Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Eksistensi organisasi negara sangat diperlukan oleh masyarakat sehingga

kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan dilindungi. Namun demikian,

kekuasaan negara yang berada pada suatu tangan dapat menyebabkan

penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena itu harus dibatasi.

Pembatasan kekuasaan dilakukan agar keadilan dan kesejahteraan rakyat yang

menjadi cita-cita suatu negara dapat diwujudkan. Untuk membatasi kekuasaan

negara diperlukan konstitusi.

Menurut KBBI, konstitusi adalah “segala ketentuan tentang ketatanegaraan

atau undang-undang dasar suatu negara”.1 Konstitusi adalah hukum dasar yang

dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.2 Konstitusi yang

merupakan hukum dasar (the fundamental law) dan hukum tertinggi (the hihgher

law) menjadi pegangan bagi penyelenggara negara dalam menyelenggarakan

pemerintahan. Konstitusi mempunyai fungsi khusus yaitu menentukan dan

membatasi kekuasaan negara, serta menjamin dan melindungi hak-hak warga

negara dan hak asasi manusia. Dengan batasan yang tegas, diharapkan penguasa

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, https://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada
sabtu, 26 Maret 2022 Pukul 22.10 WITA.

2
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 35.

1
2

tidak mudah memanipulasi konstitusi untuk kepentingan kekuasaannya sehingga

hak-hak warga negara terlindungi.3

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah bagian dari hukum dasar

yang bersifat fundamental. Negara serta penyelenggaraan kekuasaan harus diatur

di dalam Undang-Undang Dasar sebagai hukum teritinggi (the hihgher law).

Melalui UUD ini kemudian diturunkan berbagai jenis peraturan yang digunakan

sebagai instrumen dalam menyelenggarakan kekuasaan negara berdasarkan

hukum.4

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara

Indonesia adalah negara hukum, mengandung pengertian bahwa segala tatanan

kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas

hukum. Sehingga semua pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang ada

merujuk pada peraturan yang berada diatasnya dan tersusun secara hierarki.

Berdasarkan pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 Jo UU Nomor 15 Tahun

2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarki

perundangan-undangan Republik Indonesia sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

3
Dahlan Thaib dkk, Teori Hukum dan Konstitusi, (Jakarta: RajaGafindo Persada, 1999), hal
19.

4
Widodo Ekatjahjana,NEGARA HUKUM, KONSTITUSI, DAN DEMOKRASI:
DINAMIKA DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA (Jember: Jember University Press, 2015) hal. 61.
3

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dilihat dari pembagian susunan hierarki peraturan perundang-undangan di

atas, dapat disimpulkan bahwa suatu kebijakan yang telah diputuskan harus

mempunyai landasan hukum, sehingga setiap pemberlakuan peraturan perundang-

undangan tersebut merujuk pada peraturan yang ada diatasnya.

Perlu diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan sebuah Negara

Kesatuan berbentuk republik yang menerapkan asas otonomi,5 sebagaimana bunyi

pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

disbutkan bahwa: “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, daerah kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan,” Untuk menjalankan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tersebut, lalu dibuat lah Undang-Undang RI

Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah “

Hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengaatur dan mengurus

diri sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan perundang-undangan.” Sebab otonomi daerah ini berlaku di dalam Negara

kesatuan hingga pada praktiknya melaksanakan asas desentralisasi.6

5
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah (Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global), (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2007), hal. 1

6
Ahmadi Hasan, Politik Hukum Indonesia, (Magelang: PKMB ‘Ngudi Ilmu”, 2013), hal.
138.
4

Salah Satu urusan pemerintah daerah yang merupakan urusan pemerintah

wajib, yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar ialah pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak.7 Sebagai halnya yang diatur pada Pasal 20

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua

atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

perlindungan anak. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin,

yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun.

Hal demikian sejalan dengan ajaran agama islam. Keberpihakan islam

terhadap upaya perlindungan anak, benar-benar menjadi skala prioritas.

Perlindungan terhadap anak telah diajarkan sejak dini, yaitu dengan cara

memberikan hak hidup terhadap janin yang ada didalam perut sang ibu sebelum

dilahirkan. Hal ini tergambar dalam firman Allah Swt. Q.s. al-An’am ayat 140:

ِ ِ َّ ِ
ُ‫َأو اَل َد ُه ْم َس َف ًه ا بِ غَ ْي ِر ع ْل ٍم َو َح َّر ُم وا َم ا َر َز َق ُه ُم اللَّ ه‬
ْ ‫ين َق َت لُ وا‬
َ ‫قَ ْد َخ س َر ال ذ‬

ِ َ ‫اء َع لَ ى اللَّ ِه ۚ قَ ْد‬ ِ


َ ‫ض لُّ وا َو َم ا َك انُ وا ُم ْه تَ د‬
‫ين‬ ً ‫افْ ت َر‬

Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena

kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah

telah rezeki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap

Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.8
7
Pasal 12 (b) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

8
https://tafsirq.com/6-Al-An%27am/ayat-140 diakses pada tgl 30 Maret 2022 jam 10.50
WITA.
5

Secara tegas islam telah memberikan petunjuk kepada umatnya untuk

memberikan perlindungan terhadap anak-anak. Semua anak mendapat porsi dan

hak yang sama untuk dilindungi demi perkembangan dan pertumbuhan anak

secara wajar, baik dari segi fisik maupun mental dan sosialnya.

Tingkat kekerasan pada anak di Kabupaten Tanah Laut dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, dari data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga

Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) di

Kabupaten Tanah Laut , Kasus kekerasan pada anak pada tahun 2016 terdapat 53

kasus dan ditahun 2017 meningkat menjadi 62 kasus.9Adapun tindak kekerasan

yang terjadi yaitu, pelecehan seksual, pencurian, keterlibatan narkotika,

pencabulan, penganiayaan oleh orang tua, perebutan hak asuh, pemerkosaan anak

dan asusila anak. Lebih lanjut Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga

Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A)

Kabupaten Tanah Laut, Wiyanti Melansari mengatakan, angka kasus kekerasan

terhadap anak mengalami penurunan di tahun 2021 disebabkan oleh kondisi

pandemi.10 “Kalau tahun kemarin kita sampai 30 kasus, bahkan hampir setiap

minggu kita ada menghadapi kasus. Kalau ini alhamdulillah jarang, tahun ini

menurun,” ujar Melansari, saat ditemui Diskominfo Tanah Laut, Senin (2/8).

Meskipun mengalami penurunan, Melansari mengatakan Pandemi COVID-19

memunculkan model kekerasan baru pada kekerasan seksual anak, yang mana

pelaku kekerasan kebanyakan berasal dari orang terdekat.

9
https://talanews.co.id diakses pada tanggal Selasa 5 April 2022 jam 10.00 WITA.

10
https://kalsel.antarnews.com diakses pada tanggal Senin 11 April 2022 jam 22.00 WITA.
6

Berikut merupakan catatan kekerasan terhadap anak yang terjadi

dikabupaten tanah laut

No. Indikator 2017 201 2019 2020 2021 2022 bulan Januari-

8 Oktober

1. Jumlah korban 44 14 4 6 2

anak laki-laki

2. Jumlah korban 57 39 19 16 16

anak

perempuan

Total 101 53 23 22 18 33

Sumber data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tanah Laut

Dari data menunjukkan kasus kekerasan anak diangka yang tinggi. Maka

perlu adanya dukungan dari seluruh masyarakat upaya untuk melindungi anak,

agar terwujudnya kondisi anak yang sejahtera, mandiri, dan berkualitas.

Perwujudan generasi muda yang berkualitas berimplikasi pada perlunya

pemberian perlindungan khusus pada anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya,

sehingga anak-anak bebas berinteraksi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
7

berpatisipasi secara wajar dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Maka sesuai bunyi Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut No. 3

Tahun 2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak, menjelaskan bahwa

Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak Anak agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan serta kekerasan, diskriminasi demi terwujudnya

Anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Berdasrkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun

2020 tentang Penyelenggara Perlindungan Anak)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang menjadi latar belakang masalah penulisan ini,

maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor

03 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Perlindungan Anak ?

2. Bagaimana kendala-kendala yang dialami dalam mengimplementasi

Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020 tentang

Penyelenggara Perlindungan anak?


8

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah penerapan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun

2020 tentang Penyelenggara Perlindungan Anak di Kabupaten Tanah Laut

sudah terlaksanakan.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami dalam

mengimplementasi Perda Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020

tentang Penyelenggara Perlindungan Anak?

D. Signifikan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu dapat memberikan manfaat antara lain

sebagai berikut:

1. Secara teoritis (keilmuan) dapat memperkaya dan menambah referensi

dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum positif pada umumnya dan

pengetahuan hukum tata negara yang berhubungan dengan tugas dan

tanggung jawab pemerintah pada Perda Kabupaten Tanah Laut Nomor 3

Tahun 2020 tentang penyelenggara Perlindungan Anak.

2. Secara akademis dapat memberikan masukan bagi peneliti lainnya yang

akan melakukan penelitian, khususnya bagi yang tertarik dengan

permasalahan Implementasi Peraturan Daerah Tentang Penyelenggara

Perlindungan Anak.

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan dalam rangka

memperkaya khazanah pengembangan serta penalaran pengetahuan bagi


9

perpustakaan Fakultas Syariah khusunya dan perpustakaan UIN Antasari

Banjarmasin.

E. Definisi Operasional

1. Implementasi adalah Pelaksanaan, Penerapan.11 Implementasi yang

peneliti dimaksud disini adalah terkhusus hanya untuk Implementasi Perda

Kabupaten Tanah Laut Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penyelenggara

Perlindungan Anak.

2. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota yang dimaksud selanjutnya adalah

Perda, menurut UU RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan undang-undang yang

dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota dengan

persetujuan bersama Bupati/Walikota.

3. Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang

dan Anak berpatisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.12 Perlindungan anak yang penulis maksud disini adalah

sebagaimana amanat UUD 1945 “setiap anak berhak atas perlindungan

hidup, tumbuh kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.”

11
Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Surabaya: Appolo,1997), hal. 279

12
Pasal 1 Ayat (6) Perda Kabupaten Tanah Laut Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Penyelenggara Perlindungan Anak
10

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 3 Tahun

2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak yang penulis maksud disini

adalah bagaimana pelaksanaan yang dibuat Oleh DPRD bersama Bupati Tanah

Laut Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak di kabupaten Tanah Laut agar

Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Laut bertanggung

jawab terhadap Penyelenggara Perlindungan Anak dan setiap anak mendapatkan

hak-haknya.

F. Kajian Pustaka

Sebelumnya telah dilakukan beberapa penelusuran penelitian orang lain

yang juga mengangkat permasalahan tentang Implementasi Perda Tentang

Penyelenggara Perlindungan Anak ataupun yang berkaitan dengan Perlindungan

Anak, penulis mendapatkan beberapa judul karya ilmiah yang hampir mirip

dengan penulis.

1. Zidan, NIM 1301130102, Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah

Syariyyah), Fakultas Syariah , UIN Antasari Banjarmasin). Dengan judul

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun

2014 Tentang Perlindungan Anak”13, Persamaan antara penulis dengan

peneliti terletak pada jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan

implementasi Peraturan Daerah yang membahas Perlindungan Anak.

Adapun perbedaan nya Peneliti membahas mengenai Implementasi

13
Zidan, “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak”, (Skripsi Diterbitkan, Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah), Fakultas Syariah,
UIN Antasari Banjarmasin, Banjarmasin, 2019)
11

Perlindungan Anak di kota Banjarmasin yang terdapat dalam Peraturan

Daerah Nomor 17 Tahun 2014 tentang perlindungan anak sedangkan

penulis mengangkat judul Implementasi Peraturan Daerah Nomor 03

Tahun 2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak di Kabupaten

Tanah Laut.

2. AL APID, NPM 1521020007, Jurusan Siyasah Syar’iyyah, Fakultas

Syariah, UIN Raden Intan Lampung). Dengan judul “Efektivitas

Implementasi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor

02 Tahun 2016 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak Perspektif

Fiqh Siyasah dan Hukum Positif di Indonesia”14, Persamaan antara penulis

dengan peneliti terletak pada jenis penelitian yaitu sama-sama

menggunakan implementasi Peraturan Daerah yang membahas

Perlindungan Anak. Adapun perbedaan nya Peneliti membahas mengenai

Implementasi Perlindungan Anak di kota Bengkulu yang terdapat dalam

Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2016 tentang perlindungan anak

sedangkan penulis mengangkat judul Implementasi Peraturan Daerah

Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak di

Kabupaten Tanah Laut.

3. Widia Astuti, NIM 15011131104, Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah

Syariyyah), Fakultas Syariah, UIN Antasari Banjarmasin). Dengan judul

“Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tabalong Nomor 07 Tahun


14
APID, AL. EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA
BANDAR LAMPUNG NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
PERLINDUNGAN ANAK PERSPEKTIF FIQH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF DI
INDONESIA (Studi Pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kota Bandar
Lampung). Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2019
12

2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet” 15, Persamaan antara penulis

dan peneliti terletak pada jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan

implementasi peraturan daerah, adapun perbedaannya yang terletak pada

wilayah perda dan pokok masalahnya, peneliti membahas tentang pajak

sarang walet sedangkan penulis membahas tentang penyelenggara

perlindungan anak.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang telah

dilakukan, maka disusunlah suatu sisitematika penulisan yang berisi informasi

mengenai materi atau hal yang dibahas dengan tiap-tiap bab. Adapun sistematika

penulisan penelitiannya adalah sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang masalah yang

menerangkan alasan untuk memilih judul atau gambaran permasalahan yang

diteliti. Permasalahan yang telah tergambarkan akan dirumuskan berupa rumusan

masalah. Selanjutnya setelah rumusan masalah itu ada, tentu ada tujuan yang ingin

dicapai penulis dalam penelitian ini, dan dilanjutkan dengan definisi operasional

yang mana ini untuk memahami serta memudahkan maksud dari permasalahan

yang diteliti. Kemudian signifikasi penelitian ini bertujuan menyatakan kegunaan

hasil penelitian setelah selesai. Tinjauan pustaka disediakan sebagai bahan

informasi adanya tulisan atau penelitian dari aspek lainnya yang mempunyai

persamaan dan perbedaan dengan penelitian lain yang akan dilakukan penulis.

15
Astuti, Widia. "Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tabalong Nomor 07 Tahun
2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet." (2019)
13

Sedangkan sistematika penulisan diaplikasikan untuk mempermudah mengetahui

susunan dari skripsi ini.

Bab kedua. Berisikan Teori, yang memuat tentang Teori Implementasi,

Hierarki Peraturan Perundang-undangan, Anak, Perlindungan Anak. Pada bagian

ini berisikan ketentuan mengenai Implementasi Perda Nomor 03 Tahun 2020

tentang Penyelenggara Perlindungan Anak di Kabupaten Tanah Laut.

Bab ketiga. Metode penelitian , yang berisikan jenis dan pendekatan

penelitian , data dan sumber data yang berisi tentang data apa saja yang akan

diperlukan atau apa saja yang menjadi sumber data, guna proses data itu

dikumpulkan maka dibuatlah dalam teknik pengumpulan data dan teknik

pengolahan, kemudian setelah data terkumpul, selanjutnya data tersebut dianalisis

yang proses analisisnya dituangkan dalam teknik analisi data.

Bab keempat. Laporan hasil penelitian yang memuat tentang bagaimana

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020

Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak, kemudian penyajian data yang

dipaparkan data dalam penelitian.

Bab kelima. Penutup yang memuat kesimpulan dan saran. Pada sub bab

pertama memuat kesimpulan dari kesemuaan pembahasan yang telah diuraikan di

bab sebelumnya dan pada sub bab kedua memuat saran, yaitu saran yang

diperlukan dalam penelitian ini.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kebijakan

Istilah kebijakan atau kebijaksanaan memiliki banyak makna. Anderson

memahami kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan oleh aktor

atau sejumlah akator berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Kebijakan

berkaitan dengan tindakan. Sebagaimana diungkapkan Suskind, seorang penulis

yang dekat dengan pejabat gedung putih masa George W. Bush, “ketika kita

melakukan tindakan berarti kita telah membuat suatu realitas dan ketika kita

membuat tindakan baru, maka kita juga membuat realitas baru”.16

Freidrich mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah

pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan seraya mencari peluang

untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.17

Kebijakan menunjuk pada serangkaian tindakan yang bertujuan, kebijakan

memiliki hasil dimasa depan dan kebijakan menunjuk pada serangkaian tindakan,

mucul dari proses yang menjadikan turut terlibat hubungan organisasional yang

juga melibatkan peran dari para agen kebijakan.18

16
Et al Fischer (ed). Handbook of Public Policy Analysis Theory, Politic in Locke
and Hutcheson. (London and New York: CRC Press).

17
Joko Widodo. (Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. (Malang: Banyumedia Publishing). Hal. 13

18
Eko Handoyo. Kebijakan Publik (Semarang: Widya Karya,2012). Hal.4

14
15

B. Pengertian Kebijakan Publik

Ketika istilah kebijakan dan publik digabung menjadi satu, yaitu kebijakan

dan publik, memiliki makna yang lebih luas dari pada ketika diartikan sendiri-

sendiri. Kebijakan publik merupakan salah satu komponen negara yang tidak

boleh diabaikan.19 negara tanpa komponen kebijakan publik dipandang gagal,

karena kehidupan bersama hanya diatur oleh seseorang atau sekelompok orang

saja, yang bekerja seperti tiran, dengan tujuan untuk memuaskan kepentingan diri

atau kelompok saja.20

Kebijakan publik termasuk di dalamnya tata kelola negara (governance)

mengatur interaksi antara negara dengan rakyatnya. Sebagaimana dijelaskan

Nugroho, setiap pemegang kekuasaan pasti berkepentingan untuk mengendalikan

negara, sekaligus juga mengelola negara. Mengelola berarti mengendalikan

menjadikannya lebih bernilai. Pemerintah suatu negara dalam mengelola negara,

tidak hanya mengendalikan arah dan tujuan negara, namun juga mengelola negara

agar lebih bernilai melalui apa yang disebut dengan kebijakan publik.21

C. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Dalam KBBI, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan. Dari segi

etimologi, implementasi dimaknai sebagai pelaksanaan, penerapan, atau

pemenuhan.

19
Eko Handoyo. Kebijakan Publik (Semarang: Widya Karya,2012). Hal.6

20
Riant Nugroho. Public Policy. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009).
Hal. 11

21
Eko Handoyo, op. Cit., hal. 7.
16

Implementasi berkaitan dengan kebijakan spesifik sebagai respon khusus

atau tertentu terhadap masalah-masalah spesifik dalam masyarakat.22

Pressman dan Wildavsky memahami implementasi kebijakan sebagai

kegiatan menjalankan kebijakan (to carry out), memenuhi janji-janji sebagaimana

disebutkan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan output

sebagaiman dinyatakan dalam kebijkan (to produce), dan untuk menyelesaikan

misi yang harus diwujudkan sebagaimana terdapat didalam tujuan kebijakan (to

complet)23.

Ripley dan Franklin, menyatakan implementasi kebijakan adalah suatu

kejadian setelah Undang-Undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,

keuntungan, kebijakan atau jenis keluaran yang nyata. Artinya kebijakan

merupakan dari proses kebijakan segera setelah pelaksanaan undang-undang.24

Istilah implementasi menunjuk pada sebuah kegiatan yang mengikuti

pernyataan maksud tentang tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh

para pejabat pemerintah. Kegiatan implementasi mencakupi tindakan oleh

berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan guna membuat

program berjalan. Implementasi kebijkan mencakupi empat macam kegiatan.25

22
Ibid., hal. 94

23
Erwan Agus Purwanto dan Dyan Ratih Sulistyastuti. Implementasi Kebijakan
Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia (Yogyakarta: Gava Media,2012).

24
Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses Edisi Revisi, (Jakarta: Media
Pressindo, 2007).hal.145

25
Eko Handoyo,Kebijakan Publik, (Semarang: Widya Karya,2012).hal. 95
17

1) Badan-badan pelaksana yang ditugasi oleh Undang-Undang dengan

tanggung jawab menjalankan program harus mendapatkan sumber-sumber

yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar.

2) Badan-badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi

arahan-arahan konkrit, regulasi, serta renccana dan desain program.

3) Badan-badan pelaksana harus mengorganisasikan kegiatan-kegiatan

mereka dengan menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk

mengatasi beban kerja.

4) Badan-badan pelaksana harus memberikan keuntungan atau pembatasan

kepada para pelanggan atau kelompok-kelompok terget.

Proses implementasi berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan

tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian

output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)

pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh

kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki atau yang

tidak dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-

badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting

(atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap

undang-undang/peraturan yang bersangkutan.

Agar implementasi kebijakan menjadi efektif, Edward III terdapat empat

variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan

yaitu: Komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.26

26
Subarsono. Analisi, Kebijakan, Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015).
18

a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan

agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang

menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada

kelompok sasaran (target gtoup), sehingga akan mengurangi distorsi

implementasi.

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-

tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab

dalam pencapaian tujuan kebijakan. Untuk itu perlu pemahaman

mendalam tentang apa saja yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi.

Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan variable

komunikasi,antara lain yaitu:

i) Tranformasi (transmission)

ii) Kejelasan (clarity)

iii) Keseragaman (consistency)

b) Sumber daya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas

dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk

melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber

daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi

implementor dan sumber daya finansial.

Indikator sumber daya ini meliputi jumlah staf, informasi yang relevan dan

cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-

sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang

menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana yang diharapkan,


19

serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk

melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Penjelasan

indikator sumber daya diatas adalah sebagai berikut:

i) Staff: semua kebutuhan tentang indikator staff akan terpenuhi jika ada

manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik dalam

implementasi kebijakan.

ii) Informasi: ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenai

bagaimana cara menyelesaikan kebijakan atau program dan informasi

tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan

undang-undang.

iii) Anggaran: dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan

kecukupan modal atau invetasi atas suatu program atau kebijakan

untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan

anggaran yang memadai, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif

dalam mencapai tujuan dan sasaran.

iv) Fasilitas: fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam sumber

daya. Walaupun ketiga indikator sumber daya seperti staff, informasi,

kewenangan terpenuhi tetapi tidak ada fasilitas fisik yang

mendukungnya mustahil implementasi kebijakan akan berjalan.

Fasilitas yang harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana

yang mencukupi.

c) Disposisi/sikap, adalah watak dan karakteristik yang dimilki oleh

implemntor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila


20

implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut

dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi

kebijakan juga menjadi tidak efektif.

Sikap setuju, acuh tak acuh dan menolak akan ada ketika implementors

cukup mengetahui dan memahami isi dan kebijakan publik yang akan

diimplementasikan. Jika implementors setuju dengan bagian-bagian isi

dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi

jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses

implementasi akan mengalami banyak masalah yang dapat menghambat

proses implementasi. Indikator variable disposisi antara lain yaitu:

i) Pengangkatan birokrat; pemilihan personil sebagai implementors harus

benar-benar orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah

ditetapkan.

ii) Insentif; salah satu cara untuk mendorong dan meningkatkan kinerja

para implementors adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan cara

menambah biaya insentif pada para implementors akan menjadikan

mereka lebih sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah.

d) Struktur birokrasi, struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah

Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi


21

yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan

menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks,

yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

D. Implementator Kebijakan Publik

Implementasi melibatkan beberapa implementator, diantaranya adalah

lembaga legislatif, lembaga peradilan, badan-badan administrasi, kelompok

penekan, kelompok kepentingan, organisasi masyarakat dan birokrasi.27 Birokrasi

merupakan salah satu badan administrasi yang dengan segera menjalankan proses

implementasi setelah suatu kebijakan publik telah ditetapkan oleh badan legislatif

dan eksekutif. Birokrasi dan badan-badan administrasi lainnya melaksanakan

tugas pemerintahan sehari-hari. Mereka memiliki pengaruh begitu besar terhadap

kehidupan warga negara dibandingkan unit-unit pemerintah lainnya. Hal ini

disebabkan badan-badan administrasi memiliki keleluasaan yang besar dalam

menjalankan kebijakan publik yang berada dalam yurisdikasinya.

E. Pengertian Peraturan Daerah

Peraturan daerah adalah salah satu produk Peraturan Perundang-undangan

tingkat daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah, baik Daerah Provinsi maupun

Daerah Kabupaten/kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

khususnya Pasal 1 ayat 2 dan 3 Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan

urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
27
Ibid.hal. 117
22

luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

F. Kedudukan dan Fungsi Peraturan Daerah

Salah satu syarat dalam mewujudkan pembangunan hukum nasional dalam

rangka kehidupan ketatanegaraan dan sistem pemerintahan yang selalu berdasrkan

atas hukum ialah dengan cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang

didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku dan standart yang mengikat

semua lembaga atau pejabat yang berwenang dalam membuat peraturan

Perundang-Undangan.

Hierarki atau tata urutan peraturan Perundang-Undangan di Indonesia,

merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 7 Ayat (1) yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupate/Kota.


23

Peraturan daerah menduduki tingkatan bawah sebagai landasan

operasional penyelenggaraan pemerintahan daerah di dalam mewujudkan otonomi

daerah, dapat juga dipandang sebagai bentuk Undang-Undang yang bersifat lokal

dalam tata urutan peraturan Perundang-Undangan disebabkan norma hukum yang

diciptakan dalam Peraturan Daerah bersandar pada norma hukum yang lebih

dahulu dan lebih tinggi, demikian pula penciptaan norma hukum pada jenis

peraturan perundang-undangan diatasnya secara berjenjang sampai dengan

penciptaan Undang-Undang, dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah

norma hukum dasar sebagai norma hukum tertinggi bagi keabsahan dari peraturan

perundang-undangan secara struktural hierarki.28

Pasal 18 Ayat 6 Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa

“Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan

lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Dalam ketentuan ini,

ditegaskan bahwa pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten, maupun kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan. Penegasan ini menjadi dasar hukum bagi seluruh pemerintahan

daerah untuk dapat menjalankan roda pemerintahan termasuk menetapkan

peraturan daerah dan peraturan lainnya secara lebih leluasa dan bebas serta sesuai

dengan kebutuhan, kondisi dan karakteristik daerahnya masing-masing.

Berlakunya prinsip otonomi dalam negara Indonesia yang membagi

kewenangan antara pusat dan daerah diharapkan segala urusan baik yang bersifat

wajib ataupun pilihan dapat dilaksanakan sesuai kewenangan masing-masing

berdasrkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


28
Slamet
24

Daerah. Kewenangan daerah dalam pelaksanaan otonomi telah diisyaratkan oleh

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di dalam

penjelasan umum disebutkan bahwa daerah sebagai satu kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus daerahnya

sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan

tatanan hukum nasional dan kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang

yang lebih luas kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya

maka Pemerintah Pusat dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan

kearifan lokal dan sebaliknya Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik

dalam bentuk Perda maupun kebijkan lainnya hendaknya juga memperhatikan

kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan antara

kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan kondisi, kekhasan,

dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.29

Jadi dalam konstitusi sudah diatur di samping pemerintah pusat juga ada

pemerintah daerah yang ada pada masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.

Pemerintah daerah ini berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan

dalam kerangka memberikan pelayanan, kesejahteraan dan lainnya kepada

masyarakat yang ada di daerah sesuai dengan asas otonomi yang diberikan kepada

daerah.

Menurut Faisal Abdullah pembuatan peraturan kebijakan harus

memperhatikan:

1. Tidak bertentangan dengan akal sehat;

29
Eka N.A.M Sihombing, “Problematika Penyusunan Program Pembentukan
Peraturan Daerah” Jurnal Legalisasi Indonesia : Vol. 13,2016 h.287-288
25

2. Tidak bertentangan dengan peraturan dasar;

3. Persiapan secara cermat;

4. Penjelasan yang cukup mengenai hak dan kewajiban dari warga yang

dikenakan peraturan;

5. Tujuan dan dasar-dasar menjadi pertimbangan yang akan ditempuh harus

jelas;

6. Memenuhi syarat kepastian materi terutama hak-hak warga yang

dikenakan harus dihormati dan harapan warga tidak terabaikan.

Karena setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah merupakan hak

prerogatif dari Kepala Daerah dalam rangka untuk mempermudah mencapai

tujuan pembangunan tetapi tetap mempunyai batasan-batasan tertentu.30

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,

menjelaskan mengenai fungsi peraturan daerah yang telah diatur dalam pasal 236,

sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan peraturan dalam rangka penyelenggaran otonomi

daerah dan tugas pembantuan;

2. Menyelenggarakan peraturan sebagai penjabaran lebih lanjut peraturan

Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas

masing-masing daerah;

3. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan

masing-masing kepentingan umum.

Urusan pemerintahan terbagi atas tiga, yaitu urusan pemerintah absolut,

konkuren, dan umum. Urusan pemerintahan yang konkuren adalah urusan


30
Ibid
26

pemrintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu

provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014, urusan konkuren yang diserahkan kepada daerah menjadi dasar bagi

pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari

pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

urusannya sendiri. Urusan konkuren juga mengacu pada pasal 18 Undang-Undang

1945 disebutkan Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten/kota mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Urusan pemerintah konkuren dibedakan menjadi dua yaitu urusan

pemerintah wajib dan urusan pemerintah pilihan.31

1) Urusan pemerintah wajib berkaitan dengan pelayanan dasar. Pelayanan dasar

adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Jadi,

urusan pemerintah wajib diselenggarakan oleh semua daerah yang terdiri atas:

 Urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah:

 Pendidikan.

 Kesehatan.

 Pekerjaan umum dan penata ruang.

 Perumahan rakyat dan kawasan permukiman.

 Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.

 Sosial.

 Urusan pemerintah wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar

adalah:
31
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/20/02000041/urusan-pemerintahan-
konkuren diakses pada tanggal 01 November 2022 jam 20.00
27

 Tenaga kerja.

 Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

 Pangan.

 Pertahanan.

 Lingkungan hidup.

 Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.

 Pemberdayaan masyarakat dan desa.

 Pengendalian penduduk dan keluarga berencana.

 Perhubungan. Dll.

2) Urusan pemerintah pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib

dislenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah, yaitu:

 Kelautan dan perikanan.

 Pariwisata.

 Pertanian.

 Kehutanan.

 Energi dan sumber daya mineral.

 Perdagangan.

 Perindustrian.

 Transmigrasi.

G. Asas-asas dan Konsep Pembentukan Peraturan Daerah


28

Pembentukan peraturan daerah, baik mulai dari kerangka dan isi serta

mekanisme pembentukannya, dapat dikatakan mirip dengan pembentukan

Undang-Undang. Hal ini dapat diketahui dari:

1. Lembaga yang terlibat dalam proses pemebentukan daerah adalah

legislatif dan eksekutif secara bersama-sama. Sama seperti Undang-

Undang yang dibentuk oleh Lembaga Legislatif pusat dengan persetujuan

bersama Presiden selaku kepala pemerintahan eksekutif, maka peraturan

daerah dibentuk oleh lembaga legislatif daerah bersama-sama Gubernur,

Bupati atau Walikota setempat;

2. Peraturan Daerah adalah produk legislatif, sama seperti halnya Undang-

Undang dapat disebut produk legislatif.32

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal

136 Ayat (2&3) menyatakan pada dasarnya, lingkup materi peraturan daerah

adalah materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Kabupaten

atau Kota dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta

penjabaran lebih lanjut mengenai peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Materi muatan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya

merupakan wujud konkrit dari pernyataan kehendak pemerintah secara tertulis,

yang bertumpuk dan bersumber dari konsep kekuasaan pemerintahan tentang

wewenang di bidang legislatif (wewenang peraturan perundang-undangan).

Materi muatan peraturan daerah adalah materi yang berhubungan dengan urusan

otonomi daerah (desentralisasi) dan materi yang berhubungan dengan tugas


32
Slamet, 2011). Hal.60-61.
29

pembantuan. Artinya, bahwa materi yang terkandung di dalam peraturan daerah

merupakan suatu urusan daerah itu sendiri yang diterbitkan guna menciptakan

cita-cita hukum ditengah masyarakat.33

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah Pasal 138 Ayat (1) jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 6 Ayat (1) menetapkan

bahwa materi muatan peraturan daerah mengandung asas sebagai berikut:

1. Pengayoman, karena setiap Undang-Undang berfungsi mengayomi seluruh

masyarakat dan memberikan perlindungan HAM yang hakiki;

2. Kemanusiaan, setiap peraturan perundang-undangan harus bersifat

manusiawi dan menghargai harkat martabat manusia;

3. Kebangsaan, setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

sifat dan watak bangsa Indonesia yang berasaskan musyawarah dalam

mengambil keputusan;

4. Kekeluargaan, setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

asas musyawarah mufakat;

5. Kenusantaraan, peraturan peundang-undangan merupakan bagian dari

sistem hukum nasional yang berdasrkan pancasila;

6. Kebhinekatunggalikaan, setiap perencanaan, pembuatan dan penyusuna

harus memperhatika keberagaman penduduk, agama, suku, dan golongan

khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

33
R. Karim, 2019)hal. 22-23
30

7. Keadilan yang merata, setiap peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan keadilan bagi setiap warga;

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, setiap peraturan

perundang-undangan tidak boleh berisi hall-hal yang bersifat

diskriminatif;

9. Ketertiban dan kepastian hukum, setiap peraturan perundang-undangan

harus dapat menimbulkan kepastian hukum dan ketertiban masyarakat;

10. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan, setiap peraturan perundang-

undangan isinya harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan

keselarasan anatara kepentingan individu dan masyarakat serta bangsa dan

Negara.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah menjelaskan bahwa pemebentukan peraturan daerah Kabupaten/Kota

dilakukan dengan cara:

1. Membahas bersam Bupati atau Walikota dan menyetujui atau tidak

menyetujui rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota.

2. Mengajukan usul rancangan peraturan daerah Kabupaten atau Kota; dan

3. Menyusun program pembentukan peraturan daerah Kabupaten atau Kota

BERSAMA Bupati atau Walikota.

Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 137, menyatakan

bahwa peraturan daerah dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang meliputi;


31

1. Kejelasan tujuan, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan

harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas;

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, setiap jenis peraturan

perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga pembentuk peraturan

perundangan-undangan harus dibuat oleh lembaga pembentuk peraturan

perundang-undangan;

3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, perumusan materi muatan

dalam setiap peraturan perundang-undangan harus memiliki kesesuaian;

4. Dapat dilaksanakan, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan

harus berlaku secara efektif dimasyarakat;

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, setiap peraturan perundang-undangan

dibentuk benar-benar mempunyai daya guna dan hasil guna berlaku di

dalam masyarakat yang berfungsi secara efektif dalam memberikan

ketertiban, ketentraman dan kedamaian bagi masyarakat;

6. Kejelasan rumusan, setiap peraturan perundang-undangan harus

memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan;

7. Keterbukaan, tidak adanya muatan materi peraturan perundang-undangan

yang disembunyikan atau bersifat semu.

Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur atau Bupati atau Walikota

disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur Atau Bupati atau Walikota

untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah. Penyampaian rancangan peraturan

daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
32

tanggal persetujuan bersama. Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh

Gubernur atau Bupati atau Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejakk

rancangan tersebut disetujui bersama. Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak

ditetapkan Gubernur atau Bupati atau Walikota dalam waktu 30 (tiga puluh) hari,

rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib

diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah.34

Bahwa dalam pembentukan peraturan daerah dilakukan melalui tahapan-

tahapan sebagai berikut:

1. Tahap perencanaan, dilakukan tahap penyususnan program legislasi

daerah yang akan disusun dan dibahas oleh badan legislasi daerah DPRD

dengan biro bagian hukum sekretariat daerah, kemudian hasil

pembahasannya diputuskan dalam rapat paripurna DPRD berupa

keputusan DPRD;

2. Tahap penyusunan, ialah tahap perumusan materi yang dilakukan oleh

pemrakarsa yang berasal dari anggota, komisi atau alat kelengkapan

DPRD lainnya;

3. Tahap pembahasan, pada tahap ini rancangan peraturan daerah (raperda)

dapat berasal dari DPRD atau Kepala Daerah. Mekanisme pembahasan ini

juga dilakukan 2 tahap yaitu dibahas secara internal DPRD terlebih dahulu

dan jika disetujui, maka akan dibahas bersama dengan Kepala Daerah;

4. Tahapan pengesahan atau penetapan, dilakukan persetujuan bersama

DPRD dan Kepla Daerah. Dan pada tahap ini, Kepala Daerah akan

34
N. Huda, 2009) hal. 234-235
33

membubuhi tanda tangannya, kemudian Peraturan Daerah pun dinyatakan

sah dan wajib diundangkan.35

H. Perlindungan Anak

Pengertian perlindungan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 1 Ayat (6) adalah segala upaya

pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman pada

korban yang wajib dilaksanakan oleh lenmbaga perlindungan saksi dan korban

atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan.kemudian dalam ketentuan umum

Pasal 1 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Saksi dan Korban, menyebutkan perlindungan adalah segala upaya pemenuhan

hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau

korban.

Selanjutnya Pengertian Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah masa depan bangsa dan

generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan

hidup, tumbuh, dan berkembang, berpatisipasi secara wajar dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

Pengertian anak secara khusus dapat diartikan menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1), Bahwa

dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas
35
Mirza, 2016) hal. 27-28.
34

tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai genersi

pengelola dan penerus masa depan bangsa perlu diperrsiapkan sejak dini melalui

pemenuhan hak-haknya yakni untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak dalam KBBI

(2002) diartikan sebagai keturunan yang kedua, anak juga mengandung pengertian

sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya seseorang

yang berada pada satu masa perkmbangan tertentu dan mempunyai potensi untuk

menjadi dewasa.36 Berikut dibawah ini beberapa uraian tentang pengertian anak

menurut beberapa peraturan perundang-undangan:

1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal

1 Ayat (1) menyebutkan bahwa “anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam

kandungan.

2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak, Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut

anak korban adalah anak yang belum berusia 18 tahun yang mengalami

penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan

oleh tindak pidana.

3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal

1 Ayat 5 menyebutkan “anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah

36
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,
1988)hal. 30
35

18 (delapan belas tahun) dan belum menikah, termasuk anak yang masih

ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Menurut pasal 1 Ayat (2) Undang-Undamg Nomor 23 Tahun 2002 jo

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,

menyebutkan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan

berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sedangkan pengerrtian perlindungan anak menurut Peraturan Daerah

Kabupaten Tanah Laut Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaran

Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (6), Perlindungan Anak adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang dan anak berpatisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian hukum empiris yaitu

penelitian hukum yang memperoleh data dari sumber data primer. 37 Jenis

penelitian hukum empiris berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan

meneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat.38 Oleh karena

itu Penelitian ini dilakukan dengan turun langsung kelapangan menggali dan

meneliti data yang berkaitan dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten

Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiologis hukum, yang dimaksud adalah menganalisa bagaimana

reaksi dan interaksi ketika norma itu bekerja di masyarakat. 39 Penelitian ini sering

juga disebut penelitian bekerjanya hukum law in action.40 Pendekatan ini dapat

dapat digunakan untuk meneliti efektifitas bekerjanya hukum di dalam masyarakat


37
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian ; Suatu Pemikiran dan Penerapan,
(Jakarta:Rineka Cipta, 2005), Cet 2, hlm. 56.

38
Muhaimin, Merode Penelitian Hukum, (Mataram: Mataram UniversityPress, 1969), hlm.
83.

39
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram: Mataram UniversityPress, 2020), hlm.
87.

40
Mukti Fajar Nur Dewanta dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 50.

36
37

sebagaimana dalam penelitian ini akan mengkaji implementasi serta kendala

dalam Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun

2020 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian yang dilakukan peneliti adalah di Kabupaten Tanah

Laut yang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan

Selatan, lebih khususnya dilaksanakan di Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga

Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten

Tanah Laut. Penentuan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa

Kabupaten Tanah Laut merupakan Kabupaten yang meraih penghargaan Kota

Layak Anak (KLA) kategori Pratama untuk kedua kalinya di provinsi Kalimantan

Selatan pada Tahun 2019 dan 2021.41 Namun kenyataannya belum berkelanjutan

dan menyeluruh dalam program, kebijakan dan kegiatan dalam pemenuhan hak-

hak anak.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek atau biasa juga disebut dengan informan dalam penelitian, yang

mana orang pada tempat dan kejadian penelitian yang dimanfaatkan untuk

memberikan suatu informasi tentang apa yang peneliti ingin cari. 42 Adapun yang

41
https://portal.tanahlautkab.go.id diakses pada tanggal 6 April 2022 jam 10.00 WITA.

42
Lexy J. Moeleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002), hal. 132.
38

menjadi subjek dalam`` penelitian ini adalah Dinas Pengendalian Penduduk,

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(DP2KBP3A).

2. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan yang menjadi suatu titik perhatian terhadap

apa yang ingin dicari oleh peneliti. 43 Objek dalam penelitian ini adalah

Implementasi Perda Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020 tentang

Penyelenggara Perlindungan Anak.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data ialah outcomes penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap

suatu kejadian tertentu, sebagai perlambangan konsep dalam dunia nyata atau

yang mewakili subjek dan objek.44 Data dapat memberikan suatu gambaran atau

peristiwa atau suatu persoalan.45 Data terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Data primer adalah data yang didapat dari sumber utama melalui hasil

observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti.46 Kemudian

kenyataan dilapangan berkaitan dengan implementasi Perda Kabupaten

Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan


43
Ibid, hal. 137

44
Sri Ati, Nurdien H. Kistanto, dkk, Dasar-dasar Informasi, (Tanggerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2014) hal. 1

45
USU Press, Analisis Data Untuk Riset Manajemen dan Bisnis, (Medan: USU Press,
2010), hal. 1

46
Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007) hal. 42
39

Anak serta kendala dalam penerapan mengImplementasikan Perda

Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Penyelenggara

Perlindungan Anak.

b. Data sekunder adalah penunjang data primer, dalam penelitian ini berupa

peraturan perundang-undangan, buku, beberapa dokumen, jurnal, situs

internet, identitas serta lokasi penelitian yang berhubungan dengan objek

untuk menyempurnakan data penelitian ditempat tersebut.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini merupakan diperolehnya data dari

subjek.47 Data yang peneliti peroleh tersebut digali dari sumber data, yaitu:

a. Informan, yaitu orang yang memberi informasi. 48 Adapun informan

tersebut Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A)

Kabupaten Tanah Laut.

b. Dokumen yaitu permintaan seseorang penyelidik berupa setiap bahan yang

tertulis untuk dipersiapkan.49 Adapun dokumen yang dimaksud ialah

laporan seluruh data yang berhubungan dengan penelitian untuk

melengkapi data penelitian serta laporan-laporan foto dokumentasi

kegiatan.

