Anda di halaman 1dari 3

Teori Masuknya Agama Hindu-Buddha ke

Indonesia
- Seperti apa sih proses masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia?
Menurut para sejarawan, cara masuk dan proses penyebaran agama Hindu-Buddha di
Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu:
 Masyarakat Nusantara Berperan Pasif
Orang India dan Tiongkok datang ke Nusantara, kemudian menyebarkan
agama Hindu-Buddha kepada masyarakat lokal.
 Masyarakat Nusantara Berperan Aktif
Masyarakat Nusantara belajar langsung ke India dan China untuk mempelajari
agama tersebut secara mendalam kemudian kembali ke Nusantara sebagai
penyebar agama tersebut.
- Masyarakat Nusantara Sebagai Pihak Yang Berperan Aktif
 Teori Arus Balik
Teori Arus Balik dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Teori ini berasumsi bahwa
perkembangan ajaran Hindu-Buddha yang pesat di India, kabarnya sampai terdengar
sampai ke Nusantara, dan kemudian menarik minat para kaum terpelajar di
Nusantara untuk berguru ke India. Setelah mereka berguru dan pulang ke
Nusantara, mereka mulai menyebarkan agama baru yang mereka pelajari di sana
sebagai pemuka agama dan pendeta. 
- Masyarakat Nusantara Sebagai Pihak Yang Berperan Pasif
 Teori Waisya

Teori Waisya dikemukakan oleh N.J.Krom. Teori ini menyebutkan


bahwa para pedagang yang beragama Hindu-Buddha lah penyebar
utama agama tersebut di Nusantara. Karena perdagangan pada zaman
dahulu menggunakan jalur laut dan bergantung pada angin. Ketika para
pedagang ini menetap di Nusantara, mereka berinteraksi sekaligus
memperkenalkan agama dan kepercayaannya kepada masyarakat.

 Teori Kesatria

Teori Kesatria dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerij, J.C. Moens. Pada


zaman masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara, di daratan India dan China sedang
berlangsung perang saudara. Raja-raja yang kalah peperangan melarikan diri ke
Nusantara untuk berlindung. Lambat laun mereka mendirikan kerajaan kembali di
Nusantara dengan corak-corak yang berhubungan dengan agama Hindu atau
Buddha yang sebelumnya mereka anut. 
 Teori Brahmana

Teori Brahmana dikemukakan oleh Van Leur. Ia mengemukakan bahwa


para kaum brahmana diundang datang ke Nusantara karena ketertarikan raja-
raja yang berkuasa dengan ajaran agama Hindu dan Buddha. Sehingga raja-raja
tersebut mendatangkan para kaum brahmana untuk mengajarkan agama Hindu-
Budha tersebut untuk raja dan rakyatnya di Nusantara.

Kebudayaan Hindu dan Buddha tidak hanya mempengaruhi cara beribadah masyarakat
Nusantara pada zaman itu, tetapi juga memberikan beberapa peninggalan.
Misalnya, kerajaan yang pernah berkuasa, tempat keagamaan, prasasti, cara hidup.

Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu
Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut
sistem kasta adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang
sistem warna tertulis: “Golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan
Ksatria dari tangannya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”.

 kasta Brahmana (nama depan Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan.)
 Ksatria merupakan keturunan raja, bangsawan, atau golongan kerajaan. Orang-orang
dari Kasta ini umumnya punya nama Anak Agung, Cokorda, atau Gusti.
 kalangan Waisya yang merupakan keturunan pedagang dan pengusaha zaman kerajaan,
punya nama seperti Dewa, Desak, Ngakan, Kompyang, Sang, dan Si.
 Sudra yang dulunya berprofesi sebagai pekerja atau buruh. Nama orang Sudra biasanya
menggunakan urutan kelahiran tanpa adanya gelar tertentu, yaitu Wayan untuk anak
pertama, Made untuk anak kedua, Nyoman untuk anak ketiga, dan Ketut anak keempat.
MASUKNYA JEPANG KE INDONESIA

Jepang mendarat pertama kali di Indonesia pada 11 Januari 1942,


tepatnya di Tarakan, yang dulunya termasuk wilayah Kalimantan Timur. Salah
satu alasan Jepang menjajah Indonesia adalah untuk mendapat cadangan
logistik dan bahan industri perang, seperti minyak bumi dan aluminium. Lantas,
mengapa bangsa Jepang datang ke Indonesia mendarat pertama kali di Tarakan,
Kalimantan Timur, bukan di Batavia?

 Jepang pertama kali mendarat di Kalimantan karena pada saat itu, salah satu
kota di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam, khususnya
minyak, dalam jumlah besar adalah Tarakan. Sebelum Jepang menguasai
Indonesia pada 1942, Belanda lebih dulu menduduki Tanah Air sejak abad
ke-17. Pada saat itu, Belanda telah menjadikan Tarakan sebagai kota
penting, karena memiliki 700 sumur minyak, penyulingan minyak, dan
lapangan udara. Itulah mengapa, pendudukan Jepang pada awalnya
dilakukan di daerah Tarakan, bukan di Jawa, karena mereka memang
membutuhkan kekayaan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan Perang
Pasifik. Sebelum datang ke Indonesia, Jepang telah menyusun rencana untuk
merebut Tarakan dari tangan Belanda, yang kemudian berujung pada
pertempuran, yaitu Pertempuran Tarakan 1942. Pertempuran Tarakan
berlangsung sejak 11-12 Januari 1942 dan dimenangkan oleh pihak Jepang.

Penghasil bahan mentah industri Selain kaya akan minyak bumi, kota-kota di
Kalimantan juga dikenal sebagai penghasil bahan mentah bagi industri dan
mesin perang negara Barat, seperti Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini tentu
membuat Jepang semakin tertarik untuk menguasai Kalimantan, agar
cadangan logistik dan bahan industrinya bisa lebih tercukupi. Setelah Jepang
datang ke Indonesia melalui wilayah Tarakan dan merebutnya dari Belanda,
mereka pun mulai menginvasi kota lain di Kalimantan, seperti Balikpapan,
Pontianak, Samarinda, Banjarmasin, kemudian Palembang di Sumatera
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai