Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Dasar Keluarga

a. Pengertian

Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas

dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang

hidup bersama atau seorang laki-laki maupun seorang perempuan

yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anak sendiri

maupun adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti,

1994 dalam Dion & Betan, 2013).

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang

tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau

pengangkatan dan mereka hidupnya dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing

dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan

(Salvicion & Celis, 1998 dalam Dion & Betan, 2013).

Menurut Depkes RI, (1988) dalam Achjar (2012) : 2.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal

disuatu tempat di bawah suatu dalam keadaan saling

ketergantungan.
b. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman, (1998) dalam Dion & Beta, (2013) terdapat

lima fungsi keluarga yaitu:

1) Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan basis sentral bagi pembentukan dan

keberlangsungan unit keluarga yang dibutuhkan untuk

perkembangan individu dan psikologis anggota keluarga.

Komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi efektif

adalah adanya saling asuh, menerima, menghormati, dan

mendukung antar keluarga, menaruh perhatian, cinta kasih dan

kehangatan, pembinaan, pendewasaan, kepribadian anggota

keluarga.

2) Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi

Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi adalah fungsi

mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan

social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain. Anggota keluarga belajar disiplin, norma-

norma, budaya dan prilaku melalui hubungan dan interaksi

dalam lingkungan keluarganya sendiri.

3) Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan

generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. Komponen yang

dilaksanakan keluarga dalam melaksanakan fungsinya

meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak,

memenuhi gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota

keluarga.

4) Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk mencari

sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga,

mengatur penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi keluarga di

masa yang akan datang seperti pendidikan anak dan jaminan

hari tua.

5) Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi

keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh

anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan

perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara

memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali

kondisi sakit tiap anggota keluarga.

Menurut UU No. 10 tahun (1992) jo PP No. 21 tahun (1994),

dalam Dion & Betan (2013) menyatakan bahwa fungsi keluarga


dibagi menjadi delapan bentuk operasional yang dapat dilakukan

oleh setiap keluarga, yaitu sebagai berikut :

1) Fungsi Keagamaan

a) Membina norma atau ajaran agama sebagai dasar dan tujuan

hidup anggota keluarga.

b) Menerjemahkan ajaran atau norma agama ke dalam tingkah

laku hidup sehari – hari seluruh anggota keluarga.

c) Memberikan contoh konkret dalam hidup sehari – hari dalam

pengamalan dari ajaran agama.

d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak

tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di

sekolah dan di masyarakat.

e) Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama

sebagai fondasi menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

2) Fungsi Budaya

a) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga untuk

meneruskan norma – norma dan budaya masyarakat serta

bangsa yang ingin dipertahankan

b) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga untuk

menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai

c) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga, anggotanya

mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh globalisasi

dunia.
d) Membina tugas – tugas keluarga sebagai lembaga anggotanya

dapat berprilaku yang baik (positif) sesuai dengan norma

bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

e) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang

dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menunjang

terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

3) Fungsi Cinta Kasih

a) Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada

antar anggota keluarga (suami-istri-anak) kedalam simbol –

symbol nyata (ucapan, prilaku) secara optimal dan terus

menerus.

b) Membina tingkah laku saling menyayangi antar anggota

keluarga maupun antara keluarga yang satu dengan yang

lainnya secara kuantitatif dan kualitatif.

c) Membina praktik kecintaan terhadap kehidpuan duniawi dan

dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.

d) Membina rasa sikap dan praktik keluarga yang mampu

memberikan dan menerima kasih saying sebagai pola hidup

ideal menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

4) Fungsi Perlindungan

a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari

rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar.
b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari

berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.

c) Membina dan menjadikan stabilitas serta keamanan keluarga

sebagai modal menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

5) Fungsi Reproduksi

a) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan

reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi

keluarga sekitarnya.

b) Memberikan contoh pengalaman kaidah – kaidah pembentukan

keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.

c) Mengamalkan kaidah – kaidah reproduksi sehat, baik yang

berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan

jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga.

d) Mengembankan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal

yang kondusif menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

6) Fungsi Sosialilasi

a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan

keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak yang

pertama dan utama.

b) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan

keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan

dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya, baik

dilingkungan sekolah maupun masyarakat.


c) Membina proses Pendidikan dan sosialisai anak tentang hal –

hal yang diperlukannya untuk meningkatkan kematangan dan

kedewasaan (fisik dan mental), yang tidak atau kurang

diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.

d) Membina proses Pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam

keluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak,

tetapi juga bagi orang tua dalam rangka perkembangan dan

kematangan hidup Bersama menuju Keluarga Kecil Bahagia

Sejahtera.

