Seiring
berjalannya waktu, jumlah lembaga negara di Indonesia mengalami perubahan. Semua itu terjadi karena
pasang surutnya pemerintahan, sehingga Lembaga negara bisa dibentuk dan dibubarkan sesuai
kebutuhan.
Dari sudut pandang sejarah, keberadaan Lembaga negara di Indonesia umumnya bisa dibagi tiga
periode.
Kekuasan negara dijalankan oleh presiden dengan dibantu sebuah komite nasional. Dalam periode ini,
UUD 1945 berada di posisi tertinggi. Di bawahnya lalu MPR, setelah itu baru Lembaga negara seperti
Presiden, DPR, Makamah Agung, BPK dan DPA.
Pada periode ini, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer, sebagai konsekuensi
disepakatinya Konferensi Meja Bundar. Dalam model pemerintahan ini, susunan Lembaga negara di
Indonesia terdiri dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang berada di posisi tertinggi. Di bawahnya
ada Mahkamah Agung, BPK, Presiden, Menteri-menteri, DPR dan Senat. Semua itu berada dalam posisi
yang sejajar.
Bentuk Negara Serikat ternyata tak bertahan lama di Indonesia, hanya sekitar 8 bulan. Alhasil Undang-
undang Dasar negara Kembali mengalami perubahan, termasuk juga susunan Lembaga negara di
Indonesia. Dalam periode ini, UUD Sementara 1950 berada di hierarki yang lebih tinggi. Di bawahnya
ada sejumlah Lembaga negara, diantaranya Badan Konstituante, Majelis Perubahan Undang-undang,
DPR sementara, Presiden dan wakil presiden, Menteri, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas
Keuangan. Dalam sistem Lembaga negara ini, DPR sementara sebelumnya adalah senat yang dibubarkan
dan diganti fungsinya menjadi parlemen. Dalam periode ini pula diselenggarakan Pemilihan Umum
pertama di Indonesia dan dinilai yang paling demokratis, yakni pada 1955.
Pada periode ini, jumlah kembaga negara di Indonesia mirip dengan UUD 1945 periode pertama, yakni
UUD 1945 berada di posisi paling atas. Di bawahnya ada Majelis Permusyawaratan rakyat, lalu
dibawahnya ada Mahkamah Agung, Dewan pertimbangan Agung, Presiden, DPR Gotong Royong dan
Badan pemeriksa Keuangan. Sementara Badan Konstituante yang telah dibentuk sebelumnya
dibubarkan.
Pada periode ini pula, presiden dipilih oleh MPR namun tidak tunduk dan bertanggung jawab pada DPR.
Begitu dominan dan sentralnya posisi presiden, pada periode ini, kepala negara tersebut dapat dipilih
secara berulang-ulang. Ini yang membuat Presiden Soeharto bisa tepilih secara enam kali berturut-
tuirut. Sementara wakil presiden hanya bisa dipilih sekali-sekali.
Setelah 32 tahun berkuasa, Presiden Soeharto berhasil ditumbangkan pada Mei 1998, setelah terjadi
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Mundurnya Presiden Soeharto menandakan berakhirnya era Orde
Baru dan berganti era Reformasi. Pada era ini, UUD 1945 telah empat kali diamandemen.
Amandemen ini kemudian berpengaruh pada Lembaga negara, baik itu dalam hal kekuasaan, fungsi dan
jumlahnya. Pada amandemen pertama, sejumlah pasal yang terkait dengan Lembaga kepresidenan
diubah. Alhasil kekuasaan presiden berkurang, termasuk dalam hal masa jabatan yang dibatasi maksimal
hanya dua kali. Amandemen pertama ini juga mengembalikan hal legislasi pada DPR.
Amandemen ke dua hingga keempat banyak mengubah pasa-pasal yang terkait pemilihan umum, hak
asasi manusia, kekuasaan kehakiman, hingga pembatasan wewenang presiden dan wakil presiden.
Keempat amandemen tersebut juga melahirkan sejumlah lembaga negara baru, seperti Komisi Yudisial,
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Konstitusi yang dibentuk berdasarkan Undang-undang
Dasar 1945.
Selain melahirkan Lembaga negara baru, era reformasi juga “menghantam” sejumlah Lembaga negara
yang sudah ada sejak periode-periode sebelumnya. Pembubaran Lembaga tersebut dilakukan dengan
sejumlah pertimbangan, mulai dari fungsi yang sudah tidka relevan dengan semangat reformasi, hingga
iyang bertujuan untuk menghemat keuangan negara.
Sejumlah Lembaga negara yang dibubarkan diantaranya Dewan Pertimbangan Agung, Departemen
Penerangan, Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan Badan Akuntansi Keuangan Negara. Hingga era
kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini, diperkirakan sedikitnya ada 37 lembaga negara yang akan
dibubarkan.
Sumber Referensi:
Rizalino, Rio.