Oleh
Mangrove is a tree that normally grows in the intertidal zone of marine coastal
environments. This study aims to estimate the carbon content of mangrove forest
ecosystems within a certain area, to analyze biomass differences, carbon stocks and
CO2 uptake and to analyze the effect of mangrove density on biomass, carbon stock
and CO2 uptake. This research held on February 2017 by survey method and used the
data of mangrove species, it’s number and diameter of breast height (DBH) on each
sub plot. Measurement of mangrove biomass was done allometric equation method.
The result of carbon stock and CO2 uptake in mangrove indecates that Station III was
higher than Station I and II. The average yield of mangrove carbon stock and CO2
uptake is 1333,99 ton / ha and 4891.30 ton / ha. For the highest soil organic carbon is
found in Station 1 with an average soil organic carbon of 1446.75 tons / ha. The
density of mangrove biomass, carbon content and CO2 uptake which has a strong
relationship. The content of biomass, mangrove carbon and CO 2 uptake were
significantly different (p <0.05) between stations.
Keterangan:
S CO2 : serapan gas karbon
dioksida (kg).
Mr. CO2 : berat molekul relatife
atom C, yakni 12.
Tabel 1. Jenis Mangrove, Jumlah Individu dan Kerapatan
Jumlah Tegakan Mangrove (Individu)
Kerapatan
Stasiun R. R. B. Total
A. alba (Ind/ha)
apiculata mucronata gymnorhiza
I 9 11 3 0 23 2.839,5
II 13 1 1 0 15 1.851,9
III 14 12 3 8 37 4.567,9
R² = 0,6567
500 r= 0,81
0 berada di dekat perkebunan warga
0 2000 4000 6000 dengan kandungan biomassa sebesar
Kerapatan Mangrove (ind/ha) 2.025,58 ton/ha. Perbedaan kandungan
biomassa ini terjadi karena kerapatan
Gambar 1. Grafik Hubungan antara mangrove di muara lebih besar dari
Kerapatan dengan Biomssa pada mangrove yang berada di dekat
perkebunan warga.
Nilai biomassa selain
2500 dipengaruhi oleh kerapatan pohon juga
2000 dipengaruhi oleh besarnya diameter
Karbon Mangrove
1500
1000 y = -180,08+0,3649x pohon itu sendiri, hal ini dikarenakan
(ton/ha)
R² = 0,6567
500 r= 0,81 semakin besar diameter suatu pohon
0
0 2000 4000 6000
maka nilai biomassanya juga akan
semakin besar. Hal ini sejalan dengan
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
pendapat Adinugroho (2001), bahwa
Gambar 2. Grafik Hubungan antara terdapat hubungan erat antara dimensi
Kerapatan dengan Karbon Biomssa pohon (diameter dan tinggi) dengan
biomassanya terutama dengan
diameter pohon. Penelitian yang
2500 dilakukan oleh Catur dan Sidiyasa
2000
(2001) juga mendukung pendapat ini,
Mangrove (ton/ha)
1500
Serapan CO2
1000 y = -180,08+0,3649x
R² = 0,6567
dimana biomassa pada setiap bagian
500
0
r= 0,81 pohon meningkat secara proporsional
0 2000 4000 6000 dengan semakin besarnya diameter
Kerapatan Mangrove (ind/ha) pohon sehingga biomassa pada setiap
bagian pohon mempunyai hubungan
Gambar 3. Grafik Hubungan antara dengan diameter pohon. Pohon dengan
Kerapatan dengan Serapan CO2 diameter yang masih kecil terjadi
peningkatan karbon biomassa yang
Berdasarkan Gambar 1, 2 dan relatife lambat yang selanjutnya akan
3, maka terlihat bahwa ketiga variable semakin cepat seiring bertambahnya
memiliki nilai korelasi yang sama, diameter. Hal yang sama juga
yaitu sebesar 0,6568 yang berarti diungkapkan oleh Rahayu et al. (
hubungan antara kerapatan tegakan 2007) menyatakan bahwa perbedaan
perolehan biomassa dipengaruhi oleh warga. Mangrove pada Stasiun III
kerapatan vegetasi, keragaman ukuran yang berada di bibir teluk masih
diameternya dan sebaran berat jenis terjaga dengan baik, belum mengalami
vegetasinya, dimana penggunaan lahan penebangan ataupun aktivitas
yang terdiri atas pohon dengan spesies pembukaan lahan oleh masyarakat,
yang mempunyai nilai kerapatan kayu sedangkan pada Stasiun II yang berada
tinggi, biomassanya akan lebih tinggi didekat perkebunan warga sebagian
bila dibandingkan dengan lahan yang kawasannya telah mengalami
mempunyai spesies dengan nilai penebangan dan pembukaan lahan. Hal
kerapatan kayu rendah. ini sesuai dengan Purnobasuki (2012),
Berdasarkan data di atas yang menyatakan bahwa bila hutan
diketahui bahwa rata-rata biomassa diubah fungsinya menjadi lahan-lahan
mangrove pada Jorong Ujuang pertanian atau perkebunan,
Labuang ini adalah sebesar 2.838,28 pengembalaan atau tambak, maka
ton/ha. Hasil cadangan karbon karbon tersimpan akan terus
mangrove ini lebih tinggi jika berkurang.
dibandingkan dengan penelitian yang Hasil penelitian menunjukkan
dilakukan oleh Heriyanto (2013) di bahwa pohon mangrove yang memiliki
Kelurahan Purnama Dumai yang diameter batang yang lebih besar
hanya memiliki rata-rata biomassa memiliki biomassa dan cadangan
mangrove sebesar 1135,92 ton/ha dan karbon yang lebih besar pula, yang
penelitian yang dilakukan oleh tersimpan paling banyak pada batang.
Handoko (2016) di Kawasan Selatan Persentase stok karbon meningkat
Pulau Rupat dengan rata-rata biomasa sejalan dengan peningkatan biomassa.
mangrove sebesar 125,11 ton/ha. Dari Stok karbon berbanding lurus dengan
hasil tersebut dapat disimpulkan kandungan biomassanya. Semakin
bahwa ekosistem mangrove Jorong besar kandungan biomassa, maka stok
Ujuang Labuang masih lebih baik dari karbon juga akan semakin besar. Jadi
ekosistem mangrove di daerah lain. besar kecilnya simpanan karbon dalam
suatu vegetasi bergantung pada jumlah
Kandungan Karbon Mangrove biomassa yang terkandung pada
Kandungan karbon mangrove pohon, kesuburan tanah dan daya serap
tertinggi terdapat di Stasiun III yang vegetasi tersebut. Nilai biomassa
berada di bibir teluk dengan pohon berbanding lurus dengan nilai
kandungan karbon mangrove sebesar karbonnya. Hal ini disebabkan oleh
2.044,51 ton/ha. Stasiun yang nilai kandungan karbon suatu bahan
memiliki kandungan karbon mangrove organik adalah 47% dari total
terendah terdapat pada Stasiun II yang biomassanya (Badan Standardisasi
berada di dekat perkebunan warga Nasional, 2011).
dengan kandungan karbon mangrove Rata-rata cadangan karbon
sebesar 952,02 ton/ha. Perbedaan mangrove pada Jorong Ujuang
kandungan karbon mangrove ini Labuang ini adalah sebesar 1.333,99
terjadi karena kerapatan mangrove di ton/ha. Hasil cadangan karbon
muara lebih besar dari pada mangrove mangrove ini jauh lebih tinggi jika
yang berada di dekat perkebunan dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Handoko (2016) di berada di dekat bibir teluk, serasah
Kawasan Selatan Pulau Rupat yang yang berada di sana akan terbawa oleh
hanya memiliki cadangan karbon pasang surut yang mengakibatkan
mangrove sebesar 58,8 ton/ha. Hasil karbon organik didekat bibir teluk
penelitian ini juga jauh lebih tinggi rendah dibandingkan di dekat
jika dibandingakan dengan hasil pemukiman warga.
penelitian Sofyan (2016) di Kawasan Berdasarkan data di atas
Pesisir Rupat Utara yang memiliki diketahui bahwa rata-rata karbon
rata-rata karbon mangrove sebesar organik pada Jorong Ujuang Labuang
68,64 ton/ha. Hasil penelitian ini juga ini adalah sebesar 1.446,75 ton/ha.
masih jauh lebih tinggi jika Hasil karbon organik ini lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian jika dibandingkan dengan penelitian
Massugito (2016) di Kawasan Pesisir yang dilakukan oleh Handoko (2016)
Kuala Indragiri yang memiliki rata- di Kawasan Selatan Pulau Rupat yang
rata 258,03 ton/ha. Dari hasil tersebut hanya memiliki karbon organik
dapat disimpulkan bahwa ekosistem sebesar 920,12 ton/ha. Hasil
mangrove Jorong Ujuang Labuang penelitian ini juga lebih tinggi jika
memiliki potensi sebagai penyimpan dibandingakan dengan hasil penelitian
karbon yang besar. Sofyan (2016) di Kawasan Pesisir
Rupat Utara yang memiliki rata-rata
Kandungan Karbon Organik Tanah karbon organik sebesar 904,75 ton/ha.
Kandungan karbon organik Tetapi hasil penelitian ini berbeda tipis
tanah tertinggi terdapat di Stasiun I jika dibandingkan dengan penelitian
yang berada di dekat pemukiman Massugito (2016) di Kawasan Pesisir
warga dengan kandungan karbon Kuala Indragiri yang memiliki rata-
organik tanah sebesar 1.458,85 ton/ha. rata karbon organik yang lebih tinggi,
Stasiun yang memiliki kandungan yaitu sebesar 1.476,40 ton/ha. Dari
karbon organik tanah terendah hasil tersebut dapat disimpulkan
terdapat pada Stasiun III yang berada bahwa potensi penyerap karbon di
di dekat bibir muara dengan Jorong Ujuang Labung tidak hanya
kandungan karbon organik tanah karbon mangrovenya saja yang besar,
sebesar 1.426,77ton/ha. Perbedaan tetapi karbon organiknya juga besar.
kandungan karbon organik tanah ini
terjadi karena kondisi ekosistem Serapan CO2
mangrove di dekat pemukiman warga Serapan CO2 tertinggi terdapat
sedimennya lebih padat, melimpahnya di Stasiun III yang berada di bibir
sisa-sisa serasah dari perambahan teluk dengan serapan CO2 sebesar
kawasan tersebut yang didukung 7.496,53 ton/ha. Stasiun yang
dengan tidak banyaknya air laut yang memiliki serapan CO2 terendah
membasahi wilayah tersebut sehingga terdapat pada Stasiun II yang berada
menyebabkan sisa-sisa serasah didekat perkebunan warga dengan
tersebut tertahan. Hal ini diduga bahwa serapan CO2 sebesar 3.490,74 ton/ha.
pasang surut juga dapat mempengaruhi Perbedaan serapan CO2 ini terjadi
jumlah simpanan karbon dalam karena kerapatan mangrove di bibir
sedimen mangrove. Mangrove yang teluk lebih besar dari pada mangrove
yang berada di dekat perkebunan oleh Satoo dan Madgwick dalam
warga. Selain itu serapan CO2 Tresnawan dan Rosalina (2002),
memiliki hubungan yang positif antara bahwa kerapatan tegakan merupakan
jumlah total biomassa dengan salah satu faktor yang mempengaruhi
kandungan karbon biomassa. Jadi, besarnya biomassa. Tegakan yang
serapan CO2 akan besar apabila total makin rapat jarak tanamnya akan
biomassa yang ada juga besar sehingga mempengaruhi jumlah biomassa yang
kandungan karbon juga ikut besar dan semakin besar, begitupun dengan
begitu pula sebaliknya. kandungan karbon dan serapan CO2.
Berdasarkan data di atas Nilai koefisien determinasi
diketahui bahwa rata-rata serapan CO2 untuk ketiga variabel adalah 0,6568
pada Jorong Ujuang Labuang ini berarti 65,68% dari variasi biomassa,
adalah sebesar 4.891,3 ton/ha. Hasil kandungan karbon dan serapan CO2
serapan CO2 ini lebih tinggi jika bisa dijelaskan oleh variable
dibandingkan dengan penelitian yang kerapatan, sedangkan selebihnya 34,
dilakukan oleh Handoko (2016) di 32% dipengaruhi oleh faktor-faktor
Kawasan Selatan Pulau Rupat yang lain.
