Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEMESTER 5 MODUL 24

(TRAVEL MEDICINE )
SKENARIO 4

Dina Aulia Lestari


71180811064

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN AJARAN 2021/2022
Lembar Penilaian Makalah
       
NO Bagian yang Dinilai Skor Nilai
1 Ada Makalah 60  
2 Kesesuaian dengan LO 0 – 10  
3 Tata Cara Penulisan 0 – 10  
4 Pembahasan Materi 0 – 10  
5 Cover dan Penjilidan 0 – 10  
TOT AL  

Medan, 27 Januari
NB : LO = Learning Objective 2022
Dinilai Oleh :

Tutor

(dr. Indri Mahrani, M. Ked. (PA), Sp.


PA)

I
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, daninayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang travel medicine yang berjudul “ Berhaji ”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat dan inspirasi.

Medan, 27 Januari 2022

1
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I.....................................................................................................................................
PENDAHULUAN..................................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................4
1.3 TUJUAN PENULISAN.......................................................................................4
1.4 SKENARIO.........................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................
PEMBAHASAN....................................................................................................................
2.1 Definisi syarat syarat dan hukum hukum fiqih Istitha’ah....................................6
2.2 Regulasi yang mengatur Kesehatan jamaah haji.................................................7
2.3 Alur tahapan pemeriksaan dan pembinaan Kesehatan jamaah haji.....................8
2.4 Kriteria status Kesehatan risiko tinggi bagi jamaah haji.....................................9
2.5 Klasifikasi kegiatan pembinaan Kesehatan haji................................................10
2.6 Faktor faktor resiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan jamaah haji...........12
2.7 Menentukan istitha’ah Kesehatan......................................................................13
2.8 Menentukan tingkat resiko Kesehatan jamaah haji...........................................15
BAB III.................................................................................................................................
PENUTUP............................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................16
3.2 SARAN..............................................................................................................16
BAB IV DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Berdasarkan keputusan Menteri Keschatan RI No.
1394/MENKES/SK/XI/2002 menimbang bahwa penyelenggaraan ibadah haji tidak
memerlukan persiapan dari aspck, agama tapi juga kesiapan fisik agar ibadah haji
berjalan dengan aman, tertib dan lancar. Pelayanan kesehatan adalah perawatan,
perawatan dan pemeliharaan kesehatan jamaah haji untuk menjaga agar jamaah haji
tetap keadaan sehat antara lain tidak menularkan atau ketularan penyakit selama
menjalankan ibadah haji Dalam dengan pelayanan keschatan, kinerja yang diakukan
dalam hal ini yakni peningkatan pelatihan keschatan dengan kurikulum yang
kepada : (1) peningkatan kemampuan teknis dan medis yang berkaitan dengan
pelayanan keschatan jamaah haji (2) penguasaan materi khusus misalnya penanganan
kasus meningitis dan formularium obat haji (3) peningkatan kinerja petugas schingga
tercipta petugas yang mengarah dan bertanggung jawab. Kemudian pemerintah juga
melakukan penyuluhan kesehatan kepada jamaah haji dengan tujuan: (1)
menumbuhkan pengertian calon jamaah tentang kondisi sehat yang sangat diperlukan
dalam melaksanakan ibadah haji (2) meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan
kesehatan calon jamaah haji sesuai ketentuan dan rekaman dalam buku kesehatan haji
(3 ) melakukan rujukan calon jamaah haji resiko tinggi sesegera mungkin bagi yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Definisi , syarat syarat dan hukum hukum fiqih Istitha’ah
2. Regulasi yang mengatur Kesehatan jamaah haji
3. Alur tahapan pemeriksaan dan pembinaan Kesehatan jamaah haji
4. Kriteria status Kesehatan risiko tinggi bagi jamaah haji

3
5. Klasifikasi kegiatan pembinaan Kesehatan haji
6. Faktor faktor resiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan jamaah haji
7. Menentukan istitha’ah Kesehatan
8. Menentukan tingkat resiko Kesehatan jamaah haji

