Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TREND DAN ISU PENYAKIT MENULAR

“NEW EMERGING DISEASE”


(SARS, EBOLA, MERS & COVID-19)

Mata Kuliah : Epidemiologi Penyakit Menular


Dosen Pengampu : Dr. Dyan Kunthi., SKM., MKM

Disusun Oleh :
Kelompok 9

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
Jl. Terusan Jend. Sudirman, Baros, Kec. Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat
- 40633 Telp (022) 6631622-24 Fax (022) 6631624.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah tentang “Trend Isu Penyakit
Menular New Emerging Diasease (Sars, Ebola, Mers & Covid-19)” dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada ibu Dr.
Dyan Kunthi., SKM., MKM selaku Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular,
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Cimahi, 11 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh


dunia. Penyebabnya antara lain munculnya penyakit infeksi baru (new emerging
diseases) dan munculnya kembali penyakit menular lama (reemerging diseases)
(Kemenkes, 2011). Emerging infectious diseases (EID) adalah penyakit yang
sebelumnya tidak pernah terjadi pada manusia atau pernah terjadi pada populasi
kecil ditempat yang terisolasi (Morens, 2012). Sedangkan menurut Aldhigieri
(2012) dari WHO Emerging infectious diseases adalah penyakit baru yang belum
pernah terjadi sebelumnya, atau penyakit yang diketahui meningkat serta
terancam meningkat dalam sebaran insiden/geografis.
Penyakit-penyakit infeksi terus menjadi tantangan utama di daerah Asia
Tenggara. Diperkirakan bahwa penyakit infeksi bertanggung jawab atas sekitar
40% dari 14 juta kematian setiap tahun di region Asia Tenggara dan sekitar 28%
merupakan penyakit infeksi yang menjadi permasalahan global (Kemenkes,
2016).
Penyakit- penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyebabkan wabah secaraendemik dan pandemik. Penyakit- penyakit ini sangat
perlu dikenali secara dini agar paradokter bisa melakukan pengendalian terhadap
penyebaran mikroorganisme penyakit tersebut.Dikarenakan kejadian KLB sangat
bisa mengganggu produktivitas masyarakat sehinggameningkatkan morbiditas
bahkan mortalitas dari suatu negara. Oleh karena itu kita bahas secara khusus
akan membahas penyakit- penyakit yang termasuk kategori Emerging dan Re-
emerging Disease
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit menular New Emerging Diasease ?


2. Apa yang dimaksud dengan penyakit menular SARS ?
3. Apa yang dimaksud dengan penyalit menular Ebola ?
4. Apa yang dimaksud dengan penyalit menular MERS ?
5. Apa yang dimaksud dengan penyalit menular COVID-19?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang penyakit menular New Emerging Diasease


2. Untuk mengetahui tentang penyakit menular SARS
3. Untuk mengetahui tentang penyakit menular Ebola
4. Untuk mengetahui tentang penyakit menular MERS
5. Untuk mengetahui tentang penyakit menular COVID-19

1
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Menular New Emerging Diasease

Penyakit emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk
pertama kalinya dan secara cepat peningkatan jumlah kasusnya. Sedangkan penyakit infeksi
Re-emerging adalah penyakit yang telah ada sebelumnya dan muncul kembali sehingga
menyerang suatu populasi namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus
baru di dalam satu populasi ataupun penyebarannya ke daerah geografis yang baru. Bentuk
penularan penyakit infeksi Emerging dan Re-emerging adalah perjalanan lintas benua
termasuk di dalamnya perdagangan dan pariwisata berpotensi menularkan penyakit infeksi.
Bahkan, penyebaran penyakit infeksi melalui proses traveling disebut lebih cepat ketimbang
masa inkubasinya.

Ruang lingkup dari asal muasal kemunculan penyakit infeksi Emerging dan Reemerging
Terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Penyakit Virus Emerging. (Penyakit virus Ebola, Penyakit virus Hanta, Penyakit kaki
tangan dan mulut, Penyakit virus Nipah, Penyakit visrus MERS , Demam berdarah
Crimean-Congo, Demam Rift Valley, Poliomyelitis dan Penyakit virus baru, COVID-19)
2. Penyakit Bakteri Emerging: (Botulisme, Bruselosis, Listeriosis, Melioidosis, Pes,
Demam semak).
3. Penyakit Parasitik Emerging: (Toksoplasmosis, Penyakit parasit baru).
Faktor dari cepatnya kemunculan penyakit-penyakit infeksi baru ini adalah urbanisasi dan
penghancuran habitat asli (memungkinkan manusia dan hewan hidup lebih dekat). Perubahan
iklim dan ekosistem: perubahan dalam populasi inang reservoir atau vector serangga
perantara dan mutasi genetic mikroba. Dampak dari penyakit infeksi Emerging dan
Reemerging. Dampak kerugian antara lain gangguan kesehatan bagi masyarakat (kematian).

