Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Henoch-Schonlien Purpura (HSP) merupakan penyakit vaskulitis generalisata dengan


gambaran patologis khas leukositoklastik dan timbunan immunoglobulin A terutama
pada pembuluh darah kecil kulit, sendi, saluran cerna dan ginjal. Sebagian besar
pasien termasuk dalam golongan pediatri dimana sekitar 90% kasus terjadi pada anak
usia 3-10 tahun. Insiden HSP 14-20/100.000 anak per tahunya dengan predileksi
dominan pada laki-laki. Secara kinis kelainan ini ditandai dengan purpura palpabel,
arthritis/arthalgia, nyeri abdomen dan gejala gastrointestinal lainya serta gangguan
ginjal.
Sebagian besar HSP memiliki prognosis baik dan bersifat hilang sendiri.
Namun sebagian kasus dapat rekuren dan mengarah pada gangguan fungsi ginjal
persisten. Komplikasi akut dapat berupa perdarahan gastrointestinal hingga
intutusepsi. Pengenalan HSP secara cepat dan tepat serta penatalaksanaan yang
adekuat diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah terjadinya
komplikasi akut dan jangka panjang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Henoch-Schonlein purpura (HSP) merupakan penyakit vaskulitis yang paling
sering ditemui pada anak-anak. Secara patologis Penyakit ini dicirikan dengan
vaskulitis leukositoklastik dan timbunan immunoglobulin (Ig) A pada pembuluh
darah kecil di kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal. Secara klinis penyakit ini
memiliki gambaran khas purpura palpabel tanpa trombositopenia, arthritis/athralgia,
nyeri abdomen dan gangguan fungsi ginjal. Sebagian besar kasus HSP bersifat self
limited dengan perjalanan penyakit beberapa hari hingga minggu dan memiliki
prognosis yang cukup baik.1,2

2.2 Epidemiologi
Insiden HSP terjadi di seluruh dunia dan dapat terjadi pada seluruh grup etnis
namun lebih sering terjadi pada populasi Caucasian dan Asia. Insiden HSP
diperkirakan 14-20/100.000 anak per tahunya. Dalam sebuah studi di Inggris, insiden
HSP ditemukan 20 per 100,000 pertahun, dengan insiden puncak 70 per 100,000
pada anak usia antara empat dan enam tahun. HSP lebih sering mengenai laki-laki
dengan ratio laki : perempuan 1.2-1.8 :1. Sekitar 90% HSP terjadi pada anak –anak,
umumnya pada usia 3 hingga 10 tahun. HSP jarang ditemukan pad orang dewasa dan
biasanya menunjukan perjalanan penyakit yang kronik dan berat. HSP lebih sering
ditemukan pada musim dingin dan semi, jarang ditemukan pada musim panas.
Sebagian kasus HSP menyertai riwayat infeksi saluran nafas sebelumnya.1

2.3 Patologi
Patologi HSP umumnya dijumpai pada pembuluh darah kulit dan susunan
glomerulus ginjal. Pada biopsi kulit ditemukan vaskulitis kapiler dermal dan venula
post kapiler. Pemeriksaan infiltrat inflamasi pada pembuluh darah menunjukan
susunan sel neutrofil dan monosit. Pada pemeriksaan biopsi ginjal ditemukan
glomerulonefritis endokapiler proliferatif, yang bervariasi antara proses fokal
segmental hingga keterlibatan cresentik yang luas. Pada seluruh jaringan ditemukan

2
deposisi IgA pada dinding pembuluh darah kecil. Pemeriksaan immunoflorosensi
juga menemukan deposisi C3, fibrin dan IgM. 1,3

Gambar 1. Histologi vaskulitis Leukositoklastik3

Gambar 2.Gambaran imunoflurosensi mikroskopik yang menunjukan deposit IgA mesangium3

2.4 Patogenesis
Patogenesis HSP tidak diketahui secara pasti, namun berbagai faktor seperti
infeksi saluran nafas atas, mekanisme imun IgA, dan komponen genetik
diperkirakan berperan. Sebagian kasus HSP menyertai infeksi saluran nafas
atas. Infeksi oleh Streptococcus β hemolitikus grup A, Staphylococus aureus,

