Anda di halaman 1dari 34

3.

PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI


ATAS PERMUKAAN TANAH PADA BERBAGAI
SISTEM PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN
NUNUKAN, KALIMANTAN TIMUR

Subekti Rahayu, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk

Pendahuluan secara keseluruhan. Dampak konversi hutan


ini baru terasa apabila diikuti dengan
Peran ekosistem daratan dalam siklus karbon degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta
global merupakan topik yang menarik bagi berkurangnya proses fotosintesis akibat
peneliti dan pembuat kebijakan lingkungan. munculnya hutan beton serta lahan yang
Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi dipenuhi bangunan-bangunan dan aspal
merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu sebagai pengganti tanah atau rumput.
pengikatan CO2 ke dalam biomasa melalui Meskipun laju fotosistesis pada lahan
fotosintesis dan pelepasan CO2 ke atmosfer pertanian dapat menyamai laju fotosintesis
melalui proses dekomposisi dan pembakaran. pada hutan, namun jumlah cadangan karbon
Diperkirakan sekitar 60 Pg1 karbon mengalir yang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil.
antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap Selain itu, karbon yang terikat oleh vegetasi
tahunnya, dan sebesar 0,7 ± 1,0 Pg karbon hutan akan segera dilepaskan kembali ke
diserap oleh ekosistem daratan (Lasco, 2004). atmosfir melalui pembakaran, dekomposisi
Alih guna lahan dan konversi hutan sisa panen maupun pengangkutan hasil panen.
merupakan sumber utama emisi CO2 dengan Masalah utama yang terkait dengan alih guna
lahan adalah perubahan jumlah cadangan
jumlah sebesar 1,7 ± 0,6 Pg karbon per tahun
karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat
(Watson et al., 2000). Apabila laju konsumsi
konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg ha-1
bahan bakar dan pertumbuhan ekonomi
C yang terjadi selama penebangan dan
global terus berlanjut seperti yang terjadi pada
pembakaran, sedangkan penyerapan kembali
saat ini, maka dalam jangka waktu 100 tahun
karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat,
yang akan datang suhu global rata-rata akan
hanya sekitar 5 Mg C ha-1 year-1.
meningkat sekitar 1,7 - 4,5OC (Houghton et al.,
2001). Untuk mengurangi dampak perubahan
iklim, upaya yang dapat dilakukan saat ini
Kegiatan konversi hutan menjadi lahan
adalah meningkatkan penyerapan karbon
pertanian melepaskan cadangan karbon ke
(Sedjo and Salomon, 1988) dan/atau
atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti.
menurunkan emisi karbon (Lasco, 2004).
Namun jumlah tersebut tidak memberikan
Penurunan emisi karbon dapat dilakukan
dampak yang berarti terhadap jumlah CO2
dengan: (a) mempertahankan cadangan
yang mampu diserap oleh hutan dan daratan
karbon yang telah ada dengan: mengelola
1 1 Pg = 1015 g = 109 Mg = 1 Gt
hutan lindung, mengendalikan deforestasi,

23
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

menerapkan praktek silvikultur yang baik, memperhitungkan aliran karbon (khususnya


mencegah degradasi lahan gambut dan yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan
memperbaiki pengelolaan cadangan bahan dekomposisi yang terjadi. Tetapi memperoleh
organik tanah, (b) meningkatkan cadangan hasil penilaian yang konsisten cukup sulit
karbon melalui penanaman tanaman berkayu apabila metode penilaian tidak
dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan memperhitungan keseluruhan cadangan
bahan bakar yang dapat diperbarui secara karbon yang ada, khususnya di daerah
langsung maupun tidak langsung (angin, perkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkan
biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau lama hidup alat-alat rumah tangga yang
aktivitas panas bumi (Lasco et al., 2004). terbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalam
bentuk kayu untuk jangka waktu yang lama
Peningkatan penyerapan cadangan karbon dan tidak menjadi sumber emisi karbon.
dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan Canadell (2002), mengatakan bahwa untuk
pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) memperoleh potensial penyerapan karbon
menambah cadangan kayu pada hutan yang yang maksimum perlu ditekankan pada
ada dengan penanaman pohon atau kegiatan peningkatan biomasa di atas
mengurangi pemanenan kayu, dan (c) permukaan tanah bukan karbon yang ada
mengembangkan hutan dengan jenis pohon dalam tanah, karena jumlah bahan organik
yang cepat tumbuh (Sedjo and Salomon, tanah yang relatif lebih kecil dan masa
1988). Karbon yang diserap oleh tanaman keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku
disimpan dalam bentuk biomasa kayu, pada tanah gambut (van Noordwijk et al.,
sehingga cara yang paling mudah untuk 1997; Paustian et al., 1997)
meningkatkan cadangan karbon adalah
dengan menanam dan memelihara pohon Tulisan ini memaparkan studi yang
(Lasco et al., 2004). dilakukan di Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur untuk mengukur cadangan
Komponen cadangan karbon daratan karbon pada berbagai sistem penggunaan
terdiri dari cadangan karbon di atas lahan. Studi dilakukan oleh proyek FORMACS
permukaan tanah, cadangan karbon di bawah (Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk
permukaan tanah dan cadangan karbon Penyerapan Karbon) yang bertujuan untuk:
lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan
tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, 1. mengetahui cadangan karbon pada
cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman berbagai sistem penutupan lahan terutama
epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman pada sistem penggunaan lahan yang ada di
mati (pohon mati tumbang, pohon mati lokasi studi.
berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah 2. mengetahui sistem penggunaan lahan yang
yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan dapat memberikan keuntungan bagi
karbon di bawah permukaan tanah meliputi masyarakat di sekitar hutan tetapi tetap
akar tanaman hidup maupun mati, organisme mempertahankan cadangan karbon di alam.
tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan
hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau
kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk Metode
makanan ternak menyebabkan berkurangnya
cadangan karbon dalam skala plot, tetapi Skala plot
belum tentu demikian jika kita perhitungkan
dalam skala global. Demikian juga halnya Sebelum melakukan pengukuran dilakukan
dengan hilangnya bahan organik tanah melalui survei terlebih dahulu di Kecamatan Sebuku
erosi. Beberapa sistem penilaian karbon global dan Sembakung untuk mengidentifikasi sistem
penggunaan lahan yang ada dan menentukan

24
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Gambar 3.1. Peta plot-plot pengukuran karbon.

25
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

kelas-kelas penutupan lahan yang berkaitan karbon secara lengkap dapat dilihat dalam
dengan siklus dari masing-masing sistem Hairiah et al., 2001. Pada survei ini
penggunaan lahan. Pada survei ini ditentukan pengukuran cadangan karbon hanya dilakukan
'strata' yang dianggap sebagai 'skema stratified di atas permukaan tanah.
sampling'.
Pohon
Pengukuran dilakukan pada 54 plot contoh
(lihat Tabel Lampiran 8) selama periode Cadangan karbon pada suatu sistem
Desember 2003 - Maret 2004, meliputi hutan penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis
primer, hutan bekas tebangan2 (3, 10, 30, 50 vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan
tahun setelah tebang pertama), padi ladang, yang terdiri dari pohon dengan spesies yang
jakaw (1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 15 tahun setelah mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi,
pembukaan lahan), agroforestri (9, 11-20, 21- biomasanya akan lebih tinggi bila
30 tahun) dan alang-alang. Pada tiap-tiap plot dibandingkan dengan lahan yang mempunyai
dilakukan pengukuran diameter dan tinggi spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.
tanaman hidup dan tanaman mati. Tanaman
hidup maupun mati yang berdiameter 5-30 cm Biomasa pohon (dalam berat kering)
diukur pada plot berukuran 10 m x 30 m, dan dihitung menggunakan "allometric equation"
yang berdiameter > 30 cm diukur pada plot berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3
20 m x 100 m. Pengambilan contoh m di atas permukaan tanah3 (dalam cm). Tabel
tumbuhan bawah dan seresah dilakukan 3.1 berisi daftar allometric equation yang
dengan kuadran berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 m digunakan dalam mengestimasi biomasa pada
yang ditempatkan di dalam plot 10 m x 30 m. berbagai jenis vegetasi. Nilai kerapatan kayu
Protokol pengambilan contoh cadangan diambil dari 'literature review' yang dikemas
dalam database4.

Tabel 3.1. Allometric equation yang digunakan pada penghitungan biomass pohon.

Jenis pohon Allometric equation Sumber


2.62
Pohon-pohon bercabang B = 0.11ρ D Ketterings, 2001
Pohon tidak bercabang B = (π/40) ρ H D2 Hairiah, 2002
Nekromas (pohon mati) B = (π/40) ρ H D2 Hairiah, 2002
2.06
Kopi B = 0.281 D Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002
Pisang B = 0.030 D2.13 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002
Sengon B = 0.0272 D2.831 Sugiarto, 2002; Van Noordwijk, 2002
Palm B = BA* H*ρ Hairiah, 2000

BK = berat kering (kg pohon )


-1

H = tinggi tanaman (cm)


3 Australian Greenhouse Office (2002) merekomendasikan
ρ = kerapatan kayu (Mg m-3, kg dm-3 atau g cm-3)
D = diameter (cm) setinggi dada (1.3 m) tiga metode untuk model biomasa yaitu: (i) allometric
BA = Basal area (cm-2) equtions antara diameter dan/atau tinggi untuk biomasa di
atas permukaan tanah, (ii) model volume batang dan
konversi ke biomasa di atas permukaan tanah
menggunakan sutau faktor (iii) hubungan basal area
dengan biomasa http://www.greenhouse.gov.au/land/
bush_workbook_a3/index.html
2 Hutan bekas tebangan adalah sisa hutan yang ditebang 4 Nilai kerapatan kayu dipeloreh dari referensi yang telah
oleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan dikemas dalam database. Sampai saat ini telah tersedia data
(HPH). Perusahaan pemegang HPH hanya menebang kerapatan kayu dari 4000 species dari seluruh dunia di:
pohon yang berdiameter > 50 cm dan kemudian http://www.worldagroforestry.org/sea/Products/
meninggalkan hutan tersebut. AFModels/treenwood/treenwood.htm