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui Definisi , syarat syarat dan hukum hukum fiqih Istitha’ah
2. Untuk mengetahui Regulasi yang mengatur Kesehatan jamaah haji
3. Untuk mengetahui Alur tahapan pemeriksaan dan pembinaan Kesehatan
jamaah haji
4. Untuk mengetahui Kriteria status Kesehatan risiko tinggi bagi jamaah haji
5. Untuk mengetahui Klasifikasi kegiatan pembinaan Kesehatan haji
6. Untuk mengetahui Faktor faktor resiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
jamaah haji
7. Untuk mengetahui Menentukan istitha’ah Kesehatan
8. Untuk mengetahui Menentukan tingkat resiko Kesehatan jamaah haji

1.4 SKENARIO
Berhaji
Seorang calon jemaah haji Tn.  Z yang berusia 65 tahun mendapat
pemberitahuan bahwa beliau akan berangkat menjadi jemaah haji tahun depan.  Tn. 
Z sudah mendaftar sejak 10 tahun yang lalu.  Tn.  Z memiliki riwayat diabetes
mellitus sejak 10 tahun terakhir dengan komplikasi neuropati pada kakinya.  Selain
itu Tn.  Z juga menderita hipertensi sejak 15 tahun yang lalu.  Tn.  Z adalah seorang
perokok aktif sejak muda.  Tn.  Z mendapat terapi rutin DM dan Hipertensi.  Sesuai
dengan aturan yang berlaku dalam Istitha'ah Kesehatan Tn.  Z mengikuti pemeriksaan
tahap satu.  Dari hasil pemeriksaan didapatkan Hb 9,5 gr%, gula darah puasa 150
mg/dL, HbA1c 8,5%, tekanan darah 170/100 mmHg.  Pemeriksaan radiologi thoraks
didapatkan kardiomegali dan bronkhitis kronis dan EKG gambaran LVH.  Puskesmas
memberikan program untuk mempersiapkan agar Tn.  Z mampu menjalani ibadah

4
haji dengan baik.  Tn.  Z mengunjungi RSUD untuk mendapatkan terapi yang optimal
guna dapat mengontrol gula darah dan tekanan darahnya.  Tn.  Z juga mengikuti tes
kebugaran bagi jemaah haji yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten.  Saat di
embarkasi dilakukan pemeriksaan ulang dan didapatkan beberapa kriteria yang layak
terbang dipenuhi sehinggan Tn.  Z harus pindah kloter karena harus menjalani rawat
inap untuk stabilisasi kondisi agar layak terbang. efektif. Sekarang ini beberapa
vaksin sudah berada dalam tahap lanjutan untuk dimasukkan sebagai tindakan
profilaksis.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi syarat syarat dan hukum hukum fiqih Istitha’ah
Istitaah adalah Kesehatan Istithaah jemaah haji adalah kemampuan Jemaah
haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang pemeriksaan yang
dapat dipermudah sehingga Jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai
tuntunan agama islam.
Jamaah haji yang memenuhi syarat istithaah kesehatan haji merupakan jemaah
haji yang memiliki kemampuan mengikuti ibadah haji tanpa bantuan obat, alat, dan
atau orang lain dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan kategori cukup.
Menentukan tingkat kebugaran yang dilakukan melalui pemeriksaan kebugaran yang
disesuaikan dengan karateristik individu jamaah haji. Jemaah Haji yang ditetapkan
memenuhi syarat Istithaah Kesehatan Haji dengan pendampingan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b merupakan Jemaah Haji dengan kriteria: a.
berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau, b. menderita penyakit tertentu yang tidak
masuk dalam kriteria Tidak memenuhi syarat Istithaah sementara dan/atau tidak
memenuhi syarat Istithaah
Hukum-Hukum Istitha’ah menurut Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa makna
dari istithaah ada 3 hal, yakni kemampuan fisik/badan, harta, dan kendaraan.
Berkaitan dengan harta adalah mencukupi seseorang untuk melakukan perjalanan dan
setelah pulang dari haji. Begitu pula dengan keluarga yang ditinggalkan." Imam
Syafi'i membagi istithaah menjadi dua macam, yakni kemampuan pribadi secara
langsung atau kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji oleh dirinya sendiri dan
kemampuan dengan bantuan orang lain, seperti orang tua yang dihajikan oleh
anaknya atau orang yang tidak mampu secara fisik tetapi akan mempu dengan
hartanya untuk membiayai orang lain yang menghajikannya atau menemaninya haji,
seperti orang buta dengan membiayai seseorang yang akan membimbingnya."

6
Kemampuan fisik merupakan satu syarat wajib mengerjakan ibadah haji, karena
ibadah tersebut berkaitan dengan kemampuan badaniyah, menghambat semua rukun
dan wajib haji berkaitan erat dengan keampuan fisik/badan, dengan niat, yakni rukun
galbi. Dalam hal ini seseorang yang buta atau orang yang bodoh (safih) atau idiot jika
memiliki kemampuan, maka syarat wajib haji untuk ada pemandu atau penuntun yang
memandu pelaksanaan ibadah hajinya. Jika seorang muslim tidak memiliki
kemampuan fisik untuk berhaji, akan tetapi memiliki kemampuan dalam segi harta,
makai a boleh mewakili seluruh atau sebagian pelaksanaan ritual ibadah hajinya
kepada orang lain. Seorang lansia yang tidak memiliki kemampuan untuk duduk lama
di dalam kendaraan atau dalam perjalanan, boleh mewakilikan hajinya kepada orang
lain.

2.2 Regulasi yang mengatur Kesehatan jamaah haji


Regulasi yang mengatur Kesehatan Jamaah haji di Arab Saudi diatur pada
peraturan mentri Kesehatan republik Indonesia Nomor 9 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan kesehatan haji di Arab Saudi dialksanakan Pembinaan, pelayanan,
dan pelindungan kesehatan Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan
Kesehatan haji di Arab Saudi ditetapkan strategi penyelenggaraan, yang meliputi: a.
penguatan pembinaan kesehatan melalui upaya promotive dan preventif dengan tetap
meningkatkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif; b. penguatan fungsi pelayanan
melalui mobilisasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi bidang Kesehatan
dan Tenaga Kesehatan Haji sesuai situasi dan kondisi; c. penguatan pelayanan
kesehatan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina; d. penguatan sistem komunikasi dan
informasi antar daerah kerja; e. penguatan koordinasi antar petugas penyelenggara
kesehatan haji melalui pelaksanaan kegiatan yang terintegrasi; dan f. penguatan
pelindungan kesehatan dalam pelayanan bergerak, safari wukuf, tanazul jemaah haji
sakit, serta pelayanan kesehatan jemaah haji sakit di Arab Saudi pasca operasional.
Dan regulasi yang mengatur istithaah Kesehatan jamaah haji diatur pada
peraturan Menteri Kesehatan republik Indonesia nomor 15 tahun 2016 Pasal 5

7
Pemeriksaan Kesehatan dilakukan sebagai dasar pelaksanaan Pembinaan Kesehatan
Jemaah Haji dalam rangka Istithaah. Kesehatan Jemaah Haji. Pasal 6 (1) Pemeriksaan
Kesehatan sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. tahap pertama; b. tahap
kedua; dan c. tahap ketiga. (2) Pemeriksaan Kesehatan tahap pertama sebagimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Kesehatan Haji
Kabupaten/Kota di puskesmas dan/atau rumah sakit pada saat jemaah Haji melakukan
pendaftaran untuk mendapatkan nomor porsi. (3) Pemeriksaan Kesehatan tahap kedua
sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara
Kesehatan Haji Kabupaten/Kota di puskesmas dan/atau rumah sakit pada saat
pemerintah telah menentukan kepastian keberangkatan Jemaah Haji pada tahun
berjalan. (4) Pemeriksaan Kesehatan tahap ketiga sebagimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dilaksanakan oleh PPIH Embarkasi Bidang Kesehatan di embarkasi pada saat
Jemaah Haji menjelang pemberangkatan. Pasal 7 (1) Berdasarkan Pemeriksaan
Kesehatan tahap pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a,
ditetapkan status kesehatan Jemaah Haji Risiko Tinggi atau tidak Risiko Tinggi. (2)
Status Kesehatan Risiko Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
ditetapkan bagi Jemaah Haji dengan kriteria: a. berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau
b. memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji.

2.3 Alur tahapan pemeriksaan dan pembinaan Kesehatan jamaah


haji
Pemeriksaan kesehatan tahap pertama ( peningkatan tingkat resiko kesehatan)
hasil pemeriksaan ini menjadi dasar pelaksanaan pembinaan kesehatan yang
bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji ,
pemeriksaan ini dilaksanakan pada saat mendaftar haji. Pemeriksan kesehatan tahap
kedua ( penetapan istithaah kesehatan) hasil pemeriksaan ini dilaksanakan 3 bulan
sebelum keberangkatan Pemeriksaan kesehatan tahap kedua akan menentukan
seseorang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat syarat kesehatan. Komponen

8
istithaah kesehatan dari pemeriksaan kesehatan tahap kedua berdasarkan
pertimbangan medis sebagai berikut: a. Jemaah haji dapat melakukan aktivitas fisik
untuk menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji yang bersifat rukun dan wajib; B.
Status kesehatan jemaah haji tidak akan memburuk oleh pengaruh prosesi ibadahnya
dan lingkungannya; C. Kondisi kesehatan jemaah haji tidak menyebabkan gangguan
kesehatan dan kenyamanan bagi jemaah haji lainnya; D. Kondisi kesehatan jemaah
haji dan tindakan yang diperlukan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya.
Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga (penetapan layak terbang) menetapkan status
Kesehatan jamaah haji layak atau tidak layak terbang merujuk kepada standar
keselamatan penerbangan internasional.
Pemeriksaan yang dilakukan meliput anamnesis (identitas jamaah haji dan
Riwayat Kesehatan), pemeriksaan fisik meliputi tanda tanda vital (TD, Nadi,
Pernapasan, Suhu Tubuh), postur tubuh ( Tinggi badan , Berat Badan ) . pemeriksaan
fisik meliputi inspeksi palpasi auskultasi yang dilakukan pada kulit, kepala, mata ,
telinga , leher, thorax dan abdomen. Pemeriksaan panunjang meliputi pemeriksaan
laboratorium , pemeriksaan urin lengkap , rontgen, EKG.

2.4 Kriteria status Kesehatan risiko tinggi bagi jamaah haji


Status kesehatan risiko tinggi yang ditetapkan bagi jemaah haji dengan
kriteria: a. Berusia 60 tahun atau lebih, dan/atau b. Memiliki faktor risiko kesehatan
dan gangguan kesehatan yang berpotensi menyebabkan keterbatasan dalam
melaksanakan ibadah haji, misalnya: 1) Penyakit degeneratif, termasuk Alzheimer
dan demensia; 2) Penyakit metabolik, di antaranya diabetes melitus, dislipidemia, dan
hiperkolesterolemia; 3) Penyakit kronis, di antaranya sirosis hepatis, keganasan,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Penyakit Ginjal Kronis (gagal ginjal
kronik), dekompensasi kordis (gagal jantung), dan hipertensi; 4) Penyakit imunologis,
diantaranya asma, Sindrom Lupus Eritematosus (SLE), dan HIVIAIDS
(pertimbangkan kerahasiannya); 5) Penyakit bawaan, diantaranya kelainan katup

9
jantung, kista ginjal, diabetes melitus tipe 1; dan 6) Penyakit jiwa, termasuk
skizofrenia dan gangguan bipolar.