memiliki serapan CO2 sebesar 215,61
ton/ha. Hasil penelitian ini juga lebih Kesimpulan
tinggi jika dibandingkan dengan hasil Hasil pendugaan potensi
penelitian Sofyan (2016) di Kawasan cadangan karbon mangrove dan
Pesisir Rupat Utara yang memiliki serapan CO2 dapat disimpulkan bahwa
rata-rata karbon organik sebesar Stasiun III yang berada di dekat bibir
251,39 ton/ha. Dari hasil tersebut teluk lebih tinggi dari Stasiun I yang
dapat disimpulkan bahwa potensi berada di dekat pemukiman warga dan
serapan CO2 di Jorong Ujuang Labung stasiun II yang berada di dekat
lebih besar jika dibandingkan dengan perkebunan warga . Hasil rata-rata
daerah lain. cadangan karbon mangrove dan
serapan CO2 yaitu sebesar 1.333,99
Hubungan Kerapatan dengan ton/ha dan 4.891,30 ton/ha. Untuk
Biomassa, Kandungan Karbon dan karbon organik tanah terbesar terdapat
Serapan CO2 di Stasiun I yang berada di dekat
Kerapatan tegakan pohon pemukiman warga dengan rata-rata
mangrove merupakan suatu indikator karbon organik tanah sebesar 1.446,75
dalam penentuan besar kecilnya nilai ton/ha.
biomassa. Biomassa yang tinggi pada Dari uji regresi kerapatan
suatu kawasan menandai kerapatan mempengaruhi biomassa, kandungan
pohon pada lokasi tersebut juga tinggi, karbon mangrove dan serapan CO2
begitu pula sebaliknya. Dengan yang memiliki hubungan yang kuat.
demikian kerapatan juga akan Kandungan biomassa, karbon
mempengaruhi kandungan karbon dan mangrove dan serapan CO2 antar
serapan CO2. Diduga ada hubungan stasiun berbeda nyata (p < 0,05).
antara kerapatan terhadap biomassa,
kandungan karbon dan serapan CO2.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan
Saran macrophylla King) di atas
Diharapkan adanya penelitian Permukaan Tanah.
lanjutan mengenai potensi karbon pada
tiap spesies dan potensi karbon Donato, D. C., J. B. Kauffman, D.
organik berdasarkan kedalamannya. Murdiyarso, S. Kurnianto, M.
Selain itu perlu juga dilakukan Stidham dan M. Kanninen, 2011.
penelitian pada sumber karbon lainnya Mangroves Among the Most
seperti pohon mati dan serasah Carbon-Rich Forest in the
mangrove yang terdapat di Jorong Tropics. Nature Geoscience.
Ujuang Labuang.
Hairiah, K., dan S. Rahayu. 2007.
Pengukuran Karbon Tersimpan
DAFTAR PUSTAKA di Berbagai Macam Penggunaan
Lahan. World Agroforestry
Adinugroho, C. W. dan S. Kade, 2001. Centre. ICRAF, SEA Regional
Model Pendugaan Biomassa Office, University of Brawijaya,
Pohon Mahoni (Swietenia Indonesia.
macrophylla King) di atas
Permukaan Tanah. Jurnal Handoko, E. 2016. Analisis Biomassa
penelitian Hutan dan Konservasi dan Cadangan Karbon pada
Alam, III (1) : 103 - 117. Ekosistem Hutan Mangrove di
Kawasan Pesisir Selatan Pulau
Badan Standardisasi Nasional, 2011. Rupat Provinsi Riau. Skripsi
SNI 7724 – Pengukuran dan pada Jurusan Ilmu Kelautan
Perhitungan Cadangan Karbon – Fakultas Perikanan dan Kelautan
Pengukuran Lapangan untuk Universitas Riau, Pekanbaru.
Penaksiran Cadangan Karbon
Hutan (Ground Based Forest Heriyanto, T. 2013. Analisis Biomassa
Carbon Accounting). Badan dan Cadangan Karbon pada
Standardisasi Nasional.(Tidak Ekosistem Hutan Mangrove di
diterbitkan). Pesisir Pantai Kelurahan
Purnama Kota Dumai Provinsi
Bismark, M. E., Subiandono dan N. M. Riau. Skripsi pada Jurusan Ilmu
Heriyanto, 2008. Keragaman dan Kelautan Fakultas Perikanan dan
Potensi Jenis serta Kandungan Kelautan Universitas Riau,
Karbon Hutan Mangrove si Pekanbaru.
Sungai Subelen Siberut,
Sumatera Barat. Jurnal IPCC. 2006. Intergovernmental Panel
Penelitian Hutan dan Konservasi on Climate Change (IPCC)
Alam, 5 (3): 297-306. Guidelines for National
Greenhouse Gas Inventories,
Catur, W. dan S. Kade, 2001. Model Prepared by the National
Pendugaan Biomassa Pohon Greenhouse Gas Inventories
Mahoni (Swietenia Programme, Eggleston H. S., L.
Buendia, K. Miwa, T. Ngara,
and K. Tanabe,(eds). Published:
IGES, Japan.