Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


HENOCH - SCHÖNLEIN PURPURA

Disusun Oleh:
Amalia Salsabila Mumtaz - 01073210023
Nivia Permatasari - 01073210136

Pembimbing:

dr. Ekawaty Yasinta Yohana Larope, Sp.A, K

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE MARET - JUNI 2023
TANGERANG
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................. 3

2.1 Definisi ............................................................................................................................. 3

2.2 Epidemiologi ................................................................................................................... 3

2.3 Etiologi............................................................................................................................. 4

2.4 Patofisiologi ..................................................................................................................... 4

2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 6

2.6 Diagnosis ......................................................................................................................... 8


2.6.1 Anamnesis ................................................................................................................. 8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik ...................................................................................................... 9
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 9

2.7 Kriteria Diagnosis ........................................................................................................ 10

2.8 Diagnosis Banding ........................................................................................................ 10

2.9 Tatalaksana ................................................................................................................... 12

2.10 Komplikasi .................................................................................................................. 12

2.11 Prognosis ..................................................................................................................... 13

BAB III .................................................................................................................................... 14

KESIMPULAN........................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 15

1
BAB I
PENDAHULUAN

Vaskulitis memiliki banyak etiologi seperti autoimun, infeksi, maupun idiopatik.


Vaskulitis dapat dibedakan berdasarkan ukuran dari pembuluh darah menjadi large-vessel,
medium-sized vessel, dan small-vessel vasculitis. Salah satu gambaran small-vessel vasculitis
yang umum ditemukan adalah Henoch-Schönlein Purpura (HSP).1
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) atau purpura non-trombositopenik, merupakan suatu
sindrom klinis akibat kondisi vaskulitis akut yang dimediasikan oleh imun IgA. Penyakit ini
seringkali dijumpai pada anak-anak, oleh karena itu, salah satu kriteria yang dapat membantu
menegakkan diagnosis menurut American College of Rheumatology (1990) adalah onset timbul
pertama kali pada usia <20 tahun. Di Indonesia sendiri, angka insiden belum diketahui, namun
angka insidensi dunia menunjukkan 8 - 20 anak setiap 100.000 anak. Dengan puncaknya berada
pada usia 6 tahun dan lebih tinggi angka kejadian pada laki-laki dibanding perempuan. Etiologi
dari HSP belum secara spesifik diketahui, namun sering terjadi akibat infeksi, vaksinasi,
ataupun efek dari beberapa obat-obatan. Secara pastinya, HSP dicetus oleh aktivasi dari IgA.
Adanya infeksi, vaksinasi, atau efek pengobatan dapat mengaktivasi produksi IgA yang
berlebihan sehingga terbentuk imun kompleks yang bertumpuk di pembuluh darah, sendi,
ginjal, dan pembuluh darah.2
Manifestasi klinis utamanya adalah munculnya palpable purpura terutama pada bagian
ekstremitas dan bokong tanpa disertai dengan penurunan angka trombosit. Selain pada kulit,
dapat ditemukan gejala nyeri sendi, nyeri perut atau perdarahan saluran cerna, dan masalah
pada ginjal seperti glomerulonefritis. Diagnosis dari HSP ditegakkan berdasarkan klinis dan
pemeriksaan penunjang dengan kriteria diagnosis dari American College of Rheumatology
(1990).2,3
Tatalaksana pada HSP ringan bersifat suportif, namun jika manifestasi klinis bersifat
berat dapat diberikan kortikosteroid dan imunosupresan. Pemberian kortikosteroid pada fase
akut dapat mencegah terjadinya intususepsi, perforasi saluran cerna, perdarahan dan obstruksi.
Selain itu, pada 2% penderita HSP dapat berujung dengan gagal ginjal. Oleh karena itu,
iagnosis sedini serta terapi sedini mungkin sangatlah penting dalam kasus malaria untuk
menghindari angka kematian atau progresi ke gagal ginjal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) atau dalam sebutan lainnya yaitu purpura
anafilaktoid atau purpura nontrombositopenik, merupakan suatu sindrom klinis akibat kondisi
vaskulitis akut yang disebabkan oleh imun yang dimediasi oleh Immunoglobulin A atau IgA,
Kondisi ini umumnya menyerang daripada pembuluh darah kecil yang berada pada sendi-
sendi, ginjal, saluran pencernaan dan juga kulit. Oleh karena lokasi tersebut beberapa
manifestasi klinis yang dapat ditemui antara lain berupa lesi kulit yang spesifik yang disebut
purpura nontrombositopenik, artritis, arthralgia, nyeri abdomen, perdarahan saluran
pencernaan, nefritis dan hematuria. HSP terkadang dapat ditemukan pada beberapa area lain
yaitu sistem persarafan dan juga paru-paru, namun kedua lokasi tersebut memiliki angka
insidensi yang lebih rendah.2,3

