Abstrak
Torrefaksi saat ini menjadi salah satu metode konversi biomassa yang menarik karena kemampuannya sebagai
salah satu pilihan energi terbarukan. Bahan bakar campuran batu bara dengan biomassa yang telah mengalami
proses torrefaksi dipandang sebagai bahan bakar yang paling murah saat ini dan merupakan metode yang
menjanjikan. Pemilihan bahan bakar biomassa berdasarkan karakteristiknya sangat diperlukan untuk
memastikan agar proses pembakaran dapat tercapai dengan baik. Dua tipe residu biomassa dari hutan (tandan
sawit kosong dan bambu) telah diteliti dengan berbagai suhu penahanan torrefaksi dan waktu penahanan
torrefaksi yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara suhu dan waktu torrefaksi
dengan kenaikan nilai kalor. Kadar air juga menurun bersamaan dengan semakin tingginya suhu dan makin
lamanya waktu torrefaksi. Mass yield dan energy yield biomassa hasil proses torrefaksi juga telah dianalisis.
Residu biomassa dari hutan yang telah melalui proses torrefaksi terbukti dapat menggantikan batu bara sebagai
bahan bakar energi terbarukan.
Keywords: biomassa, kadar air, nilai kalor, torrefaksi.
62
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
63
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
diproduksi. Sepertiga dari total adalah dari biomassa. Kandungan air yang
tandan kosong, sedangkan sisanya adalah optimum diperlukan, Karena kandungan
pelepah serta batang pohon sawit. Selain air yang terlalu rendah juga harus
sawit, Indonesia juga menyimpan potensi dihindari, karena mudah terbakar selama
biomassa yang berasal dari bambu. penyimpanan, dan menyebabkan kerak
Bambu adalah salah satu tanaman yang pada peralatan pembakaran. Kandungan
paling cepat tumbuh dan dapat air dari biomassa dapat ditentukan
ditemukan di hampir seluruh wilayah dengan dua cara, yaitu berdasar kondisi
Indonesia. Menurut Wang (2015) kering dan kondisi basah. Pada
Indonesia menduduki peringkat ketiga di perhitungan berdasar kondisi kering,
Asia setelah China dan India dengan luas kandungan air sebanding dengan massa
area hutan bambu lebih dari 2 juta hektar. air di dalam biomassa dibagi dengan
Karakteristik unjuk kerja biofuel porsi massa kering bahan bakar.
dapat ditentukan dari beberapa Sedangkan pada perhitungan berdasar
parameter, misalnya nilai kalor dan kondisi basah, kandungan air dihitung
kandungan air. Nilai kalor (heating dengan membagi massa air dalam bahan
value) adalah jumlah kalor yang tersedia bakar dengan total massa bahan bakar,
pada bahan bakar tertentu, yang termasuk kandungan air di dalamnya.
menunjukkan jumlah total energi yang Tujuan utama penelitian ini
dapat digunakan. Ada dua macam cara adalah menyelidiki pengaruh beberapa
untuk menentukan nilai kalor, yaitu nilai parameter torrefaksi, utamanya suhu
kalor atas (High Heating Value) dan nilai penahanan (holding temperature) dan
kalor bawah (Low Heating Value). Nilai waktu penahanan (holding time) pada
kalor tinggi adalah jumlah kalor yang karakteristik residu biomassa dari hutan.
tersedia pada bahan bakar, termasuk Penekanan penelitian ada pada
memperhitungkan terlepasnya kembali karakteristik bahan bakar yang utama,
panas laten uap air. Sementara nilai kalor yaitu nilai kalor, kandungan air, mass
rendah tidak memasukkan energi panas yield dan energy yield.
laten yang dilepaskan oleh
terkondensasinya uap air tersebut ke 2. METODOLOGI
dalam nilai kalor. Tiap jenis biofuel Bahan Percobaan
ternyata memiliki energi per unit massa Tandan sawit kosong dan bambu
yang berbeda, jika dibandingkan dengan dipilih sebagai sumber biomassa dari
yang lain. Beberapa lebih tinggi, hasil hutan dalam percobaan ini. Baik
sementara yang lain lebih rendah. Nilai tandan sawit kosong dan bambu
kalor tergantung kepada kondisi mempunyai potensi yang sangat besar
lingkungan, cuaca, suhu, kesuburan untuk dikembangkan di Indonesia.
tanah, kelembaban, dan lainnya. Sebagai Tandan sawit kosong telah mengalami
konsekuensi, nilai kalor biasanya ditulis proses pengeringan pada suhu 105 oC
dalam kisaran suatu nilai, bukan satu dengan menggunakan oven, sedangkan
angka tertentu. bambu diambil dari hutan bambu di
Kandungan air adalah salah satu sekitar laboratorium.
faktor yang sangat berpengaruh pada
unjuk kerja biofuel. Biomassa asalnya Alat Percobaan
mengandung setengah, bahkan lebih air Penelitian dibagi menjadi dua
di dalamnya. Kandungan air yang tinggi bagian utama, yaitu percobaan torrefaksi
tidak menguntungkan Karena biomassa dan pengukuran serta analisa sampel
akan mempunyai nilai kalor yang lebih biomassa. Alat yang digunakan untuk
rendah, akibat dari penggunaan energi percobaan torrefaksi antara lain tungku
untuk memanaskan dan menguapkan air listrik yang ditunjukkan oleh Gambar
64
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
1(a), wadah dari baja tahan karat dengan Shimadzu Auto- Calculating
(crucible) ditunjukkan oleh Gambar 1(b), Bomb Calorimeter CA-4AJ, Gambar
thermocouple, data logger dan gas 2(b).
