Anda di halaman 1dari 13

HADIS TENTANG DEKMOKRASI, ISLAM DAN INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Kajian Hadis Tematik Kontemporer
Dosen Pengampu : Munirah, S. Th.I, M.Hum

Disusun Oleh:

Ruspan Hamdani

2213130010

Ranto

2213130017

Donita Salsabilla Sis Saputri

2213130040

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


JURUSAN USHULUDIN
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Hadis Tentang Demokrasi, Islam Dan Indonesia” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas permata kuliah
kajian hadits tematik kontemporer.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Munirah, S. Th.I, M.Hum , selaku dosen pada
mata kuliah kajian hadits tematik kontemporer yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami. Semoga ilmu yang kami dapatkan bisa
menjadi ilmu yang bermanfaat.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaa makalah ini.

Palangkaraya, 28 Agustus 2023

penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah sebuah agama dengan orientasi rahmatan lil’alamin
yang mengusung salah satu misinya untuk menginternalisasikan moral dan
akhlak, baik dalam diri pribadi pengikutnya maupun di dalam tatanan
kehidupan sosial. Selian itu, islam juga hadir untuk memelihara kondusifitas
antara sesama ummat manusia serta menjaga terciptanya perdamaian,
keamanan dan kesejahteraan alam semesta ini. Tidak sampai disitu, islam
juga hadir sebagai agama yang mengajarkan nilai-nilai perdamaian,
toleransi, keterbukaan, kebersamaan, demokratis, jujur, adil, seimbang
antara urusan dunia dan akhirat dan memiliki kepekaan terhadap
masalahmasalah sosial kemasyarakatan. 1
Dan untuk mengimplementasikan semua misi agung itu, maka umat
islam kemudian dibekali dengan seperangkat pegangan hidup yang berperan
sebagai kompas penunjuk arah, sekaligus menjadi kiblat untuk dijadikan
tempat rujukan. Adapun seperangkat pegangan hidup ummat islam tersebut
adalah Al-Qur’an dan hadits. Al-Qur’an merupakan kitab suci dan sumber
ajaran islam yang pertama dan utama. Apabila dilakukan telaah secara
seksama maka akan ditemukan esensi dari Al-Qur’an yang mengandung
keunikankeunikan makna yang tidak akan pernah habis untuk dikaji dan
akan didapati isyarat makna yang sangat luas dan tidak terbatas.2

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat penulis dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apa yang di maksud demokrasi
2. Bagaimana demokrasi dalam pandangan islam

1
Asep Maulana Rohimat, Metodologi Studi Islam Memahami Islam Rahmatan Lil’alamin (Yogyakarta:
Media aksara, 2018), h. 11.
2
M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Ummat (Bandung:
Mizan, 1997), h. 6.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi
Menurut Alwi dalam KBBI, demokrasi berarti 1. bentuk atau
sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah
dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; 2. Gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban
serta perlakuan yang sama bagi warga negara.3
Secara etimologi istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos‛
berarti rakyat dan ‚kratos/ kratein‛ berarti kekuasaan. Konsep dasar
demokrasi berarti ‚rakyat berkuasa‛ (government of rule by the people)
Ada juga yang mengartikan demokrasi dengan arti singkat adalah
pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat
Namun demikian penerapan demokrasi di berbagai negara negara di
dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing masing yang lazimnya
sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu
Negara. Dalam Kamus Umum Indonesia –Prancis kata demkorasi
disebut sebagai democratie4 atau democratique yang berarti negara
demokrasi.5
Demokrasi merupakan kata yang sangat populer dikalangan
masyarakat, hampir seluruh lapisan masyarakat mengenal dan
memahami dengan baik makna demokrasi. Demokrasi sangat erat
3
Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 249
4
Pierre Labrousse, Indonesia Prancis Kamus Umum. Cetakan keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003), h.184.
5
Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Edisi Pertama (Yogyakarta:
Paradigma, 2007), hlm. 55.
hubungannya dengan masyarakat. Demokrasi mempunyai arti penting
bagi masyarakat, karena dengan demokrasi hak-hak untuk
menyampaikan pendapat dan berpartisipasi aktif dalam pemerintahan
negara mendapat jaminan dan perlindungan dari negara. Demokrasi
adalah salah satu terminologi yang digunakan oleh beberapa negara
termasuk negara yang berpenduduk muslim salah satunya adalah
Indonesia. Demokrasi merupakan bagian dari sistem politik dan
pemerintahan yang dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat,
atau suatu doktrin yang mengakui bahwa rakyat dalam suatu sistem
pemerintahan negara dipercaya memiliki kapasitas untuk memimpin
masyarakat.
Demokrasi adalah salah satu konsep yang berasal dari Barat.
Demokrasi baru masuk dalam khazanah pemikiran Islam pada paruh
abad ke19 karena dianggap mempunyai nilai-nilai baik bagi kehidupan
dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Pada permulaan abad ke
20 para pemikir Islam membicarakan dan mengkaji hubungan Islam dan
demokrasi. Mereka menganggap bahwa demokrasi memiliki nilai
positif. Oleh karena itu, mereka berusaha mencari padanan kata
demokrasi dalam ajaran-ajaran Islam, lalu ditemukanlah istilah syura.
Syura merupakan salah satu ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad,
kemudian dipraktekkan dalam Islam dalam kehidupan sehari-hari itu.
Karena itu Islam diidentikkan dengan kata syura, sedangkan kalangan
Barat lebih akrab dengan kata demokrasi6.
Dalam kajian pemikiran politik Islam, persoalan Islam dan
demokrasi adalah persoalan yang tidak pernah selesai dibahas dan selalu
menjadi perdebatan yang tidak mempunyai titik temu dikalangan para
pemikir dan para pakar ilmu politik. Mereka mengkaji secara serius
permasalahan Islam dan demokrasi. Ada tiga alasan penting yang
membuat masalah hubungan Islam dan demokrasi menjadi hal yang
tidak pernah kunjung usai untuk dibahas dan selalu menjadi perhatian
yang serius.