2.2 Epidemiologi
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) termasuk dalam golongan penyakit langka, dimana
umumnya lebih utama menyerang pada golongan anak-anak. Kondisi HSP sendiri dapat
ditemukan pada anak-anak yang berusia kurang dari 10 tahun dengan puncak insidensinya
terjadi pada anak-anak berusia 6 tahun. Dimana insidensi pada anak dengan usia kurang dari 5
tahun mencapai angka 50% sedangkan anak dengan usia kurang dari 10 tahun memiliki angka
insidensi 75%. Pada anak-anak berusia dibawah 10 tahun, akan mengalami gejala atau kondisi
yang lebih berat dan meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan fungsi ginjal berjangka
panjang pada saat dewasa. Dimana setidaknya angka insidensinya mencapai 8 - 20 anak-anak
setiap 100.000 anak-anak. HSP juga memiliki insidensi lebih tinggi pada jenis kelami laki-laki
dibandingkan perempuan dengan ratio 1.5 : 1. Di Indonesia sendiri sampai saat ini angka
insidensi dari HSP secara pastinya belum diketahui, namun berdasarkan data yang didapatkan
oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak yang diambil pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dimana terdapatnya peningkatan kasus baru dari HSP. Dari data tersebut didapati adanya
peningkatan kasus baru sebanyak 10 kasus baru HSP pada bulan Juli – Desember 2006, dimana
peningkatan terlihat saat data tersebut dibandingkan dengan data dahulu yang menunjukan
adanya 23 kasus baru HSP dalam kurun waktu 5 tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1998
hingga 2003. 2,3.4,11

3
2.3 Etiologi
Etiologi pasti dari HSP sendiri masih belum diketahui, namun terdapat teori dimana
kondisi HSP sering terjadi setelah terdapatnya kondisi infeksi saluran nafas atas sebelumnya.
Dimana penyebab tersering yaitu didapatinya bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A
pada kultur tenggorokan. Selain dari infeksi saluran pernafasan atas infeksi dari lokasi lain
seperti infeksi faring dan infeksi pada saluran pencernaan juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya HSP. Beberapa patogen yang ditemukan memiliki hubungan terhadap
perkembangan kondisi HSP yaitu, Coxsackievirus, hepatitis A, hepatitis B, Mycoplasma,
parvovirus B19, Campylobacter, Varicella, and adenoviruses. Pada beberapa kondisi HSP juga
dapat ditemukan setelah dilakukannya vaksinasi, seperti vaksinasi tifoid, campak, dan kolera.
Dikarenakan penyebab etiologi yang belum pasti, terdapat beberapa faktor yang dapat
berkontribusi dari etiologi HSP seperti faktor genetik, antigenik, gigitan serangga, toksin
kimiawi, dan beberapa obat-obatan seperti penisilin, eritromisin dan anti-kovulsan. Namun
yang jelas yaitu faktor dari imunoglobulin A atau IgA merupakan pencetus awalnya dari
kondisi HSP. 2,3,4
Tabel 1. Etiologi Henoch-Schonlein Purpura1,2
Infeksi Obat-obatan Vaksinasi
Streptococcus (terutama Penisilin Vaksin tifoid
grup A)
Yersinia Ampisilin Paratifoid A dan B
Legionella Eritromisin Campak
Parvovirus Kuinidine Yellow Fever
Adenovirus Kuinin Kolera
Mycoplasma
Epstein-Barr
Varisela