B. SARS
SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) merupakan penyakit infeksi serius akibat
virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Cina pada
tahun 2002 dan berhasil diidentifikasi pada tahun 2003 dan akhirnya menyebar hingga
Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Asia. Selama terjadi pandemik SARS,
dilaporkan terjadi hingga lebih dari 770 kematian akibat penyakit ini.
3

Sejak tahun 2004, tidak diketahui adanya laporan mengenai kasus baru SARS di
mana pun di seluruh dunia. Walau demikian, Badan Kesehatan Dunia (WHO) terus
mememantau negara-negara di seluruh dunia untuk memonitor penyakit ini., WHO
menetapkan SARS merupakan ancaman kesehatan global (Global Threat) yang
harusmendapat perhatian dari semua negara di dunia. Indonesia merupakan negarakepulauan
dengan wilayah yang luas dan dibatasi dengan negara-negara terjangkit dan negara tempat
ditemukannya penderita SARS. 

1. Etiologi Penyakit
Etiologi severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah infeksi oleh severe acute
respiratory syndrome coronavirus (SARS–CoV). Genom SARS–CoV telah diurutkan
(sequenced) dan tidak terkait dengan coronavirus manusia ataupun coronavirus hewan
yang telah dikenal sebelumnya. Kemungkinan SARS–CoV awalnya adalah virus pada
hewan yang kemudian mengalami mutasi menjadi patogen manusia.
Etiologi SARS saat ini masih menjadi bahan penelitian para ahli. Penelitiansaat ini
mengarah ke Coronavirus, walaupun tipe lain yaitu Paramyxovirus jugapikirannya
menjadi penyebab SARS. Para ahli juga memikirkan kemungkinan SARSdisebabkan oleh
infeksi ganda oleh 2 virus baru yang bekerja secara simbiosis sehinggamenyebabkan
klinis yang berat pada manusia.

2. Masa Inkubasi dan Penularan


Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan oleh kuman untuk berkembang biak di
dalam tubuh seseorang hingga menimbulkan keluhan. Dengan kata lain, masa inkubasi
adalah rentang waktu antara terjadinya infeksi dan munculnya gejala. Masa inkubasi
penyakit SARS adalah 1–14 hari (rata-rata 4-5 hari).
SARS bisa ditularkan dari orang ke orang melalui bersin, batuk, ataupun kontak
langsung dengan pengidapnya. Seseorang juga bisa tertular SARS dengan menyentuh
permukaan yang terkontaminasi oleh tetesan pernapasan dari orang yang terinfeksi dan
kemudian menyentuh mata, mulut, ataupun hidung individu normal. Penyakit ini juga
diduga dapat menyebar melalui udara, tapi para peneliti belum mengkonfirmasi hal ini.
Faktor lain yang meningkatkan risiko tertular penyakit ini, yakni melakukan perjalanan ke
negara lain yang sedang marak terjadinya penyakit SARS.
4

3. Gejala dan Tanda Pernyakit serta Diagnosis


Gejala SARS merupakan perpaduan antara gejala flu dan pneumonia. Umumnya
gejala muncul dalam dua hingga tujuh hari setelah terpapar SARS CoV. Beberapa gejala
yang umum muncul adalah:
- Demam tinggi, umumnya di atas 380C
- Kelelahan berlebihan
- Sakit kepala
- Menggigil
- Nyeri otot
- Diare
- Kehilangan nafsu makan

Setelah kemunculan beberapa gejala awal tersebut, infeksi akan mulai berdampak
pada paru-paru dan sistem pernapasan lainnya. Hal ini dapat menimbulkan munculnya
gejala tambahan, seperti: batuk kering, kesulitan bernapas dan kurangnya oksigen dalam
darah, yang bisa berakibat fatal pada kasus yang parah

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan beberapa kriteria yang perlu dipenuhi
agar seseorang bisa didiagnosa dengan severe acute respiratory syndrome, yaitu:

- Demam, setidaknya 380C


- Satu atau lebih gejala penyakit saluran pernapasan bawah, yaitu batuk, kesulitan
bernafas atau sesak, nafas pendek atau ngos-ngosan
- Pemeriksaan rediografik yang menunjukkan adanya pneumonia
- Tidak adanya diagnosis lain yang bisa menjelaskan penyakit ini

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat membantu mengenali


SARS CoV. Misalnya RT-PCR (reverse transcription polymerase chain reaction) yang
dapat mendeteksi virus pada darah, feses, dan sekresi dari hidung; pemeriksaan serologi
untuk mendeteksi antibodi SARS CoV dalam darah;  dan pemeriksaan kultur virus.

4. Pengobatan
Saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan severe acute respiratory
syndrome. Setiap orang dengan kecurigaan terkena SARS perlu segera dibawa ke rumah
sakit dan ditempatkan dalam ruang isolasi dengan observasi ketat.
Beberapa terapi suportif yang dapat dilakukan adalah:
- Penggunaan ventilator untuk membantu pernapasan dan pengantaran oksigen
- Penggunaan antibiotik jika muncul pneumonia akibat infeksi bakteri
5

- Obat-obatan anti-virus
- Steroid dosis tinggi untuk membantu mengurangi pembengkakan pada paru-paru

5. Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Penyakit


Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kerentanan Anda terjangkit penyakit
SARS adalah:
a. Melakukan interaksi dengan hewan atau orang yang terinfeksi virus baik secara
langsung maupun tidak.
b. Melakukan perjalanan ke wilayah atau negara di mana wabah SARS sedang
menyebar.
c. Merawat anggota keluarga atau pasien yang terinfeksi.
d. Tidak mencuci tangan baik sebelum maupun setelah makan atau tidak menjaga
kebersihan diri dengan baik.

