Anda di halaman 1dari 5

Nama: Fadya Anjani Ramadhita Erison

Nim: 20212076
Islam Ulil Albab
Tugas Warna Warni Isu-Isu Pemikiran Kontemporer di Indonesia dan Respon
Pemikir Muslim Terhadap Isu-Isu Kontemporer.
Tokoh Pemikir Islam di Indonesia yang saya pilih kali ini adalah Nurcholis
Madjid atau yang biasa dipanggil dengan Cak Nur.
Nurcholish Madjid lahir di Jombang, Jawa Timur pada 17 Maret 1939. Ia
berasal dari keluarga yang berlatar belakang budaya pesantren, ayahnya bernama
H. Abdul Majid, lulusan Pesantren Tebuireng dan secara personal mempunyai
hubungan dekat dengan KH. Hasyim Asy’ari, salah seorang pendiri NU. Ibunya
juga berasal dari kalangan NU, adik dari Rais Akbar NU, dari ayah seorang aktivis
Serikat Dagang Islam (SDI) di Kediri, Jawa Timur.
Nurcholish Madjid adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan
Indonesia. Pada masa mudanya sebagai aktivis dan kemudian menjadi Ketua
Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia menjadi satu-satunya tokoh yang
pernah menjabat sebagai Ketua Umum HMI selama dua periode.

1. Pengertian dan Pandangan Demokrasi menurut Nurcholis Madjid (Cak Nur)


Bagi Nurcholish Madjid, demokrasi adalah suatu kategori dinamis. Ia
senantiasa bergerak dan berubah, baik itu ke arah negatif maupun positif.
Suatu negara cukuplah disebut demokratis manakala didalamnya terdapat
proses-proses perkembangan menuju ke arah perkembangan yang lebih baik
dalam melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan. Check lists yang dapat
digunakan untuk mengukur maju mundurnya demokrasi adalah seberapa
jauh kebebasan azasi seperti kebebasan menyatakan pendapat, berserikat dan
berkumpul itu dapat dilaksanakan. Kebebasan azasi itu selanjutnya dapat
dikaitkan dengan berbagai pengalaman di berbagai segi kehidupan, baik
dalam dimensi politik, ekonomi maupun hukum.
Nurcholish Madjid menyatakan demokrasi sebagai proses berisikan
norma-norma yang menjadi pandangan hidup bersama. Menurutnya,
ideologi Demokrsi adalah suatu keharusan karena dilihat secara prinsipil
nilai-nilai demokrasi itu dibenarkan dan didukung oleh semangat ajaran
Islam.
(Referensi: Madjid, Nurcholish. 1999. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi,
Jakarta:Paramadina. hlm.102.
Idris Harahap, Mardian. 2015. “Pandangan Nurcholish Madjid
Tentang Demokrasi” dalam Demokrasi Dalam Pandangan
Nurcholish Madjid Volume III No. III (hlm. 5-9). Medan: E-
Journal Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Huda, Misbahul. 2009. “Analisis Pemikiran Nurcholish Madjid
Tentang Demokrasi”. Skripsi. Fakultas Syari’ah, Jinayah
Siyasah, Institut Agama Islam negeri Walisongo, Semarang.)

2. Pengertian dan Pandangan Mengenai HAM menurut Nurcholis Madjid (Cak


Nur)
Menurut Nurcholis Madjid atau yang biasa dikenal sebagai Cak Nur,
HAM Islamis adalah menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab.
Bila hakikat manusia memiliki hak, dengan kebebasan nuraninya, untuk
bereksperimen melakukan perbuatan baik atau buruk, bertindak benar atau
salah. Karena hak ini pula, manusia akan menerima risiko dan diminta
pertanggung jawabannya.
HAM bagi Cak Nur adalah persamaan, keharusan memelihara jiwa,
harta, dan kehormatan manusia, larangan melakukan penindasan atau
pemerasan terhadap kaum lemah diseluruh aspek kehidupan. HAM adalah
praktik kehidupan Muslim yang saleh, menyongsong dan menelusuri jalan
keselamatan, serta menyandang tantangan-tantangan kenabian. HAM secara
nyataadalah wujud dari aplikasi amar ma’ruf , sekaligus kehendak untuk
ber- nahi munkar
(Referensi: Monib, Mohammad dan Islah Bahrawi. 2011. Islam dan Hak
Asasi Manusia Dalam Pandangan Nurcholish Madjid. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Irawan, Muhammad Bagus. 2012. “Nurcholish Madjid
Memandang HAM”,
https://news.okezone.com/read/2012/04/11/285/609360/nurcholi
sh-madjid-memandang-ham#:~:text=HAM%20adalah
%20wujud%20hak%20prerogatif,buruk%2C%20bertindak
%20benar%20atau%20salah., diakses pada 28 November 2020
pukul 10.59.
Hasnan Bachtiar. 2014. Memikirkan-ulang Khazanah HAM Cak
Nur (Nurcholish Madjid).)