3
mycoplasma dan adenovirus diperkirakan sebagai pemicu terjadinya reaksi
inflamasi. Ditemukanya deposisi IgA, khususnya IgA1 pada kapiler dan vena
kulit serta glomerulus ginjal mengusulkan mekanisme kompleks imun IgA
sebagai dasar patofisiologi penyakit ini. HSP umumnya ditemukan mengumpul
pada kelompok keluarga tertentu, hal ini mengusulkan adanya komponen
genetik yang berperan. Alel HLA-B34 dan HLA-DRB1*01 telah dikaitkan
dengan nefritis HSP1,4
Pathogenesis HSP dapat dijelaskan melalui proses terbentuknya
kompleks imun IgA yang terdeposisi dalam pembuluh darah organ yang
terlibat dan mesangium ginjal. Dalam keadaan normal tubuh IgA ditemukan
pada serum dan sekresi mukosa dan berperan penting dalam imunitas mukosal.
Terdapat 2 jenis IgA yaitu IgA1 dan IgA2. IgA1 berbeda dengan IgA2 dimana
pada IgA1 terdapat insersi 13-17 sekuen asam amino pada regio hinge mokelul
ini. Regio hinge pada IgA1 mengalami glikosilasi yang tinggi (gambar 3).
Glikosilasi ini difasilitasi oleh N- acetylgalactosamine (GalNAc) yang
terhubung O-link pada residu serin (O-glycosilation) perpanjangan glikosilasi
dimediasi oleh galactose (gal) dan N-acetylneuraminic acid (NeuNAc). IgA1
yang telah terglikosilasi ini berinteraksi dengan asialoglycoprotein receptor
(ASGP-R) pada sela hepatosit dan pada akhirnya akan terdegradasi.1,4
Pada pasien dengan HSP terjadi gangguan proses glikosilasi dan
terbentuknya imun kompleks IgA1. Pasien dengan HSP menunjukan defisiensi
glikosilasi oleh Gal pada molekul IgA1. Hal ini akan mengakibatkan bagian
GalNac dari terekspos. Pada keadaan infeksi bakteri/ virus terdapat
kemungkinan adanya bakteri yang mengekspresikan gula yang mengandung
GalNac pada permukaanya. Antibodi terhadap Galnac pada bakteri atau virus
dapat bereaksi silang dengan GalNac pada molekul IgA1 dan membentuk imun
kompleks besar IgA1-IgG. Kompleks imun ini tidak dapat mencapai ASGP-R
pada hepar dan akan terdeposit pada mesangium ginjal dan pembuluh darah
kulit, sendi, san saluran gastrointestinal (gambar 4). Deposisi kompleks imun
akan mengaktivasi jalur complemen dan merekrut sel inflamasi.1,4

4
Gambar 4. Molekul IgA1 3

Gambar 4. Mekanisme patogenesis HSP4

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis khas HSP mencakup sistem kulit, pencernaan, sendi dan ginjal.
Gambaran khas HSP adalah ditemukanya bercak purpura pada ekstremitas bawah
atau bokong, nyeri perut dan gejala gastrointestinal lainya, arthritis dan arthralgia,
serta hematuri, proteinuri dan manifestasi ginjal lainya.1

5
Manifestasi khas kelainan kulit pada HSP adalah lesi kulit purpura palpable
pada ekstremitas bawah atau titik tekanan (cnth: gluteus). Lesi berawal sebagai
makula merah muda atau wheal yang kemudian berkembang menjadi petekie,
purpura yang terangkat, atau ekimosis yang meluas. Bula dan ulserasi dapat
ditemukan pada kasus tertentu. Lesi kulit muncul secara simetris dan terjadi pada
daerah yang bergantung gravitasi (ekstremitas bawah) atau dareah titik tekanan
(bokong). Lesi muncul secara berkelompok, berlangsung 3-10 hari dan dapat
berulang hingga 4 bulan setelah pertama kali muncul. Pada kasus tertentu dapat
ditemukan edema subkutan pada dorsum manus dan pedis, periorbital, mulut scrotum
atau scalp.1,5
Arthalgia dan Arthritis terjadi pada 75% anak dengan HSP. Arthritis
umumnya bersifat hilang sendiri dan oligoartikular. Sendi yang terkena umumnya
sendi ekstrimitas bawah besar (sendi panggul, lutut, dan ankle), sendi ekstremitas
atas seperti sendi siku, pergelangan tangan, dan jari-jari lebih jarang terkena. Kadang
ditemukan pembengkakan periartikuler dan nyeri tekan pada sendi namun tidak
menyebabkan deformitas. Arthritis hilang dalam 2 minggu namun dapat berulang
kembali. 1,5
Manifestasi gastrointestinal terjadi pada 80% anak dengan HSP. Gejala yang
paling sering terjadi mencakup nyeri abdomen kolik, muntah, diare ileus paralitik
dan melena. Intutusepsi, iskemia mesentrik, perforasi abdomen dapat terjadi namun
jarang ditemukan. Perdarahan gastrointestinal umumnya bersifat samar dan jarang
memberikan gambaran perdarahan saluran cerna jelas. Nyeri abdomen pada HSP
disebabkan oleh perdarahan submukosa dan edema. Pada endoskopi dapat ditemukan
lesi purpura pada duodenum descenden, perut dan kolon. 1,5
Kelainan ginjal terjadi pada 50% anak dengan HSP dengan manifestasi
hematuria mikroskopik, proteinuria, hipertensi, nefritis luas, sindrom nefrotik dan
gagal ginjal akut atau kronik. Pada anak-anak jarang terjadi keterlibatan ginjal
hingga mencapai gagal ginjal tahap akhir.1,5
HSP dapat menyebabkan vaskulitis Sistem Saraf Pusat (SSP). Dengan
manifestasi klinis perdarahan intracerebral, kejang, nyeri kepala, dan perubahan
sikap. Manifestasi lainya yang jarang ditemukan diantaranya orchitis, carditis,
penyakit mata inflamasi, torsio testis, dan perdarahan pulonal.1

