KELAS : IX B
Alur Peranakan para Pedagang Arab dalam Berdakwah di Indonesia
Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia
dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah barat nusantara dan sekitar Malaka
sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian karena hasil bumi yang dijual
menarik bagi para pedagang, dan menadi daerah lintasan penting antara Cina, dan India.
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku di pasarkan di awa dan Sumatera
untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Sehingga pelabuhan-pelabuhan penting di
Sumatera dan awa antara abad ke 1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti
Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumetera, Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak
hanya membeli dan menjaahkan barang dagangan tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan
agama Islam.
Dengan demikian agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para
pedagang Arab. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis (lambang-lambang budaya)
merasuk dan punya pengaruh di Arab, Persia, India dan China. Melalui perdagangan itulah Islam
masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa Arab, Persia, India dan China punya
andil melancarkan perkembangan Islam di kawasan Indonesia.
a. Gujarat (India).
Pedagang Islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antara lain :
1. Ukiran batu nisan gaya Gujarat.
2. Adat istiadat dan budaya India Islam.
b. Persia.
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain :
1. Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
2. Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
3. Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
c. Arab.
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti antara
lain:
1. Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut,
Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan Islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan
Malaka.
2. Munculnya nama “kampung Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak
mengenalkan Islam.
d. China.
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan),
mengenalkan Islam di pantai dan pedalaman Jawa dan Sumatera, dengan bukti antar lain:
1. Gedung Batu di Semarang (masjid gaya China).
2. Beberapa makam China muslim.
3. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan
pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan sosial yang penuh toleransi.
Proses awal penyebaran Islam di Indonesia melalui Perdagangan dan Perkawinan. Dengan
menunggu angin muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk asli.
Dari perkawinan itulah terjadi interaksi sosial yang menghantarkan Islam berkembang
(masyarakat Islam). Pembentukan masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan
bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat.
Gerakan dakwah pada saat itu juga melalui dua jalur yaitu:
a. Ulama keliling menyebarkan agama Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan
Sinkretisasi/lambang-lambang budaya).
b. Pendidikan pesantren (ngasu ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sistem pendidikan Pondok
Pesantren, Kyai sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid.
Dari dua gerakan dakwah tersebut, perkembangan Islam secara relitas Islam sangat diminati dan
cepat berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, Semangat dalam memahami dan
menerapkan keberagaman Islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam
mencernanya.
KELAS : IX B
Pengertian Qurban
Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah, semua umat Islam yang tidak melaksanakan haji merayakan hari raya
Idul Adha. Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berqurban dimana mereka
menyembelih hewan qurban untuk kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu
daerah. Lalu apakah sebenarnya Qurban itu? Dibawah ini akan dijelaskan secara lengkap.
Qurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat ()قربان. Kurban dalam Islam juga
disebut dengan al-sushiya Dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi
(kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk
taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.
Dalil Disyari’atkannya Kurban
Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 — 3).
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar Allah. Kamu banyak memperoleh
kebaikan dari padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).
Hukum Berkurban
Ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Bagi orang yang
mampu melakukannya lalu ia meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh. Hal ini berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw pernah berkurban dengan dua
kambing kibasy yang sama-sama berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri
yang menyembelih kurban tersebut, dan membacakan nama Allah serta bertakbir (waktu
memotongnya).
Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, “Dan jika kalian telah melihat hilal (tanggal) masuknya
bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia
membiarkan rambut dan kukunya.” HR Muslim
Arti sabda Nabi saw, ” ingin berkorban” adalah dalil bahwa ibadah kurban ini sunnah, bukan wajib.
Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua belum pernah melakukan kurban
untuk keluarga mereka berdua, lantaran keduanya takut jika perihal kurban itu dianggap wajib.
Hikmah Kurban
Ibadah kurban disyariatkan Allah untuk mengenang Sejarah Idul Adha sendiri yang dialami oleh
Nabi Ibrahim as dan sebagai suatu upaya untuk memberikan kemudahan pada hari Id, sebagaimana
yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Hari-hari itu tidak lain adalah hari-hari untuk makan dan
minum serta berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.”
Syarat-syarat Qurban
Dari Abu Hurairah ra berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Binatang kurban
yang paling bagus adalah kambing yang jadza’ (powel/berumur satu tahun).” (HR Ahmad dan
Tirmidzi).
Dari Uqbah bin Amir ra, aku berkata, wahai Rasulullah saw, aku mempunyai jadza’, Rasulullah saw
menjawab, “Berkurbanlah dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian mengurbankan binatang kecuali yang
berumur satu tahun ke atas, jika itu menyulitkanmu, maka sembelihlah domba Jadza’.”
Selain binatang lima di atas, ada binatang-binatang lain yang tidak boleh
untuk kurban, yaitu:
1. Hatma’ (ompong gigi depannya, seluruhnya).
2. Ashma’ (yang kulit tanduknya pecah).
3. Umya’ (buta).
4. Taula’ (yang mencari makan di perkebunan, tidak digembalakan).
5. Jarba’ (yang banyak penyakit kudisnya).
Dari al-Barra’ ra Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini
(Iduladha) adalah kita salat, kemudian kita kembali dan memotong kurban. Barangsiapa melakukan
hal itu, berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum itu,
maka sembelihan itu tidak lain hanyalah daging yang ia persembahkan kepada keluarganya yang
tidak termasuk ibadah kurban sama sekali.”
Abu Burdah berkata, “Pada hari Nahar, Rasulullah saw berkhotbah di hadapan kami, beliau
bersabda: ‘Barangsiapa salat sesuai dengan salat kami dan menghadap ke kiblat kami, dan
beribadah dengan cara ibadah kami, maka ia tidak menyembelih kirban sebelum ia salat’.”
Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum salat,
maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah
salat dan khotbah, sesungguhnya ia telah sempurnakan dan ia mendapat sunnah umat Islam.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Bergabung dalam Berkurban
Dalam berkurban dibolehkan bergabung jika binatang korban itu berupa onta atau sapi (kerbau).
Karena, sapi (kerbau) atau unta berlaku untuk tujuh orang jika mereka semua bermaksud berkurban
dan bertaqarrub kepada Allah SWT.
Dari Jabir ra berkata, “Kami menyembelih kurban bersama Nabi saw di Hudaibiyyah seekor unta
untuk tujuh orang, begitu juga sapi (kerbau).” (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Fatimah, bangunlah. Dan
saksikanlah kurbanmu. Karena, setetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang
telah kau lakukan. Dan bacalah: ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku–korbanku–hidupku, dan matiku
untuk Allah Tuhan semesta Alam. Dan untuk itu aku diperintah. Dan aku adalah orang-orang yang
pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah,’ Seorang sahabat lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah
saw, apakah ini untukmu dan khusus keluargamu atau untuk kaum muslimin secara umum?’
Rasulullah saw menjawab, ‘Bahkan untuk kaum muslimin umumnya’.”