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi pada kondisi HSP sendiri secara detail belum dapat dijelaskan, namun
terdapat satu faktor yang menjadi peran utama dalam perkembangan atau perjalanan dari
penyakit HSP yaitu Imunoglobulin A atau IgA. diawali dengan terjadinya infeksi atau eksposur
dari beberapa obat-obatan yang menyebabkan adanya exposure terhadap allergen ataupun
antigen yang menstimulasi produksi dari IgA dan terbentuknya imun kompleks dari antibodi

4
dan IgA, dimana imun kompleks tersebut dapat bertumpuk pada beberapa area di tubuh antara
lain pada pembuluh darah kecil atau kapiler pada kulit, sendi, ginjal serta saluran pencernaan.
Imun komplek tersebut akan mengaktifkan beberapa mediator pada respon inflamasi antara
lain prostaglandin. Selain itu efek dari timbulnya respon imun, reseptor C3 pada limfosit yang
berikatan dengan imun kompleks dapat menimbulkan reaksi hiperinflasi. Sesuai dengan daerah
yang ditargetkan, jika respon inflamasi terjadi pada saluran pencernaan maka manifestasi klinis
yang dapat dilihat yaitu terdapatnya adanya perdarahan saluran pencernaan. Sedangkan jika
ginjal ikut terlibat maka kondisi glomerulonefritis dapat ditemukan. Dan untuk pada kulit
sendiri, terdapatnya purpura yang dapat diraba disertai peteki merupakan manifestasi klinis
yang umumnya ditemukan.2
Gambar 1. Patofisiologi HSP

5
Gambar 2. Patofisiologi HSP

2.5 Manifestasi Klinis


Terdapat 4 tetrad dari HSP, yaitu palpable purpura yang bersifat non-trobositopenik,
nyeri perut, atralgia atau artritis, dan gangguan renal.
Manifestasi klinis utama dari HSP adalah adanya ruam pada kulit. Kelainan kulit
merupakan 50% keluhan dari penderita waktu berobat dan muncul pada 100% kasus. Gejala
klinis diawali dengan ruam makula eritematosa yang akan meluas dan berubah menjadi
palpable purpura tanpa disertai dengan trombositopenia. Purpura umumnya timbul dalam 12-
24 jam dan muncul pada kulit yang mengalami tekanan (pressure-bearing surfaces) seperti
bokong atau ekstremitas bagian bawah. Hal ini dikarenakan adanya deposisi IgA ke bagian
bawah tubuh yang memicu inflamasi. Sehingga manifestasi klinis dari HSP dipengaruhi oleh

6
adanya gravitasi. Warna purpura awalnya akan berwarna merah, dan dengan bertambahnya
waktu akan berubah menjadi keunguan lalu cokelat kekuningan dan menghilang. Umumnya,
kelainan kulit ini dapat bertahan selama beberapa minggu dan menghilang namun dapat
muncul kembali (rekuren). Kelainan kulit ini dapat bersifat gatal. Pada bentuk yang tidak
klasik, dapat timbul vesikel yang menyerupai eritema multiform, angioedema pada wajah dan
ekstremitas, serta edema skrotum.2
Selain manifestasi klinis pada kulit, terdapat gejala lain yaitu atralgia atau artritis.
Manifestasi klinis ini ditemukan pada 68-75% kasus dan merupakan 25% dari keluhan
penderita. Sendi yang paling banyak terkena adalah sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut
dan pergelangan kaki. Dapat terjadi pula pada pergelangan tangan, siku dan persendian jari
tangan namun lebih sedikit angka kejadiannya. Gambarannya berupa sendi bengkak, nyeri
terutama saat digerakkan. Keluhan dapat bersifat sementara maupun menetap hingga
menyebabkan deformitas.1,2
HSP juga menyebabkan gangguan pada traktus gastrointestinal, dapat ditemukan nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinal. Keluhan ini biasanya timbul setelah kelainan kulit
(1-4 minggu setelah onset). Keluhan ini ditemukan pada 35-85% kasus. Nyeri abdomen
dirasakan berat di periumbilikal disertai dengan muntah. Selain itu, dapat terjadi perforasi usus
dan intusepsi ileoileal atau ileokolonal.2
Dapat ditemukan juga keluhan pada ginjal, yaitu hematuria, proteinuria, sindrom
nefrotik atau nefritik. Keluhan ini muncul 1 bulan setelah keluhan kulit. Keluhan ini dtemukan
pada 20-50% kasus dan persisten pada 1% kasus.2

7
Gambar 3. Gambaran Purpura pada Henoch-Schonlein dan Distribusi

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan ruam pada kulit, dimana ruam ini
akan bermula dalam bentuk makula berwana pink yang akan berubah menjadi peteki
atau purpura yang terasa timbul. Ruam umumnya muncul pada ekstremitas bawah dan
bokong. Gejala kulit diikuti dengan gejala adanya nyeri sendi yang dirasakan pada sendi
lutut dan juga pergelangan kaki. Setelah persendian, pasien akan mengeluhkan adanya
gejala pada traktus gastrointestinal, dimana pasien akan mengeluhkan nyeri perut, mual
dan muntah, serta diare. Jika kondisi semakin memburuk dapat ditemukan gejala yang
berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu untuk keluhan dari HSP
sendiri awalnya pasien akan mengeluhkan keluhan kulit diikuti dengan sendi dan perut,
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk mengevaluasi
fungsi ginjal. Selain itu, perlu ditanyakan mengenai faktor resiko seperti adanya infeksi
sebelumnya, penggunaan obat-obatan dan adanya riwayat vaksinasi sebelum ini.1,2,12

8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk melihat beberapa tanda gejala klinis
yang dapat ditemukan pada pasien dengan HSP, yang dibagi berdasarkan target organ
atau organ yang terlibat, antara lain :12
• Kulit
o Palpable purpura yang timbul secara simetris pada kedua tungkai
o Distribusi purpura terutama pada kaki, pergelangan kaki, bokong,
dan paha bagian atas.
o Ruam tidak disertai gatal maupun nyeri
o Edema subkutan bersifat non-pitting dan terdapat nyeri, biasanya
ditemukan pada periorbital atau tangan, kaki dan skrotum
• Muskuloskeletal
o Nyeri sendi bersifat bilateral, dan sering ditemukan pada sendi lutut
dan pergelangan kaki
o Dapat ditemukan deformitas pada kasus HSP berat
• Traktus Gastrointestinal
o Nyeri tekan abdominal secara general
o Tanda dari obstruksi usus seperti hilangnya bising usus.
• Renal
o Akibat dari sindrom nefritis dapat ditemukan hipertensi pada
pemeriksaan tekanan darah.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi
lengkap, urinalisis, feses lengkap, kadar komplemen, dan biopsi pembuluh darah. Pada
pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan jumlah trombosit normal atau meningkat.
Jumlah trombosit membedakan purpura akibat vaskulitis dengan purpura yang
disebabkan karena trombositopenia, seperti pada idiopathic thrombocytopenic purpura
(ITP). Selain itu, pada perdarahan gastrointestinal, pada pemeriksaan darah tepi dapat
ditemukan leukositosis dan anemia mikrositik. Umumnya juga dapat ditemukan adanya
eusinofilia dan laju endap darah yang meningkat. Pada pemeriksaan komplemen, C1q,
C3 dan C4 dapat menunjukkan hasil yang normal. Sedangkan kadar IgA beserta
limfosit yang mengandung IgA dapat meningkat.2.6