6
Gambar 5. Gambaran Purpura palpabel pada HSP 4

2.6 Diagnosis
Diagnosis HSP ditegakan secara klinis dan dapat ditentukan ketika gambaran lesi
purpura nampak jelas pada pasien. Namun dalam 25% kasus, lesi kulit muncul
setelah manifestasi kulit lainya. Kriteria American College of Rheumathology dan
European Leuge Against Rheumatism dapat digunakan untuk membantu penegakan
diagnosis (Tabel 1)1

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Henoch-Schönlein Purpura


KRITERIA AMERICAN COLLEGE OF RHEUMATOLOGY  
CLASSIFICATION 
Harus mencakup dua dari kriteria berikut:
- purpura yang dapat dipalpasi
- Onset usia ≤ 20 tahun
- Angina saluran cerna (nyeri perut post pradinal, diare berdarah)
- Biopsi yang menunjukan granulosit intramural pada arteri dan/atau vena kecil

KRITERIA EUROPEAN LEAGUE AGAINST RHEUMATISM/PEDIATRIC 
RHEUMATOLOGY EUROPEAN SOCIETY

7
Purpura yang dapat dipalpasi (tanpa adanya koagulopati atau trombositopenia) dan 1
atau lebih kriteria dibawah ini harus ada:
- Nyeri abdomen (akut, difus, dan kolik)
- Arthritis atau arthralgia
- Biopsi jaringan yang terkena menunjukan deposisi immunoglobulin A
- Keterlibatan ginjal (proteinuria >3 gram/24 jam), hematuria atau cast sel darah
merah

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk mendiagnosis HSP. Namun beberapa
pemeriksaan dapat dilakukan untuk menunjang gambaran klinis, menyingkirkan
diagnosis banding lain, atau mengevaluasi komplikasi yang dapat terjadi.1
Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukositosis, thrombositosis,
anemia ringan peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-reactive
protein. Hitung platelet umumnya normal pada HSP. Pemeriksaan fungsi koagulasi
menunjukan hasil normal. Serum albumin dapat rendah akibat kehilangan protein
melalui ginjal atau saluran cerna.1
Pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan untuk mengevaluasi batasan atau
dampak keterlibatan ginjal. Pemeriksaan urinalisis dapat menunjukan sel darah
merah atau putih, cast sel, dan proteinuria. Serum kreatinin digunakan untuk
mengevaluasi kerusakan ginjal. Pada anak-anak umumnya jika hasil urinanalisis
tidak ditemukan kelainan maka pemeriksaan serum creatinin tidak rutin dilakukan.1,6
Pemeriksaaan ultrasonografii dapat dilakukan untuk menilai edema dinding
saluran cerna atau evaluasi terjadinya intutusepsi. Pemeriksaan barium enema juga
dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan menangani intutusepsi.1
Pemeriksaan histopatologi jarang diperlukan dalam praktek klinis sehari-hari.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil biopsi jaringan kulit dan ginjal.
Umumnya pemeriksaan ini dilakukan pada kasus atipikal atau parah. Pada biopsi
kulit dengan pemeriksaan hapusan hematoxylin and eosin menunjukan gambaran
patognomis vaskulitis leukositoklasitik pada venula post kapiler dengan deposisi
IgA. Pemeriksaan biopsi ginjal ditemukan deposisi IgA pada mesangium pada
pemeriksaan mikroskopi immunoflouresence. Perubahan pada ginjal bervariasi
antara proliferasi mesangial terisolasi hingga glomerulonefritis cresentric luas.1,5

8
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis Acute hemorrhagic edema (AHE) dan Papular –purpuric gloves and
socks syndrome harus dipikirkan ketika dihadapkan dengan kasus yang dicurigai
sebagai HSP.1
Secara klinis AHE memiliki gambaran yang mirip dengan HSP. Penyakit ini
merupakan sebuah penyakit vaskulitis leukositik cutaneous yang umumnya
mengenai anak berusia < 2 tahun. Pasien dengan AHE datang dengan demam; nyeri
tekan dan bengkak pada muka, skrotum, tangan dan kaki; muncul ekimosis pada
muka dan ekstremitas. Umumnya ekimosis lebih besar dari pada purpura pada HSP.
Hasil urinalisis dan hitung platelet normal. Pada AHE pasien umumnya lebih muda,
gambaran lesi ekimosis, tidak ada keterlibatan obat. Untuk membedakan secara pasti
dapat dilakukan biopsi.1
Pasien dengan Papular-purpuric gloves and socks syndrome bermanifestasi
sebagai edema dan eritema simetris pada tangan dan kaki. Lesi ini menyebar hingga
pergelangan kaki dan tangan. Perlahan eritema berubah menjadi papul purpuric.
Pasien juga kadang ditemui dengan demam, lesi oral, dan leukopenia.1

2.9 Penatalaksanaan
Terapi HSP dibagi menjadi terapi suportif, simptomatis dan terapi pada HSP
kronik dan sangat berat. Terapi suportif berfokus pada cairan yang adekuat, istirahat
dan nutrisi. Terapi simptomatis dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen dan
sendi. Pengunaan kortikosteroid dilakukan pada situasi intake oral tidak dapat
dilakukan, nyeri berat yang menganggu aktivitas atau memerlukan perawatan rumah
sakit. 1,7
Tidak semua pasien memerlukan perawatan rumah sakit. Perawatan rumah
sakit diindikasikan pada anak dengan ketidakmampuan mempertahankan asupan
cairan yang adekuat, nyeri abdomen berat, perdarahan gastrointestinal yang berat,
perubahan dalam status mental, keterlibatan sendi berat hingga menganggu aktivitas,
peningkatan kreatinin, hipertensi, dan atau sindrom nefrotik.1,7
Terapi simptomatis nyeri dapat mengunakan paracetamol atau Obat anti
inflamasi non steroid (OAINS). Paracetamol merupakan golongan analgesic dan
antipiretik yang bekerja pada pusat regulasi panas hipotalamik dan pusat nyeri
senttral. Dosis yang dianjurkan adalah 15 mg/kg BB dibagi 3-4 kali sehari dengan

9
interval dosis minimal 4 jam dan dosis maksimal 60mg/kg. Naproxen dapat
digunakan sebagai terapi OAINS dengan dosis 10 hingga 20 mg/kgBB dibagi
menjadi 2 dosis. Pengunaan OAINS dikontraindikasikan pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal yang berat dan glomerulonefritis.1,7
Pengunaan kortikosteroid diindikasikan pada kasus dengan keterlibatan
gastrointestinal yang berat atau kondisi mengancam lainya. Predinisone 1 m/kg/hari
dengan dosis maksimal 60-80 mg selama 1-2 minggu dapat diberikan dan diikuti
tapering off secara perlahan selama 4-8 minggu. Jika pasien tidak dapat minum obat
secara oral, dapat diberikan methylprednison IV dengan dosis ekuivalen. Dosis yang
dianjurkan adalah 0.8 – 1.6 mg/kg/BB dengan dosis maksimum 64 mg dibagi
menjadi 3 dosis. Penghentian kortikosteroid secara tiba-tiba dapat memicu kembali
gejala HSP. Pemberian kortikosteroid mengurangi nyeri abdomen dan nyeri pada
sendi namun tidak mengubah prognosis maupun mencegah gangguan ginjal.1,7
Pada beberapa kasus kronik digunakan terapi immunosupresan lain seperti:
azathioprine, cyclosphosphamide, cyclosphorine dan mycophenolate mofetil. Terapi
immune globulin intravena dan pergantian plasma dapat dipertimbangkan pada kasus
sangat berat.1

2.10 Komplikasi
Komplikasi utama HSP mencakup gangguan sistem gastrointestinal dan ginjal.
Gangguan gastrointestinal umumnya terjadi secara akut pada fase awal perjalanan
pernyakit. Komplikasi gastrointestinal dengan morbiditas dan mortalitas tertinggi
adalah perforasi saluran cerna. Gangguan sistem ginjal umumnya merupakan
komplikasi kronis HSP yang terjadi pada 1-2% pasien. Kelainan ginjal dapat terjadi 6
bulan setelah diagnosis. Hasil pemeriksaan urinalisis normal pada awal perjalanan
penyakit mengurangi resiko kelainan gagal ginjal berikutnya. Pasien denga HSP
disarankann untuk pemeriksaan tekanan darah dan urinalisis berkala setelah
diagnosis.1

2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan HSP umumnya baik. Sebagian besar pasien
mengalami perjalanan penyakit akut yang berlangsung selama 4 minggu. Lima belas

10
hingga 60% anak dengan HSP mengalami satu kejadian rekuren yang umumnya
terjadi 4-6 bulan setelah diagnosis awal. Pasien dengan gejala awal yang lebih berat
beresiko lebih tinggi mengalami relaps. Prognosis jangka panja bergantung pada
berat gejala ginjal dan gastrointestinal. Ganggan ginjal kronis terjadi pada 1-2% anak
dengan HSP, dan sekitar 8% anak dengan HSP nefritis mengalami gagal ginjal
stadium akhir.1

BAB III
KESIMPULAN

Salah satu gangguan vaskulitis generalisata yang paling sering ditemui pada populasi
pediatri adalah HSP. Insiden HSP mencapai 14-20 /100.000 dengan 90% kasus
terjadi pada usia 3-10 tahun. Patogenesis HSP dapat dijelaskan melalui pembentukan
kompleks IgA1 dan IgG pada pembuluh darah yang memicu reaksi komplemen serta
rekrutment sel leukosit. Diagnosis HSP ditegakan secara klinis dengan manifestasi
khas purpura palpabel pada regio ekstremitas serta daerah tekanan, arthritis/arthalgia,
nyeri abdomen kolik serta manifestasi saluran cerna lainya, dan gangguan fungsi
ginjal. Tatalaksana HSP mencakup terapi suportif, simptomatis, dan terapi penyakit
kronik dengan pilihan terapi utama kortikosteroid pada kelompk pasien dengan
gejala gastrointestinal yang berat dan keterlibatan ginjal. Prognosis pasien umumnya
baik dengan sebagian besar pasien mengalami perbaikan sendiri dalam 4 minggu.
Nefritis HSP merupakan komplikasi jangka panjang yang harus dievaluasi secara
berkala

11
12
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardoin S., Fels E. 2016. Henoch-Schönlein Purpura. Dalam Nelson Textbook of


Pediatrics Edisi 20. Disunting oleh Kliegman, Stanton, St Geme, dan Schor. Bab
167.1 hal:1216-1218. Penerbit Elsevier 2016.
2. Dedeoglu F, Kim S, Sundel R. 2013. Clinical manifestation and diagnosis of
Henoch-schonlein purpura (IgA vasculitis). Tersedia pada:
https://www.uptodate.com/contents/henoch-schonlein-purpuraimmunoglobulina-
vasculitis-clinical-manifestations-and diagnosis.
3. Jennette JC, Falk RJ. Small-vessel vasculitis. N Engl J Med 1997; 337:1512
4. Trnaka P.2013. Henoch-Schonlein purpuran in children. Journal of paediatrics
and Child Health 49 (2019) 995-1003
5. Trapani S, Micheli A, Grisolia F, et al. Henoch Schonlein purpura in childhood:
epidemiological and clinical analysis of 150 cases over a 5-year period and
review of literature. Semin Arthritis Rheum 2005; 35:143.
6. Calviño MC, Llorca J, García-Porrúa C, et al. Henoch-Schönlein purpura in
children from northwestern Spain: a 20-year epidemiologic and clinical study.
Medicine (Baltimore) 2011; 80:279.
7. Dedeoglu F, Kim S, Sundel R. 2018. Management of Henoch-Schonlein purpura
(IgA vasculitis). Tersedia pada: http://www.uptodate.com/contents/henoch-
schonlein-purpura-immunoglobulin-a-vasculitis-management.

13

Anda mungkin juga menyukai