7) Fungsi Ekonomi

a) Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun di dalam

lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan

dan perkembangan kehidupan keluarga.

b) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian,

keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan

pengeluaran keluarga.

c) Mengatu waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan

perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi,

selaras dan seimbang.

d) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal

untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

8) Fungsi Pelestarian Lingkungan


a) Membina kesadaran sikap dan praktik pelestarian lingkungan

intern keluarga.

b) Membina kesadaran sikap dan praktik pelestarian lingkungan

ekstern keluarga.

c) Membina kesadaran sikap dan praktik pelestarian lingkungan

yang serasi, selaras dan seimbang antara lingkungan keluarga

dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.

d) Membina kesadaran sikap dan praktik pelestarian lingkungan

hidup sebagai pola hidup keluarga menuju Keluarga Kecil

Bahagia Sejahtera.

Menurut Effendy, (1998) dalam Dion & Betan, (2013)

menjabarkan tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota

keluarganya, yaitu :

1) Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,

kehangatan kepada anggota keluarga sehingga

memumngkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia

dan kebutuhannya.

2) Asuh, adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan keperawatan

anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga diharapkan

menjadikan mereka anak – anak yang sehat baik fisik, mental,

social, dan spiritual.


3) Asah, adalah memenuhi kebutuhan Pendidikan anak sehingga

siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam

mepersiapkan masa depannya.

Selain itu, dijabarkan delapan tugas dasar dalam sebuah

keluarga (Effendy, 1998, dalam Dion & Betan 2013) adalah

sebagai berikut:

a) Pemeliharaan fisik keluarga dan anggotanya.

b) Memelihara sumber – sumber daya yang ada dalam keluarga.

c) Pembagian tugas masing – masing anggota keluarganya sesuai

dengan kedudukannya.

d) Sosialisasi antar anggota keluarga.

e) Pengaturan jumlah anggota keluarga.

f) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

g) Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih

luas.

h) Membangkitkan dorongan dan semangat anggota para

keluarga.

c. Tipe Keluarga

Menurut Dion & Betan, (2013) pembagian tipe keluarga

bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokkan, yaitu

1) Secara Tradisional
a) Keluarga Inti (Nuclear Family)

Keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang

diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya

b) Keluarga Besar (Extended Family)

Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih

mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi).

2) Secara Modern

Dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa

individualism maka pengelompokan tipe keluarga selain diatas

adalah:

a) Tradisional Nuclear

Keluarga inti (ayah, ibu, anak) tinggal dalam satu rumah

ditetapkan oleh sanksi–sanksi legal dalam suatu ikatan

perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

b) Reconstituted Nuclear

Pemebentukan dari keluarga inti melalui perkawinan kembali

suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan

anak – anaknya dari perkawinan yang lama maupun hasil

perkawinan yang baru, satu atau keduanya bekerja di luar

rumah.

c) Niddle Age/ Aging Couple


Suami sebagai pencari uang/nafkah, istri dirumah/keduanya

bekerja dirumah, anak – anak sudah meninggalkan rumah

karena sekolah/perkawinan karier.

d) Dyadic Nuclear

Suami istri sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang

keduanya atau salah satu bekerja dirumah.

e) Single Parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian

pasangan dan anak – anaknnya dapat tinggal dirumah atau

diluar rumah.

f) Dual Carier

Suami atau istri keduanya orang karier dan tanpa anak.

g) Commuter Married

Suami atau istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah

pada jarak tertentu.

h) Single Adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak

adanya keinginan untuk kawin.

i) Three Generation

Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

j) Institusional

Yaitu anak – anak atau orang – orang dewasa tinggal dalam

suatu panti.
k) Comunall

Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang

monogami dengan anak – anaknya dan bersama – sama dalam

penyediaan fasilitas.

l) Group Marriage

Yaitu satu perumahan terdiri dari dua orang tua dan dan

keturunannya didalam satu kesatuan keluarga.

m) Unmarried Parent and Child

Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki,

anaknya adopsi.

n) Cohibing Couple

Dua orang atau satu pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan

perkawinan.

o) Gay and Lesbian Family

Keluarga atau pasangan yang dibentuk oleh pasangan yang

berjenis kelamin sama.

d. Tahap Perkembangan Keluarga

Bukan individu saja yang memiliki tahap perkembangan, keluarga

pun memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas

perkembangan yang harus di selesaikan tahapannya. Ada delapan

tahap perkembangan keluarga (Duvall, 1985 dan Godrick, 1989,

dalam Dion & Betan, 2013) yaitu sebagai berikut:


1) Pasangan Baru atau Keluarga Pemula

Merupakan keluarga baru yang dimulai dari saat masing – masing

laki – laki dan perempuan membentuk keluarga baru dengan ikatan

perkawinan dengan meninggalkan psikologis keluarga masing –

masing.

a) Membina hubungan intim yang memmuaskan kehidupan baru

b) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan lain –

lain

c) Keluarga berencana mendiskusikan untuk mendapatkan anak

dan jumlah anak yang diinginkan serta untuk menentukan saat

yang tepat untuk hamil

2) Keluarga Kelahiran Anak Pertama / Child Bearing

Keluarga yang menantikan kelahiran anak pertama lahir sampai

berumur kurang dari 3 bulan, adapun tugas yang harus

dilaksanakan yaitu:

a) Adaptasi perubahan anggota keluarga

b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan

c) Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang

tua terhadap bayi dengan memberi sentuhan kehangatan)

3) Keluarga dengan Anak Pra-Sekolah

Tahap ini dimulai dari anak pertama dari usia 2,5 tahun samapi 5

tahun, pada tahap ini anak sudah mulai mengenal dunia sosialnya,

adapaun tugas perkembangannya yaitu:


a) Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga

b) Membantu anak bersosialisasi

c) Beradaptasi dengan anak baru lahir

d) Mempertahankan hubunghan di dalam maupun di luar keluarga

e) Pembagioan waktu individu, pasangan dan anak

4) Keluarga dengan Anak Usia Sekolah

Keluarga pada tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 6

tahun dan mulai sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun,

dengan tugasa perkembangannya yaitu:

a) Keluargha beradaptasi dengan pengaruh teman dan sekolah

anak

b) Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah,

sekolah dan lingkungan luar

c) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya

intelektual

d) Menyhediakan aktivitas untuk anak

e) Meningkatkan komunikasi terbuka

5) Keluarga dengan Anak Remaja

Tahap ini dimulai sejak usia 13 tahun sampai 20 tahun, tahap ini

merupakan tahap yang paling rawan karena anak – anak akan

mencari identitasnya dalam membentuk kepribadiannya, oleh

karena itu teladfan dari ke dua orang tua sangan diperlukan,

dengan tugas perkembangan keluarga adalah:


a) Perkembangan terhadap remaja (memberi kebebasan yang

seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah

seorang yang dewasa muda dan mulai memiliki otonom)

b) Memelihara komunikasi terbuka

c) Memelihara hubungan intim dalam keluarga

6) Keluarga dengan Anak Dewasa Muda / Tahap Pelepasan

Tahap ini dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah orang

tua sampai anak terakhir, dengan tugas perkembangan yaitu:

a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

b) Mempertahankan keintiman pasangan

c) Melanjutkan untuk mmemperbaharui dan menyesusikan

kembali hubungan perkawinan

d) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di

masyarakat

7) Keluarga Usia Pertengahan

Tahap ini dumulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat pension atau salah satu pasangan meninggal,

dengan tugas perkembangannya yaitu:

a) Mempertahankan kesehatan

b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman

sebaya dan anak - anak

c) Meningkatkan keakraban pasangan


d) Mempertahankan kesehatan dengan olahraga pengontrolan

berat, diet seimbang, istirahat.

8) Keluarga Usia Lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluyarga ini dimulai pada saat salah

satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu n pasangan

meninggal, dengan tugas perkembangan keluarga yaitu :

a) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

b) Adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan, teman dan

kekuatan fisik serta pendapatan

c) Mempertahankan keakraban suami istri yang saling merawat

d) Mempertahankan hubungan dengan anak dan social masyarakat

e) Melakukan life review (merenungkan hidupnya)

e. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menunjukan bagaimana keluarga tersebut di

organisasikan, cara unit–unit tersebut ditata serta sebagaimana

komponen tersebut berhubungan satu sama lain. Selain itu, struktur

dalam keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga tersebut dimasyarakat (Betan &

Dion, 2013).

Menurut Parad & Caplan, (1965) dalam Betan & Dion, (2013)

mengatakan ada 4 dimensi struktur keluarga yaitu:

1) Pola dan Proses Komunikasi


Adalah proses tukar menukar perasaan, keinginana, kebutuhan –

kebutuhan dan opini. Pola dan Proses Komunikasi ini akan

menggambarkan bagaimana cara dan komunikasi keluarga

diterapkan baik antar sesame orang tua dengan anak, anak dengan

anak, dan anggota keluarga besar dengan keluarga inti.