6
Idris Thaha, “Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurkholish Madjid dan M. Amin Rais, (Jakarta:
Teraju, 2005), h. 7.
Pertama, dilihat dari sumber atau rujukan pembahasan ini sangat
banyak dan beragam. Islam mempunyai pengalaman historis yang cukup
panjang selama lima belas abad yang dimulai dari praktek Nabi di
Madinah hingga era sekarang, sehingga penulisan tentang Islam dan
demokrasi menjadi sangat variatif dan banyak.
Kedua, pembahasan tentang Islam dan demokrasi bersifat
kompleks. Sehingga para peneliti mencoba menjelaskan permasalahan
tersebut dengan pendekatan yang bersifat spesifik agar tidak terjebak
dalam reduksionisme dan cenderung menyederhanakan masalah yang
sebenarnya rumit dan kompleks.
Ketiga, adanya pandangan yang bersifat ideologis dari berbagai
kalangan atau kelompok tertentu dalam masyarakat Muslim, sehingga
permasalahan Islam dan demokrasi dilihat dari kerangka ideologis
tertentu dalam hal ini Islam, yang menjadikan masalah tersebut tidak
pernah kunjung selesai untuk dibahas dan selalu menjadi permasalahan
yang bersifat aktual dan menarik sepanjang masa.7

B. Demokrasi Dalam Pandangan Islam


Menurut Al-Maududi, beliau secara tegas menolak demokrasi.
Menurut nya Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan
kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal, demokrasi
adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat
terhadap agama sehingga cendrung sekuler. Karenanya Al-Maududi
mengganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang
bersifat syirik. Menurutnya Islam menganut paham teokrasi
(berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan
di Barat pada abad pertengahan yang telah memberikan kekuasaan tak
terbatas pada para pendeta.8 Selanjutnya prinsip Demokrasi menurut
Sadek J. Sulayman, dalam demokrasi terdapat sejumlah prinsip yang
menjadi standar baku di antaranya:

7
S ukron Kamil, “Pemikran Politik Islam Tematik: Agama dan Negara, Demokrasi Civil Society,
Syariah , Ham, Fundamentalime Anti Korupsi”, ( Jakarta: Kencana, 2013), h. 94-95.
8
Idris Thaha, Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholis Madjid dan Amien Rais, ,( Bandung:
Mizan Publika, 2005), h. 24.
1) Kebebasan berbicara setiap warga Negara.9
2) Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang
berkuasa layak didukung kembali atau harus diganti
3) Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan
kontrol minoritas
4) Peranan partai politik yang sangat penting sebagai wadah
aspirasi politik rakyat
5) Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
6) Supremasi Hukum (semua harus tunduk pada hukum)
Kritikan terhadap demokrasi yang berkembang juga dikatakan
oleh intelektual Pakistan ternama yaitu M.Iqbal, menurut beliau
sejalan dengan kemenangan sekularisme atas nama demokrasi modern
menjadi kehilangan sisi spritualnya sehingga jauh dari etika.
Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat oleh rakyat untuk
rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah
satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan
dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya
menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat
yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal
menawarkan sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh
etik dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan
demokrasi an sich, melainkan prakteknya yang berkembang di Barat.10
Menurut Al-Qur’an dan Hadits terdapat dalam Q.S. Ali ‘Imran
ayat 159 yang berbunyi ;

ۖ ‫َفِبَم ا َر ْح َم ٍة ِّم َن ِهّٰللا ِلْنَت َلُهْم ۚ َو َلْو ُكْنَت َفًّظا َغ ِلْيَظ اْلَقْلِب اَل ْنَفُّض ْو ا ِم ْن َح ْو ِلَك‬
‫َفاْعُف َع ْنُهْم َو اْسَتْغ ِفْر َلُهْم َو َش اِوْر ُهْم ِفى اَاْلْم ِۚر َفِاَذ ا َع َز ْم َت َفَتَو َّك ْل َع َلى ِهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا‬
‫ُيِح ُّب اْلُم َتَو ِّك ِلْيَن‬
Artinya: Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.
9
Jaih Mubarok, Fiqh Siyasah, StudiTentang Ijtihad dan Fatwa Politik di Indonesia, (Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2005), h. 50.
10
Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi, Telaah Konseptual dan Historis, (Jakarta: Gaya Media
Pratama,2002), h. 49.
Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal.

Mengacu beberapa tafsir sebelumnya, dapat diketahui bahwa


terdapat nilai-nilai demokrasi dari QS. Ali ‘Imran ayat 159.
Musyawarah adalah satu jalan yang diperintahkan dalam Islam. Sebab,
musyawarah adalah mempunyai keuta- maan. Menurut al-Ḍaḥḥāk
seperti dikutip oleh al-Māwardī menyatakan bahwa ayat tersebut
bermakna perintah bermusyawarah bagi siapa yang mengetahui karena
memiliki keutamaan. Dalam kutipan yang sama, Qatādah berpendapat
bahwa makna ayat tersebut berkenaan dengan perintah agar melakukan
musyawarah, sebab di dalamnya memiliki kebaikan.11 Dalam
pengertian yang lebih luas, nilai demokrasi yang dibangun dalamQ Ali
‘Imran ayat 159 yaitu Islam menetapkan adanya hak orang lain dalam
memutuskan sesuatu, termasuk di dalamnya hak untuk memilih
penguasa yang menjadi pemimpinya. Selain itu, Nabi Muhammad
Saw. dalam hal ini merupakan suri pimpinan memiliki nilai plus yang
menghormati pendapat umat pada masa itu. Nilai demokrasi inilah
yang tampak tersirat dalam kandungan ayat tersebut. Al-Syawi
menyebutkan konsep syura syūrā memiliki prinsip salah satunya
prinsip bagi hak ummat dalam menentukan nasibnya dan penguasanya,
selain itu penguasa menghormati keputusan rakyatnya. 12Keterangan
tersebut juga mengandung pengertian bahwa dalam urusan
kepemimpinan, maka pihak yang dipilih haruslah orang yang memiliki
keahlian dalam memimpin. Dalam hal ini, Rasulullah Saw. pernah
menyatakan bahwa amanah harus diberikan kepada orang yang mampu
untuk menjalankannya, orang yang ahli, dan orang mampu

11
Ḥabīb al-Māwardī, al-Nukat wa al-‘Uyūn Tafsīr al-Māwardī, Juz 1, (Bairut: Dār al- Kutb
al-‘Ilmiyyah, tt), h. 433.
12
Taufiq Muhammad al-Syawi, Fiqh al-Syura wa al-Istisyarah, (terj: Djamaluddin), (Jakarta: Gema
Insani Press, 2013), h. 151-152.
mempertanggung jawabkan amanah tersebut. Sebagaimana disebutkan
dalam riwayat Bukhari dari Muhammad bin Sinan sebagai berikut:

‫ا ُمَحَّمد بن ِس َناٍن َقاَل َح َّد َلَنا َفَليْح ح و َح َّد َثِني ِإْب َر اِهيُم ْبن اْل ُمْن ِذ ِر َقاَل َح َّد َثَنا محمد بن مليح قال‬
‫حعدني أبي قال عدتني هالل بن علي َع ْن َع َط اِء ْبِن َيَساٍر َع ْن ؟ ن أبي هزيَر َة َقاَل َبْيَنَما الَّنِبُّي‬
‫َص َّل ى ُهللا َع َلْيِه َو َسَّل َم في مجلس ُيَح ِّد ُث اْل َقْو َم َج اَءُه َأ ْع َر اِبٌّي َفَقاَل َمى الَّساَع ُة َفَمَض ى َر ُسوُل هللا‬
‫صلى هللا عليه وسلم ُيَح ِّد ُث َفَقاَل َبْعُض اْل َقْو ِم َسِمَع َما َص َّل ى ُهَّللا َع َلْيِه َو َسَّل َم َقاَل َفكرة َما َقاَل‬
‫َو َقاَل َبْعُضُهْم َبْل ُث َّم َيْس َمْع َح َّتى ِإَذ ا َقَض ى َحِديَثُه َقاَل َأ ْيَن َأ َر اُه الَّساِئُل َعن الَّساَع ِة َقاَل َها َأ نا َيا‬
‫َر ُسوَل هللا قال فإذا ضبَع ت اَأل َماَنة َفاْن َتِظ ُر الَّساَع َة قال كيف إَض اَع ُتَها َقاَل ِإَذ ا ُوَد اَأْل ْم ُر إَلى‬
‫"َغْي ِر َأ ْه ِلِه َفانَتِظ ُر الَّساَع َة‬

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan berkata, telah


menceritakan kepada kami Fulaih. Dan telah diriwayatkan pula hadits
serupa dari jalan lain, yaitu Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin
Al Mundzir berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Fulaih berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku berkata, telah
menceritakan kepadaku Hilal bin Ali dari Atho' bin Yasar dari Abu
Hurairah berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada
dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah
seorang Arab Badui lalu bertanya: "Kapan datangnya hari kiamat?"
Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap melanjutkan
pembicaraannya. Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata;
"beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa
yang dikatakannya itu, " dan ada pula sebagian yang mengatakan;
"bahwa beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga akhirnya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan pembicaraannya, seraya
berkata: "Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang
itu berkata: "saya wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah
terjadinya kiamat". Orang itu bertanya: "Bagaimana hilangnya amanat
itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Jika urusan
diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya
kiamat. (HR. Bukhari).13

Menurut Sayyid Quthb, terdapat empat isi kandungan QS. Āli


‘Imrān ayat 159, yaitu:

1. Dalam menghadapi semua masalah harus dengan lemah lembut


melalui jalur musyawarah untuk mufakat, tidak boleh dengan hati
yang kasar dan perilaku kekerasan.
2. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam
menyelesaikan setiap urusan.
3. Apabila telah dicapai suatu kesepakatan, maka semua pihak
harus menerima dan bertawakal (menyerahkan diri dan segala
urusan) kepada Allah.
4. Allah mencintai hamba-hambanya yang bertawakkal.14

Intinya, ayat tersebut menetapkan cara pengambilan keputusan


dilakukan dengna jalan musyawarah, sementara hasil musyawarah
tersebut harus diikuti dan menerimanya. Jadi, nilai-nilai demokrasi
yang dikandung QS. Ali ‘Imran ayat 159 yaitu pemimpin harus
menghargai pendapat rakyatnya, pemilihan pemimpin adalah salah satu
hak manusia secara umum, dan keharusan adanya melakukan
musyawarah.

