Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ratnamaya Uzma

NPM : 200110200303
Kelas : B – Penyuluhan

Pengertian dasar Penyuluhan, Etika, Metode perubahan Perilaku dan Proses Belajar

1.1 Pengertian Penyuluhan


Diskusi tentang penggunaan istilah “penyuluhan” di Indonesia akhir-akhir ini semakin
semarak. Pemicunya adalah, karena penggunaan istilah penyuluhan dirasa semakin kurang
diminati atau kurang dihargai oleh masyarakat. Hal ini, disebabkan karena penggunaan istilah
penyuluhan yang kurang tepat, terutama oleh banyak kalangan yang sebenarnya “tidak
memahami” esensi makna yang terkandung dalam istilah penyuluhan itu sendiri. Di lain pihak,
seiring dengan perbaikan tingkat pendidikan masyarakat dan kemajuan teknologi informasi,
peran penyuluhan semakin menurun dibanding sebelum dasawarsa delapan-puluhan.
Rahmat Pambudi, pada awal 1996 mulai melontarkan pentingnya istilah pengganti
penyuluhan, dan untuk iitu dia menawarkan penggu-naan istilah transfer teknologi
sebagaimana yang digunakan oleh Lionberger dan Gwin (1982). Pada tahun 1998, Mardikanto
mena-warkan penggunaan istilah edfikasi, yang merupakan akronim dari fungsi-fungsi
penyuluhan yang meliputi: edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi,
pemantauan dan evaluasi. Meskipun tidak ada keinginan untuk mengganti istilah penyuul han,
Margono Slamet pada kesme patan seminar penyuluhan pembangunan (2000) menekankan
esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah mulai lazim
digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada dasawsar 1990-
an. Terkait dengan hal tersebut, dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan diartikan dengan
berbagai pemahaman, seperti:
(1) Penyebar-luasan (informasi)
(2) Penerangan/penjelasan
(3) Pendidikan non-formal (luar-sekolah)
(4) Perubahan perilaku
(5) Rekayasa sosial
(6) Pemasaran inovasi (teknis dan sosial)
(7) Perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan,
dll)
(8) Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
(9) Penguatan komunitas (community strengthening)

1.2 Etika Penyuluhan


Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah “kegiatan penyuluhan” bukan lagi
menjadi kegiatan sukarela, tetapi telah berkembang menjadi “profesi”. Meskipun demikian,
pelaksanaan penyuluhan pertanian belum sungguh-sungguh dilaksanakan secara profesional.
Hal ini terlihat pada:

1) Kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek teknis
budidaya pertanian, sedang aspek manajemen, pendidikan kewirausahaan, dan hak-hak
politik petani relatif tidak tersentuh.
2) Kelambanan transfer inovasi yang dilakukan penyuluh dibanding kecepatan inovasi yang
ditawarkan kepada masyarakat oleh pelaku bisnis, LSM, media-masa dan stakeholder yang
lain.
3) Kebanggaan penyuluh terhadap jabatan fungsional yang disan-dangnya yang lebih rendah
dibanding harapannya untuk mem-peroleh kesempatan menyandang jabatan struktural.
4) Kinerja penyuluh yang lebih mementingkan pengumpulan “credit point” dibanding mutu
layanannya kepada masyarakat
5) Persepsi yang rendah terhadap kinerja penyuluh yang dikemu-kakan oleh masyarakat
petani dan stakeholder yang lain.

Kenyataan-kenyataan seperti itu, sudah lama disadari oleh masyarakat penyuluhan


pertanian di Indonesia, sehingga pada Kongres Penyu-luhan Pertanian ke I pada tahun 1986
disepakati untuk merumuskan “Etika Penyuluhan” yang seharusnya dijadikan acuan perilaku
penyuluh..

Pengertian tentang Etika, senantiasa merujuk kepada tata pergaulan yang khas atau ciri-ciri
perilaku yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengasosiasikan diri, dan dapat
merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan berprestasi bagi kelompok tertentu yang
memilikinya.Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih dekat kepada nilai-nilai moral untuk
membangkitkan kesadaran untuk beriktikad baik dan jika dilupakan atau dilanggar akan
berakibat kepada tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota
kelompok yang lainnya (Muhamad, 1987). Sehubungan dengan itu, Herman Soewardi
mengingatkan bahwa penyuluh harus mampu berperilaku agar masyarakat selalu memberi-kan
dukungan yang tulus ikhlas terhadap kepentingan nasional.

Tentang hal ini, Padmanegara (1987) mengemukakan beberapa perilaku yang perlu
ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh (pertanian), yang meliputi:

1) Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang ber-iman kepada Tuhan Yang
Maha Esa, jujur, dan disiplin.
2) Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan
masyarakatnya, menghormati petani dan keluarga-nya (apapun keadaan dan status sosial
ekonominya), dan meng-hormati sesama penyuluh.
3) Perilaku yang menunjukkan penampilannyaa sebagai penyuluh yang andal, yaitu:
berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk
melaksanakan peker-jaannya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan berkemam- puan
untuk bekerja teratur.
4) Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, daya mental dan semangat kerja yang
tinggi, selalu berusaha mencerdaskaan diri, dan selalu berusaha meningkatkan
kemampuannya

Proses belajar bersama dalam penyuluhan, sebenarnya tidak hanya diartikan sebagai
kegiatan belajar secara insidental untuk memecah-kan masalah yang sedang dihadapi, tetapi
yang lebih penting dari itu adalah penumbuhan dan pengembangan semangat belajar seumur
hidup (long life learning) secara mandiri dan berkelanjutan.

1.3 Metode Perubahan Perilaku


Dalam perkembangannya, pengertian tentang penyuluhan tidak sekadar diartikan sebagai
kegiatan penerangan, yang bersifat searah (one way) dan pasif. Tetapi, penyuluhan adalah
proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun
proses perubahan “perilaku” (behaviour) yang merupakan perwujudan dari: pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara
langsung (berupa: ucapan, tindakan, bahasa-tubuh, dll) maupun tidak langsung (melalui
kinerja dan atau hasil kerjanya). Dengan kata lain, kegiatan penyuluhan tidak berhenti pada
“penyebar-luasan informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan proses
yang dilakukan secara terus- menerus, sekuat-tenaga dan pikiran, memakan waktu dan
melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima manfaat
penyuluhan (beneficiaries) yang menjadi “klien” penyuluhan”.
Sebagai contoh: Pada penyuluhan penggunaan pupuk terhadap tanaman tertentu,, kegiatan
penyuluhan tidak boleh hanya berhenti pada pemberian penerangan atau penjelasan kepada
petani, tetapi harus dilakukan terus-menerus sampai petani tersebut mau menggunakan, bahkan
secara mandiri mau berswadaya untuk membeli pupuk tersebut. Implikasi dari penegertian
perubahan perilaku ini adalah:
(1) Harus diingat bahwa, perubahan perilaku yang diharapkan tidak hanya terbatas pada
masyarakat/klien yang menjadi “sasaran utama” penyuluhan, tetapi penyuluhan harus
mampu mengubah perilaku semua stakeholders pembangunan, terutama aparat pemerintah
selaku pengambil keputusan, pakar, peneliti, pelaku bisnis, aktiivis LSM, tokoh
masyarakat dan stakeholders pemba-ngunan yang lainnya.
(2) Perubahan perilaku yang tejradi, tidak terbatas atau berehnti setelah masyarakat/klien
mangadopsi (menerima, menerapkan, mengikuti) informasi/inovasi yang disampaikan,
tetapi juga ter-masuk untuk selalu siap melakukan perubahan- perubahan terha-dap inovasi
yang sudah diyakininya, manakala ada informasi/ inovasi/kebijakan baru yang lebih
bermanfaat bagi perbaikan kesejahteraannya.
(3) Dari contoh penyuluhan pemupukan di atas, kegiatan penyuluhan tidak berhenti sampai
pada tumbuhnya swadaya masyarakat untuk menggunakan dan membeli pupuk, tetapi juga
kesiapannya untuk menerima “pupuk baru” sebagai pengganti pupuk yang disuluhkan itu.
(4) Perubahan perilaku yang dimaksudkan tidak terbatas pada kesediaanya untuk
menerapkan/menggunakan inovasi yang ditawarkan, tetapi yang lebih penting dari kese-
muanya itu adalah kesediaannya untuk terus belajar sepanjang kehidupannya secara
berkelanjutan (life long education).
1.4 Proses Belajar
Penyuluhan sebagai proses pendidikan atau proses belajar diartikan bahwa, kegiatan
penyebar-luasan informasi dan penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya proses
perubahan perilaku yang dilakukan melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar. Artinya,
perubahan perilaku yang terjadi/dilakukan oleh sasaran tersebut berlangsung melalui proses
belajar. Hal ini penting untuk dipahami, karena perubahan perilaku dapat dilakukan melalui
beragam cara, seperti: pembujukan, pemberian insentif/hadiah, atau bahkan melalui kegiatan-
kegiatan pemaksaan (baik melalui penciptaan kondisi ling-kungan fisik maupun social-
ekonomi, maupun pemaksaan melalui aturan dan ancaman-ancaman).
Berbeda dengan perubahan perilaku yang dilakukan bukan melalui pendidikan , perubahan
perilaku melalui proses belajar biasanya berlangsung lebih lambat, tetapi perubah-annya relatif
lebih kekal. Perubahan seperti itu, baru akan meluntur kembali, manakala ada pengganti atau
sesuatu yang dapat menggantikannya, yang memiliki keunggulan-keung-gulan “baru” yang
diyakininya memiliki manfaat lebih, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi. Lain halnya
dengan perubahan perilaku yang terjadi karena bujukan/hadiah atau pemaksaan, perubahan
tersebut biasanya dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, tetapi lebih cepat pula
meluntur, yaitu jika bujukan/hadiah/pemaksaan tersebut dihentikan, berhenti atau tidak
mampu lagi melanggengkan kegiatannya.
Penyuluhan sebagai proses pendidikan, dalam konsep “akademik” dapat mudah
dimaklumi, tetapi dalam prektek kegiatan, perlu dijelas-kan lebih lanjut. Sebab pendidikan
yang dimaksud di sini tidak ber-langsung vertikal yang lebih bersifat “menggurui” tetapi
merupakan pendidikan orang-dewasa yang berlangsung horizontal dan lateral yang lebih
bersifat “partisipatif”. Dalam kaitan ini, keberhasilan penyuluhan tidak diukur dari seberapa
banyak ajaran yang disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadi proses belajar bresama yang
dialogis, yang mampu menumbuhkan kesadar-an (sikap), pengetahuan, dan ketrampilan
“baru” yang mampu meng-ubah perilaku kelompok-sasarannya ke arah kegiatan dan
kehidupan yang lebih menyejahterakan setiap individu, keluarga, dan masyara-katnya. Jadi,
pendidikan dalam penyuluhan adalah proses belajar bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Adjid, Dudung Abdul. 2001. Membangun Pertanian Modern. Yayasan Pengembangan Sinar
Tani. Jakarta. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.

Campbell, A. Dunstan and St. Clair Barker . 1997. Selecting Appropriate Content And Methods
In Programme Delivery. Food and Agriculture Organization. Rome.

Hornby, A. S. dan Parnwell. 1972. Learner’s Dictionary. Indira. Jakarta.

Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Lionberger, H. F. 1961. Adoption of New Ideas and Practices. The Iowa State University Press.
Iowa.

Margono, Slamet. 1978. Kumpulan Bacaan Penyuluhan Pertanian. IPB. Bogor.

Mardikanto, Totok dan Sri Sutarni. 1993. Petunjuk Penyuluhan Pertanian. Usaha Nasional.
Surabaya.

Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press.
Surakarta.

Martanegara, Achmad B.D. 1993. Hubungan Antara Keefektifan Metode Penyuluhan Dan
Karakteristik Serta Sikap Peternak Terhadap Cara Pemberian Pakan Pada Sapi Perah.
Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Unpad. Bandung.

Mosher. A.T. 1978. An Introduction To Agricultural Extension. New York Agricultural


Development Council. New York.

Rogers. 1971. Communication of Inovation. The Free Press. New York.

Rosida, Dwi Agustiyah. 1991. Analisis Tingkat Adopsi Teknologi Sapta Usaha Peternakan Sapi
Perah Rakyat Di Kabupaten Bogor. Tesis . Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran.
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai