Pengantar
Dewan Perwakilan Rakyat atau biasa disingkat DPR. Salah satu lembaga legislatif di
Indonesia adalah DPR. Sejarah berdirinya lembaga legislatif ini di mulai dari penjajahan
Belanda yang bernama Volksraad. Setelah kependudukan Belanda berakhir, pada jaman
penjajahan Jepang lembaga Volksraad ini tidak lagi di akui dan di ganti dengan Tjuo Sangi-in.
Lembaga tersebut berdiri hingga tanggal 14 Agustus 1945. Ketika Jepang di bom oleh Amerika
Serikat dan Uni soviet, sehingga menyebabkan jepang menyerah kepada sekutu. Pada
kesempatan itu digunakan oleh bangsa indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus
1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang. Komite
Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan Legislatif di Indonesia, dan tanggal
pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia. KNIP ini berjalan hingga 15 Februari 1950 dan setelah itu berganti
nama menjadi Dewan Perwakilan Rakyat.1
Dalam perjalanannya DPR sebagai lembaga legislatif mengalami periodisasi. Lembaga
legislatif pertama kali hasil pemilu pada tanggal 26 Maret 1955. DPR hasil pemilu 1955 sempat
di bubarkan oleh presiden soekarno dan di gantikan DPR-GR pada waktu itu. Ketidakstabilan
pemerintahan indonesia pada waktu itu menyebabkan pemilu legislatif kedua baru
dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1971. Saat ini (2019-2024) merupakan periode DPR
hasil pemilu yang ke-12. Pergantian setiap periode memiliki visi dan misi yang sama, yaitu
menjaring aspirasi dan mensejahterakan rakyat.
Seperti yang kita ketahui bahwa tugas dan fungsi DPR adalah Legislasi, Pengawasan,
dan Anggaran. Setiap tahun DPR menyusun Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) yang
akan disahkan dalam satu tahun berjalan. Namun, sebagai contoh pada tahun 2015 DPR hanya
menyelesaikan 3 RUU dari 39 RUU yang masuk dalam program legislasi nasional. Sementara
prolegnas DPR pada tahun 2014-2019 totalnya sebanyak 160 RUU berarti dihitung 10 bulan
bekerja, DPR baru menyelesaikan 1,8% Prolegnas. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa
kualitas kerja DPR mengalami penurunan dan gagal menjadi lembaga yang dipercaya oleh
masyarakat. Contoh tersebut hanya dari segi legislasi saja, belum dari segi anggaran yang
membengkak hanya untuk reses, tunjangan DPR, dsb tetapi dengan hasil yang tidak seimbang.
Kinerja DPR dapat dikatakan berhasil apabila mengalami peningkatan setiap tahunnya. DPR
sebagai organisasi politik seharusnya berpihak kepada rakyat, bukan kepada golongan, partai,
suku,dll.
Maka dari itu, dalam makalah ini penulis akan menguraikan kinerja DPR RI mulai dari
awal kemerdekaan hingga masa reformasi. Untuk mengetahui apakah kinerja DPR dapat di
katakan berhasil? Dan apa saja penyebab menurunnya badan legislasi DPR?. Karena kinerja
DPR itu dapat dikatakan berhasil apabila mengalami peningkatan setiap tahunnya, begitu juga
sebaliknya.
1
https://www.dpr.go.id/tentang/sejarah-dpr
Masa Awal Kemerdekaan dan Orde Lama
Pada masa orde lama lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum
terbentuk. Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional. Maka
dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjadi cikal bakal berdirinya
lembaga legislatif di Indonesia. Pada masa itu KNIP (1945-1949) sebagai MPR sempat
bersidang 6 kali dan berhasil menyetujui 133 RUU disamping pengajuan mosi, resolusi, usul,
dan lain lain.
Periode 1949-1950
Pada tahun 1949, gejolak sistem pemerintahan indonesia mengalami perubahan. Hal
tersebut juga merubah lembaga legislatif menjadi 2 kamar yaitu senat dan DPR-RIS. DPR-RIS
dan Senat memiliki wewenang untuk mengontrol pemerintah. Periode DPR-RIS dan senat ini
hanya berjalan selama 6 bulan. Dalam masa kerja 6 bulan tersebut, DPR-RIS berhasil
mengesahkan 7 buah Undang-undang. Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR-RIS dan Senat
menyetujui UU No. 7 tahun 1950 dan LN No. 56 tahun 1950. Pada tanggal 15 Agustus 1950,
DPR-RIS dan Senat mengadakan rapat dan membacakan pernyataan terbentuknya NKRI
dengan tujuan:
1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi.
2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai
berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sehingga dengan adanya keputusan tersebut, maka DPR-RIS dan Senat digabung
menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).
2
Bari Azed, Abdul. 2014. Menyoroti Kinerja Legislasi DPR. Hal 10.
3
Bari Azed, Abdul. 2014. Menyoroti Kinerja Legislasi DPR. Hal 10.
Masa Orde Baru
Periode kepemimpinan soekarno berganti kepemimpinan soeharto pada tahun 1966
ditandai terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, DPR-GR masa “Orde
Baru” memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari “Orde Lama” ke “Orde Baru”.
Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah sebagai berikut:
1. Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1)
UUD 1945 beserta penjelasannya.
2. Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
3. Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945
dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
Periode 1966-1971
Periode ini merupakan polemik perpolitikan di indonesia. Kinerja DPR GR diawal
pembentukan diwarnai dengan dinamika dan konflik. DPR GR peninggalan bung karno
ditetapkan menjadi DPR GR orde baru yang tidak lagi mengikutsertakan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pada masa ini, DPR GR berhasil mengesahkan 85 RUU menjadi
UU. Pemerintahan orde baru pertama kali menyelenggaran pemilu pada tahun 1971.
Periode 1971-1977
Menjelang pemilu 1971, DPR-GR bersama pemerintah menyelesaikan UU No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD. Pada periode ini tidak semua anggota DPR di pilih langsung oleh rakyat. Terdapat 75
orang anggota DPR berasal dari Fraksi ABRI. Pada masa ini, DPR sebagai lembaga lesgislatif
berada di bawah kontrol eksekutif. sehingga dalam masa orde baru lembaga legislatif hanya
sebagai stempel4. DPR yang di harapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (Checks
and balances) tetapi nyatanya hanya sebagai pelengkap dan penghias ketatanegaraan yang
hanya memperkuat posisi presiden soeharto saat itu. DPR periode 1971-1977 berhasil
mengesahkan 43 RUU menjadi UU.
Periode 1977-1982
Pada periode ini DPR terbentuk pada hasil pemilu 1977 dan berhasil mengesahkan 55
RUU menjadi UU.
Periode 1982-1987
Pada periode ini DPR terbentuk pada hasil pemilu 1982 dan berhasil mengesahkan 46
RUU menjadi UU.
Periode 1987-1992
Pada periode ini DPR terbentuk dari hasil pemilu 1987 dan berhasil mengesahkan 55
RUU menjadi UU.
Periode 1992-1997
Pada periode ini DPR terbentuk dari hasil pemilu 1992 dan berhasil mengesahkan 70
RUU menjadi UU.
4
Nurekasari & Hamzah Hasan. 2021. Tinjauan Siyasah Syar’iyyah Terhadap Eksistensi Lembaga Legislatif
Sebelum dan Setelah Reformasi. Siyasatuna. Hal 172. Vol. 2
Periode 1997-1999
Pada periode ini DPR terbentuk dari hasil pemilu 1997, akan tetapi karena terjadinya
gelombang reformasi dan adanya tuntutan rakyat. Maka di sepakati dilakukan pemilu baru pada
tahun 1999. DPR hasil pemilu 1997 berhasil mengesahkan 103 RUU menjadi UU dalam kurun
waktu 2 tahun.
Masa Reformasi
Periode 1999-2004
DPR periode 1999-2004 adalah lembaga legislatif pertama yang dipilih pada masa
reformasi. Sebelum dilaksanakan pemilu 1999, dilakukan terlebih dulu mengubah UU terkait
partai politik (parpol), UU pemilihan umum, dan UU tentang susunan dan kedudukan MPR,
DPR, dan DPRD dengan harapan menjadikan pemilu 1999 sebagai pemilu yang demokratis
dan menjunjung tinggi HAM. Pemilu ini menghasilkan terpilihnya anggota DPR yang baru.
Kemudian MPR memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri
sebagai wakil presiden. Banyak kontroversi dan sejarah yang mengiringi kerja DPR hasil
pemilu 1999.
Pertama, proses pemberhentian kepala negara oleh MPR atas permintaan DPR atas
dasar Ketetapan MPR No. III tahun 1978. Kemudian Abdurrahman Wahid digantikan oleh
Megawati Soekarnoputri. Alasan Abdurrahman Wahid diberhentikan sebagai presiden adalah
karena dugaan kasus korupsi Badan Urusan Logistik (BULOG).
Kedua, DPR hasil pemilu 1999 sebagai bagian dari MPR yang telah berhasil melakukan
amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Dalam
amandemen UUD 1945 ini melahirkan perubahan-perubahan penting seperti: Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Pemilihan presiden secara langsung, dan lahirnya Mahkamah
Konstitusi.
Ketiga, jumlah UU yang dihasilkan DPR periode 1999-2004 adalah paling produktif
sepanjang sejarah DPR di indonesia dengan mengesahkan 189 RUU menjadi
UU.5 Amandemen UUD 1945 pada tahun 1999-2002 membawa banyak implikasi
ketatanegaraan yang kemudian diterapkan dalam pemilu 2004. Beberapa perubahannya adalah
sistem pemilihan lembaga legislatif (DPR dan DPD) dan pemilihan presiden yang dilaksanakan
secara langsung. Pada masa ini dikenal secara resmi lembaga perwakilan rakyat baru, yaitu
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan representasi dari jumlah penduduk,
sedangkan DPD merupakan representasi dari wilayah.
5
Bari Azed, Abdul. 2014. Menyoroti Kinerja Legislasi DPR. Hal 13
6
Badan legislatif DPR RI. Kinerja dan Evaluasi Periode 2004-2009.
mendesak. RUU yang tercantum dalam prolegnas 2005-2009 hanyalah sebanyak 130 RUU,
sedangkan sebanyak 150 judul RUU 2005-2009 tidak pernah diajukan sebagai prioritas untuk
dibahas oleh DPR maupun pemerintah. Dengan demikian, DPR 2004-2009 seharusnya hanya
membahas 157 RUU saja, bukan 284 RUU seperti yang tertuang dalam prolegnas 2005-2009.
Jika dilihat dari segi aspek hukumnya, masih ditemukan materi hukum yang tumpang
tindih (Overlapping) dan tidak konsisten, baik secara horizontal maupun vertikal, serta proses
pembentukannya yang kurang aspiratif dan partisipatif. Berdasarkan data Mahkamah
Konstitusi sejak 2005-2009, terdapat 150 putusan MK atas 73 UU yang diajukan Judical
Review. Dari jumlah putusan tersebut, sebanyak 40 putusan dikabulkan MK.
Berbagai permasalahan yang menyebabkan munculnya kelemahan-kelemahan dalam
prolegnas antara lain:7
a. Lemahnya koordinasi antar kelembagaan terkait.
b. Lemahnya komitmen terhadap prolegnas sebagai satu-satunya perencanaan
pembentukan peraturan perundang-undangan. Masih banyaknya Rancang Undang
undang yang masuk dalam prolegnas merupakan bukti bahwa masih lemahnya
komitmen terhadap prolegnas.
c. Lemahnya rasionalisasi penargetan RUU yang masuk dalam prolegnas. Buktu dari
pernyataan ini adalah DPR selalu tidak memenuhi target penyelesaian Undang Undang
dari tahun ke tahun sebagaimana diamanatkan dalam prolegnas,
d. Lemahnya inventaris, sinkronisasi dan harmonisasi terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sehingga menyebabkan terjadinya overlapping pengaturan.
e. Lemahnya diseminasi peraturan perundang-undangan membuka akses dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang.
f. Kurangnya sosialisasi produk undang-undang yang terbentuk dan/atau yang telah di
undangkan.
Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan bahwa prolegnas harus terus dikaji dan
dievaluasi. DPR dan Pemerintah harus senantiasa menyempurnakan prolegnas dari waktu ke
waktu.
7
Badan Legislasi DPR RI. Kinerja dan Evaluasi Periode 2004-2009. Hal 25.
8
Bari Azed, Abdul. 2014. Menyoroti Kinerja Legislasi DPR. Hal 8.
9
Badan Legislasi DPR RI. 2014. Badan Legislasi DPR RI (Kinerja Periode 2009-2014). Hal 15.
Faktanya DPR RI pada periode 2009-2014 hanya berhasil mengesahkan 34 UU dari
247 Rancangan Undang-undang. Berikut tabel hasil kinerja badan legislasi tahun 2010-2014,
sebagai berikut:10
Selama Periode tahun 2010-2014, Badan Legislasi mendapat penugasan dari Badan
Musyawarah (Bamus) untuk membahas RUU bersama Pemerintah sebanyak 5 RUU yang
kebetulan ketiganya berasal dari usulan Badan Legislasi, yaitu:
a. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
b. RUU tentang Bantuan Hukum
c. RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT)
d. Ruu tentang pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua
e. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol.
10
Badan Legislasi DPR RI. 2014. Badan Legislasi DPR RI (Kinerja Periode 2009-2014). Hal 19.
11
“Legislasi DPR Belum Memuaskan”. dalam www.gatra.com. Rabu, 18 April 2012. diakses pada Sabtu, 18
Maret 2023.
12
Yamin, Saefullah. 2020. Pertumbuhan dan Cara Kerja DPR-RI Pasca Reformasi. Jurnal Yustita. Hal 95.
perencanaan APBN, dan rencana rumah aspirasi, kenaikan dana reses, kenaikan dana
tunjangan, pembangunan gedung DPR, pembangunan perpustakaan DPR. Sedangkan dalam
bidang pengawasan DPR membentuk rapat-rapat, kunjungan kerja, pembentukan tim
pengangkatan pejabat publik. Kinerja DPR masa itu ternyata sangat memprihatinkan selama
masa reformasi, dianalisis dari minimnya produk Undang-undang yang dihasilkan,
penganggaran yang lebih mengakomodir kepentingan individu dan kelompok.13
Dalam periode 2014-2019, dalam bidang anggaran pembahasan APBN cukup alot
karena pembahasan anggaran lebih banyak pada aspek kepentingan legislatif. Kinerja kontrol
DPR terhadap pemerintah sangat lemah seperti tidak adanya tindak lanjut dari beberapa temuan
BPK.
13
Rasaili, wilda. Kinerja DPR dan Kepercayaan Publik: Analisis Kepercayaan Publik Terhadap Kinerja DPR RI
tahun 2014-2019.
14
Bari Azed, Abdul. 2014. Menyoroti Kinerja Legislasi DPR. Hal 24.
Solusi Permasalahan Lemahnya Kinerja Legislasi
Atas dasar permasalahan tersebut. Maka sangat di perlukan upaya unutk meningkatkan
kinerja legislasi DPR antara lain:15
1. Penyederhanaan sistem kepartaian dari multi-partai yang banyak menjadi multi partai
sederhana. Hal ini di capai dengan menaikkan ambang batas perserta pemilu (electoral
Treshold).
2. Keberadaan fraksi-fraksi di DPR hendaknya dibagi secara tegas kedalam 2 blok, yaitu
“Fraksi blok pemerintah” dan “Fraksi blok oposisi”. Kedua blok tersebut permananen
sepanjang periode DPR, kecuali ada hal hal prinsip lain yang menyebabkan perubahan
sikap tersebut.
3. Peningkatan ambang batas parlemen (Parliamentary Treshold) secara bertahap yang
disusun secara bertahap dan komprehensif. Hal tersebut menjadi satu dengan konsep
penyederhaan partai politik agar dapat diwujudkan partai politik yang efektif dan
efisien namun tetap berkualitas.
4. Peningkatan syarat pembentukan sebuah fraksi di DPR secara bertahap yang di
rumuskan dalam kebijakan komprehensif dan berjangka panjang. Dengan demikian di
harapkan hanya ada 3 s/d 5 fraksi saja. Sehingga mempermudah dan mempercepat
pembahasaan RUU termasuk mencari kesepakatan antar fraksi-fraksi.
5. Memperpendek mekanisme pembahasaan RUU yang di harapkan sebuah RUU dapat
selesai dalam waktu 3 s/d 12 bulan.
6. Penambahan jumlah tenaga ahli untuk setiap anggota DPR dan untuk fraksi-fraksi di
DPR secara bertahap.
7. DPR dan pemerintah penting menurunkan target prolegnas yang realistis untuk di capai
oleh anggota DPR dan Pemerintah. Pengecekan ulang, sinkronisasi, dan harmonisasi
RUU yang di gagas DPR dan Pemerintah perlu di kaji ulang supaya tidak menimbulkan
tumpang tindah (Overlapping) RUU.
15
Bari Azed, Abdul. 2014. Menyoroti Kinerja Legislasi DPR. Hal 27