2.5 Klasifikasi kegiatan pembinaan Kesehatan haji


Kegiatan pembimbingan kesehatan haji. Pembimbingan kesehatan jemaah haji
merupakan proses pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi secara terencana,
sistematis, dan terus-menerus terhadap jemaah haji sehingga jemaah tersebut dapat
memperbaiki diri dengan kondisi kesehatan dan lingkungan dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Bentuk pengawas kesehatan
antara lain:
◦ a. Konseling kesehatan. Konseling merupakan komunikasi dua arah antara dokter
atau tenaga kesehatan dan jemaah haji yang dilakukan di Puskesmas/klinik atau
rumah sakit. Konseling perlu dilaksanakan oleh konselor dalam melakukan
pengendalian faktor risiko kesehatan jemaah haji berdasarkan pemeriksaan kesehatan
tahap kedua. Konselor harus memberikan nasehat dan informasi terkait penyakit yang
diderita oleh jemaah haji terutama faktor risiko penyakit yang ditemukan. Proses
konseling ini sangat penting dalam rangka mengendalikan faktor risiko penyakit yang
terdapat pada jemaah haji agar jemaah haji menyadari faktor-faktor risiko yang ada
pada dirinya dan ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatannya perlu
dikomunikasikan tentang perkembangan dan pengendalian penyakit yang diderita
jemaah haji pada masa pembinaan Pada saat konseling, dokter dapat memberikan
pengobatan yang sesuai dengan kondisi kesehatan jemaah haji bila diperlukan.
Konseling kesehatan untuk mewujudkan penyakit jemaah haji. Materi konsultasi
dapat berupa kondisi terkini status kesehatan jemaah haji, hasil-hasil pemeriksaan
laboratorium dan penunjang lainnya, tekanan darah, dan pil pengatur haid.
◦ B. Peningkatan kebugaran jasmani. peningkatan kebugaran jasmani dilaksanakan
melalui latihan fisik yang diselenggarakan oleh Puskesmas/klinik. Prosesnya dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan unit kerja yang membidangi kesehatan
olahraga, organisasi masyarakat, dan/atau kelompok bimbingan. Bentuk latihan fisik

10
yang dilakukan harus disesuaikan dengan kesenangan seperti: 1) Jalan kaki, jogging
2) Senam aerobik, contohnya Senam Haji Sehat, Senam Lansia, Senam Jantung
Sehat, Senam Diabetes Melitus, Senam Asma, Senam Sehat Bugar, dan Senam
Kebugaran Jasmani. 3) Latihan fisik lain, contohnya berenang, bersepeda
◦ C. Pemanfaatan upaya kesehatan berbasis masyarakat. Salah satu pemanfaatan
kegiatan berbasis masyarakat dalam rangka melaksanakan pembinaan kesehatan
jemaah haji adalah melalui pemanfaatan pos pembinaan terpadu (Posbindu). Jemaah
haji dapat mengikuti program Posbindu yang dibentuk oleh masyarakat dan dibina
oleh Puskesmas karena Posbindu dapat dibentuk dalam kelompok jemaah haji.
Program Posbindu akan memberikan pembinaan kesehatan, mengontrol tekanan
darah, memeriksa Gula Darah Kapan (GDS), lingkar perut, Berat Badan (BB), Tinggi
Badan (TB) dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Dengan memanfaatkan Posbindu
jemaah haji akan dipantau kondisi kesehatannya secara berkala yang terintegrasi
dengan Puskesmas.
◦ D. Kunjungan rumah. Pemanfaatan program kesehatan dalam upaya pembinaan
kesehatan haji akan memberikan kontribusi yang positif dalam peningkatan status
kesehatan jemaah haji. Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan kesehatan jemaah haji melalui kegiatan kunjungan dimana petugas
kesehatan secara berkala akan melakukan kunjungan rumah untuk melakukan
pembinaan kepada jemaah haji termasuk permulaan (melalui pendekatan keluarga)
sehingga tercapai peningkatan status kesehatan jemaah haji. Kunjungan rumah dapat
diintegrasikan dengan program keluarga sehat dan program Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas). Kegiatan kunjungan rumah dapat dikoordinasikan dengan
puskesmas melalui pendekatan keluarga. Jemaah haji yang mengalami keterbatasan
yang sangat besar menjadi tanggung jawab tim penyelenggara kesehatan haji untuk
dilakukan kunjungan rumah.
◦ e. Bimbingan Manasik. Manasik haji diselenggarakan oleh Kementerian Agama.
Pemerintah daerah cg dinas kesehatan kabupaten/kota dapat melihat dengan Kantor
Kementerian Agama setempat dalam pelaksanaan manasik kesehatan. Informasi yang