26
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Dari berat kering komponen penyimpan C [Mg ha-1] = fcrop Ccrop + ffallow Cfallow =
karbon dalam suatu luasan tertentu kemudian fcrop Ccrop + ffallow (Tfallow Cincr,fallow)/2 (1)
dikonversi ke nilai karbonnya dengan
perhitungan sebagai berikut: Dimana fcrop dan ffallow merupakan fraksi dari
waktu ketika lahan ditanami tanaman pangan atau
Karbon biomasa = Total berat kering * 0.45 di'bera'kan, Ccrop dan Cfallow adalah cadangan
karbon [Mg ha-1] pada fase tanaman pangan dan
'bera', Tfallow adalah waktu yang digunakan dalam
'Time-averaged' cadangan karbon satu kali siklus 'bera' (tahun) dan Cincr,fallow adalah
Untuk membandingkan potensi penyerapan laju penyerapan karbon [Mg ha-1 tahun-1] selama
karbon pada berbagai sistem penggunaan fase 'bera'.
lahan, perlu diketahui waktu siklus karbon,
nilai minimum dan maksimum karbon yang
diharapkan pada suatu lanskap. Jika tidak ada Hasil dan Pembahasan
proses kegiatan intensifikasi atau adopsi cara
baru, diasumsikan bahwa semua fase dari Keragaman pohon
siklus karbon yang mewakili secara spasial
sesuai dengan proporsinya secara total. "Time- Keragaman kerapatan jenis kayu
averaged' cadangan karbon didefinisikan
Rangkuman dari nilai kerapatan kayu
sebagai integral antar waktu dari cadangan
(berdasarkan database) untuk spesies yang
karbon pada masing-masing fase dari suatu
ditemukan pada berbagai sistem penggunaan
siklus, dibagi dengan lama siklus. Untuk
lahan di Kabupaten Nunukan dicantumkan
sistem pertanian rotasional (bergilir), 'time-
dalam Tabel 3.2. Hutan primer mempunyai
averaged' cadangan karbon dapat digunakan
prosentase spesies dengan kerapatan kayu
untuk menduga pada skala lanskap (Palm,
berat hingga sangat berat sekitar 42%, hutan
1995). Di Nunukan, sistem jakaw-padi adalah
bekas tebangan 32%, agroforestri 11% dan
suatu sistem rotasi. Dengan mengasumsikan
jakaw 19%. Jakaw dan agroforestri didominasi
laju penyerapan karbon selama 'bera' dengan
oleh pohon dengan kerapatan kayu rendah
'time-independent', maka 'time-averaged'
hingga sedang (sekitar 80%).
cadangan karbonnya dapat dihitung dengan:

Tabel 3.2. Kerapatan kayu dan sebaran kualitasnya pada berbagai sistem penggunaan lahan.
Nilai Tengah5 Sebaran spesies7 (%)
Sistem penggunaan
Kerapatan kayu
lahan Ringan Sedang Berat Sangat berat
(Mg6.m-3)
Hutan primer 0.68 34.2 23.4 11.7 30.6
Hutan bekas tebangan 0.61 25.9 41.3 17.6 15.2
Agroforestri 0.60 50.1 38.1 7.0 4.7
Jakaw 0.59 61.7 18.8 12.5 7.0

5
Nilai Kerapatan kayu diperoleh dari referensi berdasarkan penelitian. Sebagai contoh: Tengkawang (Shorea stenoptera
Burck.) mempunyai nilai kerapatan kayu of 0,31 - 0,57 Mg.m-3. Dengan demikian nilai tengah kerapatan kayu
Tengkawang adalah 0.42 Mg.m-3.
6
Mg = 106 g = 1 ton. Dalam studi ini, kita menggunakan satuan Mg.m-3 untuk menggantikan satuan kg.m-3, dengan
alasan satuan Internasional tersebut setara dengan gr.cm-3 (sementara kg.m-3 = 1000 x gr.cm-3).
7
Kayu digolongkan ringan apabila kerapatannya < 0,6 gr.cm-3, sedang 0,6 - 0,75 gr.cm-3, berat 0,75 - 0,9 gr.cm-3 and
sangat berat > 0,9 gr.cm-3 (Pendidikan Industri Kayu Atas, 1979).

27
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Gambar 3.2. Frekuensi kumulatif kerapatan kayu pada hutan primer, hutan bekas tebangan, agroforestri dan
jakaw di Kabupaten Nunukan.

Spesies pohon di hutan primer mempunyai yang memiliki kisaran kerapatan kayu dari
nilai tengah kerapatan kayu yang relatif tinggi berat hingga sangat berat dan Sapotaceae
yaitu 0,68 g cm-3, sedangkan pada hutan bekas (Palaquium sp.), Anacardiaceae (Buchanania sp.,
tebangan 0,61 g cm-3, pada agroforestri 0.6 g Gluta sp.), Myriasticaceae (Horsfieldia sp.) yang
cm-3 dan jakaw hanya sekitar 0.59 g cm-3 memiliki kerapatan kayu sedang. Sedangkan
seperti terlihat pada Gambar 3.2. pada hutan bekas tebangan umur 0-10 tahun
dan 11-30 tahun, jenis-jenis pohon dari famili
Keragaman spesies Dipterocarpacea telah berkurang menjadi
sekitar 30%, karena ditebang. Pada hutan
Pada hutan primer di lokasi studi, jenis-jenis bekas tebangan 31-50 tahun, pohon dari famili
vegetasi didominasi oleh kayu komersial dari Dipterocarpacea menempati 78% dari total
famili Dipterocarpaceae seperti keruing pohon seperti ditampilkan pada Gambar 3.3.
(Dipterocarpus sp.), meranti (Shorea sp.) dan
kayu kapur (Dryobalanops sp.) yang menempati Pada jakaw yang ditinggalkan selama 1
40%, sedangkan 60% diantaranya terdiri dari tahun, vegetasi yang ada hanyalah pisang
jenis-jenis dari famili Ebenaceae (Diospyros hutan. Tumbuhan perintis seperti sedaman
sp.), Meliaceae (Aglaia sp.), Lauraceae (Macaranga sp.) dari famili Euphorbiaceae
(Beilschmiedia sp., Eusiderixylon sp.), Rutaceae mulai tumbuh pada jakaw yang ditinggalkan
(Muraya sp.), Sterculiaceae (Pterospermum sp.) antara 2 sampai 6 tahun.

28
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Gambar 3.3. Komposisi jenis


Dipterocarpaceae dan Non-
Dipterocarpaceae pada hutan
primer dan hutan bekas tebangan
di Kab. Nunukan, Kalimantan
Timur.

Gambar 3.4. Jumlah jenis tanaman berkayu yang ditemukan pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kab.
Nunukan, Kalimantan Timur.

Apabila dilihat berdasarkan jumlah jenis (Artocarpus sp.) dan sedaman (Macaranga sp.).
tanaman berkayu yang ditemukan pada sistem Pada sistem agroforestri lebih dari 10 tahun,
agroforestri, jakaw, hutan bekas tebangan dan terdapat lebih banyak spesies buah-buahan.
hutan primer, jumlah jenis tertinggi terdapat Pohon buah-buahan yang umum ditanam
pada hutan bekas tebangan 0-10 tahun (47 antara lain durian (Durio zibethinus), mangga
jenis) dan jakaw 0-10 tahun (43 jenis) seperti (Mangifera indica), langsat (Lansium domesticum),
terlihat pada Gambar 3.4. cempedak (Artocarpus integer), rambutan
(Nephelium lappaceum) dan kelapa (Cocos
Sistem agroforestri yang umum dikelola nucifera). Pada beberapa kebun ada juga
oleh petani-petani di Nunukan adalah sistem tanaman kopi (Coffea sp.) dan cacao (Theobroma
agroforestri berbasis pohon buah-buahan. cacao) dalam komponen agroforestri. Dalam
Pada sistem agroforestri yang berumur 0-10 sistem agroforestri ini jumlah species yang ada
tahun, selain pohon buah-buahan, masih hampis sama dengan di hutan, tetapi mem-
terdapat jenis-jenis kayu kualitas rendah yang punyai komposisi yang berbeda (Gambar 3.4)
merupakan sisa tebangan sepert terap

29
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Keragaman ukuran agroforestri umur 0-10 tahun, lahan yang


diambil sebagai contoh didominasi oleh
Keberadaan pohon yang berdiameter > 30 cm pohon buah-buahan, sedangkan pada
pada suatu sistem penggunaan lahan, agroforestri 11-30 tahun merupakan kebun
memberikan sumbangan yang cukup berarti kopi campuran, sehingga sumbangan
terhadap total cadangan karbon. Pada hutan cadangan karbon lebih banyak berasal dari
primer 70% dari total biomasa berasal dari pohon yang berdiameter 5-30 cm. Kopi
pohon yang berdiameter > 30 cm, sedangkan (berdiamater 5-30 cm) yang ditanam secara
pohon yang berdiameter antara 5-30 cm hanya multistrata di Lampung, pada umur kebun
sekitar 30%. Hairiah dan Murdiyarso (in press), antara 20-30 tahun memberikan sumbangan
mengatakan bahwa pada hutan alam pohon cadangan karbon sebesar 41% dari total
yang berdiameter 5-30 cm (sapling) hanya ada cadangan karbon yang ada (Rahayu et al.,
apabila terjadi celah akibat pohon tumbang. submitted).
Pada hutan bekas tebangan, cadangan Pada jakaw umur 0-10 tahun cadangan
karbon pada pohon yang berdiameter >30 cm karbon 100% berasal dari pohon yang
mengalami peningkatan seiring umur hutan berdiameter antara 5-30 cm karena belum
bekas tebangan tersebut. Secara berturut turut terdapat pohon yang berdiameter > 30 cm.
persentase cadangan karbon dari pohon yang Pada sistem jakaw petani membabat habis
berdiameter > 30 cm adalah 75%, 78% dan semua vegetasi yang ada, sehingga
83% pada hutan bekas tebangan umur 0-10, pertumbuhan bermula dari awal. Pada jakaw
11-30 dan 31-50 tahun. umur > 10 tahun, pohon yang berdiameter >
30 tahun sudah memberikan sumbangan
Pohon yang berdiameter >30 cm
biomasa sebanyak 80% dari total biomasa.
memberikan sumbangan cadangan karbon
Jakaw umumnya didominasi oleh tanaman
sebanyak 30% dari total karbon pada sistem
perintis yang cepat tumbuh sehingga dalam
agroforestri umur 0-10 tahun dan 15% pada
waktu 15 tahun sudah banyak pohon yang
umur 11-30 tahun. Perbedaan komposisi
mencapai diameter > 30 cm.
ukuran pada sistem agroforestri terjadi karena
perbedaan jenis pohon yang ditanam. Pada

Gambar 3.5. Skema hubungan


antara komposisi spesies dengan
komposisi biomasa pada berbagai
bentuk penggunaan lahan yang
merupakan perubahan dari hutan
alam di Kab. Nunukan.

30
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Biomasa karbon cadangan karbon berkisar antara 80-92%. Dari


nilai tersebut, tidak diketahui polanya dengan
Total biomasa karbon jelas mengenai periode waktu setelah
penebangan. Faktor yang mempengaruhi
Estimasi cadangan karbon di atas permukaan adalah:
tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan
di Kab. Nunukan berkisar antara 4,2 - 230 Mg • Komposisi asli dari hutan: hal yang
ha-1, seperti tercantum dalam Tabel 3.3. menarik dari hutan adalah jumlah spesies
Cadangan karbon di atas permukaan tanah yang dapat diambil maupun lokasi; hutan
pada hutan primer di Kec. Sebuku dan yang ditebang lebih awal mungkin berbeda
Sembakung, Kab. Nunukan masih tergolong dengan hutan yang ditebang belakangan.
cukup baik, yaitu 230 Mg ha-1. Studi dari • Perubahan dalam praktek penebangan dari
proyek Alternatives to Slash-and-Burn (ASB) waktu ke waktu, dalam kaitannya dengan
di Sumatra menemukan bahwa cadangan pasar (dengan upah yang lebih besar per
karbon pada hutan primer mencapai 300 Mg pohon, merupakan hal yang menarik secara
C ha-1 (Hairiah and Murdiyarso, in press). ekonomi untuk melakukan penebangan),
Hutan di Indonesia diperkirakan mempunyai teknik pemanenan, peraturan pemeritah
cadangan karbon berkisar antara 161-300 Mg dan monitoring sesuai dengan hukum
C ha-1 (Murdiyarso et al., 1995). Lasco (2002)
telah mereview berbagai studi mengenai Karena tidak ada analisis lebih lanjut
cadangan karbon di Asia Tenggara. Cadangan mengenai faktor-faktor di atas, maka dari
karbon di hutan tropik Asia berkisar antara berbagai plot bekas tebangan diambil rata-rata
40-250 Mg C ha-1 untuk vegetasi dan 50-120 dan digunakan sebagai indikasi untuk 'hutan
Mg C ha-1 untuk tanah. Pada studi invetarisasi bekas tebangan', tanpa melihat komponen
gas rumah kaca, IPCC merekomendasikan waktu pemulihannya. Lasco (2002),
suatu nilai cadangan karbon 138 Mg C ha-1 mengatakan bahwa aktivitas penebangan
(atau 250 Mg ha-1 dalam berat kering biomasa) hutan untuk pemanenan kayu berperan dalam
untuk hutan-hutan basah di Asia (Lasco, menurunkan cadangan karbon di atas
2002). permukaan tanah minimal 50%. Di hutan
tropis Asia, penurunan cadangan karbon
Cadangan karbon di hutan alam dijadikan akibat aktivitas tersebut berkisar antara 22%-
sebagai acuan dalam studi ini. Pengukuran 67%, di Indonesia diperkirakan 38%-75%.
pada hutan bekas tebangan mendapatkan nilai Meskipun demikian, kerusakan akibat

Tabel 3.3. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan
di Kabupaten Nunukan.

Jenis penggunaan lahan Cadangan karbon (Mg ha-1) Persentase (%)


Hutan primer 230,1 100
Hutan bekas tebangan 0-10 tahun 206,8 90
Hutan bekas tebangan 11-30 tahun 212,9 92
Hutan bekas tebangan 31-50 tahun 184,2 80
Jakaw 0-10 tahun 19,4 8
Jakaw >10 tahun 58,0 25
Agroforestri 0-10 tahun 37,7 16
Agroforestri 11-30 tahun 72,6 31
Imperata 4,2 2
Padi 4,8 2

31
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

penebangan dapat diturunkan dengan praktek Pada jakaw 0-10 tahun, cadangan karbon
penebangan yang sesuai (menggunakan tektik yang berasal dari biomasa pohon paling kecil
pengarahan rebahnya pohon dan perencaaan bila dibandingkan dengan sistem penggunaan
untuk pengangkutan). lahan lainnya yaitu 68%. Nekromasa
menempati 2,5%, tumbuhan bawah 7% dan
Cadangan karbon di atas permukaan tanah seresah 21,5%. Sistem agroforestri umur 0-10
pada agroforestri umur 0-10 tahun adalah 37.7 tahun mempunyai 78,3%, 0,4%, 5% dan
Mg ha-1 dan pada umur 11-30 tahun mencapai 17,6% dari total karbon dalam bentuk biomas,
72,6 ton ha-1 atau sekitar 16% dan 32% dari nekromasa, tumbuhan bawah dan seresah.
hutan primer. Sistem jakaw umur 0-10 tahun Pada agroforestri, biomasa pohon mengalami
mempunyai cadangan karbon di atas peningkatan seiring dengan waktu. Plot jakaw
permukaan tanah 19 ton ha-1 dan pada umur mempunyai nekromasa yang lebih tinggi
15 tahun 58 ton ha-1 atau 8% dan 25% dari (secara relatif maupun secara mutlak).
hutan primer. Pada sistem agroforestri Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan
cadangan karbonnya lebih tinggi bila teknik pembukaan lahan yang dilakukan oleh
dibandingkan dengan sistem jakaw, karena petani. Sistem tebang-bakar yang dilakukan
pada agroforestri masih terdapat sisa-sisa petani menyisakan nekromasa dan seresah
pohon bekas tebangan sedangkan pada jakaw relatif banyak. Seiring pertambahan waktu,
petani melakukan menebang dan membakar dekomposisi nekromas dan seresah terjadi,
semua vegetasi yang ada. sehingga komposisi nekromas mengalami
penurunan. Demikian juga terjadi pada
Pada lahan alang-alang dan padi di lokasi tumbuhan bawah, semakin rapat kanopi
studi cadangan karbon di atas permukaan pohon, biomasa tumbuhan bawah semakin
tanah hanya 4 Mg ha-1 dan 4,8 Mg ha-1. berkurang karena berkurangnya cahaya
Cadangan karbon yang berupa biomasa pada matahari yang mencapai lantai kebun. Pada
tanaman padi, akan dilepaskan kembali ketika imperata sumber cadangan karbon hanya
panen melalui hasil panen berupa padi terdapat pada tumbuhan bawah (48%) dan
maupun pembakaran jerami atau dekomposisi seresah (52%).
jerami. Selain itu, penurunan cadangan karbon
juga terjadi akibat penyiangan gulma,
Time-averaged cadangan karbon
pengolahan tanah dan pengairan (Hairiah dan
Murdiyarso, inpress). Nilai cadangan karbon mencerminkan
dinamika karbon dari sistem penggunaan
Komposisi komponen penyusun cadangan lahan yang berbeda, yang nantinya digunakan
karbon untuk menghitung 'time-averaged karbon' di
atas permukaan tanah pada masing-masing
Pohon merupakan komponen terbesar dari sistem. Time-averaged karbon tergantung
biomasa di atas permukaan tanah. Hasil dari pada laju akumulasi karbon, karbon
studi ini menunjukkan bahwa biomasa pohon maksimum dan minimum yang tersimpan
dari hutan primer, hutan bekas tebangan dan dalam suatu sistem penggunaan lahan, waktu
agroforestri umur 11-30 tahun untuk mencapai karbon maksimum dan waktu
menyumbangkan 90% dari total karbon rotasi (Palm et al., in press).
(Gambar 3.6). Nekromasa, tumbuhan bawah
dan seresah hanya memberikan sekitar 10%. Pada hutan alam diasumsikan bahwa
Kondisi ini hampir sama dengan pengamatan contoh yang diambil secara langsung dapat
yang pernah dilakukan di hutan sekuder mewakili 'time-averaged' cadangan karbon,
Sumberjaya, Lampung yaitu 8% (Van karena telah mencerminkan skala mosaik dari
Noordwijk et al., 2002). bagian siklus regenerasi.

32
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Gambar 3.6. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan komposisinya di Kab. Nunukan.

Data untuk bekas tebangan, dengan Pada sistem penggunaan lahan agroforestri
melihat perbedaan waktu setelah penebangan dan jakaw-padi, cadangan karbon antar waktu
tidak menunjukkan pola yang diharapkan menunjukkan adanya peningkatan seperti yang
(garis titik-titik pada Gambar 3.6), penurunan diharapkan (Gambar 3.7). Peningkatan secara
secara langsung terjadi karena pengambilan linear dengan intersep yang sangat kecil
biomasa, diikuti oleh kematian pohon dan terlihat pada sistem jakaw, sementara pada
selanjutnya terjadi pertumbuhan kembali agroforestri menunjukkan intersep yang lebih
vegetasi. Pada plot bekas tebangan 31-50 tinggi secara substansial (adanya sisa pohon
tahun khususnya, tidak ada hubungan yang dari hutan), begitu juga laju peningkatannya
sesuai. Tidak adanya pola antar waktu yang lebih rendah.
dapat mengiterpretasikan data ini, maka akan
digunakan rata-rata dari plot-plot bekas Laju penyerapan karbon pada jakaw
tebangan tanpa memperhitungkan waktu diperkirakan 3,66 Mg ha-1 tahun-1 dan pada
untuk mengestimasi 'time-averaged' cadangan sistem agroforestri adalah 2,00 Mg ha-1 tahun-1
karbon. (Gambar 3.7), dapat dibandingkan dengan
sistem 'bera' (fallow) yang diamati di

33
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Sumberjaya, Lampung yaitu 3,44 Mg ha-1 diturunkan "time-averaged' cadangan karbon


tahun-1 (Van Noordwijk et al., 2002). sebagai suatu fungsi panjang rotasi untuk
Berdasarkan pada peningkatan secara linier sistem jakaw-padi dengan menggunakan
dari total cadangan karbon antar waktu, dapat rumus 1.

Gambar 3.7. Pertumbuhan cadangan karbon pada agroforestri dan jakaw di Kec. Sebuku dan Sembakung, Kab.
Nunukan, Kalimantan Timur.

Tabel 3.4. Nilai 'time-averaged' cadangan karbon pada empat sistem penutupan lahan/penggunaan
lahan utama pada lahan kering Kab. Nunukan; pada sistem agroforestri dideskripsikan dua tipe strategi
peremajaan pohon yang berbeda (sistem rotasi atau sistem sisipan); jenis yang dominan saat ini ditandai
dengan sistem penggunaan lahan dengan huruf tebal.

Time-averaged Cadangan Relatif terhadap


Lama siklus (tahun)
karbon (Mg ha-1) hutan
Hutan primer 230,1 100,0
(sisa hutan)
Hutan bekas tebangan 202,7 88,1
(pada berbagai intensitas penebangan)
Agroforestri 15 25,5 11,1
(rotational) 25 35,5 15,4
40 50,5 21,9
(sisipan)
umur rata-rata 25 70,9 30,8
umur rata-rata 40 100,9 43,8
Jakaw-padi 4 7,0 3,0
1 tahun tanaman pangan 6 10,5 4,6
X-1 tahun 'bera' (fallow) 8 14,1 6,1
10 17,8 7,7
15 26,9 11,7
20 36,0 15,6
Imperata (alang-alang) 4,2 1,8
(kebakaran setiap tahun)

34
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Pada sistem agroforestri ada dua situasi buah-buahan di antara pohon-pohon sisa
yang perlu dijelaskan: salah satu dari sistem tebangan yang masih ditinggalkan.
agroforestri yang ada merupakan peremajaan
dengan menempatkan tanaman baru atau Pengukuran pada skala plot menemukan
menyisipkannya pada ruang kosong dalam bahwa cadangan karbon pada sistem
suatu lahan ('sisipan') dan memilih beberapa agroforestri lebih tinggi dari pada sistem
pohon hutan untuk dipertahankan. Pada kasus jakaw, dengan nilai antara 19 Mg ha-1 dan 58
ini 'time-averaged' cadangan karbonnya Mg ha-1 pada jakaw yang diberakan 0-10 tahun
tergantung pada rata-rata 'umur suksesi' dari dan lebih dari 10 tahun, 38 Mg ha-1 dan 73 Mg
sistem tersebut. Pada sistem lainnya, ha-1 pada agroforestri yang dikelola 0-10 tahun
agroforestri diperbarui pada tingkat lahan dan 11-30 tahun. Perkiraan cadangan karbon
dengan menebang pohon dan mulai pada agrofotesrtri berbasis buah dan kayu
membangun dari titik nol suatu siklus. Sistem yang ditemukan di lokasi studi terlihat lebih
agroforestri yang ada di Kab. Nunukan rendah bila dibandingkan dengan sistem
sebagian besar berupa sistem 'sisipan'. agroforestri lainnya, seperti agroforestri
Penanaman pohon yang lebih intensif sebagai berbasis kopi dan karet. Hal ini terjadi karena
tanaman pangan cenderung dilakukan pada jenis pohon yang ada pada agroforestri
tipe rotasi (pergiliran tanaman). berbasis buah dan kayu merupakan jenis-jenis
dengan nilai kerapatan kayu rendah (sebagian
besar merupakan pohon sisa tebangan yang
Kesimpulan nilai komersialnya rendah).

Hutan alam di Kabupaten Nunukan Laju penyerapan karbon tahunan setelah


mempunyai cadangan karbon sebanyak 230 penebangan pada sistem agroforestri yang
Mg ha-1. Nilai ini masih dalam kisaran dari berada pada stadia suksesi muda berkisar
perkiraan cadangan karbon di Sumatra antara 2-4 Mg ha-1 tahun-1 , lebih rendah dari
maupun pada tempat lain di Kalimantan. laju pertumbuhan pada hutan tanaman yang
Dampak penebangan terhadap cadangan dikelola yaitu 5-7 Mg ha-1 tahun-1. Meskipun
karbon relatif kecil (hanya menurunkan 12% demikian, laju penyerapan karbon tidak
dari cadangan karbon yang ada), tetapi diperlukan dalam perhitungan, sebagai
sebenarnya ada kemungkinan cadangan perbandingan digunakan 'time-averaged'
karbon di hutan alam tersebut lebih tinggi dan cadangan karbon karena dapat memberikan
kehilangan akibat penebangan menjadi lebih perbandingan langsung.
tinggi dengan asumsi bahwa hutan alam yang
Konversi dari hutan ke lahan pertanian
lebih baik kondisinya telah ditebang
untuk padi lahan kering − siklus pertumbuhan
sebelumnya sehingga hutan yang tersisa tidak
'bera' (fallow) akan menurunkan cadangan
dapat mewakili kondisi aslinya.
karbon lebih dari 85%, tergantung pada
Ada dua sistem yang umum dilakukan lamanya siklus 'bera'. Agroforestri merupakan
petani di Kecamatan Sebuku dan Sembakung penggunaan lahan yang dapat dipilih, karena
yaitu (i) sistem Jakaw-padi, dimana petani pengelolaan pohon secara intensif dapat
menebang dan membakar pada plot bekas memberikan pendapatan, dan diharapkan
tebangan dan menanam padi lahan kering berfungsi sebagai penyerap karbon (cadangan
selama satu tahun atau lebih sebelum petani karbonnya 31% dari hutan alam).
meninggalkan lahannya dan membiarkan
Berdasarkan data yang diperoleh,
dalam keadaan 'bera' (fallow), dan (ii) sistem
disarankan bahwa bentuk pengelolaan yang
agroforestri, dimana petani menanam pohon
baik terhadap hutan bekas tebangan dengan

35
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

menghindari degradasi hutan memberikan Secara keseluruhan, pengelolaan terhadap


peluang yang paling baik dalam aktivitas penebangan merupakan prioritas
mempertahankan cadangan karbon di Kab. utama dalam upaya menurunkan kehilangan
Nunukan, selain itu juga memberikan cadangan karbon. Sementara itu, penekanan
pendapatan bagi masyarakat lokal. Dalam pada bentuk penggunaan lahan sistem
prakteknya, penebangan merupakan awal dari agroforestri dapat menyediakan suatu bagian
degradasi selanjutnya. Untuk mengurangi dari upaya penurunan kehilangan cadangan
hilangnya cadangan karbon, suatu pengelolaan karbon. Diskusi selanjutnya, seperti pilihan
lahan yang berkelanjutan dengan pertanian masyarakan (option), yang berkaitan dengan
yang dikelola secara intensif merupakan hal cadangan karbon perlu dikombinasikan
pokok yang diperlukan. Agroforestri dan dengan profitabilitas, kesempatan kerja dan
sistem penggunaan lahan berbasis pohon 'return to labour', seperti didiskusikan pada
lainnya menyediakan 'income' (pendapatan) bab terakhir dari laporan ini.
dengan cadangan karbon sekitar 20-40% dari
hutan alam, tergantung pada pengelolaan yang
dilakukan.

36
4. ALIH GUNA LAHAN DI KABUPATEN
NUNUKAN: PENDUGAAN CADANGAN
KARBON BERDASARKAN TIPE TUTUPAN
LAHAN DAN KERAPATAN VEGETASI PADA
SKALA LANSKAP

Atiek Widayati, Andree Ekadinata dan Ronny Syam

Pendahuluan pemantauan perubahan lahan dari waktu ke


waktu. Integrasi data perubahan tutupan
vegetasi dengan data hasil pengukuran
Latar Belakang
cadangan karbon pada skala plot dapat
Hutan memiliki cadangan karbon yang sangat memberikan pendugaan perubahan cadangan
besar. Pulau Kalimantan merupakan pulau karbon pada skala lanskap. Secara umum dua
terbesar di Indonesia dengan areal hutan yang metode yang akan dilakukan dalam studi ini
cukup luas, tetapi juga memiliki laju adalah:
penurunan areal dan kualitas hutan yang 1. Pendekatan yang dilakukan dengan
sangat cepat. Dengan kondisi seperti ini, membangun relasi kuantitatif antara
Kalimantan telah menjadi pusat perhatian informasi dari skala piksel pada citra satelit
dalam diskusi yang menyangkut dinamika dengan cadangan karbon. Relasi ini
tutupan hutan beserta dampaknya terhadap kemudian digunakan sebagai dasar untuk
cadangan dan penyerapan karbon. melakukan ekstrapolasi spasial.
Proyek FORMACS di Kabupaten 2. Pendekatan yang dilakukan dengan
Nunukan dicanangkan untuk menguji mengklasifikasikan kelas-kelas penutupan
pengelolaan hutan berbasis masyarakat sebagai lahan menjadi kelas-kelas penggunaan lahan
sebuah pendekatan dalam memperbaiki taraf yang kemudian dikonversi menjadi kelas
kehidupan masyarakat lokal dan mengurangi cadangan karbon berdasarkan atribut
ekses terhadap perubahan tutupan hutan. cadangan karbon dari kelas penggunaan
Pemantauan cadangan karbon diperlukan lahan tersebut.
untuk mengevaluasi efektivitas pendekatan Kedua pendekatan di atas memiliki
yang dilakukan pada proyek ini dalam kelebihan dan kekurangan masing-masing,
mencapai tujuan dan untuk menentukan oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan
informasi dasar mengenai laju perubahan untuk memadukan kedua pendekatan tersebut.
lahan, sebelum proyek dapat sepenuhnya Studi ini dilakukan dengan menggunakaan
berjalan secara efektif. kedua metode di atas, yang kemudian
dilanjutkan dengan analisa tingkat
Teknologi penginderaan jauh merupakan ketidakpastian (uncertainty) dari setiap metode.
salah satu cara yang efektif dalam melakukan

37
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Tujuan kecamatan yaitu Krayan, Lumbis, Sebuku,