3. Pengertian dan Pandangan Gender menurut Nurcholish Madjid


Sebenarnya, Nurcholish Madjid sendiri jarang bahkan tidak pernah
menuliskan pembahasan khusus terkait masalah Gender dan sebagainya.
Namun, dari sejumlah ide dan pandangannya terasa begitu kuat terhadap
nilai-nilai kesetaraan Gender. Terdapat tiga gagasan Nurkholish Madjid
terkait kesetaraan Gender, yaitu yang pertama Gagasan Mengenai
Persamaan Manusia, kedua Persepektif Tentang Institusi Perkawinan, dan
yang terakhir adalah Pandangan Tentang Jilbab dan Hijab.
Gagasan kesetaraan Gender Nurcholish Madjid dapat diamati melalui
ide persamaan antar sesame manusia yang menurutnya bersumber dari
doktrin tauhid. Nurcholish Madjid berpandangan bahwa tauhid sejatinya
memiliki efek pembebasan diri (self liberation) dan pembebasan social.
Nurcholish Madjid sendiri sanagta konsisten pada gagasan nya
tentang al-musawah atau persamaan di antara manusia, terutama dalam
konteks mewujudkan demokrasi dan penegakaan masyarakat madani.
Menurutnya, sesama manusia tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan
atau keksukuan dan lain-lain adalah sama dalam harkat dan martabat di sisi
Allah. Satu-satunya aspek yang membedekan antara manusia adalah sisi
ketaqwaan nya.
(Referensi: Madjid, Nurcholish. 2005. Doktrin dan Peradaban: Sebuah
Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan
Kemodernan. Jakarta: Paramadinan. Hlm. 87.
Hakim, Lukman dan Mohammad Nasir Omar. 2010. “Sisi
Gender Dalam Pemikiran Islam Liberal Nurcholish Madjid”
dalam SUBSTANTIA Volume 12 No. 12. Kuala Lumpur:
Universiti Kebangsaan Malaysia.)
4. Pengertian dan Pandangan Pluralisme menurut Nurcholish Madjid
Nurcholish memberikan makna “pluralisme” sebagai suatu sistem nilai
yang memberikan pandangan secara positif dan optimis terhadap suatu
kemajemukan, dengan cara menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat baik
berdasarkan kenyataan itu.
Bagi Nurcholish Madjid, pluralisme merupakan sebuah realitas
kehidupan yang harus diterima sebagai bagian dari skenario Allah SWT yang
sudah barang tentu tetap berpedoman pada teks-teks Alquran dan hadis Nabi
secara utuh dan komprehensif. Pluralisme dalam Islam tidak dalam konteks
mengakui dan menerima semua agama sama dan benar, tetapi Islam mengakui
adanya kemajemukan dalam konteks doktrin keagamaan.
Pandangan Nurcholish bersifat teologi inklusif, yang dimana
berpandangan bahwa mengakui keberagaman agama lain dengan saling
menjunjung tinggi setiap perbedaan. Nurcholish meyakinkan bahwa
terdapatnya perbedaan itu tidak berarti kesatuan atau ketunggalan tidak bisa
diwujudkan, meskipun keadaan menjadi satu (being united) tersebut sifatnya
relatif dan tentative.
(Referensi: Setiawan, Johan. 2019. “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang
Pluralisme Agama Dalam Konteks KeIndonesiaan” dalam Jurnal
Pemikiran Islam Volume 5 No. 1. Universitas Negeri Yogyakarta.)

5. Pengertian dan Pandangan Toleransi menurut Nurcholish Madjid


Ketika membahas tentang asa toleransi dan kuruknan antar umat
beragama, Nurcholish Madjid menyatakan bahwa secara tidak langsung kita
telah mengasumsikan tentang adanya kemungkinan bahwa berbagai penganut
agama bertemu dalam suatu landasan bersama.
Nucholish Madjid menyatakan bahwa logika toleransi dan kerukunan
ialah adanya sikap saling menghargai antar umat beragama, yang pada
urutannya menandung logika titik temu, meskipun tentu saja terbatas hanya
pada hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seperti ekspresi-ekspresi simbolik dan
formalistik tentu sulit dipertemukan. Masing-masing agama bahkan kelompok
intern suatu agama tertentu sendiri mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat
esoteric yakni hanya berlaku secara intern agama atau kelompok tersebut.
(Referensi: Gunawan, Hendri. 2015. “Toleransi Beragama Menurut Pandangan
Hamka dan Nurcholish Madjid”. Naskah Publikasi. Fakultas
Agama Islam, Perbandingan Agama, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Madjid, Nurcholish. 2009. Islam Agama Kemanusiaan Membangun
Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina. hlm.
91.)

Anda mungkin juga menyukai