47
SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002) hal. 107

48
Ibid, hal.122

49
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009) hal. 66
40

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Wawancara, yaitu percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung

antara pewawancara dengan narasumber dengan maksud tertentu.50

Mengenai Implementasi Perda Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun

2020 Tentang Penyelenggara Perlindungan Anak.

2. Dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan cara membaca,

melihat, mempelajari yang menghasilkan berupa catatan-catatan penting

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti agar diperoleh data yang

lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. 51 Mengenai Perda

Kabupaten Tanah Laut Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Penyelenggara

Perlindungan Anak.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan data

Yang dimaksud dengan pengolahan data ialah proses dimana data yang

dicari di lapangan penelitian telah terkumpul dan mengubah data yang mentah

menjadi informasi yang mudah diterima dan berguna. Pengolahan data yang

dimaksudkan agar memudahkan proses penganalisaan data pada proses

50
Ridwan Nuh, Menjadi Jurnalis Yang Handal, (Bandung: Tedjo Media, 2019), hal. 12

51
Basrowi dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
hal.152
41

selanjutnya.52 Dalam penelitian kualitatif proses pengolahan data dapat dilakukan

dengan beberapa maam cara, yaitu:

a. Melakukan pencatatan terhadap semua data yang dipeoleh baik dari

wawancara maupun dokumentasi yang relevan terhadap penelitian.

b. Mereduksi data sehingga tidak ada data yang overlapping.

c. Mengelompokkan data berdasarkan tema

d. Mengidentifikasi data dengan cara berupa mengecek ulang kelengkapan

transkip wawancara dan catatan lapangan; dan

e. Menggunakan data yang benar-benar valid dan relevan.

2. Analisis data

Penganalisisan data yang diperoleh dari hasil penelitian, selanjutnya digunakan

teknik deskriptif kualitatif, dengan cara melakukan penelahaan dan komprehensif

terhadap hasil penelitian dengan merujuk kepada ketentuan peraturan.

52
Ibid, hal. 133
BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Tanah Laut

Tanah laut mulanya adalah sebuah wilayah kewedanan yang berada di

dalam wilayah Daswati II Banjar, memiliki wilayah yang cukup luas serta potensi

yang cukup besar di beberapa bdang sebagai sumber pendapatan daerah,

kehutanan beserta isinya, laut dan kekayaan alam di dalamnya, barang-barang

tambang yang terkandung dalam tanah, serta kesuburan lahan perkebunan dan

pertanian.

Potensi yang cukup besar dimiliki tanah laut pada masa itu belum bisa

dimanfaatkan secara maksimal, kurang sarana dan prasarana memadai merupakan

penyebab utamanya. Oleh karena itu keadaan yang demikian senada dengan

beberapa kewedanan lain yang berada di kalimantan selatan, hingga muncul

tuntunan semangat dan keinginan kuat para tokoh untuk menjadika Tanah Laut

debagai Daswati II.

Dasar pembentukan Kabupaten Tanah Laut adalah Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut,

Daerah Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan mengubah

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Tentang Pentapan Udang-Undang

Darurat Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di

Kalimantan maka pada tanggal 2 Desember 1965 dilaksanakan upacara peresmian

berdirinya Deswati II Tanah Laut. Tanggal 2 Desember mencatat sebagai Hari

42
43

Jadi Kabupaten Tanah Laut yang diperingati setiap tahunnya. Kantor Pemerintah

Kabupaten Tanah Laut beralamat di JL. Ahmad Syairani Nomor 36, Komplek

Perkantoran Gagas Pelaihari Kabupaten Tanah Laut dengan alamat website

www.tanahlautkab.go.id.

Secara letak geografis, Kabupaten Tanah Laut terletak diantara 1140

30’20” BT – 1150 23’31” BT dan 30 30’33” LS 40 11’38” LS. Luas wilayah

Kabupaten Tanah Laut adalah 3.631,35 km2 (Berdasarkan Peraturan Mentri

Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2018 tanggal 29 Desember 2018) atau 9,71

persen dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Kabupaten Tanah Laut terdiri dari 11 kecamatan. Yang terdiri dari

kecamatan panyipatan, takisung, kurau, bumi makmur, bati-bati, tambang ulang,

pelaihari, bajuin, batu ampar, jorong, dan kintap.53

1. Visi dan Misi

Kabupaten Tanah Laut mempunyai visi “Tanah Laut Berinteraksi” yang

merupakan singkatan dari Berkarya, Inovatif, Tertata, Religius, Aktual, dan

Sinergi, dengan misi:

1. Berkarya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pelayanan

masyarakat yang berbasis teknologi untuk meningkatkan pembangunan

ekonomo, sosial dan budaya.

2. Menciptakan inovasi disegala sendi kehidupan masyarakat dan

pengembangan industri kreatif.

3. Membangun tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)

53
https://kalsel.bpk.go.id/profil-kabupaten-tanah-laut/
44

4. Meningkatan kuantitas dan kualitas religiusitas dalam penyelenggaraan

pemerintahan Daerah dan kehidupan masyaraat.

5. Membangun sinergitas yang baik antartingkat pemerintahan dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B. Gambaran Umum Lokasi Penlitian Dinas Pengendalian Penduduk,

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(DP2KBP3A) Kabupaten Tanah Laut

Dinas pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tanah Laut dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 73 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan

Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Pengendalian Penduduk,

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlndungan Anak

Kabupaten Tanah Laut.

Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tanah Laut terletak dikomplek

perkantoran gagas, JL. A. Syairani, Angsau, Kec. Pelaihari, Kabupaten Tanah

Laut, Kalimantan Selatan 70815.

1. Visi dan Misi

a) Visi

Visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dalam RPJDM 2019-2023

adalah “Terwujudnya Tanah Laut yang Berinteraksi (Berkarya, Inovasi, Tertata,


45

Religius, Aktual dan Sinergi) Unsur visi yang terkait dengan tugas dan fungsi

Dinas P2KBP3A adalah Berinteraksi yang berarti adalah:

Berkarya : berkarya meningkatkan Kualitas Sumberdaya manusia dan pelayanan

masyarakat yang berbasis teknologi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi,

sosial dan budaya

Inovasi : Menciptakan inovasi disegala sendi kehidupan masyarakat dan

pengembangan industri kreatif

Tertata : Membangun tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)

Religius : Meningkatkan kuantitas dan kualitas Religiusitas dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan kehidupan masyarakat

Aktual Sinergi: Membangun sinergitas yang baik antar tingkat pemerintahan

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

a) Misi

Dalam rangka pencapaan visi diatas, misi pembangunan jangka menengah dalam

RPJMD adalah sebagai berikut:

1. Berkarya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pelayanan

masyarakat yang teknologi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi,

sosial dan budaya.

2. Menciptakan inovasi disegala sendi kehidupan masyarakat daan

pengembangan industri kreatif.

3. Membangun tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).

4. Meningktkan kuantitas dan kualitas religiusitas dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan kehidupan.


46

5. Membangun sinergitas yang baik antar tingkat pemerintahan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Sturuktur Organisasi Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tanah Laut.

Sumber dokumen https://ppid.tanahlaut.go.id/

3. Tugas dan Fungsi Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Berdasarkan Peraturan Bupati Tanah Laut Nomor 73 Tahun 2016 Tentang

Pembentukkan, SOTK Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perliindungan Anak Kabupaten Tanah Laut

Memiliki Tugas dan Fungsi Sebagai Berikut:

1) Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah dalam bidang pengendalian penduduk, keluarga


47

berencana, bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak serta tugas

pembantuan yang diberikan kepada daerah.

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Pengendalian

Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak mempunyai fungsi:

a) perumusan kebijakan teknis bidang pengendalian penduduk, keluarga

berencana, bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

b) pelaksanaan kebijakan teknis bidang pengendalian penduduk, keluarga

berencana, bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

c) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang pengendalian penduduk, keluarga

berencana, bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

d) pelaksanaan administrasi dinas;

e) pembinaan UPT Dinas; dan

f) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Bupati terkait dengan tugas dan

fungsinya.

Adapun uraian tugas dan fungsi masing-masing jabatan sesuai Peraturan Kepala

Daerah Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi

Perangkat Daerah sebagai berikut:

1. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas mengoordinasikan dan mengendalikan

pelaksanaan urusan kesektariatan yang meliputi ketetausahaan, administrasi dan

kebutuhan rumah tangga, kehumasan dan keprotokolan, kepegawaian, keuangan,

perencanaan program, pengumpulan data dan penyusunan laporan.


48

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, sekretariat mempunyai

fungsi :

a. pengoordinasian penyelenggaraan tugas Dinas Pengendalian Penduduk,

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;

b. pemberian pelayanan administrasi kepada bidang-bidang lain di lingkungan

Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak;

c. penyusunan rencana program kerja dan anggaran belanja Dinas Pengendalian

Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak;

d. penyiapan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pengendalian Penduduk,

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sesuai

dengan norma, standar dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah;

e. penyelenggaraan urusan tata usaha, rumah tangga/perlengkapan;

f. pelaksanaan urusan kepegawaian, pengelolaan keuangan serta penataan barang;

g. penyelenggaraan kehumasan dan keprotokolan;

h. pengoordinasian pelaksanaan, pengumpulan dan penyusunan data, penilaian,

pemantauan evaluasi dan analisa data hasil pelaksanaan tugas, penyiapan dan

penyusunan laporan pelaksanaan program kerja dan penyusunan statistik dan

dokumentasi di lingkungan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;

i. pengoordinasiaan urusan kedinasan yang menyangkut tata persuratan dinas,

pendataan dan pengumpulan bahan pelaporan kedinasan;


49

j. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan

tugas dan fungsinya; dan

k. pemberian saran-saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas tentang

langkah-langkah dan tindakan yang perlu diambil dalam bidang tugasnya.

(3) Sekretariat membawahi dari:

1) Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan; dan

2) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

2. Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pembinaan, pemantauan,

evaluasi dan pelaporan di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.

(2) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepala

Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera menyelenggarakan fungsi :

a. penyusunan rencana kerja bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;

b. perumusan kebijakan bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;

c. pelaksanaan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan bidang Keluarga

Berencana dan Keluarga Sejahtera;

d. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;

e. pelaksanaan kebijakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;

f. pelaksanaan kebijakan ketahanan keluarga;

g. pelaksanaan kebijakan pemberdayaan keluarga;


50

h. pengawasan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan bidang Keluarga Berencana

dan Keluarga Sejahtera;

i. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan

j. pemberian saran-saran dan pertimbangan kepada atasan tentang langkahlangkah

dan tindakan yang perlu diambil dalam bidang tugasnya.

(3) Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera membawahi dari:

1) Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi;

2) Seksi Ketahanan Keluarga; dan

3) Seksi Pemberdayaan Keluarga

3. Bidang Pengendalian Penduduk, Data dan Informasi

Mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pembinaan, pemantauan,

evaluasi, dan pelaporan bidang Pengendalian Penduduk, Data dan Informasi;

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Bidang Pengendalian Penduduk, Data dan Informasi menyelenggarakan fungsi :

a. penyusunan rencana kerja bidang penegendalian peduduk, data dan informasi;

b. perumusan kebijakan bidang pengendalian penduduk, data dan informasi;

c. pelaksanaan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan bidang pengendalian

penduduk, data dan informasi;

d. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang

pengendalian penduduk, data dan informasi;

e. pelaksanaan kebijakan advokasi, penggerakan dan informasi;


51

f. pelaksanaan kebijakan analisa data pelaporan dan statistik program;

g. pelaksanaan kebijakan pengendalian penduduk;

k. pengawasan, pengendalian, evaluasi pelaksanaan pengendalian penduduk, data

dan informasi;

l. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan

m. pemberian saran-saran dan pertimbangan kepada atasan tentang

langkahlangkah dan tindakan yang perlu diambil dalam bidang tugasnya.

Bidang Pengendalian Penduduk Data dan Informasi membawahi dari:

1) Seksi Advokasi, Penggerakan dan Informasi;

2) Seksi Analisa Data Pelaporan dan Statistik Program; dan

3) Seksi Pengendalian Penduduk.

4. Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pembinaan, pemantauan,

evaluasi, dan pelaporan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyelenggarakan

fungsi :

a. penyusunan rencana kerja bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan

anak;

b. perumusan kebijakan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;


52

c. pelaksanaan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan bidang pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak;

d. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

e. pelaksanaan kebijakan pemberdayaan perempuan meliputi kualitas hidup

perempuan, perlindungan perempuan, dan kualitas keluarga;

f. pelaksanaan kebijakan perlindungan anak meliputi sistem data gender dan anak,

pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak;

g. pengawasan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan bidang pemberdayaan

perempuan dan pemenuhan hak anak;

h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan

i. pemberian saran-saran dan pertimbangan kepada atasan tentang langkah

langkah dan tindakan yang perlu diambil dalam bidang tugasnya.

(3) Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, membawahi dari:

1) Seksi Pemberdayaan Perempuan;

2) Seksi Pemenuhan Hak Anak; dan

3) Seksi Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak

C. Penyajian Data Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut

Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak

Pada penyajian data ini dikemukakan data hasil penelitian dilapangan

yang menggunakan teknik-teknik penggalian data yang telah ditetapkan, yaitu

observasi, wawancara dan dokumentasi.


53

Berdasarkan wawancara penulis dengan 4 informan yakni: kepala bidang

pemberdayaan perempuan dan anak, kepala seksi pemenuhan hak anak, kepala

uptd ppa, staf uptd ppa. Dalam laporan penelitian ini, penulis memaparkan hasil

temuan wawancara sebagai berikut:

Berdsarkan hasil wawancara yang penulis lakukan secara langsung

terhadap Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,

Kepala Seksi Pemenuhan Hak Anak, dan Kepala UPT PPA Dinas P2KBP3A

Kabupaten Tanah Laut. Dalam laporan hasil penelitian ini penulis akan

menguraikan hasil penelitian sebagai berikut:

Menurut ibu Hj. Eko Subiyanti, SKM yang mengatakan bahwa, saat

penulis menanyakan apakah perda no 3 tahun 2020 tentang perlindungan anak

sudah terlaksana?, “mengetahui adanya perda tersebut dan sudah diterapkan,

sebelum perda tersebut ditetapkan sebelummnya ada perda no 13 tahun 2013

tentang perlindungan anak dan sekarang perda tersebut sudah tidak berlaku

dengan adanya pemerintah kab tanah laut mengeluarkan perda terbaru yaitu perda

no 3 tahun 2020 tentang perlindungan anak. Kami juga melakukan pencegahan

terhadap kekerasan anak melalui sosialisasi berupa memberikan edukasi seksual

sejak dini kepada anak-anak. Salah satunya adalah memperkenalkan anggota

tubuh vital dengan nama sebenarnya kepada anak sejak dini. Dengan edukasi ini

akan menghadirkan kewaspadaan perlakuan tidak menyenangakan pada anggota

tubuh vitalnya. Saat anak lama bermain diluar, orang tua bertanya ke anaknya,

kemana saja bermain apakah ada yang membuat dia tidak nyaman. Mungkin ada

yang meraba dia, buat dia untuk terbuka bercerita, sehingga kalau ada apa-apa
54

segera dilaporkan. Kami memiliki UPTD PPA yang dapat menindak lanjuti kasus,

juga tersedia psikolog dan psiakiater jika ingin berkonsultasi. Semenjak

ditetapkan perda tersebut pada setiap kegiatan acara Manunggal Tuntang pandang

yang dilakukan pemerintah Tala kami juga mensosialisasikan tentang

perlindungan anak dan kesehatan reproduksi bagi remaja. Hambatan dalam

sosialisasi pada tahun kemarin kita karena adanya covid-19 karena ada kebijkan

tidk boleh ada kerumunan atau pertemuan. Keadaan perekonomian keluarga yang

lemah cenderung menyebabkan timbulnya masalah yang berkaitan dengan

pembiayaan hidup anak, sehingga anak sering dilibatkan untuk membantu

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehinnga dengan itu merasa terbebani

dengan masalah ini, menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak.54

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Mira Susanti, SKM, M.Kes yang

mengatakan bahwa, saat penulis menanyakan apakah perda kabupaten tanah laut

nomor 3 thun 2020 tentang penyelenggaraan perlindungan anak sudah terlaksana?

“kami menjalankan perda tersebut melalui program-program yang kami

laksanakan seperti sosialisasi pemenuhan hak anak, untuk di bidang PHA ini

inidiator kerja kita seperti Kota Layak anak yaitu program pembangunan berbasis

hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah,

masyarakat dan dunia usaha yang terencana dan menyeluruh dan berkelanjutan

dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin dan terenuhinya hak anak

termasuk perlindungan anak. Poin yang harus dipenuhi ada sekolah ramah anak,

masjid ramah anak, puskesmas ramah anak yang berkaitan dengan perlindungan
54
Eko Subiyanti, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Wawancara,
Dinas P2KBP3A, 27 Februari 2023
55

anak. Kemudian ada FAD (Forum Anak Daerah). Masyarakat harus bisa

melindungi hak-hak anak secara utuh. Orang tua sebagia dari masyarakat kita

harus bisa melindungi hak-hak anak secara utuh, seperti hak untuk hidup, tumbuh

berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

serta mendapat perlindungan dari kekerasan. Peran masyarakat sangat dibutuhkan

untuk dapat menjadi pelopor perlindungan anak dan pelapor atas tindak kekersan

terhadap anak. Dikabupaten tanah laut sendiri banyak kasus mempekerjakan anak

diwarung malam.55

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Pahimah, SKM, M.Kes, beliau

mengatakan bahwa, kami bekerja sama dengan Yayasan Anak Yatim, pemerintah

dan dunia usaha misalnya seperti ada kasus eksploitasi anak, yang mana anak

binaan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak ini dipekerjkan

oleh orang tunya untuk mengemis dijalanan jorong. Kita menyerahkan bantuan

pendidikan dari PT. Arutmin Indonesia terhadap anak tersebut. Penyerahn

bantuan tersebut kita serahkan kepada kepala sekolah dan guru, yang mana anak

tersebut untuk biaya selama sekolah dibayarkan dengan adanya bantuan tersebut.

Karena Perlindungan anak ini tanggung jawab bersama, kita melibatkan

masyarakat sebagai sebuah gerakan dan jaringan yang bekerja secara terkordinasi

untuk mencapai perlindungan anak dengan melakukan pembentukan PATBM

( Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat).56

55
Mira Susanti, Kepala seksi pemenuhan hak Anak, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 27
Februari 2023.

56
Pahimah, Kepala UPTD PPA, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 9 Maret 2023.
56

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Sri Muji Astuti, beliau

mengatkan bahwa, kekerasan anak sering terjadi disekitar kita yang mana orang

terdekatnya sendiri yang melakukan kekerasan terhadap anak, misalnya kita ada

kasus didesa pulai sari, kasus pencabulan, maka dari itu tim kami melakukan

sosialisasi didesa tersebut. Kita membekali ibu-ibu dan masyarakat tentang

pengetahuan kekerasan, dan juga kalau ada kekerasn mereka tau kemana harus

melapor. Kita dariUPTD dibawah Dinas P2KBP3A memberikan layanan untuk

penanganan kasus-kasus.57

Sumber Daya

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Mira Susanti, SKM, M.Kes

beliau mengatakan, saat penulis menanyakan bagaimana sdm untuk perlindungan

anak?. Sarana berupa anggaran menjadi tolak ukur kelancaran terlaksananya

program kebijakan. Anggaran yang tidak cukup akan menyebabkan pelaksanaan

program menjadi terhambat. Hal ini juga yang menjadi kendala kami anggaran

yang sangat terbatas maka ada yang menjadi prioritas, jadi bertahap

pemenuhannya.58

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Eko Subiyanti, SKM beliau

mengatakan, dalam pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber

daya yang mendukung agar pelaksana berjalan dengan baik. Didalam perda tala

nomer 3 tahun 2020 tentang penyelenggaraan perlindungan anak tercantum

pembiayaan untuk pengimplementasian perda ini di dapat dari sumber APBD,

57
Sri Muji Astuti, Staf UPTD PPA, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 31 Oktober 2023.

58
Mira Susanti, Kepala seksi pemenuhan hak Anak, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 27
Februari 2023.
57

APBDes dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Untuk saat ini sumber pembiyaan kita hanya

bersumber dari APBD.59

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Pahimah, SKM, M.Kes, sumber

daya pendukung yang ada seperti mobil perlindungan untuk penjangkauan kasus-

kasus kekerasan anak didaerah pedalaman. Untuk penanganan penyembuhan bagi

anak korban kekerasan secara psikis seperti untuk kebutuhan psikolog, konseler

ada kami sediakan. Untuk anak yang berhadapan dengan hukum kita memberikan

pendampingan pada setiap prose perdilan. Untuk anak yang dalam kondisi

terancam kita ada rumah aman untuk anak, namun sementara ini kita tempatkan

anak dikantor kita karena untuk rumah aman pembnguanan nya sedang dalam

proses, jadi sementara kita tempatkan dikantor kita dulu. Untuk staff dibagian

UPTD ini kami juga mengalami kekurangan staff.60

Disposisi

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Mira Susanti, SKM, M.Kes

beliau mengatakan, saat penulis menanyakan bagaimana komitmen pelaksana

dalam pengimplementasiakan perda tala no 3 tahun 2020 tentang penyelenggaraan

perlindungan anak? Kami berusaha semaksimal mungkin dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang ada, agar dalam

mengimplementasikan program kami akan tepat sasaran.61

59
Eko Subiyanti, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Wawancara,
Dinas P2KBP3A, 27 Februari 2023.
60
Pahimah, Kepala UPTD PPA, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 9 Maret 2023.