Sembakung, Nunukan, dan Sebatik. Lokasi
Tujuan dari studi ini adalah: dan batas administrasi Kabupaten Nunukan
1. Melakukan analisis perubahan lahan ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Sebagian besar
Kabupaten Nunukan pada tahun 1996 wilayah Kabupaten Nunukan, terbentuk oleh
sampai 2003 dengan membandingkan dua DAS (Daerah Aliran Sungai) Sembakung dan
peta penutupan lahan yang dihasilkan oleh Sebuku dimana hubungan dataran tinggi-
analisa data pengindaran jauh secara dataran rendah/pantai terdapat pada
terpisah pada masing-masing tahun. Kecamatan Lumbis-Kecamatan Sembakung
dan Kecamatan Sebuku-Kecamatan Nunukan.
2. Membuat peta kerapatan vegetasi melalui Kecamatan Krayan yang terletak di bagian
analisis Normalized Difference Vegetation barat Kabupaten Nunukan, memiliki aliran
Index (NDVI) yang dihasilkan melalui sungai yang bermuara ke Kabupaten Malinau
pengolahan data pengindraan jauh. dan sama sekali terpisah dari jaringan sungai
3. Membangun relasi antara data pengukuran utama Kabupaten Nunukan (Gambar 4.1).
cadangan karbon di lapangan dengan nilai Daerah ini juga memiliki dinamika perubahan
NDVI pada tingkat piksel, yang kemudian tutupan hutan yang berbeda dengan daerah
akan digunakan sebagai basis ekstrapolasi lain di Nunukan. Berdasarkan hal tersebut,
cadangan karbon pada skala lanskap. pembahasan mengenai cadangan karbon
dalam tulisan ini akan difokuskan pada area
4. Membangun relasi antara rata-rata DAS Sembakung dan Sebuku.
pendugaan cadangan karbon untuk tiap
kelas penutupan lahan dan perubahan
tutupan lahan sebagai salah satu alternatif Data
dalam penaksiran cadangan karbon pada
skala lanskap.
Citra Satelit
5. Menganalisa kelebihan dan kekurangan
Sejumlah citra Landsat multitemporal digunakan
pendekatan-pendekatan yang digunakan
untuk membuat peta penutupan lahan
berdasarkan tingkat ketidakpastian dalam
Kabupaten Nunukan. Waktu perekaman
relasi yang dibangun, untuk digunakan
masing-masing citra satelit tercantum pada
sebagai pertimbangan dalam penggunaan
Tabel 4.1, sedangkan cakupan citra satelit di
metode yang sama di masa yang akan
wilayah Kabupaten Nunukan diperlihatkan
datang.
pada Gambar 4.2.

Lokasi Studi Karakter Spasial dan Spektral Citra


Landsat
Kabupaten Nunukan terletak di bagian timur Citra Landsat memiliki 7 kanal spektral
laut Propinsi Kalimantan Timur. Wilayah dengan resolusi spasial 30 m. Cakupan
Kabupaten Nunukan mencakup enam spektrum citra Landsat, berkisar antara 0,45-

Tabel 4.1. Waktu perekaman citra satelit Landsat

Path/row Landsat 5/ETM Landsat 7/ETM


117/057 29 Desember 1996 23 Januari 2003
118/057 13 Juli 1996 22 Mei 2003
118/058 17 Agustus 1997 22 Mei 2003

38
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Gambar 4.1. Peta Elevasi Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur

Gambar 4.2. Cakupan citra Landsat

39
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

0,69 m pada spektrum sinar tampak dan 0,76- Metode


2,35 m pada spektrum infra merah. Masing-
masing kanal spektral Landsat mewakili
berbagai karakteristik spektral yang dapat
Klasifikasi Penutupan Lahan dan
digunakan untuk mengidentifikasi berbagai Perubahan Penutupan Lahan
penampakan di permukaan bumi. Metode yang digunakan dalam analisa
Karakteristik spektral tersebut ditunjukkan perubahan penutupan lahan adalah metode
oleh Tabel 4.2. Post Classification Comparison. Data perubahan
penutupan lahan yang digunakan dalam
Data Spasial Pendukung metode tersebut berupa data yang berasal dari
peta penutupan lahan multiwaktu. Diagram
Data spasial pendukung dibutuhkan dalam
alir klasifikasi penutupan lahan dan deteksi
beberapa analisa yang akan dilakukan di
perubahannya ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Kabupaten Nunukan. Berdasarkan tipe
informasinya, data spasial pendukung yang
dibutuhkan meliputi peta: topografi, Koreksi Citra Satelit
pembagian administratif, geologi dan sistem
Koreksi Radiometrik
lahan. Daftar peta yang digunakan dalam studi
ini ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Data penginderaan jauh yang diperoleh dari
wahana satelit memberikan informasi tentang

Tabel 4.2. Karakteristik spektral citra Landsat (Lillesand dan Kiefer, 1994)

Panjang Gelombang
Saluran (band) Sifat dan Aplikasinya
μ m)

1 0.45-0.52 • Tanggap peningkatan penetrasi tubuh air
• Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah, vegetasi
2 0.53-0.6 • Mengindera puncak pantulan cegetasi
• Menekankan perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan
3 0.63-0.69 • Untuk memisahkan vegetasi
• Saluran pada serapan klorofil dan memperkuat kontras vegetasi dan bukan
vegetasi
4 0.76-0.9 • Tanggap biomasa vegetasi
• Identifikasi tipe vegetasi
• Memperkuat kontras tanah - tanaman dan lahan - air
5 1.55-1.75 • Menentukan jenis tanaman dan kandungan air tanaman
• Membantu menentukan kondisi kelembaban tanah
6 10.4-12.5 • Deteksi suhu obyek
• Analisa gangguan vegetasi
• Perbedaan kelembaban tanah
7 2.08-2.35 • Pemisahan formasi batuan
• Analisis bentuk lahan

Table 4.3. Daftar peta-peta pendukung.

No Judul Skala Sumber


1 Peta topografi 1:50.000 Dit Top Angkatan Darat
2 Peta perencanaan wilayah - BAPPEDA Nunukan
3 Peta geologi 1:250.000 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
4 Peta sistem lahan 1:250.000 Departemen Transmigrasi

40
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Gambar 4.3. Diagram alir klasifikasi penutupan


lahan dan deteksi perubahannya.

reflektansi obyek-obyek yang ada di Koreksi Geometrik


permukaan bumi. Jumlah reflektansi yang
ditangkap oleh sensor satelit diwujudkan Koreksi geometrik dilakukan untuk
dalam bentuk nilai digital (Digital memperbaiki citra satelit akibat kesalahan
Number/DN) atau disebut juga Digital Counts geometrik. Kesalahan-kesalahan geometrik
(DC) pada citra. Pada saat nilai reflektan yang ada pada citra satelit dapat diakibatkan
diubah oleh sensor satelit menjadi nilai digital oleh beberapa faktor antara lain: variasi
dalam suatu skala tertentu terdapat kesalahan- ketinggian tempat, variasi ketinggian satelit,
kesalahan yang diakibatkan oleh beberapa variasi kecepatan sensor, kesalahan panoramik,
faktor, antara lain: kondisi atmosfer pada saat kelengkungan bumi, refraksi atmosfer, variasi
citra direkam, scene illumination, variasi bentuk relief permukaan bumi dan ketidak-
pandangan secara geometri dan karakteristik linieran cakupan sensor satelit (IFOV/
respon sensor (Lillesand and Kiefer, 1994 and Instantaneous Field of View) (Lillesand and
Chavez, 1996). Kesalahan-kesalahan tersebut Kiefer, 1994). Pada penelitian ini, dengan
dapat dihilangkan dalam proses koreksi asumsi bahwa kesalahan geometrik yang
radiometrik. terjadi pada citra satelit berupa kesalahan non

41
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

sistematis maka proses koreksi geometrik yang Area Contoh


dilakukan dengan menggunakan hubungan
matematik antara koordinat piksel dalam citra Dataset area contoh dikumpulkan pada saat
satelit dengan koordinat piksel sebenarnya di kegiatan pengecekan lapangan. Letak area
lapangan. Hubungan matematik dihasilkan contoh di lapangan direkam dengan GPS
dari data Ground Control Point (GCP) yang (Global Positioning System). Kelas penutupan
diperoleh dari peta topografi. lahan yang dapat diidentifikasi di lapangan
selama kegiatan pengecekan lapangan
Klasifikasi Penutupan Lahan sebanyak 13 kelas, kelas-kelas tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Klasifikasi penutupan lahan dilakukan dengan
menggunakan metode klasifikasi terbimbing Tabel 4.4. Kelas-kelas Penutupan Lahan
(supervised classification). Dalam metode
No Kelas Penutupan Lahan
klasifikasi terbimbing sejumlah area contoh
1 Mangrove (Bakau)
(training area) digunakan untuk menentukan 2 Hutan Primer
batasan nilai spektral tiap tipe penutupan 3 Hutan Tanaman Industri
lahan. Nilai tersebut akan digunakan oleh 4 Hutan Bekas Tebangan
5 Hutan Sekunder
suatu algorithma klasifikasi untuk mengidenti- 6 Kebun Campuran Tua (agroforestri)
fikasi nilai-nilai spektral lain pada area tertentu 7 Kebun Campuran Muda (agroforestri)
8 Kebun Kelapa Sawit muda
dalam citra satelit. Hasil proses algorithma 9 Semak
klasifikasi berupa citra yang telah dikategorisa- 10 Lahan terbuka
sikan menjadi beberapa tipe penutupan lahan. 11 Pemukiman
12 Kolam Ikan
13 Badan air

Gambar 4.4. Tipe penutupan lahan di Kabupaten Nunukan, agroforestri (kiri atas), kelapa sawit muda (kanan
atas). Tambak (kiri bawah) dan hutan sekunder (kanan bawah)

42
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Klasifikasi Citra Satelit • Pada proses klasifikasi tingkat kedua, dua


komponen kelas "mangrove dan hutan
Proses klasifikasi untuk menghasilkan peta primer" dapat dipisahkan dengan
penutupan lahan Nunukan, dilakukan menggunakan informasi tematik dari peta
berdasarkan suatu struktur klasifikasi sistem lahan, peta geologi dan peta
bertingkat yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. topografi. Untuk kelas besar "hutan
Terdapat 3 tingkatan proses klasifikasi dalam sekunder" dibedakan menjadi dua: hutan
klasifikasi bertingkat, dimana tiap tingkatan tanaman industri diidentifikasi
menggunakan sumber informasi yang berbeda menggunakan peta konsesi hutan tanaman
dengan menggabungkan batasan nilai spektral industri Kabupaten Nunukan, sedangkan
contoh yang diperoleh dari citra satelit dan kebun campuran tua diidentifikasi
informasi tambahan yang berasal dari peta menggunakan keterkaitan kebun tersebut
tematik. Ketiga tingkatan tersebut adalah: dengan pemukiman, jalan dan sungai.
• Tingkatan pertama digunakan untuk Hutan bekas tebangan dapat
mengklasifikasikan tipe penutupan lahan diklasifikasikan menggunakan informasi
dengan hanya mengunakan informasi dari tematik yang terdapat pada peta batas
dataset area contoh. Kelas-kelas hasil klasi- konsesi hutan Kabupaten Nunukan dan
fikasi tingkat pertama umumnya berupa adanya jalan sarad yang dapat dilihat
gabungan dari dua kelas penutupan lahan, dengan jelas pada citra Landsat.
oleh karena itu harus dipisahkan pada • Klasifikasi tingkat ketiga dilakukan untuk
proses klasifikasi tingkat kedua dan ketiga. memisahkan kelas hutan bekas tebangan

Gambar 4.5. Struktur Klasifikasi bertingkat

43
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

menjadi dua kategori. Klasifikasi tingkat Perhitungan NDVI


ketiga menggunakan informasi yang
diperoleh dari plot-plot pengamatan di NDVI pada dasarnya mengukur kemiringan
Kabupaten Nunukan. (slope) antara nilai asli band merah dan band
infra merah di angkasa dengan nilai band
Deteksi perubahan penutupan lahan merah dan infra merah yang ada dalam tiap
piksel citra. Berikut ini adalah rumus
Deteksi perubahan penggunaan lahan penghitungan NDVI:
dilakukan dengan metode Post Classification
Comparison (Sunar, 1998). Citra terklasifikasi NIR - Red
Kabupaten Nunukan tahun 1996 dan 2003 di- NDVI =
NIR + Red
overlay dan dibandingkan satu dengan lainnya
untuk menghitung perubahan penutupan dimana NIR = nilai band infra merah; Red =
lahan. nilai band merah

Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1.


Pemetaan kerapatan vegetasi
Nilai -1 sampai 0 menunjukkan daerah yang
Respon spektral citra satelit umumnya tidak memiliki penutupan vegetasi.
memiliki sensitivitas terhadap kerapatan
vegetasi (indeks luas daun/Leaf Area Dalam penelitian ini, nilai NDVI ditunjuk-
Index/LAI), tajuk pohon dan kandungan air di kan dalam persentase, dimana nilai terendah
daun tumbuhan. Kerapatan vegetasi akan (-1) ditunjukkan dengan angka 0 dan nilai
bertambah dari lahan terbuka hingga beberapa tertinggi (1) ditunjukkan dengan angka 100.
tahap suksesi, namun pantulan dalam
spektrum sinar tampak berkurang karena Pendugaan penutupan lahan yang
adanya penambahan luasan daun dan berada di bawah awan
penyerapan, begitu juga pada bayangan yang
Akibat tingkat penutupan awan pada citra
diakibatkan oleh tajuk pohon. Indeks luas
cukup tinggi (40%) akan menghasilkan peta
daun maksimal lebih cepat tercapai pada saat
penutupan lahan dengan jumlah area bernilai
awal suksesi, berbeda dengan basal area
"No Data" cukup luas dan akan berpengaruh
maksimum pohon dan biomas pohon. Pada
pada hasil perhitungan perubahan penutupan
saat yang sama terjadi peningkatan pantulan
lahan. Data luas tiap tipe penutupan lahan
spektrum infra merah yang diakibatkan adanya
yang akurat juga sulit diperoleh karena
pantulan dari tajuk, transmisi gelombang yang
penutupan awan pada citra meliputi tipe
melewati tajuk dan pantulan tanah (Coops et
penutupan lahan yang berbeda-beda. Data
al., 1997). Hubungan antara respon spektral
luas tersebut diperlukan pada saat pendugaan
pada spektrum sinar tampak dan infra merah
cadangan karbon pada skala lanskap. Untuk
dengan kerapatan vegetasi dapat dijelaskan
menduga tipe dan luas penutupan lahan yang
dengan suatu indeks yang disebut 'indeks
ada di bawah penutupan awan digunakan
vegetasi' (Huete, 1998). Indeks vegetasi
metode pendekatan SIG. Metode ini
merupakan kombinasi matematis antara band
menggunakan kombinasi informasi tipe
merah dan band NIR yang telah lama
penutupan lahan yang berasal dari areal yang
digunakan sebagai indikator keberadaan dan
bebas penutupan awan, sistem penggunaan
kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1994).
lahan dan data elevasi. Diagram alir metode
Penelitian ini menggunakan salah satu indeks
pendugaan tipe dan luas penutupan lahan di
vegetasi yaitu Normalized Difference Vegetation
bawah penutupan awan ditunjukkan pada
Index (NDVI).
Gambar 4.6.

44
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Pendugaan Cadangan Karbon dengan nilai cadangan karbon piksel yang


sama sebagai dasar untuk proses extrapolasi
Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial.
spasial dilakukan dengan dua metode yaitu:
• Metode pertama: menggunakan informasi Metode 1: Ekstrapolasi berdasarkan peta
luas penutupan lahan yang sudah penutupan lahan
merupakan gabungan dari hasil klasifikasi
dan hasil pendugaan daerah di bawah Pendugaan cadangan karbon pada dua citra
tutupan awan yang dilakukan dengan dengan tahun yang berbeda pada dasarnya
menggunakan metode seperti Gambar 4.6. dilakukan sebagai proses pemberian atribut
Kemudian luas tiap kelas penutupan lahan ulang pada peta penutupan lahan dengan data
dikalikan dengan data hasil perhitungan cadangan karbon pada skala plot tipe
cadangan karbon di atas tanah (above ground penutupan lahan yang sama. Hasil yang
Carbon stock) dari kelas penutupan lahan diharapkan adalah dugaan cadangan karbon
yang bersangkutan. Data perhitungan berdasarkan tipe penutupan lahan.
cadangan karbon di atas tanah tiap kelas
Langkah kerja metode 1:
penutupan lahan di peroleh dari Bab 2
(Rahayu et al., buku ini) dengan data 1. Interpretasi ulang tipe penutupan lahan
tambahan dari pustaka lain untuk tipe yang ada pada peta berdasarkan tipe
penutupan lahan yang tidak diambil penutupan lahan dari hasil pengukuran plot
contohnya. di lapangan.
• Metode kedua: menggunakan hubungan 2. Pemberian atribut tiap tipe penutupan
matematis antara nilai NDVI piksel citra lahan dan data kerapatan cadangan karbon
hasil pengukuran di lapangan (Table 4.5)

Gambar 4.6. Pendugaan tipe dan luas penutupan lahan di bawah penutupan awan

45
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Tabel 4.5. Hasil klasifikasi ulang proses pendugaan cadangan karbon

Tipe penutupan lahan dari Kerapatan karbon


No. Tipe penutupan lahan pada pengukuran plot
klasifikasi citra satelit (Mg ha-1)
1 Hutan primer Hutan primer 230.1
2 Hutan bekas tebangan Hutan bekas tebangan 201.3
3 Semak Jakaw 0-10 tahun (bekas tebangan, padi, dan suksesi 19.4
sekunder)
4 Hutan sekunder Jakaw >10 tahun (bekas tebangan, padi, suksesi 58
sekunder)
5 Kebun campuran muda Agroforestri 0-10 tahun 37.7
6 Kebun campuran tua Agroforestri 11-30 tahun 72.6
7 - Imperata 4.2
8 Hutan tanaman industri Acacia (Lasco et al., 1999) 88.1
9 Mangrove Mangrove (Lasco et al., 2000) 176.8
10 Perkebunan muda Kelapa sawit (Tomich et al., 1998) 91
11 Sawah -
12 Tambak -
13 Lahan terbuka -
14 No data -
15 Pemukiman -
16 Tubuh air -

3. Penghitungan luas tiap tipe penutupan Coops et al., 1997 menyatakan bahwa luas
lahan untuk memperoleh neraca karbon bidang dasar tegakan akan terus bertambah
DAS Sembakung dan Sebuku pada tahun seiring dengan pertumbuhan tegakan, namun
1996 dan 2003. pertambahan tersebut tidak mempengaruhi
sinyal penginderaan jauh. Sinyal tersebut
Metode 2: Extrapolasi berdasarkan plot dipengaruhi oleh tingkat penutupan tajuk yang
pengamatan cadangan karbon akan mencapai 100% pada saat tumbuhan
masih muda. Demikan juga untuk LAI, bentuk
Hingga saat ini belum ada metode yang dapat hubungan antara NDVI dan LAI adalah
mengukur kandungan karbon yang ada di kurvilinier dan mencapai puncaknya pada nilai
dalam tanah pada skala lanskap. Hubungan LAI = 6 untuk hutan konifer (Spanner, Pierce
antara NDVI dan data hasil pengukuran et al., 1996 dalam Brown, 1996).
lapangan mampu memberikan informasi
tentang biomasa vegetasi dan merupakan Pada dasarnya metode ini dilakukan untuk
salah satu metode pendekatan untuk menduga mencari hubungan antara cadangan karbon
kandungan karbon (Brown, 1996). skala plot dengan data penginderaan jauh.
Penggunaan karakteristik spektral dan Data cadangan karbon di atas tanah pada
transformasi data penginderaan jauh lainnya skala plot terdiri dari 4 komponen, yaitu:
untuk menduga biomasa serta karakteristik biomasa pohon, biomasa tumbuhan bawah,
biofisik vegetasi telah dilakukan dalam nekromasa dan biomasa serasah. Nilai NDVI
penelitian-penelitian sebelumnya. Terdapat menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi
hubungan empiris yang cukup kuat antara berdasarkan tingkat kehijauan vegetasi.
transformasi spektral dengan luas bidang Tingkat kehijauan vegetasi dipengaruhi oleh
dasar (basal area) dan kerapatan pohon (Coops daun sebagai komponen biomasa pohon dan
et al., 1997). Gemmel & Goodenough, 1992 in biomasa tumbuhan bawah. Metode 2 ini

