya lagi.”

“Be.”

Mereka berdua menoleh. Ibra mendekati Calina yang

mendorong troli berisi beberapa koper dan mengambil

alihnya.

“Duluan Jo.”

“Cap.”

Ibra dan Calina menoleh.

“Pacarnya cantik.” Ujar Jo sambil menjepret keduanya.

“Udah sana pulang!”

11
“Saya sebarin biar Cap Ibra nggak dijodoh-jodohin lagi.”

Ibra geleng-geleng, lalu melenggang pergi.

“Barang lo banyak banget, kayak mau pindahan.”

“Agak lama di Jakarta. Mobil lo dimana?”

“Tempat parkir. Mau nunggu sini? Biar gue ambil dulu.”

“Barengan aja.”

“Ada titipan makanan kesukaan lo dari nyokap.”

“Iya. Tante Hana udah ngirim penampakannya.”

Mereka berjalan dalam obrolan ringan sampai di tempat

mobil Ibra terparkir.

“Jalan aja! Gue bisa makan sambil jalan.”

“Habisin dulu aja, santai!”

“Oke.” Calina memakan bekal yang dibawakan mama

Ibra.

“Ke Jogja ngapain aja?”

“Ya biasa, keliling-keliling cari makan.”

“Lo bahagia Na keliling dunia dengan kamera lo?”

“Tentu. Bisa keliling dunia sekaligus kerja.”

“Kalo gue berhenti jadi pilot gimana?”

12
Nana menghentikan makannya. “Maksud lo?”

“Lo bahagia keliling dunia dengan kamera dan gue yakin

lo nggak bakal mau berhenti. Kalo gue yang berhenti

gimana?”

“Jangan ngaco lo ngomong! Nggak. Itu impian lo dari

kecil.”

“Tapi kerja di Nat Geo, keliling dunia adalah impian lo.”

“Maksud omongan lo kemana sih? Lo mau berhenti

karna gue? Jangan jadiin gue alesan lo buat berhenti ya Be!

Gue nggak mau hubungan nggak sehat gini.”

Ibra menghela napas berat.

“Gue nggak bisa jauhan dari lo Na.”

13
BAB ?

“Gue nggak bisa jauhan dari lo Na.”

Kata-kata Ibra tadi siang terngiang-ngiang di kepalanya.

Sial.

“Na.”

“Ya Yah?”

“Kamu mau tinggal berapa lama?”

“Mungkin agak lama Yah. Sebulan dulu di Jakarta.”

“Kamu nggak capek hidup nomaden kayak gini? Resto

kamu udah jalan bulan lalu, tapi kayaknya perlu sesuatu

yang baru.”

“Sebulan aku yang pegang langsung Yah.”

Harlan mengangguk-angguk.

“Kamu bakal tetep tinggal sama ayah sama tante Aline

kan?”

14
“Memangnya aku punya tempat lain untuk pulang?”

Calina memeluk ayahnya. “Ayah tenang aja, aku nggak ada

cita-cita nikahin bule.”

“Balikan sama Ibe aja! Dia udah mulai bangun rumah di

samping rumah mamanya tuh. Dia pake jasa perusahaan

kita. Kata Gio, permintaan Ibe, kamu banget.”

“Ih, apaan? Gio ngadi-ngadi.” Ujar Calina sambil

melepas pelukannya.

“Kamu dari tadi pulang di rumah aja, nggak bosen?

Ayah yang sumpek lihat kamu.”

Calina tertawa. “Lusa Ayah nikah. Semoga bahagia

selalu ya Yah.”

“Terima kasih Sayang. Doa ayah, semoga kamu segera

dipertemukan dengan jodoh yang terbaik.”

“Iya.”

15
BAB ?

“Ibe mana Tan?” tanya Calina sambil mencium pipi Key.

“Keluar dari pagi. Kamu darimana?”

“Menyibukkan diri di Rest O.”

“Eh, ikut siapa itu?” tanya Kinan pada anaknya yang

digendong Calina. “Seneng banget Key kalo kamu gendong

Na. Bentar lagi tidur itu.”

“Dikira aku kasur kali ya Kak.”

“Darimana Be?” tanya Hana ketika Ibra baru masuk.

“Ketemu temen.” Ibra mendekati Key dan Calina,

mencium singkat kepala kanan Calina, lalu mencium pipi

Key. “Aku mandi dulu.”

16
“Ulu ulu.” Goda Hana dan Kinan melihat wajah Calina

memerah dan Ibra yang langsung kabur.

“Kalian balikan?” tanya Kinan.

“Nggak Kak. Nggak bahas itu kemaren.”

“Terus bahas apa?” tanya Hana.

“Ah, Tante.”

“Lucu banget sih.” Hana mengusap lengan Calina lalu

mengajaknya duduk di ruang keluarga. Mereka ngobrol

ngalor ngidul. Memang ya selalu ada yang dibahas kalo

perempuan-perempuan kumpul.

Dan benar saja, Key tertidur di gendongan Calina.

“Sini biar aku tidurin Key di kasur Na! Pegel nanti

tangan kamu.” Kinan mengambil alih anaknya.

“Jadi sebulan di Jakarta?”

“Iya Tan.”

“Nggak tinggal aja? Nggak capek keliling dunia terus?

Masih ada yang belom kamu jelajahi? Nggak pengen kayak

temen-temen kamu yang lain yang sudah nikah, gendong

anak? Kamu kalo gendong Key udah pantes banget loh.”

17
“Belom ada yang ngajak aku nikah.”

“Nikah sama aku mau?” Ibra datang dang langsung

duduk di samping mamanya. Hana ada di antara Ibra dan

Calina. “Soal yang kemaren, aku serius. Kasih waktu aku

sampai jadwal penerbanganku selesai!”

Calina melotot, sedangkan Hana menahan tawa.

“Kamu bisa keliling dunia sama aku tanpa terikat sama

kerjaan kamu. Tabunganku masih cukup kok buat ngajak

kamu keliling dunia. Dan kamu bisa ngurus sendiri Rest O.”

Calina memukul lengan Ibra yang memeluk leher Hana.

18

Anda mungkin juga menyukai