2) Struktur Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang

dalam situasi social tertentu. Peran menunjukan beberapa perilaku

yang bersifat homogen. Peran didasarkan pada deskripsi dan

harapan terhadapt individu – individu dalam situasi tertentu agar

dapat memenuhi harapan mereka sendiri dan orang lain.

3) Struktur Kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan seseorang individu untuk

mengontrol, mempengaruhi, dan mengubah tingkah laku

seseorang. Menurut (Cromwell & Olson, 1995 dalam Betan &

Dion, 2013), kekuatan merupakan aspek paling fundamental dari

semua interaksi social. Struktur kekuatan keluarga,

menggambarkan kemampuan anggota untuk mengubah perilaku

keluarga yang mendukung kesehatan.

4) Struktur Nilai – Nilai Keluarga

Nilai adalah suatu ide, sikap dan kepercayaan yang secara sadar

maupun tidak sadar mengikuti seluruh anggota dalam suatu budaya

yang lazim (Parad & Caplan, 1985 dalam Betan & Dion, 2013).
f. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Menurut Friedman, (1998) dalam Betan & Dion, (2013),

mengatakan ada 5 tugas pokok keluarga yang dijabarkan, yaitu:

1) Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti

orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan –

perubahan yang dialami anggota keluarga.

2) Membuat Keputusan Tindakan yang Tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai

masalah kesehatan yang dialami, perawat harus dapat mengkaji

keadaan keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam

membuat keputusan.

3) Memberi Perawatan Kepada Anggota yang Sakit

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,

keluarga harus mengetahui keadaan penyakitnya, sifat dan

perkembangan perawatan yang dibutuhkan, keberadaan failitas

yang dibutuhkan untuk perawatan.

4) Mempertahankan Atau Mengusahakan Suasan Rumah Yang Sehat

Ketika modifikasi lingkungan atau menciptkan suasana

rumah yang sehat, keluarga harus mengetahui hal- hal sebagai

berikut :

a) Sumber- sumber yang dimiliki oleh keluarga.


b) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.

c) Pentingnya hygine sanitasi.

d) Upaya pencegahan penyakit.

e) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hygine sanitasi.

f) Kekompakan antar anggota keluarga (Dion & Betan,

20013).

5) Menggunakan Fasilitas Pelayanan Kesehtan yang Ada

Dimasyarakat.

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas keshatan, keluarga

harus mengetahui kebradaan fasilitas keluarga, keuntungan –

keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, pengalaman

yang kurang baik terhadap petugas kesehatan dan fasilitas

kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

B. Tinjauan Teori Kasus

1. Konsep Dasar Diabetes Melitus

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah gangguan metabolism yang ditandai

dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas

metabollisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

penurunan sekresi insulin atau penurunan sesintivitas insulin atau

keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis


mikrovaskular,makrovaskular, dan neuropati.(Elin,2009,dalam

NANDA NIC NOC 2015).

Diabetes mellitus adalah kondisi kronis yang ditandai

dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya

gejala utama yang khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah

yang besar, kelainan yang menjadi penyebab mendasar dari diabetes

mellitus adalah difisiensi relative atau absolut dari hormon insulin.

Insulin merupakan satu-satunya hormon yang dapat menurunkan

kadar glukosa dalam darah.(Handbook of diabetes 4thed,2015)

b. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetes Data Group :

Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories

of Glucosa Intolerance (Rendy, M. C., dan Margareth TH, 2012).

1) Klasifikasi Klinis

a) Diabetes Melitus

(1) Tipe tergantung insulin (DMTI), tipe I.

(2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), tipe II.

b) DMTTI yang tidak mengalami obesitas.

c) DMTTI dengan obesitas.

d) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG).

e) Diabetes Kehamilan (GDM)

2) Klasifikasi Risiko Statistik


a) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi

glukosa.

b) Berpotensi menderita kelainan tpleransi glukosa.

Pada Diabetes Mellitus tipe I sel-sel beta pancreas yang secara

normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses

autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk

mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes Melitus tipe I ditandai

oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30

tahun.Diabetes Melitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas

terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah

produksi insulin.

c. Patofisiologi

1) Etiologi

a) Diabetes Melitus Tergantung Insulin(DMTI)

(1) Faktor Genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri

tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kencenderungan

genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan

genetic ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe

antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA

merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

(2) Faktor Imunologi


Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah

sebagai jaringan asing.