46
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

terbatas penggunaannya karena terdapat pada saat itu adalah hutan. Kelas hutan primer
banyak penutupan awan pada citra satelit. dan sekunder mencakup areal seluas hampir
Untuk daerah yang tertutup awan, nilai NDVI 9000 km2 atau lebih dari 55% total area
tidak dapat diperoleh. Kabupaten Nunukan. Luasan areal hutan di
atas selayaknya dianggap sebagai taksiran
Langkah kerja metode 2: minimal, mengingat cukup luasnya tutupan
1. Ekstraksi nilai NDVI pada tiap lokasi plot awan pada citra satelit. Hutan mangrove yang
pengukuran cadangan karbon. berlokasi di dekat garis pantai Kecamatan
Nunukan dan Sembakung, mencakup areal
2. Analisa regresi hubungan antara cadangan
seluas lebih dari 5% dari total luasan areal
karbon skala plot dengan nilai NDVI.
studi. Areal yang dikategorikan sebagai no data
3. Pendugaan cadangan karbon menggunakan akibat penutupan awan dan bayangan awan
persamaan regresi terpilih pada piksel citra meliputi hampir 28% areal Nunukan di tahun
yang bebas awan di DAS Sembakung dan 1997/1997 (Tabel 4.6).
Sebuku, Kabupaten Nunukan tahun 1996
dan 2003. Tutupan Lahan Kabupaten Nunukan tahun
2003
Hasil dan Pembahasan Hasil klasifikasi citra Landsat Enhanced
Thematic Mapper (ETM) Kabupaten
Tutupan Lahan Nunukan tahun 2003 ditunjukkan dalam
Gambar 4.8. Tutupan awan pada citra ini
Tutupan Lahan Kabupaten Nunukan tahun mencapai hampir 42% areal studi, lebih tinggi
1996 daripada tutupan awan di tahun 1996. Hutan
primer dan sekunder masih merupakan tipe
Hasil klasifikasi citra Landsat Thematic Mapper
penutupan lahan yang dominan di Kabupaten
(TM) tahun 1996/1997 (Gambar 4.7)
Nunukan, walaupun luasannya mengalami
menunjukkan bahwa tipe penutupan lahan
penurunan dari tahun 1996 menjadi sekitar
yang paling dominan di Kabupaten Nunukan
44% dari total luasan Kabupaten Nunukan.

Gambar 4.7. Citra Landsat terklasifikasi Kabupaten Nunukan tahun 1996/1997

47
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Tabel 4.6. Ikhtisar area penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 1996/1997

Tipe penutupan lahan semak meningkat Sembakung dan Sebuku yang mencakup areal
menjadi 320 km2 atau sekitar 2% dari total seluas 1.1 juta hektar dari 1.6 juta hektar total
areal studi. area Kabupaten Nunukan. Hasil pendugaan
penutupan lahan tahun 1996 dan 2003
Pendugaan Tipe Penutupan Lahan Pada ditunjukkan dalam Tabel 4.8. Areal hutan hasil
Areal Tertutup Awan pendugaan menunjukkan peningkatan yang
signifikan dari 55,6% menjadi 84% untuk
Pendugaan penutupan lahan pada areal tutupan lahan di tahun 1996. Sedangkan untuk
tertutup awan dengan menggunakan informasi tutupan lahan di tahun 2003, areal hutan hasil
pendukung dari peta sistem lahan dan peta pendugaan meningkat menjadi 64% dari
elevasi dilakukan pada wilayah DAS luasan sebelumnya yang hanya 28.9%.

Gambar 4.8. Citra Landsat terklasifikasi Kabupaten Nunukan tahun 2003

48
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Tabel 4.7. Ikhtisar area penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 2003

Tabel 4.8A. Ikhtisar tutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 1996

Table 4.8B. Penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 2003 setelah penghilangan awan

49
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Perubahan Tutupan Lahan per tahun. Peta perubahan tutupan hutan


(Gambar 4.9) menunjukkan bahwa sebagian
Perubahan tutupan lahan pada DAS besar areal hutan yang hilang berlokasi dekat
Sembakung dan Sebuku di Kabupaten dengan aliran sungai utama. Luasan hutan
Nunukan pada periode 1996-2003 mangrove lebih stabil dibandingkan luas
mengindikasikan adanya aktivitas konversi kawasan hutan, dengan tutupan seluas 6%
hutan. Luasan hutan primer berkurang dari sepanjang garis pantai Sebuku dan
915,18 ha di tahun 1996 menjadi 697,7 ha di Sembakung. Tipe penutupan lahan yang
tahun 2003. Dengan kata lain, areal hutan menggantikan hutan primer pada umumnya
berkurang sekitar 24% dalam waktu 7 tahun, adalah kelas hutan sekunder, sejumlah kecil
dengan tingkat konversi hutan sekitar 3,85% hutan tanaman industri dan tambak.

Gambar 4.9. Peta perubahan tutupan hutan Sembuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan

Gambar 4.10. Ikhtisar perubahan tutupan lahan Sembakung dan Sebuku, Kabupaten Nunukan

50
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Kerapatan Vegetasi Perbedaan area tutupan awan pada tahun


1996 dan 2003 menimbulkan kesulitan untuk
Proses penghitungan Normalized Difference dapat membandingkan distribusi kerapatan
Vegetation index (NDVI) menghasilkan dua vegetasi secara tepat, walaupun dapat
peta NDVI Kabupaten Nunukan (Gambar diketahui bahwa sebagian besar area Sebuku
4.11), masing-masing untuk tahun 1996 dan dengan kisaran NDVI 70-99 di tahun 1996
2003. Nilai NDVI yang dihasilkan, bervariasi berubah menjadi kisaran 60-70 di tahun 2003.
antara 50 sampai 99, hanya sejumlah kecil
piksel yang bernilai dibawah 50 (non vegetasi). Citra satelit yang digunakan dalam studi ini
(citra bagian barat dan citra bagian timur)

Gambar 4.11. Kerapatan vegetasi (NDVI) di Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan di tahun 1996 (atas)
dan 2003 (bawah) dipadu dengan distribusi plot pengukuran cadangan karbon.

51
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

direkam dalam dua musim yang berbeda dan menjadi 175 Mg ha-1, hal ini sebagin besar
tidak dilakukan kalibrasi terhadap faktor- terjadi akibat adanya 217.000 ha hutan primer
faktor atmosfer dan musim. Oleh karena itu, yang dikonversi menjadi tipe penggunaaan
maka nilai NDVI yang dihasilkan ikut lahan lain. Dalam hal ini, penurunan cadangan
terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut. karbon (17%) lebih rendah daripada
Perbedaan musim pada waktu perekaman penurunan luasan hutan primer (24%).
menimbulkan penyimpangan dalam
penghitungan nilai NDVI. Penyimpangan ini Distribusi geografis konversi hutan dan
terjadi bukan akibat adanya perubahan akibatnya terhadap penurunan cadangan
tutupan lahan, melainkan lebih diakibatkan karbon sangat sulit diungkapkan secara akurat
oleh perbedaan kandungan air pada vegetasi. akibat luasnya tutupan awan pada citra satelit.
Faktor lain yang menyebabkan penyimpangan Secara umum, dapat dikatakan bahwa
nilai NDVI adalah kabut, yang mengakibatkan Kecamatan Sebuku telah mengalami
nilai NDVI menjadi lebih rendah dari keadaan penurunan luasan hutan secara substansial
sebenarnya. Kasus semacam ini dapat dilihat menjadi jakaw, areal bekas tebangan, dan
dengan jelas pada bagian barat Lumbis dimana perkebunan muda. Sebaliknya, areal pantai
nilai NDVI yang dihasilkan berkisar antara 40- Kecamatan Nunukan dapat dikatakan stabil
50, walaupun tipe penutupan lahan pada areal dengan keberadaan hutan mangrove,
tersebut adalah hutan. walaupun di bagian utara terjadi degradasi dan
alih guna hutan. Perubahan ini memberikan
Pendugaan Cadangan Karbon Pada kontribusi besar terhadap penurunan
cadangan karbon di Kecamatan Nunukan.
Skala Lanskap

Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan


Tutupan Lahan Kerapatan Vegetasi

Peta cadangan karbon (Gambar 4.12) Kerapatan karbon dari plot pengukuran
dihasilkan dari perpaduan kelas penutupan
lahan dan nilai kerapatan karbon pada kelas Hanya informasi dari 26 plot pengukuran
tutupan lahan terkait (Tabel 4.5). Peta ini cadangan karbon (apendiks 1) yang dapat
mengindikasikan penurunan cadangan karbon digunakan dalam membangun hubungan
yang cukup substansial pada periode 1996- regresi antara NDVI dengan nilai cadangan
2003 di Kabupaten Nunukan, terutama pada karbon di atas tanah (aboveground Carbon stock).
daerah aliran sungai di bagian tengah Plot-plot pengukuran tersebut berlokasi di
Kecamatan Sebuku. daerah bebas awan citra Landsat Kabupaten
Nunukan. Tipe guna lahan dengan nilai NDVI
Neraca karbon total diperkirakan tertinggi adalah plot yang diukur pada area
berdasarkan tutupan lahan dari total areal agroforestri dan jakaw yang diberakan selama
pada masing-masing tipe penutupan lahan, lebih dari 6 tahun (NDVI>=69). Nilai
termasuk luasan lahan yang diduga dari areal tersebut sesuai dengan harapan, mengingat
tutupan awan. Pada DAS Sebuku dan rapatnya tutupan kanopi dari tegakan muda di
Sembakung, Kabupaten Nunukan, total plot tersebut. Areal bekas tebangan juga
cadangan karbon mendekati 228 Tg1 di tahun memiliki nilai NDVI yang cukup tinggi (67-
1996 dan 189 Tg di tahun 2003, hal ini berarti 69). Sedangkan, plot di tipe guna lahan jakaw
telah terjadi penurunan cadangan karbon dengan periode bera yang singkat
sebesar 17% dalam waktu 7 tahun. Rata-rata menunjukkan rentang NDVI yang cukup lebar
cadangan karbon menurun dari 211 Mg ha-1 (45-67). Sayangnya, seluruh plot yang
berlokasi di hutan ternyata berada pada daerah
1 Tg = 1012 g