nitrogen. Biomassa seberat sekitar 10
gram dimasukkan ke dalam crucible,
setelah ditutup rapat gas nitrogen
dialirkan ke dalam crucible. Crucible
kemudian dimasukkan ke dalam tungku
listrik yang telah diatur suhunya. Suhu di
dalam crucible, di dalam ruang tungku,
dan di dinding tungku kemudian dicatat
setiap 5 menit sampai tercapai suhu
torrefaksi yang diharapkan. Percobaan
ini menggunakan dua faktor, yaitu faktor
suhu torrefaksi dan waktu penahanan,
dengan masing-masing tiga level variasi,
yaitu suhu 210 oC, 240 oC, dan 270 oC,
serta waktu penahanan 30 menit, 60
menit, dan 90 menit.
65
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
Torrefaksi terbukti membuat kadar air torrefaksi, rata-rata kadar air tandan
biomassa, baik tandan sawit kosong sawit kosong adalah 2.442%, dan bambu
maupun bambu, mengalami penurunan sebesar 2.134%. Hasil analisis statistic
yang cukup signifikan, yaitu 87% dan menunjukkan bahwa suhu torrefaksi dan
88% bila dibandingkan dengan tanpa waktu penahanan memberikan pengaruh
torrefaksi. Sebelum torrefaksi, 10.17% yang kurang signifikan terhadap kadar
biomassa yang berasal dari tandan sawit air. Data hasil eksperimen menunjukkan
kosong adalah berupa air, sedangkan bahwa rata-rata kadar air antara suhu dan
bambu memiliki 14.74%, setelah
66
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
waktu penahanan tidak jauh beda antara Mass yield tandan sawit kosong
satu sama lain. dan bambu dapat dilihat pada Gambar 3
(a) dan 4 (a). Hasil analisis statistik
Mass Yield dan Energy Yield menunjukkan bahwa pengaruh suhu
Perhitungan mass yield torrefaksi lebih besar bila dibandingkan
digunakan untuk mengevaluasi jumlah waktu penahanan pada kedua biomassa
massa biomassa yang hilang selama tersebut. Dari tiga suhu torrefaksi yang
proses torrefaksi. Mass yield dilakukan, yaitu 210 oC, 240 oC, dan 270
o
didefinisikan sebagai jumlah biomassa C, nampak bahwa suhu torrefaksi
yang tersisa setelah proses torrefaksi terendah, yaitu 210 oC mempunyai mass
selesai. Persamaan untuk menghitung yield paling tinggi dibandingkan suhu
mass yield dapat dilihat pada persamaan torrefaksi yang lain. Pada suhu torrefaksi
(1) 210 oC, mass yield tandan kosong sawit
rata-rata sebesar 83.29%, sedangkan
𝑚𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
%𝑀𝑌 = 𝑚𝑎𝑤𝑎𝑙
. 100 bambu sebesar 86.91%. Penambahan
waktu penahanan berpengaruh pada
(1)
penurunan mass yield tandan sawit
kosong dan bambu. Penurunan ini tidak
Dimana
signifikan, bahkan pada tandan sawit
makhir = massa biomassa setelah torrefaksi
kosong dengan 210 oC dan waktu
mawal = massa biomassa sebelum
penahanan 90 menit lebih tinggi daripada
torrefaksi
60 menit.
Gambar 3. (a) Mass Yield dan (b) Energy Yield Tandan Sawit Kosong
67
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
68
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II– Oktober 2017 – Terbit 64 halaman
Awash with carbon”, Nature, Vol. 491, 2nd edition, Academic Press, Elsevier,
pp. 654-655 London, UK
[3] Walker, R., (2011), “The Impact of [7] Maitah, M., Prochazka, P.,
Brazilian biofuel Production on Pachmann, A., Šréd, K., Řezbová, H.,
Amazonia”, Annals of the Association of (2016), “Economics of Palm Oil Empty
American Geographers, Vol. 101, pp. Fruit Bunches Bio Briquettes in
929-938 Indonesia”, International Journal of
[4] Moscicki, K. J., Niedzwiecki, L., Energy Economics and Policy, Vol 6 (1),
Owczarek, P., Wnukowski, M., (2014), pp. 35-38
“Commoditization of biomass: dry [8] Wang, D. H., Chen, T. H., (2015),
torrefaksi and pelletization a review”, “Bamboo Resources and Carbon storage
Journal of Power Technologies, Vol. in Taiwan”, 10th World Bamboo
94(4), pp.233-249 Congress, Korea
[5] Basu, P., (2010), “Biomass [9] Sabil, K.M., Aziz, M.A., Lal, B.,
Gasification and Pyrolysis-Practical Uemura, Y., (2013), “Effects of
Design and Theory”, Academic Press, torrefaksi on the physiochemical
Elsevier, Oxford, UK properties of oil palm empty fruit
[6] Basu, P., (2013), “Biomass bunches, mesocarp fiber and kernel
Gasification, Pyrolysis and Torrefaksi”, shell”, Biomass and Bioenergy, Vol. 56,
pp. 351-360
69