(3) Faktor Lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta

pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel beta

pancreas.

b) Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum

diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan

dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus Tak

Tergantung Insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam

sekkresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya

tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja

insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-

reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

membran sel. Pada pasien denngan DMTTI terdapat kelainan


dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang

responsive insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin

dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan

meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi

insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia.

2) Proses Terjadi

Diabetes mellitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin,

kinerja insulin, atau keduanya. DM tipe 1 sering kali terjadi pada

masa kanak – kanak dan remaja, tetapi dapat juga terjadi pada

berbagai usia, bahkan pada usia 80-an tahun dan 90-an tahun.

Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia, pemecahan lemak dan

protein tubuh serta pembentukan ketosis (penumpukan badan keton

yang diproduksi selama oksidasi asam lemak). DM tipe 1 terjadi

akibat kerusakan sel beta islet Langerhans di pankreas. Ketika sel

beta rusak, insulin tidak dapat lagi diproduksi. Penyakit ini dimulai

dengan insulitis, suatu proses inflamatorik kronik yang terjadi

sebagai respon terhadap kerusakan autoimun sel islet. Proses ini

secara perlahan akan merusak produksi insulin dan biasanya terjadi


selama periode praklinis yang lama. Diyakini bahwa baik fungsi

sel alfa maupun sel beta tidak normal, dengan kekurang insulin dan

kelebihann relatif glukagon yang mengakibatkan hiperglikemia.

Sedangkan DM tipe 2 merupakan bentuk paling umum dari diabtes

mellitus. Faktor utama perkembangan DM tipe 2 adalah resistensi

insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak

beraktivitas, penyakit, obat – obatan dan pertambahan usia. Pada

kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk

mempengaruhi absorpsi dan metabolisme oleh hati, otot rangka

dan jaringan adiposa. Hiperglikemia meningkat secara perlahan

dan dapat berlangsung lama sebelum DM didiagnosis, sehingga

kira – kira separuh diagnosis baru DM tipe 2 yang baru didiagnosis

sudah mengalami komplikasi (LeMone, P., 2016).

3) Manifestasi klinis

Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic

defisiensi insulin (Price & Wilson dalam NANDA NIC

NOC,2015).

DM ditandai dengan hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa

darah dan gangguan metabolism karbohidrat, yang menyebabkan

munculnya gejala awal khas berupa :

a) Kadar glukosa puasa tidak normal.


b) Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi

dieresisosmotic yang akan meningkatkan pengeluaran urin

(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).

c) Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan

berkurang.

d) Lelah dan mengantuk.

e) Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata

kabur, impotensi,peruritas vulva.

4) Komplikasi

Komplikasi DM menurut (Rendy, M. C. dan Margareth TH, 2012).

Beberapa komplikasi dari Diabetes Melitus adalah :

a) Komplikasi akut DM : Hipoglikemia dan hiperglikemia,

penyakit makrovaskuler pembuluh darah besar, penyakit

jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah

kapiler), penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah

kecil, retinopati, nefropati saraf sensorik (berpengaruh pada

ektrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal,

dan kardiovaskuler.

b) Komplikasi menahun DM : Neuropati diabetic, retinopati

diabetic, nefropati diabetic, proteinuria, kelainan koroner, dan

ulkus / ganggren.

d. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk dapat menegakkan diagnosa Diabetes Melitus perlu dilakukan

pemeriksaan diagnostic menurut NANDA(2015), yaitu:

1) Pemeriksaan kadar glukosa darah : kadar glukosa darah sewaktu

yang sudah DM pada plasma vena dan darah kapiler yaitu ≥200

mg/dl, belum pasti DM pada plasma vena yaitu : 100-200 dan

darah kapiler 80-100 mg/dl. Sedangkan kadar glukosa darah puasa

yang sudah DM pada plasma vena yaitu ≥120 mg/dl dan darah

kapiler ≥ 110 mg/dl, belum pasti DM pada plasma vena yaitu

110-120 mg/dl dan darah kapiler 90-110 mg/dl.

2) Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2

kali pemeriksaan :

a) Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l)

b) Glukosa plasma puasa ≥140 mg/dl (7,8 mmol/l)

c) Glukosa plasma dari sempel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial

(pp) ≥200 mg/dl).

3) Tes Laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic,

tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.

4) Tes Saring

Tes-tes saring pada DM adalah :

a) GDP,GDS
b) Tes glukosa urin :

(1) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)

(2) Tes carik celup (metode glucoseoxidase/hexokinase.

5) Tes Diagnostik

Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa

Darah 2 Jam Post Prandial), glukosa jam ke-2 TTGO.

6) Tes Monitoring Terapi

Tes-tes monitoring terapi adalah :

a) GDP ; plasma vena, darah kapiler

b) GD2 PP : plasma vena

c) A1c : darah vena, darah kapiler

7) Tes untuk mendeteksi komplikasi

Tes-tes untuk medeteksi komplikasi adalah :

a) Mikroalbuminuria : urin.

b) Ureum, kreatinin, asam urat.

c) Kolestrol total : plasma vena (puasa).

d) Kolestrol LDL : plasma vena (puasa).

e) Kolestrol HDL : plasma vena (puasa).

f) Trigliserida : plasma vena (puasa).

e. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Dalam usaha menangani penyakit Diabetes Melitus dapat dilakukan

dengan beberapa cara diantaranya :

1) Diet
Diet dilaksanakan dengan menghitung presentase dari Relatif Body

Weight (RBW) atau berat Badan Relatif (BBR)

BBR = BB (kg) X 100%

TB (cm) - 100

a) Kurus (underweight) : BBR ≤ 90%

b) Normal (ideal) : BBR 90-110%

c) Gemuk (overweight) : BBR ≥ 110%

d) Obesitas, apabila : BBR ≥ 120%

(1) Obesitas ringan : BBR 120-130%

(2) Obesitas sedang : BBR 130-140%

(3) Obesitas berat : BBR 140-200%

Makanan yang dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari

karbohidrat, protein, dan lemak sebagai berikut :

1) Karbohidrat : 60-70%

2) Protein : 10-15%

3) Lemak :20-25%

Adapun macam-macam diet DM yang disesuaikan dengan

kandungan kalorinya :

1) Diet DM I : 1100 kalori

2) Diet DM II : 1300 kalori

3) Diet DM III : 1500 kalori

4) Diet DM IV : 1700 kalori


5) Diet DM V : 1900 kalori

6) Diet DM VI : 2100 kalori

7) Diet DM VII : 2300 kalori

8) Diet DM VIII : 2500 kalori

Diet I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk,

diit IV s/d V diberikan kepada penderita dengan berat badan

normal, diit VI s/d VIII diberikan dengan penderita kurus,

diabetes remaja, dan DM dengan komplikasi.

2) Latihan Fisik

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,

adalah :

a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake).

b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.

c) Memperbaiki dan menambah suplai oksigen.

d) Meningkatkan kadar kolestrol-high density lipoprotein.

e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang.

f) Menurunkan kolestrol (total) dan trigleserida dalam darah.

3) Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)

merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada

penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media

misalnya : leaflet, poster, tv, kaset video, diskusi kelompok, dan

sebagainya.
4) Obat

Obat berkhasiat hipoglikemia (OAD : Obat Anti Diabetik). Obat

ini dipakai untuk mengontrol kadar gula darah. Golongan obat ini

adalah sulfanilurea, biguanida. Obat ini mempenyai efek

meningkatkan kemampuan sel-sel beta pankreas untuk

mensekresikan insulin, juga meningkatkan jumlah reseptor insulin

dan memperbaiki kerusakan kerja insulin post reseptor. Indikasi

pemberian insulin antara lain :

a) DM tipe I

b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan

OAD

c) DM kehamilan

d) DM dan gangguan faal hati yang berat

e) DM dan infeksi akut (selulitis dan ganggren)

f) DM dan TBC paru akut

g) DM dan koma lain pada DM

h) DM operasi

i) DM patah tulang

j) DM dan underweight

k) DM dan penyakit Graves

5) Perawatan di Rumah

Penderita DM sering mengalami gangguan sirkulasi pada

kaki sehingga terinfeksi dan terjadi luka. Untuk menghindari hal


tersebut diperlukan adanya perawatan kaki yaitu mencuci kaki

yang benar, mengeringkan dan memberikan minyak (harus

berhati-hati agar jangan sampai celah jari kaki menjadi basah).

Inspeksi kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksakan

apakah terdapat gejala kemerahan, rapuh, fisura, kalus atau

ullserasi, hindari berjalan tanpa alas kaki, kuku jari harus

dipotong rata tanpa membuat lengkungan pada sudut-sudutnya.

6) Pada pasien DM cedera kaki kadang tidak dirasakan karena

kepekaan kakinya sudah menghilang dan penyebab terjadinya

cedera antara lain cedera termal (misalnya berjalan dengan kaki

telanjang dijalan yang panas, dan memeriksa air panas untuk

mandi). Therapy pada ulkus kaki meliputi tirah baring, pemberian

antibiotik dan pengendalian gula darah.

2. Asuhan Keperawatan Keluarga

a. Pengkajian

Masalah keperawatan yang muncul pada keluarga dengan Diabetes

Melitus menurut (Keliat., dkk, 2018).

Pengakajian merupakan proses pengkajian pengumpulan informasi

yang berkesinambungan, dianalisa dan dinterpretasikan serta

diidentifikasikan secara mendalam.

1) Pengumpulan Data
Menurut Padila, (2013) sumber informasi dari tahapan

pengumpulan data dapat menggunakan metode wawancara,

observasi, pemeriksaan fsisik.

Hal – hal yang perlu dikumpulkan datanya dalam pengkajian

keluarga adalah:

a) Data umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:

(1) Identitas kepala keluarga

(2) Alamat dan telepon

(3) Pekerjaan KK

(4) Pendidikan KK

(5) Komposis dan genogram

(6) Tipe keluarga

(7) Suku bangsa

(8) Agama

(9) Status Sosial Ekonomi Keluarga

(10) Aktivitas Rekreasi Keluarga

b) Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

(1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

(2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

(3) Riwayat keluarga inti

(4) Riwayat keluarga sebelumnya

c) Pengkajian Lingkungan
(1) Karakteristik rumah

(2) Karakteristik tetangga dan komunitas

(3) Mobilitas geografis keluarga

(4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

d) Struktur keluarga

(1) System penduduk keluarga

(2) Genogram keluarga

(3) Pola komunikasi keluarga

(4) Struktur kekuatan keluarga

(5) Struktur peran

(6) Nilai atau norma keluarga

e) Fungsi Keluarga

(1) Fungsi efektif

(2) Fungsi sosialisasi

(3) Fungsi keperawatan kesehatan

f) Stress dan Koping Keluarga

(1) Stressor jangka pendek dan panjang

(2) Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor

(3) Strategi koping yang digunakan

(4) Strategi adaptasi disfungsional

g) Pemeriksaan Fisik

h) Harapan Keluarga
b. Analisa Data

Setelah diberikan pengumpulan data, segera dilakukan analisa

yaitu dengan mengkaitakan data dan menghubungkan dengan

konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan

dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluaga

(Dion & Beta, 2013).

Cara analisa data adalah:

a) Validasi data, yaitu meneliti kembali data yang

dikumpulkan dalam pengkajian.

b) Mengelompokan data berdasarkan kebutuhan biopsiko-

sosial dan spiritual.

c) Membandingkan dengan standart

d) Membuat kesimpulan tentang kesenjangan yang ditemukan.

e) Data dibagi dalam data subyektif (ungkapan) dan obyektif

(data yang dapat diuji kebenarannya melalui observasi,

pemfis, dll).

c. Rumusan masalah

Langkah berikutnya setelah analisa data adalah perumusan.

Perumusan masalah dalam keperawatan keluarga dapat diharapkan

kepada sasaran kita baik individu maupun keluarga (Dion & Beta,

2013).

d. Skoring
Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan keperawatan

keluarga harus didasarkan pada beberapa kriteria meliputi (Dion &

Beta, 2013).

1) Sifat masalah yang dikelompokan menjadi actual, resiko, dan

potensial

2) Kemungkinan masalah dapat diubah adalah kebersihan untuk

mengurangi masalah atau mencegah masalah bisa dilakukan

interevensi keperawatan dan kesehatan.

3) Potensial masalah untuk dicegah adalah sifat dan beratnya

masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi atai dicegah

melalui tindakan keperawatan dan kesehatan.

4) Masalah yang menonjol adalah cara keluarga melihat dan

mengatasi masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk

diatasi melalui intervensi keperawatan dan kesehatan.

Dalam menentukan prioritas diagnose keperawatan keluarga

yang ditemukan dihitung dengan menggunakan skala prioritas

sebagai berikut : (Baylon dan Maglaya, 1978 dalam Dion & Betan,

2013).

Tabel 2.1 Skoring Masalah Keperawatan

No Kriteria Skor Bobot

1 2 3 4

1. Sifat masalah
Skala:
a. Aktual
b. Resiko 3 1
c. Potensial 2
1

2. Kemungkinan masalah
dapat diubah
Skala:
a. Dengan mudah 2 2
b. Hanya sebagian 1
c. Tidak dapat 0

3. Potensial masalah untuk


dicegah
Skala:
a. Tinggi 3 1
b. Cukup 2
c. Rendah 1

4. Menonjolnya masalah
Skala:
a. Masalah berat 2 1
b. harus ditangani 1
c. Masalah tidak 0
perlu segera
ditangani
d. Masalah tidak
dirasakan

TOTAL 5

(Bylon dan Maglaya, 1978 dalam Dion & Betan, 2013).