9
Pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan hematuria, proteinuria, penurunan
kreatinin clearance. Sedangkan pada pemeriksaan feses lengkap dapat ditemukan
adanya darah. Pada hasil biopsi kulit dapat ditemukan hasil vaskulitis leukositoklastik
(LCV). Selain itu, dapat ditemukan gambaran inflamasi segmental pembuluh darah,
nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah, sel endotel membengkak, dan infiltrat di
sekitar pembuluh darah. Deposit IgA dan C3 di antara pembuluh darah papila dermis
dapat ditemukan dengan pemeriksaan imunofluoresens. Pada pemeriksaan radiologi
dapat ditemukan tanda dari penurunan motilitas usus yang ditandai dari pelebaran
lumen usus ataupun intususepsi.2,6

2.7 Kriteria Diagnosis


Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik membuktikkan HSP. Sehingga
diagnosis dari HSP ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik. Terdapat 2
kriteria yang umumnya digunakan yaitu berdasarkan American College of
Rheumatology (ACR) pada tahun 1990).2,5
Menurut kriteria dari American College of Rheumatology (1990), diagnosis
HSP diteggakan bila memenuhi ≥2 dari 4 kriteria :5
● Palpable purpura yang tidak dikarenakan trombositopenia (non-
trombositopenic)
● Onset gejala pertama kali <20 tahun
● Bowel angina atau nyeri abdomen yang difus, memberat setelah makan
atau adanya iskemia usus, perdarahan gastrointestinal.
● Granulosit pada dinding arteriol atau venula lewat pemeriksaan biopsi.
Kedua kriteria ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. ACR
memiliki sensitifitas 87.1% dan spesifisitas 87.7%. 5

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang dapat dipikirkan dalam mendiagnosis HSP sendiri didasari
oleh komplikasi yang sering terjadi pada organ-organ yang ditargetkan. Antara lain gangguan
pada fungsi ginjal dapat dipikirkan diagnosis banding seperti Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS), IgA nefropati. Selain itu kondisi yang dapat mempengaruhi kadar
trombosit atau menyebabkan adanya gangguan pada proses koagulasi darah seperti Immune

10
Thrombocytopenia Purpura (ITP). Selain itu, ruam juga dapat disebabkan penyakit autoimun
seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE).

Tabel 2. Diagnosis Banding HSP

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan


Penunjang Khas

Henoch-Schonlein Ruam merah yang Palpable purpura, Kadar IgA meningkat,


Purpura (HSP) muncul secara nyeri abdomen, deposit IgA serta
simetris dan teraba, atralgia atau artritis, vaskulitis
nyeri sendi terutama gangguan renal leukositoklastik pada
pada sendi besar dan (hematuria, biopsi kulit dan ginjal.
bersifat bilateral, proteinuria)
nyeri perut yang
bersifat diffuse
dengan nyeri tekan

Immune Pasien dapat bersifat Hematom, Pteki, Trombosit


Thrombocytopenic asimptomatik, Perdarahan <100.000/uL
Purpura (ITP) mengeluhkan adanya (epistaksis, melena,
ruam atau perdarahan dll)
subkutan dan mukosa

Systemic Lupus Mengeluhkan ruam Gejala multi-organ, ANA (+),


Erythematosus merah disertai Poliatralgia atau Trombositopenia,
(SLE) demam, penurunan artritis, butterfly rash, anemia, limfopenia,
BB, nyeri sendi fotosensitif, trombositopenia
glomerulonefritis,
nefrotik, etc

Glomerulonefritis Mengeluhkan BAK Edema periorbital, ASTO (+) ,


Akut Pasca yang berwarna gelap Hipertensi, tanda C3 menurun
Streptokokus atau seperti teh, nyeri hipervolemia (Gagal
(GNAPS) punggung bawah, jantung, Edema paru),
bengkak pada wajah Proteinuria,

11
dan kaki, nyeri Hematuria
kepala, BAK yang
tidak keluar

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana dari HSP bersifat suportif dan simptomatis. Tatalaksana suportif pada HSP
diberikan tatalaksana berupa hidrasi, nutrisi dan istirahat. Sedangkan terapi simptomatis pada
HSP terdiri dari obat anti nyeri dan kortiokosteroid. Nyeri sendi dan demam dapat diberikan
NSAID seperti ibuprofen atau paracetamol. Edema tungkai dapat diatasi dengan elevasi
tungkai. Selama terdapat keluhan abdomen seperti nyeri abdomen, muntah maka asupan
makanan harus diubah menjadi lunak. Sedangkan kortikosteroid dapat diberikan dalam bentuk
oral yaitu prednisone 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.2
Sedangkan pada HSP dengan manifestasi klinis berat (edema berat, gangguan ginjal,
perdarahan gastrointestinal) dapat diberikan kortikosteroid yang dapat dikombinasi dengan
imunosupresan. Dapat diberikan metilprednisolon dengan dosis 1-2 mg/hari secara intravena
dikombinasikan dengan siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut. Dilanjutkan dengan
pemberian prednisone 1-2 mg/kgBB/hari secara oral terbagi menjadi 4 dosis dan siklofosfamid
100-200 mg/hari selama 30-75 hari. Siklofosfamid dihentikan secara langsung sedangkan
kortikosteroid dilakukan tappering off hingga 6 bulan.1,2,7

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dibagi berdasarkan organ yang terlibat dimana pada
organ ginjal beberapa komplikasi yang umumnya terjadi yaitu sindrom nefrotik, dan dapat
berkembang menjadi Rapid Progressive Glomerulonephritis (RPGN). Sedangkan pada organ
saluran pencernaan dapat terjadinya intususepsi atau bahkan infark pada usus kecil hingga
perforasi. Beberapa komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain :2,3
● Infark miokardium
● Perdarahan pulmo
● Efusi pleura
● Enteropati akibat kehilangan protein
● Gagal ginjal kronik
● Hematuria
● Proteinuria

12
● Kejang
● Perdarahan SSP
● Mononeuropati
● Gejala berulang terutama pada gangguan ginjal

2.11 Prognosis
Secara umum prognosis dari HSP sendiri baik, dimana dalam kasus yang umumnya
ditemukan individu yang menderita HSP dana sembuh secara spontan dalam hitungan hari
hingga minggu, dimana umumnya akan memakan waktu 4 minggu setelah onset muncul.
Namun didapati bahwa prognosis akan memburuk jika terdapat penyulit seperti perdarahan
saluran cerna, gangguan neurologi dan gagal ginjal akut , terutama pada individu dengan HSP
disertai gangguan nefrrotik proteinuria, dimana setidaknya memiliki angka insidensi <1%.
Umumnya HSP yang disertai dengan penyakit ginjal terjadi pada 3 minggu setelah onset. 2
Pada umumnya kondisi HSP sering menimbulkan kondisi rekurensi, dimana pada
individu HSP disertai nefritis kronik angka insidensi rekurensi dapat terjadi hingga 50%,
dimana 2% dari angka tersebut dapat berakhir menjadi gagal ginjal. Oleh karena itu disarankan
untuk individu dengan HSP disertai manifestasi terhadap gangguan ginjal perlu dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal setiap 6 bulan selama 2 tahun setelah terdiagnosis HSP. menurut
data yang didapatkan setidaknya ⅓ hingga ½ kasus dari anak-anak yang mengidap HSP dapat
memiliki episode rekurensi, dimana pada episode ini gejala ruam merah dan nyeri abdomen
yang dialami bersifat lebih ringan dan memiliki jangka waktu yang lebih pendek. Umumnya
rekurensi ini terjadi pada 6 minggu pertama hingga 2 tahun setelah terjadinya onset, dimana
hal utama yang menjadi pencetus yaitu saat terjadinya infeksi saluran nafas. 2

13
BAB III
KESIMPULAN

Henoch-Schönlein Purpura (HSP) merupakan suatu sindrom klinis akibat kondisi


vaskulitis akut yang disebabkan oleh imun yang dimediasi oleh Immunoglobulin A atau IgA.
Penyakit merupakan penyakit langka, dimana umumnya lebih utama menyerang pada golongan
anak-anak. Penyebab spesifik belum diketahui sampai sekarang, namun sering dijumpai pada
keadaan infeksi, setelah vaksinasi, maupun efek dari penggunaan obat-obatan. Intinya HSP
terjadi akibat produksi dari IgA sehingga menyebabkan penumpukan imun kompleks IgA pada
pembuluh darah kecil. Penumpukan pada pembuluh darah kecil menimbulkan beberapa
manifestasi klinis pada HSP. Utamanya, pada kulit akan menimbulkan ruam purpura yang
teraba tanpa diikuti trombositopenia. Penyebaran purpura khas mengikuti gravitasi, sehingga
akan timbul banyak pada ekstremitas bawah. Penumpukan pada sendi akan menyebabkan
arthralgia atau arthritis. Pada saluran pencernaan dapat ditemukan nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinal. Sedangkan, pada ginjal dapat menyebabkan glomerulonefritis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik. Terdapat 2 kriteria yang
umumnya digunakan yaitu berdasarkan American College of Rheumatology (ACR) pada tahun
1990. Tatalaksana dari HSP bersifat suportif dan simptomatis. Sedangkan pada kondisi berat
dapat diberikan tambahan kortikosteroid secara IV dan imunosupresan. Prognosis pada HSP
umumnya baik, namun terdapat kemungkinan terjadinya rekurensi dan gagal ginjal permanen
HSP berat dengan komplikasi ginjal. Sehingga dibutuhkan diagnosis dan tatalaksana dini
secepatnya pada HSP berat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Schalock PC, S. HJT, Arndt KA. Henoch-Schonlein Purpura. In: Lippincott's Primary
Care Dermatology. LWW; 2012. p. 431–6.
2. Harsono A. Akib AAB. Setiabudiwan B. Satria CD. Takumangsang DS. Natoatmojo
H. et.al. In: Akib, A A. Munasir, Z. Kurniati N. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. Edisi Kedua. P234-244.
3. Roache P, Hotwagner D. Henoch Schönlein Purpura [Internet]. National Center for
Biotechnology Information. U.S. National Library of Medicine; 2022 [cited
2023Apr10]. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30725937/
4. Bluman J, Goldman RD. Henoch-Schönlein Purpura in children: Limited benefit of
corticosteroids [Internet]. Canadian family physician Medecin de famille canadien.
U.S. National Library of Medicine; 2014 [cited 2023Apr10]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4229160/
5. Yang Y-H, Yu H-H, Chiang B-L. The diagnosis and classification of Henoch–
Schönlein Purpura: An updated review. Autoimmunity Reviews. 2014;13(4-5):355–8.
6. Beselga E, Prolet BA, Esterly NB. Purpura in infants. and children. J Am Acad
Dermatol 1997; 37:673-94.
7. V.Reamy B. Henoch-Schonlein Purpura [Internet]. AAFP. Saint Louis University
Family Medicine; 2019 [cited 2023Apr10]. Available from:
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues.html
8. Sari TT. Immune thrombocytopenic purpura. Sari Pediatri. 2018;20(1):58.
9. Schalock PC, S. HJT, Arndt KA.Systemic Lupus Erythematosus. In: Lippincott's
Primary Care Dermatology. LWW; 2012. p. 410–16.
10. Pudjiadi, Antonius H. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Ikatan
dokter anak indonesia; 2009. p. 89-91
11. Sugianti, Ihat. Karakteristik purpura Henoch-schönlein pada anak di rumah sakit cipto
mangunkusumo. Sari pediatri ; 2014, Vol 16, No.2. p. 128-129

12. Kliegman, Robert M. Nelson's textbook of pediatrics. Elsevier.;2016, 20th ed. p. 1216-
1218.

15

Anda mungkin juga menyukai