Anda di halaman 1dari 5

Putus

Karya M. Shobirin

Nama gue aldi, teman-teman SMA biasa manggil gue


kampret yang berawal dari masa smp ketika gue
dipanggil cebong lalu kamvet dan sekarang kampret.
Ketika teman-teman gue datang kerumah dan bertanya
kepada bokap gue ‘dimana kampret om?’ ‘Oh ada tuh di
dalam’ seakan akan mengamini panggilan itu.

Tahun 2021 adalah tahun yang lebih buruk dari


sebelumnya ketika virus corona melanda. Tepat jam
24.00 di atas kasur sehabis nonton film dilan 1991,
Cewek gue menelpon, namanya: Putri. ‘Kayaknya cukup
sampa disini deh’ kata putri,singkat. ‘Apa yang cukup’
jawab aldi dengan polos. ‘ kayaknya hubungan kita udah
sampai disini.’ ‘kenapa? Tanya gue.’kayaknya kita udah
gak cocok.’ ‘Kalau itu mau mu, oke gapapa.’ Balas aldi
seoalah tak terasa apa-apa. Biasanya ketika seorang
cewek/cowok diputusin pacarnya, yang terjadi adalah
sakit hati tapi tidak untuk gue, gue justru merasa hampa
dan seperti di pukul di kepala yang terjadi bukan sakit,
tapi tiba-tiba aja semua berwarna hitam.

Di esok harinya, gue terbangun lalu terasa seakan


ada bawang yang sudah di iris lalu di usapkan kemata.
Gue turun dari kasur berkaki 4 dan menuju samping
bawah kasur. Tepat di pojok kamar. Gue nangis kenceng
banget yang sangat tidak sesuai dengan anak berumur
17 tahun dan sekarang gue lagi tinggal bersama
keluarga dan tanpa di sadari bokap lewat di depan pintu
kamar gue terus langsung menghampiri lalu mengusap
kepala gue. Juga saat itu laptop gue lagi menyala dan
bokap langsung bilang ‘emang ending-nya seding banget
sih film ini.’ Gue yang menyadari kesalah fahaman itu,
hanya membiarkan ‘emang pa, disitu dilan dan milea
harus berpisah.’

***

Setahun kemudian, hari-hari gue lewati dan terasa


ada yang kurang, ada yang belum utuh untuk menjalani
hidup ini sampai suatu saat ketika gue lagi duduk di kafe
yang biasa gue dan putri berpacaran disitu, memesan
secangkir kopi, menatap sebuah laptop yang sedang
menyala untuk menulis . Saat itu pikiran gue kosong,
entah apa yang gue pikirin semuanya lupa. Tiba-tiba ada
panggilan dari sisi kanan belakang gue dan memanggil
‘Hey al’ Gue yang melamun pun kaget dan menengok ke
arah datang nya suara. Gue pun masih bengong dan
masih tidak percaya yang datang adalah putri. Iya benar
dia putri.

‘Kok kamu ada disini?’ tanya putri, dengan heran.

Gue terlihat gusar dan menjawab ‘sama halnya dengan


orang-orang disini, minum atau makan. kamu sendiri?’

‘Sama juga seperti orang-orang disini.’ Putri tahu kalau


gue gak bohong karena dia tahu kalau gue bohong, gue
akan mengepalkan tanganku lalu di bungkus dengan
tangan yang lain. Itu adalah kelebihan seorang pasangan
ketika tahu kelemahan pasangannya ketika berbohong.

Lalu gak lama putri ingin beranjak pergi dan dengan


memberanikan diri gue memanggilnya ‘put, kenapa kamu
putusin gue’

Putri pun memutarkan badan lalu membungkuk dan


berkata ‘Memang harus di bahas?’ ‘yang belum selesai
harus dibahas dong.’ Kata gue. ‘Semua udah selesai
kok, Lo udah gue unfollow, gue juga udah ngehapus foto
foto kita di IG gue. Apa yang belum’

‘Ya kenapa harus putus.’ Tanya gue.

Putri membalas dengan singkat dan kata kata itu


membekas sekali sampai sekarang ‘Cintanya sudah gak
ada.’ ‘Bosan?’ tanya gue.

‘Mungkin, tapi penjelasan yang paling tepat untuk


sekarang adalah cintanya sudah hilang Al.’

‘Tapi gue gak berubah kok, gue masih orang yang sama
ketika dulu kita ketemu di sebuah taman dan ketika itu
kamu selesai olahraga dan lupa gak bawa minum, kamu
yang minta minum ke gue dengan keringat yang masih
menetes lalu kita duduk bareng di kursi taman, berdua.’
Jelas gue.

‘Tapi gue yang berubah.’

‘Apa yang berubah.’ Tanya gue.


‘Ya selera gue, tipe gue, dan kriteria gue. Semua udah
berubah. Aku gak tau kenapa, semuanya berubah
bergitu aja.’

‘kita udah 4 tahun loh, masa langsung pergi gitu aja?’

‘iya itu lebih baik dari pada ketika kita menjalani


hubungan sampa pernikahan dan punya anak, ketika
salah satu dari kita ga saling cinta, itu gak adil buat kamu
dan gak adil juga buat aku.’

Gue pun terdiam, kata-kata putri ada benernya. ’Lo bawa


mobil?’ tanya gue.

‘nggak’

‘lalu?’ bales gue.

‘Itu dengan orang di meja no 34.’

Gue menoleh ke meja itu, disana ada punggung seorang


laki-laki yang sedang memainkan hp-nya dengan
sesekali meminum jus lemon.

‘kamu punya pacar, karena itu kamu ninggalin


gue?’tanya gue dengan nada agak tinggi.

‘nggak, gue bertemu dengannya 6 bulan yang lau dan


sekarang kami udah pacaran.’ Jelas putri

Gue percaya putri gak bohong, karena dari mukanya gue


udah tahu. Lalu putri melangkah menjauh dari gue,
langkah demi langkah. Seakan waktu berjalan cepet
banget kali ini.

Gue masih dengan wajah terdiam memandang ke dasar


cangkir dengan kopi yang sudah dingin lalu berkata
dalam hati ‘memang yah gak akan ada yang tahu isi hati
seseorang, 1 menit yang lalu dan 1 menit yang akan
datang mungkin ada hal yang berubah. Tapi dengan ini
gue percaya bahwa lebih baik sakit hati sekarang dari
pada sakit hati ketika nanti seandainya gue nikah dengan
orang gak lagi cinta sama gue dan terpaksa
menjalaninya seumur hidup. Gue juga percaya bahwa di
luar sana masih banyak wanita yang mau sama gue dan
yang lebih cocok sama gue dan tentu gue akan lebih
bahagia dengannya.’

Anda mungkin juga menyukai