Berdasarkan kriteria diatas maka dapat diprioritaskan suatu

masalah, masing-masing masalah keperawatan diskoring terlebih

dahulu kemudian dari hasil skoring tersebut dijumlahkan nilainya,

adapun rumusan untuk mendapat nilai skoring tersebut adalah:

Skor

X Bobot

Nilai tertinggi
Keterangan:

a) Tentukan skor untuk setiap kriteria

b) Skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan

bobot.

c) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.

d) Skor tertinggi adalah 5 = seluruh.

e. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan Keliat., dkk, (2018) adalah

sebagai berikut:

a) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah lingkungan

(1) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

(2) Resiko terhadap cidera

(3) Resiko terjadinya infeksi (penularan penyakit)

b) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah struktur komunikasi

(1) Komunikasi keluarga disfungsional

c) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah struktur peran

(1) Berduka dan diantisipasi


(2) Berduka disfungsional

(3) Isolasi social

(4) Perubahan dalam proses keluarga (dampak adanya orang yang sakit

terhadap keluarga)

(5) Potensial peningkatan menjadi orang tua

(6) Perubahan menjadi orang tua (krisis menjadi orang tua)

(7) Perubahan penampilan peran

(8) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

(9) Gangguan citra tubuh

d) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi efektif

(1) Perubahan proses keluarga

(2) Perubahan menjadi orang tua

(3) Potensial peningkatan menjadi orang tua

(4) Berduka yang diantisipasi

(5) Koping keluarga tidak efektif menurun

(6) Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan

(7) Resiko terhadap tindakan kekerasan

e) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi sosial

(1) Perubahan proses keluarga

(2) Perilaku mencari bantuan kesehatan

(3) Konflik peran orang tua

(4) Perubahan menjadi orang tua

(5) Potensial peningkatan menjadi orang tua


(6) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan

(7) Perubahan pemeliharaan kesehatan

(8) Defisiensi pengetahuan

(9) Isolasi social

(10) Kerusakan interaksi social

(11) Resiko terhadap tindakan kekerasan

(12) Ketidakpatuhan

(13) Gangguan identitas pribadi

f) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi perawatan

kesehatan

(1) Perubahan pemeliharaan kesehatan

(2) Potensial peningkatan pemeliharaan kesehatan

(3) Perilaku mencari pertolongan kesehatan

(4) Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik keluarga

(5) Resiko terhadap penularan penyakit

g) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah koping

(1) Potensial peningkatkan koping keluarga

(2) Koping keluarga tidak efektif, menurun

(3) Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan

(4) Resiko terhadap tindakan kekerasan

f. Perencanaan
Perencanaan adalah bagian dari fase perorganisasian dalam proses

keperawatan keluarga meliputi penentuan tujuan perawatan (jangka

panjang dan jangka pendek), penetapan standart dan kriteria serta

menentukan perencanaan mengatasi masalah keluarga (Dion & Beta,

2013).

Adapun tahap-tahap dalam penyusunan perencanaan:

1) Penetapan tujuan

Adalah hasil ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnose

keperawatan keluarga.

2) Rencana keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada

keluarga yang dilaksanakan oleh perawat, yang ditunjukan

kepada kegiatan yang berhubungan dengan promosi,

mempertahankan kesehatan keluarga.

g. Penatalaksanaan

Menurut Padila, (2012) pelaksanaan atau implementasi adalah

serangkaian tindakan perawat pada keluarga berdasarkan perencanaan

yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini perawat yang

mengasuh keluarga sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu

melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim

perawatan kesehatan dirumah.


h. Evaluasi

Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara oprasional dengan

tahapan sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan

formatif dilakukan pada proses akhir (Dion & Beta, 2013).

1) Evaluasi sumatif

Evaluasi yang dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan

perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami

keluarga. Format yang dipakai adalah SOAP.

a) S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara

subyektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

b) O adalah keadaan obyektif yang dapat didefinisikan oleh perawat

menggunakan pengamatan yang obyektif setelah informasi.

c) A adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan

obyektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang

telah ditemukan mengacu pada rencana keperawatan keluarga.

d) P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

2) Evaluasi formatif

Evaluasi ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara

tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan di antara keduanya,

mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali,

agar didapat data – data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

Anda mungkin juga menyukai