Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

Kelas 3B

TEKNIK PENGUKURAN FREKUENSI TINGGI

Oleh:

Syeviera Minawati A.
NIM : 181331062
Vina Fitriana
NIM : 181331063
Zulfan Muhammad F.S.
NIM : 181331064

PRODI TEKNIK TELEKOMUNIKASI – TEKNIK ELEKTRO


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
JANUARI 2021
1. PERCOBAAN NO : 5

2. JUDUL PERCOBAAN

Pengukuran Karakteristik RF Amplifier

3. TUJUAN
 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian, prinsip kerja dan karakteristik
RF Amplifier
 Mahasiswa dapat mengukur dan menghitung karakteristik RF Amplifier
diantaranya yaitu daya input, daya output, penguatan, perbedaan tiap
respon frekuensi, Gain Flatness dan Bandwidth

4. TEORI PENDAHULUAN
Penguat RF (RF Amplifier) adalah suatu alat yang dirancan untuk
memperkuat sinyal yang dikerjakan pada frekuensi radio sehingga berfungsi
untuk memperkuat sinyal RF yang akan dipancarkan oleh antenna. Penguat RF
ideal harus dapat memperoleh daya yang tinggi, noise yang rendah, stabilitas
dinamis yang baik, selektivitas yang tinggi untuk mencegah masuknya frekuensi
IF, frekuensi bayangan, dan frekuensi lainnya.
Jenis rangkaian yang umum dipakai pada rangkaian-rangkaian radio
khususnya transmitter adalah rangkaian penguat kelas A dan rangkaian penguat
kelas C. (Evrizal, 2003:5) Rangkaian penguat kelas A biasa digunakan untuk
transmitter dengan spektrum frekuensi dikategorikan rendah, contohnya
transmitter AM yang bekerja pada spektrum MF (Medium Frequency) dan HF
(High Frequency). Rangkaian penguat kelas C biasa digunakan untuk transmitter
dengan spektrum frekuensi tinggi atau daya besar. Rangkaian penguat kelas C
biasa dipakai pada transmitter – transmitter FM yang bekerja pada spektrum VHF
dan UHF.
Rangkaian penguat RF (RF Amplifier) dibentuk oleh dua blok rangkaian
utama yaitu blok penguat dan blok matching impedance. Blok penguat berfungsi
untuk menguatkan sinyal RF, dan blok matching impedance berfungsi untuk
menyesuaikan impedansi penguat dengan system lainnya sehingga agar daya yang
disalurkan maksimum (tidak ada yang dipantulkan). Rangkaian matching
impedance dipasang pada input dan output system. Berikut merupakan blok
diagram rangkaian penguat RF :
Gambar 4.1. Blok diagram penguat RF
Secara umum rangkaian RF terdiri dari 3 tingkatan yaitu rangkain buffer,
rangkaian driver, dan rangkaian final.
1) Rangkaian Buffer
Rangkaian buffer merupakan sinyal yang berfungsi menyaring atau
menyangga sinyal masuk dari osilator yang akan diperkuat amplifier,
rangkaian buffer ini merupakan rangkaian tingkat pertama atau tingkat awal
dari amplifier.
2) Rangkaian Driver
Rangkaian driver adalah suatu rangkaian yang berfungsi sebagai
kendali dari keluaran amplifier, rangkaian driver ini akan menjadi perantara
atau sambungan dari buffer ke tingkat akhir
3) Rangkaian Final
Rangkaian final adalah penguat tahap akhir dari sebuah penguat RF,
transfer dari driver tidaklah cukup kuat untuk ditransmisikan melalui antena.
Untuk itulah daya yang berasal dari output driver perlu dikuatkan kembali
sehingga cukup kuat untuk dipancarkan melalui antena, biasanya pada final
ini menggunakan transistor RF yang mempunyai daya besar.
Pada penguat daya RF terdapat gain atau penguatan. Gain atau penguatan
adalah fungsi dasar sebuah penguat, yang didefinisikan sebagai perbandingan
antara sinyal input dan output penguat tersebut. Parameter input-output yang
dibandingkan adalah dapat merupakan level tegangan ataupun level daya. Adapun
diagram gain adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2. Prinsip Dasar Kerja Amplifier