61
Mira Susanti, Kepala seksi pemenuhan hak Anak, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 27
Februari 2023.
58

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Pahimah, SKM, M.Kes, beliau

mengatakan korban anak yang mengalami kekerasan segera kami tindak lanjuti

dan dengan melakukan penjangauan dan mediasi. Adapun misalnya kita

mendapati ada kasus persetubuhan anak dibawah umur kami berkoordinasi

bersama lintas sektor, bersama Bapas, Peksos dan Polres Tanah Laut.62

Berdasarkan hasil wawancara dengan Eko Subiyanti, SKM, beliau

mengatakan kita berusaha melakukan perbaikan layanan yang diberikan dan

bersungguh hati menyelenggarakan program yang ada. Setiap tahun kita juga ada

pelaksanaan kegiatan Jambore Forum Anak Daerah sebagai ajang kreativitas dan

menumbuhkan rasa percaya diri untuk anak. Selain mendapat materi peserta juga

mengikuti berbagai macam lomba.63

Sturuktur Birokrasi

Berdasrkan hasil wawancara dengan ibu Eko Subiyanti, SKM, beliau

mengatakan, saat penulis menanyakan apakah ada standar bekerja dalam

menjalankan tugas dan wewenang? Ada buku SOP, dari SOP Perlindungan anak

dan pemenuhan hak anak, dengan SOP ini bertujuan untu menjadi standar dalam

bekerja, hal ini biasa dikenal dengan Standard Operating Procedures (SOP).64

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Pahimah, SKM, M.Kes, beliau

mengatakan untuk setiap program yang telah dikeluarkan pemerintah kami selalu

melaksankannya sesuai dengan SOP sehingga pencapaian yang kami lakukan

62
Pahimah, Kepala UPTD PPA, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 9 Maret 2023.
63
Eko Subiyanti, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Wawancara,
Dinas P2KBP3A, 27 Februari 2023.

64
Eko Subiyanti, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Wawancara,
Dinas P2KBP3A, 27 Februari 2023
.
59

dapat dilihat dan dirasakan masyarakat. Selain itu untuk semua agen pelaksana

juga telah melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sehingga kami

bekerja sudah sesuai tuntutan dari pekerjaan yang kami lakukan.65

D. Analisis Data

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyamapaian informasi dari komunkator kepada

komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian

informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana

kebijakan (policy implementors). Komunkasi dalam implementasi kebijakan


66

Edward III mencakup beberapa dimensi penting yaitu:

a. Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi

yang baik juga. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu

adanya salah satu pengertian (miskomuniksi) yng disebabkan banyaknya

tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa

yang diharapkan terditorsi ditengah jalan. Berdasarkan hasil wawancara dengan

informan mengenai transmisi diperoleh data yang penulis interpretasikan bahwa

transmisi implementasi Perda Kab Tala No. 3 Tahun 2020 tentang

Penyelenggaraan Perlindungan Anak oleh Dinas Pengendalian Penduduk

Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kabupaten Tanah Laut sudah melakukan sosialisasi dan berjalan dengan baik,
65
Pahimah, Kepala UPTD PPA, Wawancara, Dinas P2KBP3A, 9 Maret 2023
66
Joko Widodo. Analsis Kebijakan Publik (Malang: Banyumedia, 2010) Hal.97
60

kegiatannya mencakup upaya preventif, edukatif, kuratif dan rehabilitatif. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Edward III, komunikasi kebijakan memiliki

beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi (transmission), dimensi transmisi

menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya dismpaikan

kepadapelaksana (implementors) kebijkan tetapi juga disampaikan kepada

kelompok sasaran kebijakan dan pihaklain yang berkepentingan baik secara

langsung maupun tidak langsung.67

b. Kejelasan

Komuniksi yang diterima oleh pelaksana kebijkan (street-level-bureaucrtas) harus

jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua. Berdasarkan hasil

wawancara dengan informan mengenai kejelasan informasi yang diperoleh data

yang penulis interpretasikan kejelasan implementasi perda no 3 tahun 2020 oleh

Dinas P2KBP3A sangat baik hal tersebut terlihat informasi mengenai

penyelenggaraan perlindungan anak sudah terlaksana. Dimana sudah ada nya

pembentuan UPTD dan fokus nya bidang PPA meningkatkan kesadaran

masyarakat melalui sosialisasi dan informasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Edward III, komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lai kejelasan

(clarity). Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakn yang

ditransmisikan kepada pelaksana, target group dan pihak lain yang berkepentingan

secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud dan

tujuan, sasaran serta subtansi dari kebijakan publik tersebut sehingg masing-

67
Ibid.
61

masing akkan mengetahui apa yang harus dipersiapan serta dilaksanakan untuk

mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efiien.68

c. Komitmen

Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi hrus konsisten dan

jelas untuk ditetapkan/dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-

ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana dilapangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai komitmen

diperoleh data yang penulis interpretasiikan bahwa komitmen sangat tinggi dalam

mengimplementasikan Perda No 3 Tahun 2020 oleh Dinas P2KBP3A hal dan

konsistensi implementasi kebijakan cukup baik hal tersebut dilihat dari rutinitas

pelaksana kegiatan, langkah yang dilakukan dan aktivis yang menyampaikan

kebijakan terkait perlindungan anak. Hal tersebut sesuai dengan Edward III,

komuniiksi kebijakan memeiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi konsistensi

(consistency) diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak simpang siur sehingga

membingungkan pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang

berkepentingan.

2. Sumber Daya

Edward III mengemukakan pendapat bahwa faktor sumber daya mempunyai

peranan penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III bahwa

sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran,

sumberdaya peralatan dan sumberdaya kewenangan.69

a. Sumberdaya Manusia

68
Ibid.
69
Ibid. Hal. 98
62

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan informan mengenai

sumberdaya manusia diperoleh data yang penuis interpretasikan bahwa

sumberdaya yang dimiliki dalam mengimplementasikan perda kab tala no 3

Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak yang menjadi

implementornya adalah Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,

Pemberdyaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A Tanah Laut), yang

pada akhirnya diharapkan semua masyarakat dapat mengetahui kebijakan

perlindungan anak dan bisa bersama-sama melindungi anak sehingga kekerasan

pada anak bisa berkurang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat bahwa salah satu

variable yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III

menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing policy

is staff”. Kemudian Edward III menambahakan “no matter how cler and

consistent implementation order are and no matter accurately they are

transmitted, if personal responsible for carying out policies lack the resources to

do an effective job, impementing will not effective”.

b. Sumberdaya Anggaran

Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau

investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya

kebijakan, karena tanpa dukungan anggaran yang memadai, kebijakan tidak akan

berjalan dengan efektif dalam mencapai tujun dan sasaran. Berdasarkan hasil

observasi, wawancara dan study dokumentasi dengan beberapa informan

mengenai sumberdaya anggaran diperoleh data yangpenulis interpretasikan bahwa

sumberdaya anggaran di dinas P2KBP3A pada tahun 2022 diterbitkan DPA untuk
63

program perlindungan anak dan program pemenuhan hak anak. DPA merupakan

dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap OPD yang digunakan

sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran. Anggaran program

pemenuhan hak anak pada tahun 2021 sebesar Rp. 34.702.436 (tiga puluh empat

juta tujuh ratus dua ribu empat ratus tiga puluh enam rupiah) .Anggaran program

pemenuhan hak nak tahun 2022 meningkat sebesar Rp. 171.170.679 (seratus tujuh

puluh satu juta seratus tujuh puluh ribu enam ratus tujuh puluh sembilan rupiah).

Kemudian untuk anggaran perlindungan anak pada tahun 2021 sebesar Rp.

125.422.210 (seratus dua puluh lima juta empat ratus dua puluh dua ribu dua ratus

sepuluh rupiah). Dan anggaran pada tahun 2022 untuk perlindungan anak sebesar

Rp. 229.356.724 (dua ratus dua puluh sembilan juta tiga ratus lima puluh enam

ribu tujuh ratus dua puluh empat rupiah) yang mana adanya peningkatan dalam

anggaran. dengan anggaran yang sedikit tidk mengurangi semangat kerja untuk

melakukan penyelenggaraan perlindungan anak dikabupaten tanah laut. Edward

III menyatakan dalam kesimpulan studinya “budgetary limitation, and citizen

opposition limit the acquisition of adequate facilities. This is turn limit the quality

of service that implementor can be provide to public”. Menurut Edward III

terbatasnya anggaran yng tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang tersedia

menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat

juga terbatas.70 Edwars III menyatakan bahwa “new towns studies suggest that the

limited supply of federal incetives was a major contributor to the failure of the

program”.71 Menurut Edward III terbatassnya insentif yang diberikn kepada


70
Ibid. Hal 100

71
Ibid. Hal. 100-101
64

implementor merupakan penyebab gagalnya pelaksanaan program. Edward III

menyimpulkan bahwa terbatasnya sumberdaya anggaran akan mempengaruhi

keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan

dengan optomal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku

kebijakan rendah.

c. Sumberdaya Fasilitas/Peralatan

Fasilitas atau sarana prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

dalam implementasi kebijakan. Pengadaan failitas yang layak, seperti gedung,

tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang keberhasilan implementasi suatu

program atau kebijakan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan

beberapa informan mengenai sumberdaya fasilitas diperoleh data yang penulis

interpretasikan bahwa sumberdaya fsilitas dalam implementasi perda tala no 3

tahun 2020 ttentang penyelenggaraan perlindungan anak dinas pengendlin

penduduk keluarga berencana pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

mengoptimakan sarana dan prasarana yang ada. Hal tersebut seperti yang

dikemukakan oleh Edward III bahwa sumberdaya peralatan merupakan sarana

yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan meliputi

gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan

pelayanan dalam implementasi kebijakan.72

d. Sumberdaya Informasi dan Kewenangan

Sumberdaya lain yang cukup oenting dlam menentukan keberhasilan suatu

implementasi kebijakan adalah informasi dan kewenangan. Informasi menjadi

faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan


72
Ibid. Hal.102
65

dan cuku terkait pengimplementasian suatu kebijakan. Sementara wewenang

berperan penting terutama untuk meyankinkan dan menjamin bahwa kebijakan

yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki. Berdasarkan hasil observasi

dan wawancara dengan beberapa informan mengenai sumberdaya informasi dan

kewenagan diperoleh data yang penulis interpretasikan bahwa untuk kewenagan

terkait penyelenggaraan perlindungan anak dilaksanakan oleh perangkat derah

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perlindungan anak melalui

Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 3 Tahun 2020 Tentang

Penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Edward III yang menyatakan bahwa

kewenangan yang cukkup untuk membuat keputusan sendiriyang dimiliki oleh

suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu

kebijakan.73 Kewenangn ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu

masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan.