6. Cara Pencegahan
Para peneliti sedang menguji beberapa jenis vaksin untuk mencegah penyakit SARS
dengan efektif, tetapi hingga kini belum vaksin yang diuji pada manusia. Berikut adalah
kebiasaan hidup sehat yang perlu diterapkan sehari-hari untuk mencegah penularan
penyakit SARS:
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau gunakan sabun atau hand sanitizer
yang berbahan dasar alkohol.
b. Menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan suatu barang atau tempat
tertentu yang sering disentuh penghuni rumah.
c. Tutup mulut dan hidung Anda saat batuk dan bersin.
d. Menggunakan masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan apabila Anda saat
berpergian, berada di kerumunan, dan ketika melakukan kontak dengan orang yang
terinfeksi.
e. Jika sakit, berdiam diri di rumah dan melakukan masa karantina setidaknya sampai 10
hari setelah keluhan penyakit benar-benar menghilang.
f. Hindari kegiatan-kegiatan yang memunginkan terjadinya kontak yang berkelanjutan,
seperti: makan, minum, menggunakan alat mandi, handuk, atau tidur satu kasur,
dengan siapapun yang sedang sakit.

7. Gambaran Epidemiologi Penyakit


Secara epidemiologi, severe acute respiratory syndrome (SARS) bermula di China
Selatan pada November 2002 kemudian menyebar ke Hongkong pada Februari 2003.
Setelah itu SARS menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, terutama negara–negara di
6

Asia. World Health Organization (WHO) kemudian mengumumkan SARS sebagai


ancaman global tanggal 15 Maret 2003.
Satu bulan setelah WHO mengumumkan SARS sebagai ancaman global, 8 negara
melaporkan community transmission SARS yaitu Kanada, China, Hong Kong, Taiwan,
Inggris, Amerika Serikat, Vietnam dan Singapura.
Padahal data WHO tanggal 17 Maret 2003 baru mencatat 4 negara yang kemudian
meningkat menjadi 5 negara pada 19 Maret 2003 dan 6 negara pada 26 Maret 2003. Pada
akhir epidemi di Juni 2003, total kumulatif global untuk SARS adalah 8422 kasus dengan
911 kematian (case fatality rate 11%).
Data epidemiologi SARS di Indonesia periode 1 Maret sampai 9 Juli 2003 mencatat 2
kasus probable dan 7 kasus suspect SARS. Tidak ada lagi kasus SARS yang dilaporkan
sejak saat itu sampai saat ini. Mortalitas pada SARS sangat bervariasi. Laju mortalitas
SARS adalah kurang dari 1% pada pasien berusia kurang dari 24 tahun dan lebih dari
50% pada pasien berusia 65 tahun dan lebih tua. Hal ini mungkin disebabkan karena
pasien berusia tua cenderung memiliki lebih banyak komorbiditas seperti diabetes
mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2, penyakit ginjal kronis, parkinson.

C. EBOLA
Ebola virus disease (EVD), atau dikenal juga dengan sebutan ebola hemorrhagic
fever (demam berdarah Ebola), merupakan penyakit mematikan akibat kebocoran vaskuler
dan gangguan pembekuan darah sehingga menyebabkan kegagalan multiorgan dan syok
hipovolemik. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus Ebola.
Virus Ebola pertama kali ditemukan pada tahun 1976 di dekat sungai Ebola, Republik
Demokratik Kongo. Wabah ini dulu secara sporadik menyebar di Afrika, dan belum
diketahui host reservoir alami virus ini. Berdasarkan sifat virus, para ahli berpendapat bahwa
virus Ebola ditularkan melalui hewan, dengan kelelawar menjadi reservoir yang
memungkinkan.

1. Etiologi Penyakit
Etiologi ebola virus disease (EVD) adalah virus Ebola, yang masuk ke dalam genus
Filovirus familia Filoviridae. Virus ini dapat menginfeksi manusia dan primata seperti
monyet, gorila, dan simpanse. Virus Ebola merupakan virus RNA yang terbungkus,
linier, nonsegmented, negatif, serta beruntai tunggal. Terdapat 6 spesies virus Ebola,
yaitu Zaire ebolavirus, Sudan ebolavirus, Taï Forest ebolavirus (sebelumnya Cote
d'ivoire ebolavirus), Bundibugyo ebolavirus, Reston ebolavirus, dan Bombali
ebolavirus. Namun, hanya 4 spesies pertama yang diketahui menyebabkan penyakit pada
manusia.
7

Host reservoir alami dari virus ini belum diketahui, tetapi beberapa ahli
mengungkapkan bahwa berdasarkan sifat virus, reservoir yang memungkinkan adalah
kelelawar. Virus Ebola pertama kali ditemukan pada tahun 1976, di dekat sungai Ebola, 
Republik Demokratik Kongo yang kemudian menyebar di Afrika.