a) Gain Tegangan
Vin
G = 20 log
Vout
Dimana: G = Gain (dB)
Vout = Tegangan keluaran (Volt)
Vin = Tegangan masuk (Volt)
b) Gain Daya
Pin
G = 10 log
Pout
Dimana: G = Gain (dB)
Pout = daya keluaran (watt)
Pin = daya masuk (watt)
Apabila Pin dan Pout dalam satuan dBw, dBm, dBµ maka gain dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
G [dB] = Pout-Pin
Dalam peralatan elektronik dibutuhkan suatu penguat yang dapat
digunakan untuk mengkonversi sinyal frekuensi radio berdaya rendah menjadi
sinyal yang lebih besar. Penguat ini harus menunjukkan tingkat perolehan daya
yang tinggi, gambaran noise yang rendah, stabilitas dinamis yang baik,
admitansi pindah baliknya rendah sehingga antena akan terisolasikan dari osilator,
dan selektivitas yang cukup untuk mencegah masuknya frekuensi IF, frekuensi
bayangan, dan frekuensi-frekuensi lainnya.
RF atau Radio Frequency mempunyai range frekuensi 10Khz sampai 300
GHz. Sinyal Audio yang mempunyai range 20Hz-20Khz harus terlebih dahulu
dikuatkan dan dimodulasi agar bisa ditransmisikan dalam frekuensi RF. Penguat
RF ini berfungsi untuk memperkuat sinyal frekuensi tinggi yang dihasilkan
osilator RF sampai suatu nilai yang dikehendaki dan diterima oleh antena untuk
dipancarkan melalui saluran transmisi
Daya keluaran dari suatu pemancar ditentukan oleh penguat daya RF yang
digunakan, sehingga pemancar dengan daya kuat akan diperoleh apabila hasil
penguatan dari penguat RF menghasilkan keluaran yang besar.namun pemencar
dengan daya yang kuat susah untuk didapakan susah dan harganyapun relative
lebih mahal.
Penguat RF mempunyai 2 type yaitu RF low level yaitu penguat RF yang
ditemukan pada radio dan pada transmisi sinyal dengan level kecil. Tipe penguat
daya RF yang lain yaitu penguat daya RF high level yang digunakan pada
pemancar atau aplikasi lainnya dimana daya RF level tinggi diperlukan.
Dalam setiap desain penguat perlu diperhatikan matching (penyesuaian)
impedansi input dan output dari suatu penguat tingkat berikutnya dan sebelumnya.
Matching impedansi sangat penting karena impedansi input suatu penguat akan
mengubah nilai impendansi output p

Gambar 4.3. Symbol Amplifier


Tegangan input kepada amplifier adalah Ei ; tegangan output adalah E0.
Perbandingan antara E0 / Ei disebut faktor Gain (G) atau faktor penguatan sinyal
dari amplifier tersebut. Sebagai hasil dari meningkatny a tegangan input, maka
tegangan output juga meningkat. Kenaikan tegangan output akibat peningkatan
tegangan input berada pada suatu range yang linier. Hubungan ini dinyatakan
dengan persamaan berikut
E0 = GEi
Daerah linear (rentang kerja) dari amplifier memiliki batas karena
besarnya output tergantung besarnya catu daya dan karakteristik dari komponen
yang membentuk amplifier. Jika amplifier dipaksa untuk bekerja pada pada
daerah non linernya atau diluar kempampuan amplifier maka outputnya akan
terjadi saturasi sehingga outputnya cenderung sudah tidak terjadi penguatan lagi.
Jika gain dari amplifier tunggal tidak seusai yang diinginkan maka dapat
dilakukan penggabungan secara seri atau bertingkat dari beberapa amplifier untuk
mendapatkan penguatan yang diinginkan. Tanggapan frekuensi dari suatu unit
amplifier yang di rancang untuk digunakan pada sistim instrumentasi harus
mendapat perhatian khusus. Gain dari suatu amplifier adalah merupakan fungsi
dari frekuensi tegangan input. Hal ini dapat menyebabkan suatu amplifier akan
memiliki gain yang lebih kecil pada frekuensi tinggi sebaliknya akan memiliki
gain yang lebih besar pada daerah frekuensi rendah.
5. SETUP PENGUKURAN
5.1 Kalibrasi Kanal dan RF detektor B

Gam
bar 5.1. Setup Kalibrasi Kanal dan RF Detektor B
5.2 Kalibrasi Kanal dan RF detektor R

Gambar 5.2. Setup Kalibrasi Kanal dan RF Detektor R

5.3 Kalibrasi Power Divider/Splitter

Gambar 5.3. Setup Kalibrasi Power Splitter

5.4 Kalibrasi Variabel Atternuator

Gambar 5.4. Setup Kalibrasi Variabel Attenuator

5.5 Kalibrasi Variabel Atternuator

Gambar 5.4. Setup Kalibrasi Variabel Attenuator


5.6 Pengukuran Daya Output

Gambar 5.5. Setup Pengukuran Daya Output

6 ALAT YANG DIGUNAKAN


 Power Divider, KDI Electronics, 0.2-1500 MHz, PSK-210, 6068 1 buah
 Variabel Attenuator, WAVETEK, 34280, Model 5010-2,
SERIAL 89A6-0978 1 buah
 HP 8756a ScalarNetwork Analyzer 1 buah
 HP 8062C Sweep Oscillator (0.01 – 2.4 GHz) 1 unit
 HP 11664a Shotcky Detector (A, B, dan R; 0.01 – 18 GHz) 1 unit
 Power Meter, 435B, HP, Hewlett-Packard 2 buah
 Cabel koaksial N to N 1 buah
 Connector N to N 3 buah
 Connector N to M, UG-298/U 1 buah
 8482A Detektor Power Sensor, HP Helwett-Packard 2 buah
 RF Amplifier, G=28 dB, Mini-Ciruit Lab
Model NO, ZHL-2-8, 8628 05
 HP 8565B Signal Generator,0.1 990MHz, Hewlett – Packard 1 buah
 Attenuator N to M, A= -20 dB, G-4671
7 METODE PENGUKURAN
7.1 Kalibrasi Kanal pada Scalar Network Analyzer

7.1. Diagram Kalibrasi Kanal pada Scalar Network Analyzer


Untuk melakukan proses kalibrasi kanal B dan kanal R pada Spectrum
Analyzer, pertama pastikan Sweep Oscillator dalam keadaan OFF. Kemudian
atur batas frekuensi start dan stop pada Sweep Oscillator mulai dari 10 – 900
MHz, hubungkan kanal A pada Scalar Network Analyzer ke RF detektor A lalu
hubungkan ke RF output, atur input dari Sweep Oscillator sebesar 0 dBm dan
nyalakan Sweep Oscillator. Pastikan pada Scalar Network Analyzer terdapat 3
marker yang dapat digerakan untuk menunjukan frekuensi. Jika telah terdapat 3
marker maka tekan tombol stop marker pada Sweep Oscillator, sehingga pada
layar Scalar Network Analyzer hanya terdapat satu buah marker. Lalu nyalakan
kursor pada Scalar Network Analyzer untuk melihat besarnya daya yang
terukur. Perhatikan level yang ditunjukkan oleh Scalar Network Analyzer, jika
tidak bernilai 0 dBm maka pada detektor tersebut telah terjadi redaman,
sehingga perlu dilakukan offset untuk membuatnya menjadi 0 dBm kembali.
Ulangi langkah di atas untuk mengkalibrasi channel dan RF detector B dan R.
7.2 Pengecekan Power Divider / Splitter

7.2. Diagram Pengukuran Power Divider / Splitter


Power splitter adalah sebuah alat yang digunakan untuk membagi daya.
Untuk melakukan pengecekan daya, apabila power devider bekerja dengan baik
maka nilai yang terukur besarnya akan bernilai sama atau setengah nya dari level
daya input yang diberikan. Bagian input dari power divider dihubungkan dengan
RF output dari Scalar Network Analyzer yang telah diatur nilai nya sebesar 0
dBm. Lalu bagian output nya dihubungkan dengan RF detektor B, sedangkan
output lainnya dari power divider dihubungkan dengan RF Detector R.
Sebelumnya hubungkan juga sweep oscilator ke scalar network analyzer. Setelah
itu level daya yang terukur pada kanal B dan R akan memiliki besar yang sama
karena daya telah dibagi dua (jika power splitter yang digunakan masih baik).
7.3 Pengecekan Variabel Attenuator

7.3. Diagram Kalibrasi Variabel Attenuator


Attenuator adalah sebuah alat yang akan memberikan redaman pada daya.
Variabel atenuator memiliki 11 bagian dari 0-10. Untuk mengecek variabel
attenuator maka input dari RF output pada scalar network analyzer dimasukan
ke input variabel attenuator sedangkan output variabel atenuator dimasukan ke
input power divider. Lalu bagian output nya dihubungkan dengan RF detektor B
sedangkan output lainnya dari power divider dihubungkan dengan RF detektor
R. Hubungkan juga sweep oscillator ke scalar network analyzer. Setelah itu
daya akan terukur pada kanal B dan R pada beberapa frekuensi. Jika variabel
attenuator bekerja dengan baik maka nilai yang terukur di B dan R akan bernilai
sama atau setengah nya dari level daya input yang diberikan dikurangi redaman
yang diberikan.
7.4. Pengukuran Daya Output

7.4. Diagram Pengukuran Daya Output


Untuk mengukur daya output, hubungkan terlebih dahulu sweep
oscillator dengan scalar network analyzer. RF output pada scalar network
analyzer diatur menjadi 0 dBm dan dimasukan ke variabel attenuator dengan
posisi awal variabel attenuator pada posisi 0. Output dari variabel attenuator
dihubungkan ke input power divider, output power divider dihubungkan ke
power amplifier lalu dihubungkan kembali dengan attenuator karena RF
detector yang digunakan memiliki batas input maksimum 20dBm. Maka
dipasanglah 4 attenuator yang bernilai 20 dB, dan attenuator yang bernilai 6 dB
dan 3 dB. Setelah itu dihubungkan ke detektor B sedangkan output lainnya dari
power divider dihubungkan dengan RF detektor R. Lalu daya akan terukur pada
detektor B pada posisi variabel atenuator 0-10 dan pada beberapa frekuensi. Cek
daya yang dihasilkan apakah sesuai dengan attenuator yang digunakan.

8 HASIL DAN ANALISA


Tabel 8.1. Pengukuran Pout pada Frekuensi 300 MHz
F (MHz) Level Input (dBm) Po Detector (dBm) Po (dBm)
300 -13 -9,42 13,58
-12 -8,18 14,82
-11 -7,23 15,77
-10 -6,08 16,92
-9 -5,09 17,91
-8 -4,01 18,99
-7 -2,97 20,03
-6 -2 21
-5 -0,89 22,11
-4 0,15 23,15
-3 1,15 24,15

Perbandingan Pin dengan Po


pada detector pada F = 300 Mhz
2
1.15
0 0.15
-13 -12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5
-0.89 -4 -3
Po Detector (dBm)

-2 -2
-2.97
-4 -4.01
-5.09
-6 -6.08
-7.23
-8 -8.18
-9.42
-10
Level Input (dBm)

Grafik 8.1. Pengukuran Pout pada Frekuensi 300 MHz

Tabel 8.2. Pengukuran Pout pada Frekuensi 500 MHz


F (MHz) Level Input (dBm) Po Detector (dBm) Po (dB)
600 -13 -9,18 13,82
-12 -8,15 13,85
-11 -7,04 15,96
-10 -5,97 17,03
-9 -4,99 18,01
-8 -3,89 19,11
-7 -2,83 20,17
-6 -1,77 21,23
-5 -0,77 22,3
-4 0,35 23,35
-3 1,33 24,33

Perbandingan Pin dengan Po


pada detector pada F = 500 Mhz
2
1.33
0 0.35
-13 -12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5
-0.77 -4 -3
Po Detector (dBm)

-2 -1.77
-2.83
-4 -3.89
-4.99
-6 -5.97
-7.04
-8 -8.18
-9.18
-10
Level Input (dBm)

Grafik 8.2. Pengukuran Pout pada Frekuensi 500 MHz

Tabel 8.3. Pengukuran Pout pada Frekuensi 800 MHz


F (MHz) Level Input (dBm) Po Detector (dBm) Po (dBm)
-13 -8,8 14,2
-4 -7,78 15,22
-5 -6,68 16,32
-6 -5,61 17,39
-7 -4,67 18,33
900 -8 -3,57 19,43
-9 -2,53 20,47
-10 -1,51 21,49
-11 -0,44 22,56
-12 0,6 23,6
-13 1,61 24,61
Perbandingan Pin dengan Po
pada detector pada F = 800 Mhz
4

2 1.61
0.6
0
Po Detector (dBm)

-13 -12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -0.44


-5 -4 -3
-1.51
-2
-2.53
-3.57
-4
-4.67
-6 -5.61
-6.68
-8 -7.78
-8.8
-10
Level Input (dBm)

Grafik 8.3. Pengukuran Pout pada Frekuensi 800 MHz

Tabel 8.4. Gain (dB) Terhadap Frekuensi pada Pin = 3dBm


Level Po Po
Gain
F (MHz) Input Detector (dBm)
(dB)
(dBm) (dBm)
100 -3 1,34 24,34 27,34
200 -3 1,04 24,04 27,04
300 -3 0,85 23,85 26,85
400 -3 0,85 23,85 26,85
500 -3 1,02 24,02 27,02
600 -3 1,18 24,18 27,18
700 -3 0,79 23,79 26,79
800 -3 1,28 24,28 27,28
900 -3 0,64 23,64 26,64
1000 -3 0,16 23,16 26,16
1100 -3 -2,67 20,33 23,33
1200 -3 -10,38 12,12 15,62
Grafik frekuensi (MHz) terhadap Gain (dB)
pada Pin = 3 dBm
28
27.34 27.18 27.28
27 27.04 26.85 26.85 27.02
26.79 26.64
26 26.16

25
Gain (dB)

24
23.33
23

22

21
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100
Frekuensi (Mhz)

Grafik 8.4. Gain (dB) Terhadap Frekuensi pada Pin = 3 dBm

Dalam praktikum kali ini, hal yang dilakukkan adalah:


1) pengaruh Pin terhadap nilai Po detector pada suatu frekuensi
2) pengaruh frekuensi terhadap nilai gain pada suatu level input
Band frekuensi yang digunakan adalah 1000 MHz (100-1000MHz), pada pengujian
pengaruh Pin dan Po pada suatu frekuensi. Kemudian mengambil 3 frekuensi sebagai
sample frekuensi yaitu 300 MHz, 500 MHz, dan 800 MHz. Level input yang
digunakan dari sumber adalah -10 s/d 0 dB, tetapi terdapat power divider, sehingga
Pin menjadi -13 s/d -3 dB, dalam hasil percobaan yang ditampilkan dengan grafik
didapat nilai yang linear yang berarti, dalam setiap sample yang digunakan nilai Pin
serta Po detector berbanding lurus, jadi semakin tinggi nilai level input maka nilai Po
detector yang dihasilkan akan semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah nilai level
input, maka nilai Po detector akan semakin rendah juga. Pada uji coba pengaruh
frekuensi terhadap nilai gain pada suatu level input, didapat berdasarkan tabel 8.4.,
maka amplifier dapat bekerja dengan baik untuk menghasilkan gain dari 26-27 dB,
dalam batas range frekuensi 0 s/d 1000 Mhz sesuai datasheet , tetapi pada saat
frekuensi melebihi frekuensi tersebut gain yang didapat akan tidak teratur,
dikarenakan maksimal coverage dari amplifiernya hanya sampai 1000 MHz, kondisi
ini disebut kondisi saturasi, sehingga gain yang dihasilkan tidak baik. Pada hasil
percobaan dari 100-1000 MHz grafik yang dihasilkan relatif sama dengan datasheet
ZHL-8+, seperti berikut:

Gambar 8.1/ Grafik gain (dB) terhadap frekuensi pada datasheet ZHL-2-
8+
 Nilai gain tersebut didapatkan melalui persamaan berikut :
Gamp =P out + at −P¿
Karena nilai dari total redaman atau attenuator yang digunakan adalah 23 dB,
persamaan diatas menjadi:
Gamp=P out +23−P¿

9 KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa RF Amplifier


merupakan perangkat untuk melakukan penguatan sinyal sehingga sebuah sinyal
input berlevel rendah dari amplifier akan mengeluarkan sinyal output berlevel lebih
tinggi. Semakin besar level input, maka akan semakin besar pula level outputnya
dimana nilai penguatannya adalah tetap sehingga, perbandingan antara input dan
output dari amplifier adalah linear. Besarnya penguatan dari fungsi frekuensi bernilai
tetap akan tetapi terdapat nilai saturasi dimana sinyal dengan frekuensi tertentu tidak
menghasilkan penguatan yang seharusnya. Hal ini dipengaruhi oleh spesifikasi alat
RF amplifier yang digunakan yang memiliki ambang batas frekuensi kerja.
a. Setup Kalibrasi

b. Setup Pengukuran
6. ALAT DAN BAHAN YANG DIPERLUKAN

- Spectrum Analyzer/Measuring Receiver (100kHz to 12.4GHz)


- Tuning Filter (BPF) Fo=1867.5 MHz
- Tracking Generator
- Komputer (PC)
- Software Signal Hound
- Adapter N- Male to BNC Male
- Kabel BNC- Male to BNC-Male
- Kabel Koaksial
- USB port cable

7. METODA PENGUKURAN
7.1 Kalibrasi

7.1 Diagram Kalibrasi

1. Lakukan setup pengukuran seperti gambar diatas


2. Hubungkan USB port 2.0 pada Tracking Generator dan Spectrum
Analyzer ke Komputer (PC), kemudian untuk Port Ref pada
Tracking Generator dihubungkan ke port Ref pada Spectrum
Analyzer, begitu pula dengan Port Sync, Port Sync pada Tracking
Generator dihubungkan ke Port Sync pada Spectrum Analyzer
seperti gambar diatas.
3. Kemudian untuk melakukan setup pengukuran, dilakukan pada
Komputer (PC) dengan menggunakan Software Signal Hound.
7.2 Pengukuran DUT BP

7.2 Diagram Pengukuran DUT BPF

1. Lakukan setup pengukuran seperti gambar diatas


2. Hubungkan USB port 2.0 pada Tracking Generator dan Spectrum
Analyzer ke Komputer (PC), kemudian untuk Port Ref pada
Tracking Generator dihubungkan ke port Ref pada Spectrum
Analyzer, begitu pula dengan Port Sync, Port Sync pada Tracking
Generator dihubungkan ke Port Sync pada Spectrum Analyzer
seperti gambar diatas.
3. Sambungkan Output pada Tracking Generator ke DUT
menggunakan kabel koaksial, kemudian output pada Spectrum
Analyzer dihubungkan ke DUT menggunakan kabel koaksial.
4. Lakukan True Calibration untuk mengetahui rentang frekuensi yang
difilter pada Komputer dengan menggunakan Software Signal
Hound.
5. Tuning pada filter BPF agar mendapatkan sinyal yang baik.
6. Atur Amplitude, Span, dan Frekuensi pada Software Signal Hound
agar mendapatkan posisi sinyal yang baik.
7. Ukur nilai dari setiap parameter dengan frekuensi yang sesuai
dengan spesifikasi filter dan capture hasil pengukuran untuk
dianalisis
8. HASIL

Gambar 8.1 Hasil Praktikum Pengukuran BPF

0−(−3)
a. Ripple = =1,5 dB
2
b. Insertion Loss = Ref – Ripple = 0 – 1,5 = -1,5 dB

c. Frekuensi cutoff 1(-3dB) = 1,8935 GHz


Frekuensi cutoff 2(-3dB) = 1,9115 GHz
Frekuensi cutoff 3(-50dB) = 1,8825 GHz
Frekuensi cutoff 4(-50dB) = 1,9195 GHz Stopband

d. Passband = fc2 – fc1 = 1,9115 GHz - 1,8935 GHz = 18 MHz

e. Stopband att = Stopband – cutoff = -50 – (-3) = -47 dB

BW 50 dB 37 MHz
f. Shape Factor = = =2,05
BW 3 dB 18 MHz

g. Faktor kualitas (Q) = Q=


fc √ f −f
= H L=√
1,8935 x 1,9115
= 104
BW BW 18 MHz
Analisis :
Pada percobaan diatas dapat diamati bahwa sebuah BPF mempunyai nilai IL
= -1,5 dB. Semakin mendekati 0 dB maka sebuah filter semakin baik karena daya
yang masuk filter hampir sama dengan daya yang keluar. Didapat shape factor =
2,05 merupakan kondisi filter yang kurang baik. Shape factor merupakan
perbandingan antara redaman besar dan redaman kecil dan dikatakan baik apabila
1<SF<2. Pada filter BPF memiliki factor kualitas (Q) sebesar 104 karena mimiliki
nilai f1 dan BPF memotong bagian frekuensi Low sehingga frekuensi tidak dimulai
dari kondisi 0 (nol). Factor kulitas ini didapatkan dari nilai fH dan fL yang diakarkan
kemudian dibagi dengan nilai BW.
9. KESIMPULAN

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada pengukuran BPF ini kondisi filter kurang baik karena memiliki nilai
insertion loss sebesar - 1,5 dB yang kurang mendekati 0 dB.
2. Memiliki shape factor yang kurang baik dikarenakan shape factor >2 yaitu
2,05. Shape factor suatu filter (BPF) yang ideal adalah yang nilainya 1 dengan
kata lain bandwidthnya berbentuk persegi.
3. Pada filter BPF memiliki factor kualitas (Q) sebesar 104 karena mimiliki nilai
fH dan BPF memotong bagian frekuensi Low sehingga frekuensi tidak dimulai
dari kondisi 0 (nol).
Daftar Pustaka

Samrasyid.” Pengertian dan Cara Kerja Band Pass Filter ”. 2020.


https://www.samrasyid.com/2020/05/pengertian-dan-cara-kerja-low-
pass.html. (diakses pada 30 November 202

Anda mungkin juga menyukai