52
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Gambar 4.12. Distribusi kerapatan karbon berdasarkan tipe penutupan lahan di cekungan Sembakung dan
Sebuku, Kabupaten Nunukan, pada tahun 1996/7 (atas) dan 2003 (bawah)

tutupan awan citra satelit, sehingga nilai cadangan karbon, sehingga didapatkan
NDVI dari plot tersebut tidak dapat kesesuaian dengan asumsi analisa regresi
dihasilkan. Relasi antara nilai kerapatan karbon standar untuk keragaman mutlak (uniform
dari pengukuran plot dengan nilai NDVI variability). Walaupun kerapatan karbon terus
ditunjukkan oleh Gambar 4.13. meningkat seiring dengan pertumbuhan
biomasa kayu dan riap tegakan, nilai NDVI
Relasi antara nilai NDVI dan cadangan menunjukkan saturasi pada nilai 70 dimana
karbon, secara khusus dapat dikatakan index area daun (leaf area index) mencapai
berbentuk kurva lengkung (curvilinear). Dengan optimum. Secara keseluruhan, hanya 54%
memperhatikan hal tersebut, diperlukan variasi nilai logaritmik kerapatan karbon yang
proses transformasi logaritmik terhadap nilai dapat diwakili oleh nilai NDVI. Perlunya relasi

53
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

Gambar 4.13. Relasi antara NDVI dan cadangan karbon di atas tanah (pada skala logaritmik); relasi untuk
seluruh data (kiri) dan relasi pada rentang NDVI yang lebih besar dari 60

yang dibangun secara bertahap, sebagaimana dan keberadaan kabut pada citra satelit
diindikasikan oleh data, dilakukan dengan (Gambar 4.14)
memisahkan nilai NDVI yang >60. Pemisahan
ini memperbaiki keseragaman terhadap kera- Perbandingan secara langsung dengan
gaman data, walau pun disisi lain, mengurangi pendekatan pertama hanya mungkin dilakukan
kemungkinan terwakilinya seluruh tingkat pada area bebas awan, seluas 738.000 ha pada
keragaman. Berdasarkan hal-hal tersebut di tahun 1996 dan 512.000 ha di tahun 2003.
atas, persamaan regresi yang akan digunakan Pada area tersebut, pendugaan cadangan
untuk perhitungan selanjutnya adalah: karbon berdasarkan nilai NDVI menunjukkan
penurunan yang dramatis dari tahun 1996 ke
Densitas karbon [Mg ha-1] = 0.0019*e 0.1462*NDVI tahun 2003. Pada tahun 1996, rata-rata nilai
dugaan kerapatan karbon adalah 221 Mg ha-1,
Penggunaan persamaan eksponensial dan sedangkan pada tahun 2003 nilai cadanagn
transformasi logaritmik dalam membangun karbon berkurang menjadi hanya 27 Mg ha-1
relasi terhadap cadangan karbon terukur, (Tabel 4.9).
memunculkan prediksi bahwa untuk
pendugaan cadangan karbon akan Tabel 4.9. Perbandingan cadangan karbon
menghasilkan rata-rata nilai taksiran yang Kabupaten Nunukan tahun 1996 dan 2003
terlalu rendah (undersestimation). Pada berdasarkan dua pendekatan yang berbeda
kenyataannya, perbandingan rata-rata nilai
Rata-rata kerapatan Rata-rata kerapatan
dugaan terhadap nilai sebenarnya pada plot Tahun karbon berdasarkan karbon berdasarkan
pengukuran menghasilkan 52,8% nilai tutupan lahan [Mg ha-1] NDVI [Mg ha-1]
kesesuaian (59,7% jika digunakan pemisahan 1996 210 222
terhadap nilai NDVI >60). Penggunaan 2003 166 27
persamaan tersebut dalam menduga cadangan
karbon pada skala lanskap akan menghasilkan
nilai taksiran yang terlalu rendah. Meskipun, Perbandingan nilai dugaan cadangan karbon
regresi yang diperoleh berasal dari nilai NDVI berdasarkan peta tutupan lahan dan peta
tahun 2003, namun digunakan juga dalam
menduga cadangan karbon tahun 1996,
kerapatan vegetasi
dengan mengabaikan perbedaan nilai NDVI Untuk tahun 1996, rata-rata nilai kerapatan
yang mungkin terjadi akibat perbedaan musim karbon pada area bebas awan menunjukkan

54
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap

Gambar 4.14. Peta dugaan kerapatan karbon berdasarkan nilai NDVI untuk DAS Sembakung dan Sebuku,
Kabupaten Nunukan pada tahun 1996 (atas) dan 2003 (bawah).

perbedaan yang kecil antara dua pendekatan karbon pada nilai NDVI >70, dimana pada
yang digunakan. Sedangkan untuk tahun 2003, rentang tersebut, cadangan karbon
ditemukan perbedaan yang cukup besar antara bervariasi antara 50 to 250 Mg ha-1. Tidak
nilai dugaan karbon dari dua pendekatan linearnya hubungan regresi antara NDVI
tersebut. Beberapa faktor yang menimbulkan dan cadangan karbon akhirnya
perbedaan ini adalah: menimbulkan bias dalam nilai dugaan
karbon sebagaimana dijelaskan di atas.
a. Pendugaan cadangan karbon berdasarkan
nilai NDVI menunjukkan hasil yang secara b. Pendugaan karbon berdasarkan tipe
umum merupakan taksiran yang terlalu tutupan lahan membutuhkan proses analisa
rendah. Hal ini terjadi akibat lemahnya akurasi peta tutupan lahan dengan
korelasi antara NDVI dan nilai kerapatan menggunakan data hasil pengecekan
karbon terukur. Selain itu, juga diakibatkan lapangan (dengan titik contoh yang belum
oleh tingginya keragaman nilai cadangan dipergunakan dalam membangun kunci

55
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan

interpretasi). Verifikasi hasil pendugaan 3. Pendugaan cadangan karbon berdasarkan


cadangan karbon, dapat dilakukan dengan nilai NDVI pada tingkat piksel dan
menggunakan pengukuran lapangan yang hubungan regresi terhadap cadangan
independen. karbon, secara esensial berbeda dengan
hasil yang didapatkan melalui ekstrapolasi
Nilai NDVI dari citra satelit tahun 1996 cadangan karbon secara spasial berdasarkan
secara keseluruhan lebih tinggi daripada nilai tipe penutupan lahan.
NDVI tahun 2003 akibat adanya perbedaan 4. Dengan menggunakan koreksi terhadap
musim (kandungan air pada tumbuhan) dan areal tutupan awan, rata-rata kerapatan
kualitas citra secara keseluruhan (keberadaan cadangan karbon di DAS Sembakung dan
kabut), hal ini dapat dilihat secara jelas pada Sebuku (Kabupaten Nunukan tanpa
areal hutan yang tidak berubah baik di tahun Kecamatan Krayan) menurun antara tahun
1996 ataupun 2003. Disamping itu, analisa 1996-2003 dari 211 menjadi 175 Mg ha-1.
regresi dihasilkan hanya dengan menggunakan Hal ini terjadi akibat konversi 217.000
nilai NDVI di tahun 2003 dan pada (24%) ha hutan primer menjadi tipe
kenyataannya sejumlah besar piksel di tahun penggunaan lahan lainnya. Hilangnya
1996 memiliki nilai NDVI di luar rentang nilai cadangan karbon (17%) lebih kecil daripada
NDVI tahun 2003. Hal ini mengakibatkan penurunan areal hutan primer (24%), hal
proses ektrapolasi nilai cadangan karbon di ini dikarenakan tipe penggunaan lahan
tahun 1996 dilakukan dengan dasar hubungan pengganti masih menyimpan sebagian
regresi yang lemah. Kesamaan hasil di tahun cadangan karbon dari hutan primer.
1996, mungkin terjadi hanya karena kebetulan
akibat dua tipe kesalahan yang saling 5. Sumber kesalahan dari pendugaan
bertentangan dan bukan karena hubungan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan
yang kuat antara dua pendekatan yang lahan adalah lemahnya definisi (termasuk di
digunakan. dalamnya keragaman internal) 'hutan
sekunder' dalam tahapan klasifikasi tutupan
lahan, ditambah lagi adanya kemungkinan
terjadinya perubahan cadangan karbon di
Kesimpulan
dalam tipe penutupan lahan tertentu
Kesimpulan dari studi ini adalah sebagai (terutama dalam kategori areal bekas
berikut: tebangan dan agroforestri) yang
berhubungan dengan intensitas
1. Telah terjadi perubahan tutupan lahan yang penggunaan lahan pada masing-masing
substansial di Kabupaten Nunukan antara kategori.
tahun 1996-2003, dimana diperkirakan 6. Walaupun pendugaan cadangan karbon
3,85% areal hutan primer dikonversi secara langsung melalui data penginderaan
menjadi tipe penggunaan lahan lain setiap jauh memiliki keunggulan teoritis
tahunnya. dibandingkan pendugaan berbasis tipe
2. Peta kerapatan vegetasi berdasarkan tutupan lahan, namun perbedaan sifat dasar
Normalized Difference Vegetation Index antara nilai indeks berbasis area tutupan
(NDVI) menunjukkan perubahan lahan daun seperti NDVI dan nilai cadangan
yang bahkan lebih dramatis. Akan tetapi karbon yang lebih berbasis pada kayu,
berbagai kesulitan teknis menyangkut membuat metode ini sangat rentan untuk
metode yang digunakan (perbedaan musim diaplikasikan secara praktis dan menjadi
dan adanya kabut pada citra satelit) sumber bias yang membutuhkan analisa
kemungkinan merupakan faktor penting statistik lebih jauh untuk dapat diperbaiki.
yang menyebabkan terjadinya perbedaan
ini.

56

Anda mungkin juga menyukai