C. Deskripsi Tentang Demokrasi

Keterangan Alquranyang cukup representatif dan relevan


menunjukkan makna demokrasi yaitu syura. Oleh karenanya, deskripsi
Al-Quran tentang demokrasi dalam konteks bahasan ini sejatinya
diarahkan pada istilah tersebut. Sebab, kata syura dan demokrasi
bermaksud musyawarah, dan makna ini identik dengan makna sistem

13
Imām al-Ḥāfiẓ Abī ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismā’īl al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, (Riyadh: Bait al-
Afkār al-Dauliyyah Linnasyr, 1998), h. 1018.
14
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zilal al-Quran, terj: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, jilid 4, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2003). 172.
demokrasi yang di dalamnya ada praktik musyawarah dari manusia
untuk menentukan satu pilihan tertentu atas sebuah masalah. Di antara
Abu Bakr Ibn al-‘Araby mendefenisikannya dengan berkumpul untuk
meminta pendapat dalam suatu permasalahan di mana peserta syura
saling mengeluarkan pendapat.15 Selain itu, alasan difokuskan pada
telaah syura sebagai representasi dari kata demokrasi dengan sebab
konsep demokrasi Islam yang dipahami selama ini adalah dari gagasan
konsep syura itu sendiri.

Apabila ditelusuri, kata syūrā merupakan sebuah nama surat


dalam, yaitu surat ‫ الشورى‬artinya musyawarah. Kata ini pada asalnya
diambil dari kata dasar ‫ َ شور‬dengan bentuk fi’il madi (kata kerja
lampau) yaitu ‫شار‬. Sementara lanjutan i’rab atau variatif kata tersebut
yaitu

٫‫ ومش¸¸ارة‬٫‫ وشيارة‬٫‫ وشيارا‬٫‫ يش¸¸ور‬٫‫شورا‬. Artinya bermusyawarah, atau


mengembalikan satu pendapat kepada musyawarah. 16 Kata tersebut
memiliki devirasi bentuk lainnya seperti ‫ شاور‬dan ‫تش¸¸اور‬, maknanya
sama yaitu musyawarah. Al-Quran menggunakan tiga istilah untuk
makna musyawarah, ditemukan dalam tiga ayat, masing-masing yaitu
QS. Al-Baqarah ayat 233 dengan lafadz yang digunakan yaitu ‫وتشاور‬,
kemudian QS. Ali Imran ayat 159 lafadz yang digunakan yaitu ‫وشاورهم‬,
dan QS. As-Syura ayat 38 dengan lafadz yang digunakan yaitu ‫ج‬.‫شورى‬.
Terkait dengan deskripsi Al-Quran tentang demokrasi, maka
pembahasan-pembahasannya di arahkan pada tiga ayat tersebut.

a. Tafsir lafadz ‫وتشاور‬

Kata ‫ وتش¸¸¸¸اور‬pada ayat tersebut berkenaan dengan


perundingan atau musyawarah antara suami dan istri dalam
memutuskan apakah anak akan dirawat oleh ayah atau ibunya
sebelum habis masa dua tahun penyusuan. Salah satu orang tua
anak tidak boleh berpendapat sepihak tanpa lebih dulu melakukan

15
Abu Bakr Ibn al-‘Arāby, Aḥkām al-Qur’an, Vol. I, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmyah,1998), 297.
16
Ibn Manẓūr al-Anṣārī, Lisān al-‘Arb, Juz 6, (Kuwait: Dār al-Nawādir, 2010), hlm. 103.
perundingan antara keduanya.17 Menurut al-Qurtubi, kata ‫وتشاور‬
pada ayat tersebut bermakna istikhraj al-ra’yi, yaitu mengeluarkan
pendapat dan demikian pula makna musyawarah. Makna lainnya
yaitu sesuatu yang menjadi isi rumah yang tampak keluar. 18
Maksudnya bahwa sesuatu yang ada di dalam akan tampak keluar.
Hal ini sama artinya mengeluarkan pendapat atau pikiran yang
sebelumnya terpendam. Oleh karna itu, makna ‫ وتش¸¸اور‬pada ayat
tersebut yaitu melakukan musyawarah dengan jalan suami dan istri
mengeluarkan pendapat tentang anak, apakah ia dirawat/diasuh
sebelum masa menyusui atau tidak, jalan inilah yang dianggap
maslahah, baik dan bermanfaat bagi anak.

b. Kandungan ayat tentang nilai-nilai demokrasi

17
Imad Zaki al-Barudi, Tafsir al-Qur’an..., hlm. 202-203.
18
Aḥmad bin Abī Bakr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ al-Aḥkām al-Qur’ān, Juz 4, (Bairut: Mu’assasah al-Risālah, 2006),
hlm. 123.

Anda mungkin juga menyukai