Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“ISLAM DI INDONESIA”

Disusun Oleh:
Kelompok 11

 Azharil Naufal Anwar (19136058)


 Dina Rahayu Eliza Prisma (19136127)
 Fajrin Ramadya (19136133)
 Fina Hariyati (19136137)

Dosen: Dra. Zaimurni Zein, M.ag 4528

Universitas Negri Padang


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara untuk mengamati perilaku Islam di dunia adalah dengan bercermin pada
Islam di Indonesia. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Islam di Indonesia telah
memperlihatkan suatu ciri khas tertentu, yang mungkin berbeda dari tempat asal Islam itu
sendiri, Mekkah. Sebagai agama rahmatan lil alamin, Islam telah membuktikan kebenarannya.
Kebenaran Islam telah terbukti di berbagai belahan dunia. Setidaknya itulah hasil perjuangan
Rasulullah SAW yang menyebarkan Islam mati-matian sampai-sampai harus menghadapi
berbagai cobaan yang datang silih berganti. Ketika beliau masih hidup, setidaknya, beliau telah
melihat orang secara berbondong-bondong masuk Islam pada masa Fathu Mekah. Jauh setelah
itu, Islam kini berada di setiap jengkal negeri di seluruh dunia.
Di Indonesia Islam merupakan agama resmi dan menjadi mayoritas. Oleh karena itu, umat
Islam perlu bangga akan tingginya umat Islam di indonesia. Mengapa Islam di Indonesia dapat
menjadi besar dan terhormat? Itu tidak terlepas dari usaha para pendahulu kita yang dengan
tekun dan gigih menyebarkan dan mempertahankan Islam di Indonesia. Mereka tidak hanya
menyebarluaskan pesan Islam, tetapi juga mempertahankan agar pesan ini tidak punah. Pada
makalah ini, kita akan mempelajari tentang Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia?
2. Bagaimana corak Islam di Indonesia?
3. Bagaimana kontribusi umat Islam di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara?
4. Bagaimana Islam di Minangkabau?

C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan sejarah Islam masuknya Islam di Indonesia
2. Menjelaskan corak Islam di Indonesia
3. Menjelaskan kontribusi umat Islam di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
4. Menjelaskan Islam di Minangkabau
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam di Indonesia
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-
kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang
berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh
yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan
tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai
bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke
Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokoh-tokoh itu
diantaranya, Marcopolo,Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir
Richard Wainsted.4Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di Indonesia
diantaranya adalah:
a. Berita dari Arab
Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan
bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya
(abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat
termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya
terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak,
Zabay atau Sribusa. Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander,
Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah
Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan Abdullah
bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam datang dari India adalah
sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.
b. Berita Eopa
Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang pertama kali
menginjakan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari cina menuju eropa melalui jalan laut.
Ia dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembagkan kepada kaisar
Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan
adanya kerajaan Islam, yaitukerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai. Diantara sejarawan
yang menganut teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M.
Vlekke.
c. Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting
dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang
mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang
dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisisr pantai. Teori ini lahir
selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya
adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.10
d. Berita Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang mengikuti
perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira-kira
tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulai
Jawa.11 T.W. Arnol pun mengatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di
Nusantara, ketika mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah
atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M
seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai
Sumatera (disebut Ta’shih).
e. Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan berkembangnya pengaruh
Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu
menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat
tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua,
Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun
676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat
tahun 1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.13 Mengenai
masuknya Islam ke Indonesia, ada satu kajian yakni seminar ilmiah yang diselenggarakan pada
tahun 1963 di kota Medan, yang menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M, langsung dari negeri Arab.
2. Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera Utara. Setelah itu
masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh.
3. Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saaat itu dakwah
disebarkan secara damai.

B. Corak Islam di Indonesia

a. Aqidah
Secara garis besar, ajaran Agama Islam mengandung tiga hal pokok, yaitu aspek keyakinan
(credial, credo), aspek ritual dan aspek perilaku (behavioral). Aspek ajaran Islam yang berkaitan
dengan keyakinan disebut aqidah atau keimanan, sedangkan aspek ritual, norma atau hukum
disebut syariah. Adapun aspek yang berkaitan dengan perilaku disebut akhlak.
Aspek keyakinan disebut ‘aqidah, yaitu suatu ikatan seseorang dengan Tuhan yang
diyakininya. ‘Aqidah berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau sesuatu yang mengikat.
Tiap agama memiliki aqidah masing-masing yang mengikat keyakinan umatnya, seperti Trinitas
sebagai aqidah Kristen, yakni keyakinan terhadap Tuhan yang terdiri dari Tuhan Bapa, Anak dan
Ruh Kudus.
Aqidah Islam adalah tauhid, yakni meyakini keesaan Tuhan baik dalam Dzat maupun Sifat-
Nya. Keesaan Allah dalam Islam didasarkan kepada firman Allah sendiri; bukan hasil pikiran
manusia, sebagaimana firman Allah:
Katakanlah (Muhammad): Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan
Tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. QS.Al-Ikhlas: 1-3
Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata wahhada yuwahhidu yang
secara etimologis berarti keesaan. Yakni percaya bahwa Allah swt itu satu. Dengan demikian
yang dimaksud tauhid di sini tidak lain adalah tauhidullah (mengesakan Allah swt).
Mempelajari tauhid menurut para ulama hukumnya wajib bagi setiap muslim. Rasulullah saw
sendiri diperintahkan oleh Allah swt mengajak umat manusia kepada ajaran Tauhid sebagaimana
yang dijelaskan oleh Allah dalam qur’an surat Al Ikhals di atas.
Ajaran Tauhid ini oleh Allah swt bukan hanya diturunkan kepada Nabi Muhamad, melainkan
juga kepada Nabi/Rasul terdahulu, mulai dari Nabi Adam as sampai Nabi Isa as, Ini disebutkan
dalam semua kitab Injil. Seperti dalam Injil Yahya pasal 17 ayat 3 disebutkan secara gambling
“Inilah hidup yang kekal yaitu agar mereka mengenal Engkau, Allah yang Esa dan benar dan
Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu”
Ajaran Tauhid sangat positif bagi hidup dan kehidupan, sebab tauhid mengandung sifat-sifat
sebagai berikut :
1. Melepaskan jiwa manusia dari kekacauan dan kegoncangan hiudup yang dapat
membawanya ke dalam kesesatan.
2. Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebijakan dan keutamaan
3. Membimbing umat manusia ke jalan yang benar dan mendorongnya mengajarkan ibadah
penuh ikhlas.
4. Membawa manusia kepada keseimbangan dan kesempurnaan hidup lahir batin.
Aqidah Islam (Tauhid) sebagai fondamen agama Islam menjadi dasar bagi keislaman
seseorang. Aqidah bukan hanya pengetahuan atau kepercayaan, tetapi keyakinan yang membawa
konsekuensi membentuk tingkah laku atau sikap tertentu. Karena itu keyakinan atau iman
ditampilkan dalam suatu keseluruhan tingkah laku, baik itikad dalam hati, ucapan mulut, maupun
tingkah laku yang tampak. Iman didefinisikan sebagai berikut:
Mengikrarkan dengan mulut, membenarkan dengan hati, dan melaksanakan dengan seluruh
anggota tubuh.

b. Syariah
Secara etimologis kata Syari’ah berakar kata syara’a yang berarti “sesuatu yang dibuka
secara lebar kepadanya”. Dari sinilah terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber air minum”.
Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus diikuti.
Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan jalan “yang
lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’ mengenai perbuatan
manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan
syari’ah sebagai hukum- hukum dan tata aturan yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-Nya
untuk diikuti.
Menurut Faruq Nabhan, secara istilah, syari’ah berarti “ segala sesuatu yang disyariatkan
Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sedangkan menurut Manna al-Qaththan, syari’ah berarti
segala ketentuan yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik menyangkut aqidah, ibadah,
akhlak maupun muamalat.
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan oleh para ahli dapat dirumuskan bahwa syari’ah
adalah aturan-aturan yang berkenaan dengan prilaku manusia, baik yang berkenaan dengan
hukum pokok maupun hukum cabang yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi saw.
Namun demikian, perlu difahami bahwa meskipun syari’at Islam itu tidak berubah, tetapi
dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi, sebab petunjuk-petunjuk yang
dibawakannya dapat membawa manusia kepada kebahagiaan yang abadi. Hukum Islam terdiri
dari wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram.
1. Wajib adalah sesuatu yang apabila dilakukan diberi pahala dan apabila ditinggalkan disiksa.
2. Sunnat adalah sesuatu yang apabila dilakukan diberi ganjaran dan apabila ditinggalkan tidak
disiksa,namun rugi tida mendapat pahala sunnat.
3. Haram, yaitu apabila dilakukan disiksa, apabila ditinggal diberi pahala.
4. Makruh, apabila dilakukan tidak disiksa dan apabila ditinggalkan diberi ganjaran.
5. Mubah adalah apabila dilakukan atau ditinggalkan tidak diberi pahala maupun siksa.