2. Masa Inkubasi dan Penularan


Gejala penyakit virus ebola ini didahului oleh demam yang tiba-tiba, sakit kepala,
nyeri sendi dan otot, lemah, diare, muntah, sakit perut, kurang nafsu makan, dan
perdarahan yang tidak biasa. Pada beberapa kasus, pendarahan dalam dan luar dapat saja
terjadi, 5 sampai 7 hari, setelah gejala pertama terjadi. Semua penderita yang terinfeksi
menderita kesulitan pembekuan darah. Pendarahan dari selaput mulut, hidung dan
tenggorokan serta dari bekas lubang suntikan terjadi pada 40-50 persen kasus. Hal ini
menyebabkan muntah darah, batuk darah dan berak darah. Masa inkubasi penyakit ini
antara 2 - 21 hari.  
Virus Ebola ini menular melalui darah dan cairan tubuh lainnya (termasuk feses,
saliva, urine, bekas muntahan dan sperma) dari hewan atau manusia yang terinfeksi
Ebola. Virus ini dapat masuk ke tubuh orang lain melalui kulit yang terluka atau melalui
membrane mukosa yang tidak terlindungi seperti mata, hidung dan mulut. Virus ini juga
dapat menyebar melalui jarum suntik dan infus yang telah terkontaminasi. Kelompok
yang paling berisiko adalah keluarga, teman, rekan kerja dan petugas medis. Misalnya,
mereka yang merawat pasien yang terkena virus Ebola beresiko tertular. Di rumah sakit,
virus ini juga bisa tersebar dengan cepat. Selain itu, penularan juga bisa terjadi jika
pelayat menyentuh jenazah sosok yang meninggal karena Ebola. Binatang juga bisa
menjadi pembawa virus. Virus ini mampu memperbanyak diri di hampir semua sel
inang. Khususnya kelelawar mampu menularkan virus tersebut. Codot dan kalong
termasuk jenis kelelawar besar. Di Afrika, sebagian besar jenis hewan ini membawa virus
di dalam tubuhnya, termasuk di antaranya virus Ebola. Tidak seperti manusia, kelelawar
kebal terhadap virus-virus tersebut. Karena sering dijadikan bahan makanan, virus yang
terdapat pada daging kelelawar dapat dengan mudah menjangkiti manusia.  
Virus Ebola menyebar melalui cairan tubuh penderita atau hewan yang terinfeksi,
misalnya dari air liur, keringat, urin, feses, muntahan, ASI, cairan ketuban, air mani, dan
darah. Virus dapat menginfeksi melalui:
- Kontak langsung dengan kulit yang terluka, atau mukosa mata, hidung dan mulut
- Kontak tidak langsung, yaitu menyentuh benda yang sudah terkena cairan tubuh yang
terinfeksi
- Hubungan seksual dengan pasien EVD
8

3. Gejala dan Tanda Pernyakit serta Diagnosis


Gejala yang ditimbulkan virus Ebola umumnya dirasakan pengidap dalam 5-10 hari
setelah terinfeksi. Beberapa gejalanya, antara lain:
- Demam.
- Nyeri kepala yang berat.
- Menggigil.
- Lemah.
- Mual dan muntah.
- Diare yang dapat disertai darah.
- Mata merah.
- Ruam pada kulit.
- Nyeri dada.
- Batuk.
- Penurunan berat badan.
- Perdarahan dari mata, telinga, hidung, dan anus.

Beberapa pasien mungkin mengalami gejala lain, seperti:

- Cegukan.
- Sakit tenggorokan.
- Sakit dada.
- Sulit bernapas.
- Kesulitan menelan.
- Pendarahan di dalam dan di luar tubuh.

Tes laboratorium mungkin juga menunjukkan jumlah sel darah putih dan trombosit
yang rendah dan peningkatan enzim hati. Selama darah dan sekresi pengidap
mengandung virus, maka ia dapat menular. Faktanya, virus ebola diisolasi dari air mani
pria yang terinfeksi 61 hari setelah munculnya penyakit. 

Diagnosis ebola virus disease (EVD) sulit ditegakan jika hanya melihat gejala dan
tanda berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti diperlukan
pemeriksaan penunjang, yaitu uji ELISA (antigen-capture-enzyme-linked-immunosorbent
assay), PCR (polymerase chain reaction), dan antibodi IgM-IgG untuk mendeteksi virus
ebola. Dari anamnesis, pasien umumnya mengeluhkan gejala infeksi virus, seperti
demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri perut, fatigue, mual, muntah, dan diare. Tanda
pendarahan juga dapat dikeluhkan, misalnya epistaksis, konjungtiva hemoragik, dan gusi
berdarah.
9

4. Pengobatan
Hingga saat ini, belum ditemukan pengobatan untuk menyembuhkan Ebola.
Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk mendukung kekebalan tubuh pengidap
dalam memerangi virus. Beberapa langkah penanganan Ebola, antara lain:
a. Pengidap Ebola wajib dirawat di ruang rawat intensif yang terisolasi.
b. Terapi oksigen untuk mempertahankan kadar oksigen darah yang optimal.
c. Terapi cairan infus dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi serta gangguan
keseimbangan elektrolit.
d. Terapi untuk mengatasi infeksi sekunder yang dapat terjadi.
e. Transfusi darah jika terdapat pendarahan.

5. Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Penyakit


Virus Ebola dapat menyebar melalui kontak langsung dan benda yang telah terpapar
cairan tubuh pasien. Oleh karena itu, populasi yang berisiko tinggi tertular EVD di
antaranya:
- Tenaga medis tanpa alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan protokol
pengendalian infeksi
- Keluarga atau orang yang berhubungan dekat dengan pasien, yaitu dalam jarak <1
meter
- Riwayat perjalanan dari daerah / negara terjangkit
- Kegiatan selama berada di daerah/ negara terjangkit
- Ada tidaknya tanda dan gejala PVE.
- Tidak diberikan vaksin saat berpergian ke daerah endemis.
- Tidak menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi saat penangan kasus
penyakit virus ebola bagi tenaga kesehatan.

Masyarakat umum yang tidak pernah merawat atau melakukan kontak dekat dengan
pasien memiliki risiko kecil terkena EVD. Virus ebola dapat menetap selama 5 hari pada
permukaan benda yang kering, seperti gagang pintu atau meja, sehingga pembersihan
dengan desinfektan harus dilakukan rutin sebagai upaya pencegahan penyebaran
penyakit.

Penilaian Risiko Penyebaran PVE di Indonesia adalah ;

- Risiko impotasi penyakit virus ebola rendah bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan
meskipun mobilitas ke negara terjangkit tinggi, namun diketahui daerah yang saat ini
10

dilaporkan adanya kasus ebola di negara terjangkit termasuk daerah terpencil dan
sulit dijangkau.
- Risiko Indonesia sebagai episenter pandemic rendah karena belum dilaporkan
ditemukan virus ebola di Indonesia maupun negara sekitar Indonesia.

6. Cara Pencegahan
Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan
memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai "kewaspadaan
isolasi". Secara umum pencegahan dan pengendalian infeksi pada penyakit virus Ebola
kewaspadaan standar dan kewaspadaan kontak. Pada tindakan tertentu yang
menghasilkan butir-butir aerosol (Inhalasi/Nebulizer) dan tindakan invasive lainnya
seperti melakukan intubasi, suctioning, swab tenggorok dan hidung perlu dilakukan
penambahan kewaspadaan airborne.
Melakukan kebersihan tangan (hand hygiene) sesuai prosedur. Ada 5-moments
dimana harus dilakukan kebersihan tangan yaitu sebelum kontak pasien, setelah kontak
pasien, sebelum melakukan tindakan medis, sesudah kontak dengan bahan infeksius dan
setelah kontak dengan lingkungan pasien. Penggunaan APD sesuai dengan prosedur
untuk memakai dan melepaskan secara benar. Pencegahan lainnya adalah :
- Menghindari kontak langsung dengan penderita maupun jenazah penderita penyakit
virus ebola adalah cara yang tepat, karena penyakit ini dapat menular melalui darah
dan cairan tubuh lainnya.
- Menggunakan alat pelindung diri yang lengkap sesuai SOP dan mencuci tangan
sesuai prosedur adalah cara terbaik dalam melindungi diri setelah kontak pasien,
sebelum melakukan tindakan medis, sesudah kontak dengan bahan infeksius dan
setelah kontak dengan lingkungan pasien.
- Melakukan vaksinasi bila hendak bepergian ke daerah/negara terjangkit.
- Sampel cairan dan jaringan tubuh dari penderita penyakit harus ditangani dengan
sangat hati-hati dan sesuai dengan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi.

7. Gambaran Epidemiologi Penyakit


Epidemiologi ebola virus disease (EVD) tersebar di sekitar wilayah Afrika, seperti 
yakni Republik Demokratik Kongo, Uganda, Guinea, Liberia, Sierra Leone, dan Nigeria.
Pertama kali infeksi virus Ebola dilaporkan pada tahun 1976 di dekat sungai Ebola,
sekarang disebut Republik Demokratik Kongo. Pada bulan Juli 2019, WHO menyatakan
kondisi darurat terkait wabah EVD di Republik Demokratik Kongo dan Uganda. Di
negara Kongo, EVD mewabah di provinsi Kivu Utara dan Ituri dengan total kasus sejak 1
11

Agustus 2018 sampai 12 Januari 2020 sebanyak 3.280 kasus terkonfirmasi, 118
kasus probable, dan 2.235 kasus kematian. 
Wabah penyakit virus Ebola saat ini sedang terjadi di negara Uganda, Afrika melalui
deklarasi resmi yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan Uganda pada 20 September
2022. Wabah ini disebabkan oleh Sudan ebolavirus (SUDV), dimana wabah akibat tipe
virus ini terjadi terakhir di Uganda pada tahun 2012.  Terhitung hingga 28 September
2022, telah dilaporkan sebanyak 49 kasus PVE (31 kasus konfirmasi dan 18 kasus
probable) dengan 24 kematian (6 kasus konfirmasi dan 18 kasus probable) [CFR di antara
kasus konfirmasi: 19,4%]. Kasus tersebut dilaporkan pada tiga distrik di Uganda, yakni
Mubende, Kyegegwa, dan Kassanda. 223 kontak sudah ditemukan hingga 25 September
2022. 

