Anda di halaman 1dari 16

MODUL DIKLAT PERAWATAN ANAK 3

MATERI INTI 5
ASUHAN KEPERAWATAN HENOCH SCHONLEIN PURPURA (HSP)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Henoch-Schonlein purpura atau vaskulitis imunoglobulin A (IgAV)
merupakan peradangan pembuluh darah yang paling sering terjadi pada anak-
anak, terutama yang berusia 2–11 tahun atau berjenis kelamin laki-laki.
Henoch-Schonlein purpura merupakan penyakit self-limiting yang umumnya
tidak berdampak fatal. Namun, mortalitas pada kasus HSP biasanya terjadi
akibat komplikasi ginjal. HSP yang dialami saat pasien berusia dewasa
memiliki risiko kerusakan ginjal yang lebih tinggi dibandingkan saat anak-
anak. Sebanyak 15% pasien HSP dapat mengalami insufisiensi ginjal dalam
waktu lama. Namun, hanya 1–2% akan mengalami end-stage renal disease.
Secara global, insidensi HSP ditemukan sebanyak 22,1 kasus per
100.000 populasi di Inggris. Kasus ini juga ditemukan di Norwegia dengan
prevalensi 3,3 kasus per 100.000 populasi. Penelitian di Korea menemukan
insidensi kasus hingga 56 per 100.000 populasi anak di bawah 17 tahun.
Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
menemukan kecenderungan peningkatan kasus sepanjang tahun 2006
dibandingkan dengan jumlah kasus 5 tahun sebelumnya

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menerapkan asuhan
keperawatan pasien dengan Henoch-Schonlein Purpura dengan baik dan
benar.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu :
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan HSP
2. Menentukan masalah keperawatan pada anak dengan HSP
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan HSP
4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan
pada pasien dengan HSP

III. POKOK BAHASAN


Pokok bahasan yang dibahas dalam modul ini adalah :
A. Pokok Bahasan A : konsep dasar Henoch-Schonlein Purpura
Sub pokok bahasan :
1. Pengertian Henoch-Schonlein Purpura
2. Etiologi Henoch-Schonlein Purpura
3. Manifestasi klinis Henoch-Schonlein Purpura
4. Patofisiologi Henoch-Schonlein Purpura
5. Komplikasi Henoch-Schonlein Purpura
6. Pemeriksaan penunjang Henoch-Schonlein Purpura
7. Penatalaksanaan Henoch-Schonlein Purpura

B. Pokok Bahasan B : Asuhan Keperawatan Pasien dengan Henoch-


Schonlein Purpura
Sub Pokok Bahasan :
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Rencana keperawatan
4. Implementasi
5. Evaluasi keperawatan

IV. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan A Konsep Dasar Henoch-Schonlein Purpura (HSP)
1.1 Pengertian Henoch-Schonlein Purpura
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) adalah penyakit yang
menyebabkan pembuluh darah kecil dalam tubuh menjadi meradang
dan bocor. Gejala primer adalah ruam yang terlihat seperti
menimbulkan banyak memar kecil. HSP juga dapat mempengaruhi
ginjal, saluran pencernaan dan sendi. HSP bisa terjadi setiap saat dalam

9
hidup, tetapi yang paling umum pada anak-anak antara 2 dan 6 tahun.
(McCarthy JH, Tizard EJ, 2010)
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh respon sistem kekebalan tubuh yang abnormal di mana
sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel dan organ tubuh sendiri.
Biasanya, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi atau protein untuk
melindungi tubuh dari zat-zat asing seperti bakteri atau virus. Di HSP
antibodi ini menyerang pembuluh darah. Faktor-faktor yang
menyebabkan respon sistem kekebalan tubuh ini tidak diketahui.
Namun, dalam 30-50 % dari kasus mengalami infeksi saluran
pernafasan atas, seperti pilek sebelum mendapatkan HSP (Appel GB,
2012)

1.2 Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga
beberapa faktor memegang peranan, antara lain:
1. Faktor genetik
2. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
3. Makanan
4. Gigitan serangga
5. Paparan terhadap dingin
6. Imunisasi (varicella, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid
A dan B, tifoid dan kolera)
7. Obat-obatan (ampicillin, eritromicin, kina, penisilin, quinidine dan
quinin)

1.3 Manifestasi Klinis


Gejala HSP meliputi berikut ini:
a. Ruam
Kebocoran pembuluh darah di kulit menyebabkan ruam yang
terlihat seperti memar atau titk-titik merah kecil di kaki, lengan dan

10
bokong dan mungkin menyebar ke dada, punggung dan wajah.
Ruam tidak menghilang atau pucat saat di tekan.
b. Masalah saluran pencernaan
HSP bisa menyebabkan muntah dan sakit perut, yang dapat
berkisar dari ringan sampai parah. Darah juga dapat muncul dalam
tinja, meskipun pendarahan hebat jarang. Diare dan konstipasi,
kram perut dan penurunan nafsu makan.
c. Arthritis
Rasa sakit dan bengkak dapat terjadi pada sendi, biasanya dilutut
dan pergelangan kaki dan kurang sering di siku dan pergelangan
tangan.
d. Keterlibatan ginjal
Hematuria (darah di urin) merupakan tanda umum bahwa HSP
telah mempengaruhi ginjal. Jumlah proteinuria (protein dalam urin)
meningkat dan tekanan darah menunjukkan masalah ginjal lebih
parah.
e. Gejala lain
Dalam beberapa kasus, anak laki-laki dengan HSP menunjukkan
pembengkakan testis, gejala yang mempengaruhi system saraf
pusat, seperti kejang dan gangguan paru-paru seperti pneumonia
terlihat cukup jarang. Meskipun ruam mempengaruhi semua orang
dengan HSP, nyeri pada sendi atau perut mendahului ruam di
sekitar sepertiga kasus oleh sebanyak 14 hari. Gejala lain yang
biasa muncul urine berdarah, sakit kepala, demam dan kelebihan
yang tidak diketahui sebabnya.