c. Tasawuf
Tasawuf dari segi kebahasaan (linguistik) memiliki beberapa makna. Harun Nasution
menyebutkan lima kata untuk menggambarkan pengertian tersebut yaitu al- suffah (ahl suffah)
yaitu orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, saf yaitu barisan yang
dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama'ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos (bahasa
Yunani: hikmah), dan suf yaitu kain wol kasar.Pengertian- pengertian tersebut jika ditelaah lebih
jauh akan berorientasi kepada sifat-sifat dan keadaan yang terpuji, kesederhanaan, dan kedekatan
kepada Tuhan. Kata ahl-suffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang mencurahkan jiwa
raganya, harta benda dan lainnya hanya untuk Allah. Mereka rela meninggalkan kampung
halamannya, rumah, kekayaan, harta benda dan sebagainya yang ada di Mekkah untuk hijrah
bersama Nabi ke Madinah. Hal tersebut dilakukannya karena keinginan untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
Selanjutnya kata saf juga menggambarkan keadaan orang yang selalu berada di barisan depan
dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan lainnya. Kata sufi yang berarti
bersih, suci, dan murni menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari perbuatan
dosa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, kata suf yang berarti kain wol kasar yang terbuat
dari bulu domba, hal ini menggambarkan orang yang hidupnya serba sederhana, tidak
mengutamakan kepentingan dunia, tidak mau diperbudak oleh harta yang dapat menjerumuskan
dirinya dan membawa ia lupa akan tujuan hidupnya yakni beribadah kepada Allah. Pada awal
perkembangan asketisme (hidup zuhud), pakaian bulu domba adalah simbol para hamba yang
tulus. Kata sophos yang berarti hikmah menggambarkan keadaan orang yang jiwanya senantiasa
cenderung kepada kebenaran.
Dengan demikian tasawuf menggambarkan keadaan untuk senantiasa berorientasi kepada
kesucian jiwa, berpola hidup sederhana, mendahulukan kebenaran, dan rela berkorban untuk
tujuan mulia.26Ajaran-ajaran tasawuf merupakan pengalaman (tajribah) spiritual yang bersifat
pribadi yang dilandasi oleh keinginan sesorang sufi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah,
oleh karena bersifat pribadi, maka pengalaman seorang sufi yang satu dengan yang lainnya
memiliki kesamaan-kesamaan di samping perbedaan yang tidak bisa diabaikan. Kesamaan-
kesamaan tersebut kemudian dirumuskan dalam bentuk maqamat dan ahwal (station).
Dalam sejarah Islam tasawuf mengacu pada prilaku Rasulullah Muhammad Saw. dan
sahabat-sahabatnya. Apabila merujuk dalam al-Qur'an terdapat beberapa ayat yang dijadikan
dasar untuk menjalani hidup sebagai sufi, antara lain bahwa Allah itu dekat dengan manusia
(Q.S. Al-Baqarah/2: 86) dan Allah lebih dekat kepada manusia dibandingkan urat nadi manusia
itu sendiri (Q.S. Qaf/50: 16).
Dalam masa pertumbuhannya muncul bermacam-macam konsep ajaran tasawuf yang
disampaikan oleh para sufi, yaitu al-khauf dan al-raja' yang diperkenalkan oleh Al-Hasan al-
Basri (642-728 M.), mahabbah oleh Rabi'ah al-Adawiyah (714-801 M.), hulul oleh Al-Hallaj, al-
ittihad oleh Yazid al-Bustami (814-875 M.) dan ma'rifah oleh Abu Hamid al-Gazali (w. 1111
M.). pada abad ke 5 H/13 M kegiatan para sufi kemudian mulai melembaga hingga
memunculkan tarekat. Hal ini ditandai dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir
pada abad itu yang selalu dikaitkan dengan silsilahnya. Setiap tarekat mempunyai syekh, kaifiyat
zikir dan upacara-upacara ritual masing-masing. Biasanya syekh atau mursyid mengajar murid-
muridnya di asrama ltempat latihan rohani yang dinamakan suluk atau ribath. Mula-mula muncul
tarekat Qadiriyah yang dikembangkan oleh Syekh Abdul Qadir di Asia Tengah, Tibristan tempat
kelahirannya, kemudian berkembang ke Baghdad, Irak, Turki, Arab Saudi sampai ke Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand, India, Tiongkok. Muncul pula tarekat Rifa’iyah di Maroko dan
Aljazair. Disusul tarekat Suhrawardiyah di Afrika Utara, Afrika Tengah, Sudan dan Nigeria.
Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang dengan cepat melalui kurid-murid yang diangkat
menjadi khalifah, mengajarkan dan menyebarkan ke negeri-negeri Islam, hingga bercabang dan
beranting dalam jumlah yang banyak.
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat yang muncul memiliki peranan yang besar dalam
kehidupan umat Islam tidak hanya dalam bidang agama tetapi juga dalam bidang lain. Sesudah
kekhalifaan Baghdad runtuh tugas mempertahankan persatuan umat Islam dan penyebaran
agama terutama banyak dipegang oleh para sufi. Ketika daulah Usmaniyah berdiri, peranan
tarekat (Bahtesyi) saangat besar baik dalam bidang politik maupun militer. Demikian juga di
Afrika Utara, tarekat Sanusiyah memiliki peranan yang besar terutama di negeri Aljazair dan
Tunisia, sedangkan di Sudan tarekat Syadziliyah berperan besar dalam penyebaran Islam.
Khusus di Indonesia, berkembangnya tarekat tidak lepas dari proses masuknya Islam di
wilayah ini. Islam yang masuk di Indonesia pada mulanya bercorak tasawuf yang dibuktikan
oleh beberapa data yang ditunjukkan oleh para sejarawan. Marrison ketika menjelaskan tentang
masuknya Islam di Indonesia menyebutkan fakta bahwa yang mengislamkan Nusantara berasal
dari India Selatan yaitu Mu’tabar (malabat) yang dilakukan oleh para muballig yang bergelar
fakir. Gelar fakir mengingatkan pada gelar yang diberikan kepada seorang sufi yang
meninggalkan keduniaan dan memilih hidup untuk keagamaan. Dari teori Marrison ini kemudian
muncul teori berikut yang berupaya menjawab pertanyaan apakah Islam yang masuk di
Indonesia pada awalnya bercorak tasawuf.
Teori Hill menyebutkan bahwa dalam Hikayat Raja-Raja Pasai yang disusun pada abad ke 14
mengatakan Islam yang datang di Nusantara beraliran tasawuf. Data ini di dukung oleh Sejarah
Melayu yang sumbernya juga dari Hikayat Raja-raja Pasai. Teori Bech menyatakan dalam teks
Sejarah Melayu dijelaskan tentang kesenangan Sultan malaka kepada ilmu tasawuf di mana pada
suatu waktu seorang ulama, yaitu Maulana Abu Iskak datang memberi hadiah kepada sultan
berupa kitab yang berjudul Durrul Mandhum (mutiara yang tersusun). Sultan berkali-kali
mengutus utusan yang agar menemui Sultan Aceh untuk berkonsultasi tentang ilmu tasawuf.
Teori Raffles menyebutkan peristiwa terakhir dalam Sejarah Melayu adalah penyerangan Sultan
Malaka yang kemudian lari ke Johor. Dari segi waktu kejadian Sejarah Melayu yang ditulis pada
tahun 1536 dan baru dapat dibaca pada abad ke 16 sebagai bukti bahwa teks ini sebelumnya
masih berupa cerita lisan. Sehingga dapat disimpulkan ilmu tasawuf telah diberkembang dan
ditulis menjadi sebuah naskah pada abad ke 16. Teori Johns berpendapat naskah-naskah abad ke
16 yang diteliti oleh para orientalis bercorak tasawuf sehingga dapat menjadi obyek bagi kajian
sejarah intelektual Islam dan perkembangan ilmu tasawuf di Indonesia.
Dari teori-teori yang menyebutkan peranan para sufi dalam penyiaran Islam di Indonesia
tersebut menurut Azyumardi Azra berhasil membuat korelasi antara peristiwa-peristiwa politik
dan gelombang-gelombang konversi kepada Islam. Meski peristiwa-peristiwa politik –dalam hal
ini kekhalifaan Abbasiyah- merefleksikan hanya secara tidak langsung pertumbuhan massal
masyarakat muslim, orang tak dapat mengabaikan peranan para sufi ini, karena semua itu
mempengaruhi perjalanan masyarakat muslim di bagian-bagian lain dari bunia Islam. Teori ini
juga berhasil membuat korelasi penting antara konversi dengan pembentukan dan perkembangan
institusi-institusi Islam yang menurut Bulliet, akhirnya membentuk dan menciptakan ciri khas
masyarakat tertentu sehingga benar-benar dapat dikatakan sebagai masyarakat muslim. Institusi-
institusi yang terpenting itu ialah madrasah, tarekat sufi, futuwwah (persatuan pemuda), dan
kelompok-kelompok dagang dan kerajinan tangan. Semua insitusi ini menjadi penting
berperanan hanya pada abad ke 11.
Para sufi pertama yang mengajarkan tasawuf dan tarekat di Indonesia ialah Hamzah Fansuri
(w. 1590), Syamsuddin as-Samatrani (w. 1630), Nuruddin ar-Raniri (w. 1658), Abd. Rauf as-
Singkeli (1615-1693) dan Syekh Yusuf al-Makassar (1626- 1699). Sufi-sufi tersebut merupakan
tokoh-tokoh yang memiliki konstribusi yang besar dalam penyiaran dan perkembangan Islam di
Indonesia. Disamping mereka terdapat para ulama yang juga menyiarkan Islam dengan
menggunakan metode yang akomodatif dalam dakwahnya seperti wali songo yang menyebarkan
Islam di tanah Jawa, Rajo Bagindo ke Kalimantan Utara dan Kepulauan Sulu, Syekh Ahmad ke
Negeri Sembilan daqn lain-lain.
d. Organisasi Kemasyarakat

1. Muhammadiyah
Ketika Muhammadiyah didirikan oleh KH, Ahmad Dahlan pada tahun 1912, umat Islam
sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk, Bersama seluruh bangsa Indonesia, mereka
terbelakang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah kemakmuran dan ekonomi yang
parah serta kemampuan politis yang tidak berdaya. Lebih memperhatinkan lagi identitas
keislaman merupakan salah satu poin negatif kehidupan umat, Islam waktu itu identik dengan
profil kaum santri yang selalu mengurusi kehidupan akhirat sementara tidak tahu dan tidak mau
tahu dengan perkembangan zaman, Sementara lembaga organisasi keagamaan juga masih
berkelut dengan urusan yang tidak banyak bersentuh dengan dinamika realitas sosial apalagi
berusaha untuk memajukan.
Ada dua arah perkembangan Muhammadiyah dalam kerangka kemodernanya, yaitu yang
pertama pertumbuhan dan kemajuan ide tentang pertumbuhan (growth) dan kemajuan (progress)
merupakan dua kata kunci utama kebudayaan modern yang menggambarkan akumulasi jumlah
quantity dan peningkatan keragaman diversity.Keduanya merupakan rumusan atau turunan dari
ciri utama modernisme dan materialisme Muhammadiyah mencoba menyuntikkan nilai-nilai
materialisme kedalam masyarakat yang telah keropos karena mengaggap kehidupan materi
duniawi tidak memiliki nilai-nilai secara religius.
Arah perkembangan kedua adalah sistematisasi, yang merupakan rumusan turunaan dari
prinsip modernisme, sistematisasi ini tidak mengarah organisasional dengan dibentuknya
berbagai majelis dan organisasi otonom melainkan juga dalam kehidupan beragama, mulai di
bentuk lembaga untuk mensisitematisir pemahaman, pemikiran dan pelaksanaan peribadatan
yaitu majelis tarjih dan hasilnya disistematisir dalam sebuah manual himpunan putusan tarjih,
kedua trobosan tersebut, pertumbuhan, perkembangan, kemajuan dan upaya membangun
masyarakat umat islam dari masyarakat bodoh, miskin terbelakang dan terjajah hinga menjadi
masyarakat yang mandiri, makmur dan berpendidikan. (Abdul Munir Mulkhan. 1990, hal; 1-2)
Dua arah perkembangan tersebut di jadikan oleh organisasi Muhammadiyah dalam kerangka
modernisasi dan sistematisasi itu merupakan rumusan untuk memajukan agama islam yang
murni menurut Al-Qur’an dan sunnah rasul.
2. PERSIS (PERSATUAN ISLAM)
Organisasi yang berlebel Modernis lahirnya persatuan Islam di telah memberi warna baru
bagi sejarah peradaban islam di Indonesia, persis yang lahir pada abad ke-20 merupakan respon
terhadap kerakter keberagaman masyarakat islam di Indonesia yang cendrung sinkretik, akibat
pengaruh prilaku keberagaman masyarakat, Indonesia sebelum kedatangan islam praktik-2
sinkretisme ini telah berkembang subur, akibat sikap akomodatif para penyebar islam di
Indonesia terhadap adat-istidat yang sebelumnya telah mapan. Meskipun tidak dapat di pungkiri,
bahwa keberhasilan penyeberan islam juga tidak lepas dari sikap akomodatif. Bagi PERSIS,
praktik sinkretisme merupakan kesesatan yang tidak boleh dibiarkan berkembang dan harus
segera dihapus karena bias merusak sendi-sendi fundamental agama islam.
Hal lain yang mejadi sasaran reformasi yang dilakukan persis adalah kejumudan berfikir
yang dialami oleh sebagian besar umat islam Indonesia akibat taklid buta yamg mereka lakukan
dalam menjalankan syari’at agama. Sebagai mana diketahui, bahwa praktik peribadatan
masyarakat Indonesia pada umumnya didasarkan pada hasil rumusan para imam mazhab 800
tahun silam, Mereka beranggapan bahwa, hasil ijtihad para imam mazhab tesebut merupakan
keputusan terbaik dan harus di ikuti apa adanya
3. Sarekat Islam (SI)
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam
bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya,
dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan jiwa dagang.
b. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
c. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
d. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
e. Hidup menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan
SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan
mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat
muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur
Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam
anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh
perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga
menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum
pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI
berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.
4. Nahdatul Ulama (NU)
Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya, organisasi ini di
prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam, NU didirikan
untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau sebagai reaksi atas prestasi
ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme,
pembentukan NU merupakan upaya peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah
ada sebelumnya, agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan
jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi usaha
mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren.
Dalam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai relevansi kekirian,
bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi islam
penegasan atas pemihakkan terhadap “warisan masa lalu “ islam di wujudkan dalam sikap
bermazhab yang menjadi typical NU, dalam memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa
mempelajari karya dan pemikiran-pemikiran ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki,
dan Hambali hanya akan sampai pada pemahaman ajaran Islam yang keliru.
Demikian juga dalam pandangan kiai Hasyim yang begitu jelas dan tegas mengenai
keharusan umat Islam untuk memelihara dan menjaga tredisi islam ditorehkan para ulama klasik.
Dalam rangka memelihara system mazhab kiai Hasyim merumuskan gagasan ahlusunnah
waljama’ah yang bertumpa pada pemikiran, AbuHasan al-asyari, Mansur Al-Maturdi imam Hana
fi, Maliki, syafi’I, dan Hambali, serta ima Al-ghozali, junaid Albaghdadi dan imam mawrdi.
5. MASYUMI
Proklamasi kemerdekaan RI membawa angin Segar bagi perkembangan politik dan
demokrasi bangsa ini, setiap anak bangsa larut dalam keindahan nasionalisme, hal itu juga terjadi
pada tokoh-tokoh Islam saat itu sebelum kemerdekaan mereka begitu semangat untuk
menegakkan cita-cita Islam.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia PNI menjadi partai Negara, namun menjelang
Oktober 1945, PNI muncul dengan wajah baru karena di mulainya system banyak partai yang
juga berarti terbukanya kembali ruang bagi kalangan islam untuk ikut serta di dalamnya serta
sebagai sarana bagi mereka untuk menegakkan cita-cita islam. Kebijakan pemarintah dalam
pendirian partai-partai ini pada awalnya banyak disesalkan oleh kalangan Islam, argument
mereka antara lain didasarkan pada penikiran bahwa di waktu genting setelah proklamasi yang di
butuhkan persaudaraan rakyat bukan malah kebijakan atau penerapan sistem banyak partai justru
dapat memicu terjadinya perpecahan.
Masyumi didirikan pada 24 oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena jepang
memerlukan satu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga
agama islam, meskipun demikian, jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai islam yang
telah ada di zaman belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola piker modern,
sehingfga pada minggu-minggu pertama, jepang telah melarang partai sarikat islam Indonesia
(PSII) dan partai islam Indonesia (PII).
Pada tanggal 7-8 Oktober diadakan muktamar islam di yogyakarta yang di hadiri oleh
hamper semua tkoh berbagai organisasi islam dari masa sebelum perang serta masa pendudukan
jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan syuro pusat bagi umat islam Indonesia ,
masyumi yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat islam pada awal pendiri
masyumi, hanya empat organisasi yang masuk masyumi yaitu; Muhammadiyah, NU, perikatan
ulama islam, dan persatuan umat islam.
Setelah itu barulah organisasi islam yang lainnya ikut bergabung kemasyumi antara lain
persatuan islam (bandung), al-irsyad (Jakarta), Al-jamiatul Washliyah dan Al-ittihadiyah (dari
sumatera utara), selain itu pada tahun 1949 setelah rakyat pendudukan belanda mempunyai
hubungan leluasa dengan rakyat di daerah yang dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi
islam di daerah pendudukan itu bergabung dengan masyumi mudahnya persyaratan untuk
masuknya organisasi isalam kedalam Masyumi menjadi slah satu penyebab banyaknya
organisasi-organisasi islam yang masuk kedalamnya, namun yang lebih penting mengenai alas
an mereka masuk kedalam Masyumi di karenakan semus pihak merasa perlu bergabung dan
memperkuat barisan Islam.
6. PERTI
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) adalah nama sebuah organisasi massa Islam nasional
yang berbasis di Sumatera Barat. Organisasi ini berakar dari para ulama Ahlussunnah wal
jamaahdi Sumatera Barat. Organisasi ini didirikan pada 20 Mei 1930 di Sumatera Barat.
Kemudian organisasi ini meluas ke daerah-daerah lain di Sumatera, dan juga mencapai
Kalimantan dan Sulawesi.
Perti ikut berjuang di kancah politik dengan bergabung ke dalam GAPI dalam aksi Indonesia
Berparlemen, serta turut memberikan konsepsi kenegaraan kepada Komisi Visman. Setelah
kemerdekaan Perti menjadi partai politik. Dalam Pemilihan Umum 1955 Perti mendapatkan
empat kursi DPR-RI dan tujuh kursi Konstituante. Setelah Konstituante dan DPR hasil Pemilu
dibubarkan oleh Presiden Soekarno, Perti mendapatkan dua kursi di DPR-GR. Pada masa Orde
Baru Perti bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan.
C. Kontribusi Umat Islam di Indonesia dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Umat islam di Indonesia merupakan komponen mayoritas bangsa Indonesia. Sebagai
komponen terbesar penyusun bangsa ini, umat islam dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam
setiap segi penyelenggarakan negeri ini, sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing
guna mencapai cita-ita nasional masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Uud
1945. Berikut akan dijelaskan secara singkat mengenai peran umat islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta hal-hal yang menyertainya.
Komponen mayoritas yang disandangkan pada umat islam di negeri Indonesia ini
memberikan peran da tangung jawab yang besar kepada umat islam. Negeri ini akan tergantung
oleh bagaimana cara umat islam menjalani kehidupannya, karena jumlah umat islam yang besar
mempengaruhi bersifat dominan kepada yang lain. Secara singkat dan utama dari peran umat
islam yang ada, maka umat islam memiliki tiga peran yang nyata yaitu sebagai warga negara,
pemgembang, dan penata kehidupan bangsa dan negara. Umat islam jelas berperan sebagai
warga negara. Oleh karena itu harus tunduk dan patuh pada aturan-aturan negara. Selain itu,
sebagai warga negara hendaknya umat islam memenuhi kewajibannya sesuai yang tercantum
pada aturan-aturan negara yang telah ada.
Umat islam juga berperan sebagai pengembang kehidupan bangsa. Dalam hal ini, islam
diharapkan dapat menawarkan dirinya sebagai sumber pengembangan dalam segala aspek
kehidupan seperti ekonmi, sosial, pendidikan, politik dan budaya. Umat islam haruslah menjadi
penggerak ekonomi bangsa supaya dapat mencapai taraf hidup yang baik. Umat islam juga
dituntut pandai dalam iptek guna memajukan bagsa ini dan dapat bersang dengan bangsa lain
dalam globalisasi yang sedang belangsung sekarang ini. Dalam melaksanakan perannya, segala
tindakan harus didasari pada nilai-nilai islami. Umat islam berperan sebagai penata kehidupan
bangsa dan negara.
Dalam kemajemukan yang ada di Indonesia, umat islam dituntut untuk benar-benar pandai
menerapkan gagasan islami dan keindonesiaan. Hal ini agar tercipta ketenteraman dan
kedamaian. Seperti yang diajrkan oleh Rasulullah SAW bahwa umat muslim adalah umat yang
terdapat didalamnya kasih sayang, keadilan, kearifan sesuai yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Dasar-dasar hubungan antar manusia inilah yang dijadikan umat islam dalam kehidupan
bermasyarakat. Jika komponen mayoritas bangsa hidup dengan tenteram dan penuh toleransi
maka lingkungan sekitarnya pun akan mencerminkan kondisi yang sama.
Dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, umat islam hendaklah didasari pada
beberapa pengetahuan atau wawasan yang meliputi wawasan keislaman, kebangsaan,
kecendikiaan, kepemimpinan, serat kesejahteran. Wawasan keislaman atau pemahaman secara
utuh atas ajaran-ajaran islam. Wawasan kebangsaan merupakan peningkatan rasa nasionalisme
sebagai suatu bangsa. Wawasan kecendikiaan sebagai upaya peningkatan kualitas kecendikiaan.
Wawasan kepemimpinan yang meliputi usaha meningkatkan dan mengembangkan jati diri dan
kepemimpinan umat serta wawasan kesejahteraan guna meningkatkan kegiatan ekonomi
kerakyatan dalam rangka menegakkan demokrasi ekonomi dan keadilan sosial.
Banyak yang sudah dilakukan umat islam dalam menunjukan perannya. Tapi akhir-akhir ini
image buruk selalu melekat pada islam. Hal ini dikarenakan hanya oleh oknum-oknum teknik
Yng bersikap dan bertindak tanpa wawasan keislaman yang benar. Mereka bertindak atas nama
Islam, hal ini yang memperburuk pandangan masyarakat akan Islam. Seperti pesantren,
pesantren adalah tempat belajar Islam dengan lebih mendalam dengan tidak mengacuhkan
bidang ilmu yang lain. Dengan fondasi ajaran agama yang kuat diharapkan umat Islam dapat
bertindak secara optimal untuk angsa tanpa melintasi batasan ajaran Islam yang ada.
Karena adanya kejadian-kejadian yang tidak baik,pandangan terhadap Islam-pun menjadi
tidak baik, misalnya adanya penindasan wanita. Dalam Islam tidak ada yang namanya pinindasan
wanita, bahkan Alloh SWT,dalam ajaran Islam, meninggikan kedudukan kaum perempuan yang
sesuai dengan tauladan yang telah diberikan Rosululloh SAW. Karena kurangnya pengetahuan
agama, seseorang dapat bertindak dan mengecam sesuatu itu buruk padahal itu masih dalam
batasan batasan. Oleh karena itu, sekarang ini, sebaiknya memperbaiki fondasi pemahaman atas
ajaran agama Islam sebelum terjun lansung dalam kehidupan berbangsa dan benegara.
D. Islam di Minangkabau
Agama Islam diyakini sudah memasuki Minangkabau pada abad ke-7, yaitu dengan adanya
perkampungan orang Arab di Pariaman. Meskipun demikian, pada saat itu hanya sebagaian kecil
saja orang Minangkabau yang menganut agama Islam, sebagian besar masih menganut
kepercayaan aninisme, dinanisme, atau Hindu-Buddha. Agama Islam baru menjadi agama
“resmi” orang Minangkabau setelah Sultan Alif memeluk agama Islam. Sejak itu agama Islam
ditetapkan sebagai agama kerajaan dan semua orang Minangkabau kemudian menjadi penganut
Islam. Orang Minangkabau yang tidak menganut agama Islam sejak saat itu dianggap merupakan
suatu penyimpangan dan tidak lagi dianggap sebagai orang Minangkabau.
Proses Islamisasi di Minangkabau terutama melalui pengajaran yang diberikan di masjid, surau,
dan rumah-rumah mengaji. Surau menjadi lembaga pembinaan kaum muda yang sangat efektif
dalam penyebaran Islam sampai ke wilayah pedalaman. Di samping belajar agama, di surau
generasi muda juga mempelajari adat istiadat Minangkabau, karena lembaga adat tidak
mempunyai wahana pengajaran. Menyatunya tempat pengajaran agama dan adat di surau
menyebabkan adat dan agama di Minangkabau tidak bisa dipisahkan.
Islam berkembang di Minangkabau bukan dengan paksaan, tetapi dengan cara damai. Karena
ajaran Hindu-Buddha tidak begitu kuat di Minangkabau, ajaran Islam dapat diterima dengan
lebih mudah di Minangkabau, sehingga setelah Islam masuk ajaran Hindu-Buddha menjadi
hampir tak berbekas, tidak seperti di Jawa yang masih sangat kuat pengaruhnya hingga hari ini.
Terdapat dua thariqat utama di Minangkabau di awal perkembangannya, yaitu Thariqat
Syattariyah dan Naqsabandiyah. Thariqat Syattariyah berpusat di Ulakan yang diajarkan oleh
Syekh Burhanuddin yang menerimanya dari Syekh Abdurrauf di Aceh, yang menerimanya pula
dari Syekh Ahmad Qusyasyi di Madinah. Thariqat Naqsabandiyah berpusat di Cangking dengan
pemimpinnya Tuanku Nan Tuo.
Kerajaan Pagarruyung berubah coraknya dari Hindu-Buddha menjadi kerajaan Islam setelah
Sultan Alif memeluk agama Islam. Peristiwa ini kemudian diikuti pula oleh masuk Islamnya
rakyat Minangkabau yang sebelumnya sebagian masih menganut menganut aninisme, dinanisme,
atau Hindu-Buddha. Setelah menjadi kerajaan Islam, di Minangkabau kemudian juga dikenal
adanya Rajo Nan Tigo Selo yang terdiri dari Raja Adat di Buo, Raja Ibadat di Sumpurkudus, dan
Raja Alam di Pagarruyung.
DAFTAR PUSTAKA
https://youchenkymayeli.blogspot.com/2012/10/organisasi-sosial-keagamaan-dalam.html

http://biosaefful.blogspot.com/2012/07/memahami-kontribusi-agama-dalam.html

http://repo.unand.ac.id/14855/1/Agama%20Islam%20di%20Minangkabau.pdf

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195604201983011-
SOFYAN_SAURI/BUKU_PAI_REVISI/BAB_IV-1.pdf

A.Ghaffar, Nurkhalis. (2015). “TASAWUF DAN PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA”. Jurnal Rihlah Vol. III
No. 1 Oktober 2015.

Ambary,Hasan Muarif.Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Nusantara. Jakarta:
Logos, 1998.

Azra,Azyumardi. Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Bandung: Mizan, 2002.

_______, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Cet. 2; Jakarta:
Kencana, 2005.

Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubarok.Metodologi Studi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

Anda mungkin juga menyukai