D. MERS
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah penyakit yang menginfeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh suatu subtipe baru dari virus corona yang belum
pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Virus corona merupakan keluarga besar
dari virus yang dapat menimbulkan kesakitan maupun kematian pada manusia dan hewan.
Virus corona dapat menimbulkan kesakitan pada manusia dengan gejala ringan sampai berat
seperti selesma (common cold), Sindroma Saluran Pernapasan Akut yang berat (SARS/
Severe Acute Respiratory Syndrome) dan penyakit Coronavirus-2019 (COVID-19).
Virus ini diketahui pertama kali menyerang manusia di Jordan pada April 2012, namun
kasus yang pertama kali dilaporkan adalah kasus yang muncul di Arab Saudi pada September
2012. Sampai saat ini, semua kasus MERS berhubungan dengan riwayat perjalanan menuju
atau menetap di negara-negara sekitar Semenanjung Arab. KLB MERS terbesar yang terjadi
di luar Semenanjung Arab, terjadi di Republik Korea Selatan pada 2015. KLB tersebut
berhubungan dengan pelaku perjalanan yang kembali dari Semenanjung Arab.
1. Etiologi Penyakit
Etiologi Middle East Respiratory Syndrome atau yang dikenal dengan MERS, adalah
virus MERS-CoV. Virus MERS-CoV termasuk dalam golongan betacoronavirus.
Transmisi zoonotik virus penyebab MERS adalah kelelawar dan dromedari, yaitu unta
berpunuk satu. Saat ini, dromedari telah terbukti menularkan MERS kepada manusia,
sedangkan peran kelelawar sebagai reservoir masih dalam penelitian. MERS-CoV
merupakan virus yang memiliki struktur rantai tunggal RNA, dengan 2 protein replikasi.
Protein struktural virus yang terdiri dari membran, spike, nukleokapsid dan envelope,
serta protein lain berfungsi untuk replikasi dan menyebabkan penyakit.

2. Masa Inkubasi dan Penularan


12

Masa inkubasi MERS (waktu antara saat seseorang terinfeksi MERS hingga timbul
gejala) biasanya sekitar 5 atau 6 hari, namun bisa berkisar antara 2 sampai 14 hari. Gejala
klinis dari penyakit MERS dapat berupa asimtomatik (tanpa gejala), gejala pernapasan
ringan, gejala pernapasan akut hingga kematian. Namun, sebagian besar kasus konfirmasi
MERS mengalami sindrom saluran pernapasan akut yang berat dengan gejala awal yang
paling sering ditemukan, yaitu demam, batuk, dan sesak napas. Beberapa kasus juga
mengalami gejala gastrointestinal seperti diare dan mual/muntah.
Cara Transmisi (Penularan)
Virus MERS bertransmisi seperti virus corona yang lain, yaitu menyebar dari sekresi
saluran pernafasan (droplet). Akan tetapi mekanisme penyebaran virus secara tepat belum
diketahui dengan pasti. Penularan infeksi MERS dari manusia ke manusia terutama
terjadi di layanan kesehatan. Sedangkan, penularan infeksi MERS dari hewan ke manusia
masih belum diketahui. Namun hingga saat ini unta cenderung menjadi reservoir utama
penyebab penyakit MERS dan sumber hewan infeksi pada manusia.
a. Penularan dari hewan ke manusia
MERS-CoV merupakan virus zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia
melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan unta dromedaris yang
terinfeksi di beberapa negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan.
b. Penularan dari manusia ke manusia
Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat
transmisi penularan antar manusia yang berkelanjutan. Kemungkinan
penularannya dapat melalui:
c. Langsung: melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau bersin
d. Tidak Langsung: melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.
Sebanyak 80% kasus konfirmasi yang dilaporkan di Arab Saudi diakibatkan dari
kontak langsung dan tidak langsung dengan unta dromedaris yang terinfeksi di
fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan kasus yang teridentifikasi di luar Timur
Tengah umumnya adalah individu yang terinfeksi di Timur Tengah dan kemudian
melakukan perjalanan ke daerah di luar wilayah tersebut.