11
diberikan pada manasik kesehatan haji berisi pesan kepada jemaah haji agar
berperilaku hidup bersih dan sehat, antara lain istirahat, tidak merokok, makan
makanan bergizi, mengelola stres, cuci tangan pakai sabun, bercukur aman, serta
memahami kondisi perjalanan, cuaca dan linakungan saat berada di Arab Saudi. 2.
Yang dimaksud dengan penyuluhan kesehatan adalah proses penyampaian pesan
secara singkat dan penting untuk meningkaan pengetahuan. Jamaah seperti yang
dharapkan. Yang termasuk dalam komponen penyuluhan kesehatan antara lain
Penyuluhan kesehatan bagi Jemaah haji. Materi penyuluhan beri persembahan
informasi tentang upaya menjaga dan mempertahankan kondisi kesehatan selama
masa keberangatan agar jemaah haji dapat menjaga kesehatannya dan memahami
potensi kondisi lingkungan di Arab Saudi yang dapat mempengaruhi status kesehatan
jemaah haji saat menjalarkan badahnya di Tanah Suai Contoh Informasi penyuhan
antara lain 1) Perlaku hidup bersih dan sehat antara lain melalu cuci tangan pakai
sabun, tidak merokok, istirahat 2) Kegiatan meliputi latihan fisik dan olahraga 3)
Healthy nutrition meliputi makan makanan bergizi , diet sesuai kondisi kesehatan dan
pantangan makanan bagi penyakit tertentu yang diderita jemaah haji 4) Healthy
mental antara lain pengelolaan stress 5) Penyakit penyakit yang banyak diderita oleh
jemaah haji 6) penyakit-penyakit yang kemungkinan diperoleh saat di Arab Saudi
artara lain heart stroke dan dehidrasi. Penyakit penyakit menular yang berpolensi
wabah saat di Arb Saudi antara lain meningitis dare, penyakit vinus Zika dan penyakt
pemapasan (SARS, MERS Cov, Ebola) 7) Cara penggunaan toilet di pesawat
pondokan, dan tempat-tempat umum 8) Kesehatan d penerbangan meliputi cara
mengatasi barotrauma (dengan mengunyah permen banyak minum dan peregangan
(Kementerian Kesehatan, 2016)

2.6 Faktor faktor resiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan


jamaah haji
Memiliki faktor risiko kesehatan yang berpotensi menyebabkan
ketidakmampuan menjalankan rukun dan wajib haji dan keselamatan jemaah haji,

12
antara lain: 1) Penyakit kardiovaskuler. 2) Penyakit metabolik. 3) Penyakit paru atau
saluran nafas. 4) Penyakit ginjal. 5) Penyakit hipertensi. 6) Penyakit keganasan,
seperti kanker.

2.7 Menentukan istitha’ah Kesehatan


Merujuk kepada Fiqih Islam, bahwa istithaah adalah salah satu komponen dari
"Syarat Wajib" dalam menunaikan ibadah haji. Oleh sebab itu, pemeriksaan
kesehatan tahap kedua (penetapan istithaah) menggunakan nomenklatur "Memenuhi
Syarat" atau Tidak Memenuhi Syarat" istithaah kesehatan Penggunaan kata
"Memenuhi Syarat atau Tidak Memenuhi Syarat" akan membuat adanya hubungan
antara program upaya kesehatan haji menuju istithaah kesehatan dengan Fiqih Islam
tentang posisi istithaah sebagai syarat wajib menunaikan ibadah haji Oleh sebab itu,
nomenklatur penetapan istithaah sebagai hasil akhir pemeriksaan kesehatan tahap
kedua meliputi: a. Memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji; b. Memenuhi
syarat istithaah kesehatan jemaah haji dengan pendampingan; C. Tidak memenuhi
syarat istithaah kesehatan jemaah haji sementara d. Tidak memenuhi syarat istithaah
kesehatan jemaah haji Berdasarkan pemeriksaan kesehatan tahap kedua, ditetapkan
istithaah kesehatan jemaah haji meliputi: a. Memenuhi syarat istithaah kesehatan haji
Jemaah haji memenuhi syarat istithaah kesehatan merupakan jemaah haji yang
memilik saya mengikuti kemampuan proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat
dan/atau orang lain dengan tingkat kebugaran setidaknya dengan kategori cukup. B.
Memenuhi syarat istithaah kesehatan haji dengan pendampingan. Jemaah haji yang
memenuhi syarat istithaah kesehatan haji dengan pendampingan jemaah haji berusia
60 tahun atau lebih, dan/atau menderita penyakit tertentu yang tidak masuk dalam
kriteria tidak memenuhi syarat istithaah sementara dan/atau kriteria penyakit yang
tidak memenuhi syarat istithaah.
Yang dimaksud pendamping bisa berupa: 1) Orang. Seseorang yang mampu menjadi
pendamping jemaah haji harus memenuhi syarat kebugaran dan harus bertanggung
jawab terhadap jemaah haji yang disertai. Selain itu, orang yang akan mendampingi

13
jemaah haji dengan penyakit memiliki kompetensi yang sesuai dalam mengatasi
masalah kesehatan jemaah haji yang bersangkutan. Alat kesehatan. Alat yang
digunakan sebagai pendamping harus dapat digunakan secara maksimal oleh jemaah
haji tersebut. Alat kesehatan yang dimaksud harus benar-benar, dan dijamin
ketersediaannya oleh jemaah haji untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
3) Obat-obatan. Obat yang dibawa jemaah haji harus dapat dipahami aturan
minumnya, dibawa dengan jumlah yang cukup, dan dapat dikelola secara mandiri.
Jemaah haji yang ditetapkan sebagai jemaah haji memenuhi syarat dengan
pendampingan harus dipertimbangkan dengan cermat. Pendampingan yang dimaksud
merupakan satu kesatuan dengan diagnosis yang menjadi dasar penetapan istithaah
kesehatan, dan harus disediakan oleh jemaah haji. Jamaah haji yang memenuhi syarat
istithaah kesehatan haji dengan pendampingan harus dengan dokter TKHI secara
teratur dan berkala pada saat melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.
C. Tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji untuk sementara. Jemaah haji yang
ditetapkan tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji untuk sementara adalah
jemaah haji dengan: 1) Tidak memiliki sertifikasi vaksinasi internasional yang sah.
Artinya jemaah haji yang belum dilakukan penyuntikan vaksinasi meningitis
meningokokus. 2) Menderita penyakit tertentu yang sembuh, antara lain tuberkulosis
sputum BTA positif, tuberkulosis resisten multiobat, diabetes tidak terkontrol,
hipertiroid, HIV-AIDS dengan diare kronis, stroke akut, perdarahan saluran cerna,
dan anemia gravis. 3) Suspek dan/atau konfirmasi penyakit menular yang mungkin
wabah. 4) akut. 5) Fraktur tungkai yang membutuhkan immobilisasi. 6) Fraktur
tulang belakang tanpa komplikasi neurologis. 7) Hamil yang diprediksi usianya pada
saat keberangkatan kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26 minggu. Jemaah yang
memiliki kondisi atau penyakit yang tergolong kriteria tidak memenuhi syarat syarat
istithaah pelayanan sementara seperti di atas, harus memenuhi syarat kesehatan yang
maksimal agar jemaah haji tersebut dapat segera memenuhi syarat istithaah. D. Tidak
memenuhi syarat istithaah kesehatan haji. Jemaah haji yang tidak memenuhi syarat
istithaah kesehatan merupakan jemaah haji dengan kriteria: 1) Kondisi klinis yang

14
dapat mengancam jiwa, antara lain penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) derajat IV,
gagal jantung stadium IV, gagal ginjal kronik stadium IV dengan dialisis
peritoneal/hemodialisis reguler, AIDS stadium IV dengan infeksi oportunistik, stroke
hemoragik luas. 2) Gangguan jiwa berat antara lain skizofrenia berat, dimensia berat,
dan retardasi mental berat. 3) jemaah haji dengan penyakit sulit diharapkan
kesembuhannya ; totally drug resistance tb, sirosis dan hepatoma dekompensata
(Nada, 2019)

2.8 Menentukan tingkat resiko Kesehatan jamaah haji


Klasifikasi Kesehatan Jamaah Haji Memahami pengertian jamaah haji yang
telah diuraikan. Klasifikasi jamaah haji Indonesia menurut tingkat kondisi
keschatannya adalah sebagai berikut : a. Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji
yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung pada
bantuan alat/obat dan orang lain. B. Jamaah haji observasi adalah jamaah haji yang
memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat atau
obat. C. Jamaah haji pengawasan adalah jamaah haji yang memiliki kemapuan
mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat atau obat dan orang lain. D.
Jamaah haji tunda adalah jamaah haji yang kondisi keschatannya tidak memenuhi
syarat untuk mengikuti perjalanan haji. Jamaah haji berisiko tinggi adalah jamaah
haji dengan kondisi keschatan yang secara epidemiologi berisiko sakit dan atau mati
selama perjalanan ibadah haji, meliputi : 1) Jamaah haji lanjut usia. 2) Jamaah haji
penderita penyakit tertentu yang tidak boleh terbawa keluar dari Indonesia
berdasarkan peraturan keschatan yang berlaku. 3) Jamaah haji wanita hamil. 4)
Jamaah haji dengan ketidak mampuan tertentu terkait penyakit kronis dan penyakit
tertentu lainnya (Kurniasih, 2018).

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Ketentuan istitha’ah Kesehatan berdasarkan regulasi Kementrian Kesehatan
adalah setiap jamaah dalam melakukan tes Kesehatan harus melakukan tiga tahapan
pemeriksaan. Proses penentuan istitha’ah setelah melewati pemeriksaan Kesehatan
tahap kedua yang menghasilkan ketetapan istitha’ah jamaah haji yaitu memenuhi
syarat istitha’ah Kesehatan haji, memenuhi syarat istitha’ah Kesehatan dengan
pendampingan. tidak memenuhi syarat istitha’ah sementara dan tidak memenuhi
syarat istitha’ah.

3.2 SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca dapat lebih memahami hal-
hal mengenai istithaah.

16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan (2016) ‘Petunjuk Teknis Pemeriksaan dan Pembinaan


Kesehatan Haji’, pp. 14–55.
2. Kurniasih, S. (2018) Istita’ah Kesehatan Jamaah Haji dalam Perspektif
Kementrian Kesehatan RI. Available at:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41488/1/SISKA
KURNIASIH-FDK.pdf.
3. Nada, A. B. (2019) ‘Konsep Istiṭā’Ah Dalam Al-Qur’an Dan
Implementasinya Pada Ibadah Haji Di Indonesia’, p. 76.

17

Anda mungkin juga menyukai