Oleh karena itu Edward III menyatakan bahwa pelaku utamakebijakan harus

diberi wewenang yang cukup untu membuat keputusan sendiri untuk

melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya.74

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan study dokumentasi dengan beberapa

informan mengenai sumberdaya diperoleh data yang penulis interpretasikan

bahwa sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, sumberdaya peralatan,

sumberdaya informasi dan ewenangan mempunyai peranan penting dalam

implementasi Peraturan Daerah Kabupten Tanah Laut No 3 Tahun 2020Tentang


73
Ibid. Hal.103

74
Ibid. Hal.103
66

Penyelenggaraan Perlindungan Anak oleh Dinas P2BP3A kabupaten tanah laut.

Hal tersebut sejalan dengan sumberdaya yang diposisikan sebagai input dalam

organisasi sebagai suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat

ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumberdaya bertalian dengan biaya

atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan

nilai atau kegunaan potensial dalam tranformasinya ke dalam output. Sedang

secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dan

organisasi.75

3. Disposisi

Menurut Edward III mengemukakan kecenderungan-kecenderungan atau disposisi

merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi

implementasi kebijakan yang efektif. Jika para implementor mempunyai

kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi

kebijakan maka terdapat kemungkinan besar implementasi kebijakan akan

terlaksana sesuai dengan keputusan awal.76 Demikian sebaliknya, jika para

pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena

konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang

serius. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa informan

mengenai disposisi diperolehh data yang penulis interpretasikan bahwa komitmen

implementasi perda tala no 3 tahun 2020 tentang penyelenggaraan perlindungan

anak yang dilakukan pegawai sudah baik, karena semua pelayanan di instansi

75
Tachjan. Implementasi Kebijakan Publik. (Bandung: AIPI,2006)Hal. 135

76
Budi Winarno. Teori dan Proses Kebijakan Publik.(Yogyakarta: Media
Pressindo,2005) Hal.142-143
67

terkait sudah melakukan yang terbaik untuk melayani masyarakat yang mengadu

tentang perlindungan anak. Disamping itu adanya kepedulian dari pemerintah

daerah kabupaten Tanah Laut dengan adanya peraturan daerah no 3 tahun 2020

tentang penyelenggaraan perlindungan anak. Edward III mengatakan bahwa: jika

implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana

tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan

untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai

kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.77

Pendapat diatas sesuai dengan yang dinyatakan para informan bahwa mereka

tidak hanya mengetahui tetapi mereka memiliki kemauan untuk melakukan

kebijkan tersebut. Hal ini dapat dilihat daari semangat dan kemauan mereka yang

tinggi untuk mengurangi masalah perlindungan anak dikabupaten tanah laut.

Mereka bekerja dengan ikhlas dan semangat yang tinggi walaupun tidak diberi

insentif.

Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dalam

implementasi kebijakan terdiri dari:

a. Pengangkatan birokrasi. Disposisi aatau sikap pelaksana akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadapimplementasi

kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanaka kebijakan yang

diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pemilihan dan

pengangkatan personil pelaksana kebiijakan haruslah orang-orang yang

memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan.

77
Joko Widodo. Analisis Kebijakan Publik.(Malang: Banyumedia,2010). Hal.104-105
68

b. Insentif. Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan

untuk mengatasi kecenderungan para pelaksana adalah dengan

memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pad umumnya orang bertindak

menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh

para pembuat kebijakaan mempengaruhi tindakan para pelaksana

kebijakan. Dengan cara menanmbah keuntungan atau biaya tertentu

mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana

kebijkan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai

memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.78

4. Struktur Organisasi

Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasa banyak

pihak. Ketika struktur birokrsi tidak kondusif terhadap implementasi suatu

kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidak efektifan dan menghambat

jalannya pelaksanaan kebijakan. Strukyur birokrasi merupakan faktor yang

fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik. Menurut Edward III

terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: “Standard Operational

Procedure (SOP) dan fragmentasi.79

a. Standard Operational Procedure (SOP)

Merupakan perkembangan dari tuntunan internal dari tuntunan internal akan

kepastian waktu,sumberdaya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi

kerja yang kompleks dan luas.80 Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa

78
Leo Agustinus. Politik dan Kebijakan Publik.(Bandung: AIPI,2006). HAL. 159-160

79
Budi Winarno. Teori dan Proses Kebijakan Publik.(Yogyakarta: Media
Pressindo,2005)Hal. 150
80
Ibid.
69

digunakan untuk menanggulangi keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik

dan swasta. Dengan menggunakan SOP, para implementor dapat mengoptimalkan

waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan

pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat

menimulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan

peraturan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa informan

mengenai SOP diperoleh data yang penulis interpretasikan bahwa implementasi

perda tala no 3 tahun 2020tentang penyelenggaraan perlindungan anak oleh dinas

P2KBP3A sudah berjalan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh

pemerintah kabupaten tanah laut. Hal ini dapat dilihat dari isi SOP yang

merupakan prosedur baku, karena jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan

ketidakjelasan, ketidakserasian, ketidaktransparan, ketidaklancaran, dan

ketidaktetapan dalam pelayanan penanganan atau pengaduan korban kekerasan.

Selain itu pelaksanaan program yang sesuai dengan SOP akan menandakan bahwa

program kebijakan yang dilakukan sudah sesuai dengan arahan dan perintah yang

dberikan oleh pemerintah sehingga setiap pencapaian dan penurunan program

akan mudah dikenali karena sudah sesuai dengan standar operasional yang

berlaku.

Hal tersebut sesuai dengan Edward III yang menyatakan bahwa: demikian pula

dengan jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, system dan

prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan,

dan tanggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara
70

organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan

iimplementasi kebijakan.81

b. Fragmentasi

Edward III menjelaskan bahwa “fragmentasi merupaan penyebaran tanggung

jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga

memerlukan koordinasi”.82 Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang

diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan

keberhasilan program atau kebijakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan

beberapa informan mengenai fragmentasi diperoleh data yang penulis

interpretasikan bahwa dalam implementasi perda Kabupaten Tanah Laut No 3

Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak oleh dinas P2KBP3A

berkoordinasi dengan masyarakat melalui pembentukan PATBM, kemudian ada

bersama satpol pp, Bapas, Peksos dan Polres Tanah Laut. Komunikasi yang

terbentuk ini tentunya akan menciptakan sebuah hubungan sehingga permasalahan

yang terjadi pada anak dapat diselesaikan dengan komunikasi timbal balik atau

dua arah.

81
Joko Widodo. Analsis Kebijakan Publik (Malang: Banyumedia, 2010)hal.107
82
Budi Winarno. Teori dan Proses Kebijakan Publik.(Yogyakarta: Media
Pressindo,2005)hal. 155
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakuan, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 Tentang

Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Kabupaten Tanah Laut sudah

berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian

bahwa aparatur/staff selaku pelaksana kebijakan juga telah melaksanakan

tanggung jawab nyata seperti sosialisasi, breakdown peraturan daerah, dan

pemberuan wadah serta fasilitas-fasilitas untuk penyelenggaraan

perlindungan anak seperti pembentukan FAD dan PATBM guna menjamin

terpenuhinya hak-hak anak, perlindungan terhadap anak dari kekerasan

dan penanganan tindak lanjut permasalahan yang dihadapi anak. Pelaksana

kebijakan juga telah bertindak sesuai dengan SOP sebagai pedoman

implementor untuk melksanakan kebijakan.

2. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 3 Tahun

2020 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan bukan berarti tanpa

hambatan. Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut, yaitu: 1).

Belum optimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana Perda yakni

DP2KBP3A, karenanya sedikitnya informasi yang diterima stakeholders

dan masyarakat terkait Perda No 3 Tahun 2020, dilihat dari masih tinggi

71
72

nya kasus kekerasan dan kurangnya laporan tindak kekerasan korban anak

dari masyarakat. 2). Terbatasnya sumber-sumber daya pendukung

pelaksanaan perda dikarenakan terbatasnya anggaran dan belum tersedia

rumah aman. 3). Terbatasnya pegawai yang melayani penanganan kasus

kekerasan terhadap anak.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka, peneliti menyarankan

sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada petugas Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga

Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

meningkatkan mensosialisasikan penyelenggaraan perlndungan anak

kepada masyarakat agar mengurangi terjadinya kekerasan

2. Diharapkan program kegiatan yang telah berjalan dengan rutin dapat

dipertahankan kedepannya bahkan kalau bisa lebih di intens kan lagi.

3. Dinas P2KBP3A sangat diperlukan bagi perempuan dan anak terutama

yang menjadi korban kekerasan, namun mayoritas dari mereka belum

mengetahui keberadaan dari Dinas tersebut. Sehingga perlu penyebaran

informasi yang lebih masif. Agar semakin banyak yang mengetahui

keberadaan Dinas P2KBP3 sehingga pada akhirnya akan tertarik

menggunakan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan yang diberikan oleh

Dinas P2KBP3A.
73

4. Dukungan dari masyarakat masih rendah, sehingga diperlukan tindakan

tanggap dari Dinas P2KBP3A kabupaten Tanah Laut, seperti rutin

melakukan pemantauan ke lokasi yang banyak terdapat mengalami tinda

kekerasan, ekspoilitasi terhadap anak.

5. Kemudian untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan

infrastruktur yang baik, juga fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai

eperti memberikan ruangan yang lebih besar untuk menangani kasus

seperti menerima pengaduan, pendampingan maupun hanya untuk mediasi

sehingga tidak bergantian dengan korban lain

6. Menambah sumberdaya manusia di Dinas P2KBP3A yang ahli dalam

bidangnya terutama di bidang psikologi, bidang keagamaan, bidang

kesehatan, dan dibidang hukum untuk lebih memaksimalkan tugas dan

fungsi dari Dinas P2KBP3A itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai