A. Proklamasi Kemerdekaan
1. Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Di akhir tahun 1944, keadaan Jepang pada Perang Pasifik makin terdesak. Perlahan-lahan satu
persatu wilayah kekuasaannya jatuh ke pasukan sekutu. Dalam menghadapi gempuran sekutu,
Jepang mencari dukungan dari bangsa-bangsa yang masih berada di dalam kekuasaannya dengan
memberikan janji kemerdekaan.
Tanggal 7 September 1944, Kuniaki Koiso seorang Perdana Menteri Jenderal Jepang memberikan
janji kepada Indonesia agar dapat berdiri sebagai sebuah negara yang merdeka. Hal ini dilakukan
guna mencari simpati dari rakyat Indonesia.
Untuk membuktikan ucapan tersebut, Jepang memberi ijin kepada Indonesia untuk mengibarkan
bendera Merah Putih di kantor-kantor dengan syarat bendera tersebut harus berdampingan dengan
bendera Jepang.
Jepang juga melakukan beberapa hal agar Indonesia benar-benar mempercayai janji mereka,
seperti :
Membentuk Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945
diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI).
BPUPKI terdiri atas 63 orang, yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.
BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali :
1) Sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia
merdeka. Tokoh-tokoh yang mengemukakan rumusan dasar negara adalah Mr. Moh.
Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno. Gagasan mengenai dasar negara yang dikemukakan
oleh masing-masing tokoh dapat diamati pada tabel berikut ini :
2. Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada pasukan
sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita tentang menyerahnya Jepang diketahui oleh beberapa
tokoh pemuda Sutan Syahrir, wikana, Darwis dan Chaerul Saleh melalui radio BBC. Syahrir
mengusulkan Soekarno – Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Usulan Syahrir tersebut tidak disetujui oleh Soekarno Hatta, mereka berpendapat pelaksanaan
Proklamasi harus melalui PPKI. Alasannya meskipun Jepang telah kalah namun kekuatan
militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
Perbedaan sikap ini mendorong para pemuda untuk membawa Soekarno – Hatta ke luar kota yaitu
Rengasdengklok, letaknya yang terpencil yakni 15 km kearah jalan raya Jakarta – Cirebon.
Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang, juga
agar keduanya mau segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan
dengan Jepang. Walaupun sudah diamankan ke Rengasdengklok, Soekarno – Hatta masih tetap
dengan pendiriannya. Sikap teguh Soekarno – Hatta itu antara lain karena mereka belum percaya
akan berita yang diberikan oleh pemuda serta berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh.
Di Jakarta Achmad Soebardjo yang termasuk tokoh dari golongan tua mengetahui peristiwa
tersebut, ia lantas menemui Wikana, salah satu tokoh pemuda. Pembicaraan pun dilakukan dan
disepakati bahwa kemerdekaan harus segera dideklarasikan di Jakarta.
Selanjutnya, Achmad Soebardjo Bersama dengan Sudiro dan Jusuf Kunto menuju Rengasdengklok
untuk menjemput Soekarno – Hatta dan membawa keduanya Kembali ke Jakarta. Achmad
Soebardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya Jepang kepada sekutu. Mendengar berita itu
Soekarno – Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan RI di Jakarta.
Dengan taruhan nyawa, Achmad Soebardjo menjamin Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan
pada tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa adalah pertempuran yang tejadi antara tentara Indonesia dengan tentara
Inggris. Peristiwa ini terjadi antara 20 Oktober sampai 15 Desember 1945 di Ambarawa,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan tentara sekutu
dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945.
Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Bandung, provinsi
Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar
kediaman mereka sendiri dan kemudian meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah Selatan
Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tantara sekutu yang dapat menggunakan kota
Bandung sebagai markas strategis militer dalam perang kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara sekutu yang
terjadi di Medan, Sumatera Utara. Inggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar
menyerahkan senjata kepada sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Pada tanggal 1
Desember 1945, sekutu memasang papan yang bertuliskan “Fixed Boundaries Medan area” (batas
resmi wilayah Medan) di berbagai pinggiran kota Medan.
Pertempuran Puputan Margarana
Pertempuran Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda
dalam masa perang kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tanggal 20 November 1945.
Pertempuran ini dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Dimana
pasukan TKR di wilayah ini bertempur dengan habis-habisan untuk mengusir pasukan Belanda
yang kembali datang setelah kekalahan Jepang, untuk menguasai kembali wilayahnya yang direbut
Jepang pada Perang Dunia II, mengakibatkan gugurnnya seluruh pasukan termasuk I Gusti Ngurah
Rai yang kemudian dikenang sebagai salah satu Puputan pada era awal kemerdekaan serta
mengakibatkan Belanda sukses mendirikan Negara Indonesia Timur.
Serangan Umum, 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang terjadi pada tanggal 1 Maret 1949 di
Yogyakarta. Serangan ini telah dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM
III dengan mengikutsertakan pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari
Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Serangan ini bertujuan untuk membuktikan kepada
dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih ada dan cukup kuat, dengan
harapan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di
Dewan Keamanan PBB. Perundingan tersebut memiliki tujuan utama untuk mematahkan moral
pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia
(TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawnan. Soeharto pada waktu itu
menjabat sebagai Komandan Brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di
wilayah Yogyakarta.
Selain perjuangan secara fisik, bangsa Indonesia juga melakukan perjuangan lewat jalur diplomasi guna
mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menyelesaikan permasalahan dengan Belanda.
Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dalam bentuk diplomasi ialah sebagai berikut :
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di
Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini menghasilkan
beberapa kesepakatan yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret
1947.
Perundingan Renville
Perundingan Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tanggal
8 Desember 1947-17 Januari 1948 di atas gladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat
netral USS Renville yang berlabuh di Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947
dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia dan Belgia.
Perjanjian ini diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946.
Perjanjian ini berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook.
Perundingan Roem-Royen
Perjanjian Roem-Roijen atau disebut juga perjanjian Roem-Van Roijen adalah sebuah perjanjian
antara Indonesia dengan Belanda. Perjanjian Roem-Royen dimulai pada tanggal 17 April 1949 dan
ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua
delegasi yaitu Mohammad Roem (delegasi dari Indonesia) dan Herman Van Roijen (delegasi dari
Belanda). Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai
kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari tanggal 23 Agustus – 2
November 1949, antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda dan BFO (Bijeenkomst voor
Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan
Indonesia.
Blokade laut
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade ini
menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan milik
Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang
sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan
perekonomian Indonesia.