3. Gejala dan Tanda Pernyakit serta Diagnosis


MERS dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan flu biasa karena virus penyebabnya
sejenis. Umumnya, gejala dari penyakit ini dirasakan dalam waktu 1 hingga 2 minggu
setelah terinfeksi virus. Meski begitu, MERS bahkan tak menunjukkan gejala. Tapi, ada
beberapa gejala MERS yang dapat timbul, antara lain:
- Demam.
13

- Batuk-batuk.
- Napas pendek.
- Gangguan pencernaan, seperti diare, mual, dan muntah.
- Nyeri otot.
- Sakit tenggorokan.
- Kesulitan bernapas.

Selain itu, ada juga gejala yang kurang umum, yaitu:

- Batuk berdarah.
- Mual dan muntah.
- Diare.

Tidak hanya itu, tanda-tanda pneumonia juga sering dialami oleh mereka yang mengidap
MERS. Karena tahap-tahap awal penyakit ini sangat mirip dengan gejala flu lantaran
MERS termasuk penyakit yang sulit dideteksi. Maka dari itu, disarankan untuk awas dan
segera memeriksakan diri jika mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas.
Penting untuk diketahui juga bahwa MERS dengan tingkat keparahan yang tinggi dapat
memicu gagal organ, terutama ginjal dan syok sepsis hingga kematian.

Diangnosis Mers awalnya, penyedia layanan kesehatan perlu menanyakan tentang riwayat
kesehatan. Jika sudah terjangkit, pengidap akan ditanyakan perkiraan kapan terpapar
MERS,– termasuk perjalanan dan kontak terakhir dengan orang lain. Hal ini juga
termasuk tentang kontak terakhir dengan unta. Ada beberapa tes yang bisa dilakukan,
seperti:

- Rontgen dada.
- Tes darah.
- Usap hidung atau tenggorokan.
- Pemeriksaan tinja.
- Kultur dahak.

Selain itu, uji laboratorium juga bisa dilakukan untuk memastikan MERS, yaitu:

- Uji molekuler. Tes ini dilakukan untuk mendiagnosis infeksi MERS aktif.
- Uji serologi. Tes ini dilakukan untuk mengevaluasi tanda-tanda infeksi MERS yang
sudah lalu, dengan mendeteksi antibodi terhadap MERS.

4. Pengobatan
Sampai saat ini, belum ada metode atau vaksin untuk mengobati dan mencegah MERS.
Bagi pasien bergejala ringan, dokter akan meresepkan obat pereda demam dan nyeri.
14

Perawatan dari penyakit ini dilakukan untuk membantu tubuh dalam melawan penyakit
tersebut. Hal ini disebut juga dengan perawatan suportif. Namun, ada beberapa hal yang
bisa dilakukan:
- Mengonsumsi obat nyeri untuk meringankan rasa sakit dan mengurangi demam,
seperti asetaminofen dan ibuprofen.
- Perbanyak istirahat.

Selain itu, ada juga beberapa perawatan selama sakit parah, seperti:

- Pemberian cairan intravena untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi.


- Pemberian oksigen tambahan agar asupan oksigen tercukupi.
- Konsumsi obat vasopresor untuk membantu meningkatkan tekanan darah yang terlalu
rendah.
Bagi pasien dengan gejala berat, diperlukan penanganan intensif di rumah sakit, antara
lain dengan pemberian infus cairan. Selain itu, dokter akan memonitor fungsi organ tubuh
secara intensif dan memasangkan alat bantu napas. Jika kondisi pasien buruk, dokter juga
akan memberikan obat untuk meningkatkan tekanan darah (vasopresor), seperti
norepinephrine.

5. Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Penyakit


Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terjangkit MERS,
antara lain:
a. Usia. Orang berusia lanjut nyatanya lebih rentan alami penyakit ini.
b. Sistem kekebalan tubuh yang menurun atau lemah. Misalnya, pada pengidap HIV.
c. Penyakit kronis. Contohnya, orang yang tengah mengidap kanker, diabetes, atau
penyakit paru-paru.
d. Sering konsumsi daging unta kurang matang atau susu unta mentah.
e. Pernah berkunjung ke Arab Saudi atau negara Timur Tengah lainnya. Jika mengalami
demam serta gejala MERS dalam dua minggu setelah bepergian ke negara tersebut,
segera periksakan diri ke dokter.
f. Sering berada di dekat penderita MERS. Misalnya, bagi petugas medis yang merawat
pengidap di rumah sakit atau keluarga yang tinggal satu atap dengan pengidap.
g. Sering berinteraksi dengan unta, karena MERS dapat ditemukan pada beberapa unta.

Faktor – faktor risiko lainnya dengan terjadinya penyakit MERS adalah :

- Keluarga dan tenaga kesehatan dapat terinfeksi MERS-Cov


- Infeksi dapat terjadi apabila kontak dengan penderita tanpa memperhatikan dan
menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti masker, pelindung mata dan
15

pelindung wajah, dan sarung tangan. Selain itu, kontak juga mengabaikan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan tidak menjaga kebersihan tangan dengan baik
- Pihak RS harus membatasi pengunjung dan petugas yang menangani penderita.

6. Cara Pencegahan
Meski belum ada vaksin untuk mencegah MERS, risiko penularan virus ini dapat
dikurangi dengan melakukan beberapa langkah berikut:
a. Mencuci tangan secara rutin dengan sabun dan air mengalir, terutama sebelum makan
atau menyentuh wajah
b. Membersihkan tangan dengan hand sanitizer jika tidak ada air
c. Menutup hidung dan mulut dengan tisu ketika bersin atau batuk, kemudian
membuang tisu bekas tersebut ke tempat sampah
d. Membersihkan dan mensterilkan benda yang sering disentuh banyak orang, seperti
pegangan pintu
e. Menghindari kontak dengan orang yang sedang sakit, termasuk berbagi penggunaan
alat makan

Bagi jamaah haji atau turis yang pergi ke negara-negara di Timur Tengah, cara
pencegahan MERS yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

- Menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum melakukan ibadah haji


- Rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, terutama setelah mengunjungi
pasar hewan atau tempat pemeliharaan unta
- Menghindari kontak dengan hewan yang sakit
- Menghindari makan daging hewan yang tidak dimasak hingga matang, serta susu
unta yang tidak dipasteurisasi
- Berhati-hati dalam memilih makanan yang dijual di tepi jalan

7. Gambaran Epidemiologi Penyakit


Prevalensi Middle East Respiratory Syndrome (MERS) di dunia mencapai 2600
orang dalam 5 tahun terakhir. Kasus terbesar ditemukan di kawasan Timur Tengah,
khususnya Arab Saudi. Beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Cina, serta Malaysia
pernah melaporkan kasus MERS. Akibat angka mortalitas yang tinggi, MERS menjadi
salah satu fokus penyakit yang diutamakan penanganannya oleh WHO. Kasus MERS
paling banyak terjadi di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, sekitar 79% dari jumlah
seluruh kasus. Walaupun begitu, kejadian MERS juga banyak terjadi di Korea Selatan,
diawali pada saat outbreak pada tahun 2015.
16

Situasi di Indonesia jumlah kasus suspek MERS di Indonesia sejak tahun 2013 sampai
2020 terdapat sebanyak 575 kasus suspek. Sebanyak 568 kasus dengan hasil lab negatif
dan 7 kasus tidak dapat diambil spesimennya. Sampai saat ini, belum pernah dilaporkan
kasus konfirmasi MERS-CoV di Indonesia.
Situasi Global Hingga Agustus tahun 2022, terdapat total 2.591 kasus konfirmasi
MERS di dunia dengan total kematian sebanyak 894 kasus (CFR: 34,5%). Sebanyak 27
negara di dunia telah melaporkan temuan kasus MERS dengan 12 negara di antaranya
termasuk ke dalam wilayah Mediterania Timur. Sebagian besar kasus MERS yang
dilaporkan berasal dari negara Arab Saudi yaitu sebanyak 2.184 kasus dengan 813
kematian (CFR: 37,2%). Salah satu KLB MERS terbesar yang terjadi di luar wilayah
Semenanjung Arab dialami pada Mei 2015 ketika ditemukan 186 kasus konfirmasi
MERS (185 kasus di Republik Korea Selatan dan 1 kasus di China) dengan 38 kasus
kematian. WHO memperkirakan kasus tambahan MERS akan dilaporkan dari Timur
Tengah atau negara lain yang transmisinya berasal dari unta dromedary (unta arab),
produk dari unta arab tersebut, atau di pelayanan kesehatan.

E. COVID-19
1. Etiologi Penyakit
2. Masa Inkubasi dan Penularan
3. Gejala dan Tanda Pernyakit serta Diagnosis\
4. Pengobatan
5. Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Penyakit
6. Cara Pencegahan
7. Gambaran Epidemiologi Penyakit
17

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
18

DAFTAR PUSTAKA

dr. Prasenohadi, P. S. (2022, Januari 25). Penyakit infeksi Emerging dan Re-emerging.
Falah, d. N. (2022, Agustus). SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS). Retrieved from
ALOMEDIKA: https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/severe-acute-
respiratory-syndrome-sars/etiologi
Hananti, d. A. (2020, Mei 17). Ketahui Perbedaan COVID-19 dengan SARS dan MERS. Retrieved
from ALODOKTER: https://www.alodokter.com/ketahui-perbedaan-covid-19-dengan-sars-
dan-mers
Kemala, F. (2021, januari 01). Penyakit SARS. Retrieved from hellosehat:
https://hellosehat.com/infeksi/infeksi-virus/penyakit-sars/
Klikdokter, T. M. (2019, Agustus 06). SARS. Retrieved from klikdokter:
https://www.klikdokter.com/penyakit/masalah-pernapasan/sars
Makarim, D. R. (2022, April 05). Ebola. Retrieved from HALODOC:
https://www.halodoc.com/kesehatan/ebola
Singgih, d. R. (n.d.). EBOLA. Retrieved from ALOMEDIKA:
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/ebola/etiologi

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/penyakit-virus-ebola-pve-evd-
13#:~:text=Pendarahan%20dari%20selaput%20mulut%2C%20hidung,ini%20antara%202%20%2D
%2021%20hari.

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/mers/epidemiologi

Anda mungkin juga menyukai