1.4 Patofisiologi
Dari berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain infeksi,
vaksin, allergen dan obat. Diketahui adanya deposit kompleks imun
yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen
jalur alternative. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen
mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin

11
vascular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh
darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di
kulit, nefritis, arthritis dan perdarahan gastrointestinal.

12
Pathway Henoch-Schonlein Purpura HSP

13
1.5 Komplikasi

Meski cukup jarang terjadi, Henoch-Schonlein purpura (HSP) dapat


menyebabkan sejumlah komplikasi berikut:

a. Gangguan ginjal
b. Perdarahan di usus
c. Orchitis
d. Intususepsi
e. Kejang
f. Perdarahan di paru-paru
g. Serangan jantung

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Darah
Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu
tinggi, pada hitung jenis dapat ditemukan nilai normal atau adanya
eusinofilia, level serum komplemen dapat ditemukan normal, dapat
ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%. Dapat pula ditemukan
peningkatan LED, trombositosis sedang dan leukositosis,
erythrocyte sedimentation rate (ESR) dapat meningkat. Kompleks
imun sering kali tampak, 50%pasien mempunyai peningkatan
konsentrasi IgA sama halnya dengan IgM tetapi biasanya negative
untuk antinuclear antibodies (ANAs), antibodies to nuclear
cytoplasmic antigens (ANCAs), dan faktor rheumatoid (meskipun
dalam kehadiran nodul rheumatoid). Anticardiolipin atau
antiphospholipid antibodies tampak dan berkontribusi terhadap
coagulopati intravascular. Menghitung CBC untuk membedakan
etiologi ketika asumsi dari infeksi dan untuk menyingkirkan
thrombocytopenia sebagai penyebab dari purpura. Prothrombin
time (PT) dan partial thromboplastin time (aPTT) untuk
menyingkirkan perdarahan diathesis
2. Urine rutin
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal, karena pada
HSP ditenggarai adanya keterlibatan ginjal dalam proses
perjalanannya, pemeriksaan dilakukan setiap 3 hari. Proteinuria dan
hematuria mikroskopik merupakan yang paling sering ditemukan.
3. Feses rutin
Dilakukan untuk melihat perdarahansaluran cerna (tes guaiac /
banzidin)
4. Foto Radiologi
USG diindikasikan bila keluhan nyeri abdomen timbul untuk
mengeluarkan insusepsi, edema dinding usus, penipisan atau
perforasi. Foto thorax menunjukkan nodul pulmonary atau
adenopathyhilus dengan asumsi malignancy (primer atau
matestatic) atau lymphoma yang dikaitkan dengan HSP. Foto
rontgen bila ditemukan gejala akut abdomen atau artritis, dan bariu
enema untuk identifikasi dan reduksi non bedah.
5. Biopsi Kulit
Sangat membantu dan berguna untuk mengkonfirmasikan kadar
IgA dan C3 serta leukositoclastik vaskulitis. Diagnosis definitive
vaskulitis, dikonfirmasikan dengan biopsy pada kutaneus yang
terlibat, menunjukkan leukocytoclasticangitis
6. Biopsi Ginjal
Menunjukkan adanya mesangial deposit C3 dan glomerulonephritis
segmental serta dapat menunjukkan deposisi IgA mesangial dan
seringnya IgM, C3 serta fibrin.
7. Serum elketrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul jika diare yang
signifikan, perdarahan gastrointestinal atau hematemesis.
8. ASTO
URIs dengan spesies streptococcal telah berimplikasi sebagai factor
predisposisi
1.7 Penatalaksanaan

Keluhan yang dialami oleh penderita Henoch-Schonlein purpura (HSP)


biasanya akan reda dan hilang dengan sendirinya setelah 6–8 minggu.
Oleh karena itu, dokter hanya akan menyarankan pasien untuk
beristirahat, minum air putih yang cukup, dan mengonsumsi obat
pereda nyeri.

Beberapa jenis obat yang bisa diberikan oleh dokter untuk meredakan
keluhan dan gejala HSP adalah:

 Obat antipiretik-analgetik, seperti paracetamol dan obat


antiinflamasi nonsteroid, untuk meredakan demam dan nyeri sendi
 Obat golongan kortikosteroid, seperti prednison, untuk meredakan
nyeri perut dan radang sendi

Walaupun bisa sembuh dengan sendirinya, HSP dapat kambuh kembali.


Itulah sebabnya, penderita HSP dianjurkan untuk tetap kontrol ke
dokter serta menjalani tes urine dan tes darah secara rutin. Tujuannya
adalah untuk menilai fungsi ginjal dan memantau kondisi penderita.
Pemeriksaan tersebut akan dilakukan selama 6–12 bulan dan dapat
dihentikan jika tidak ditemukan adanya masalah.

Jika HSP yang dialami sudah cukup parah atau telah menyebabkan
komplikasi, penderita mungkin perlu dirawat inap di rumah sakit.

Pokok Bahasan B Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian Keperawatan
1) Data subyektif
1. Anoreksia, mual, muntah
2. Nyeri kepala
3. Nyeri abdomen
4. Ruam kulit
5. Memar
6. Diare atau konstipasi
7. Adanya darah pada urine atau feses
2) Data obyektif
1. Turgor kulit buruk, terjadi edema.
2. Artalgia (bersifat migraine),
3. Tingkat kesadaran klien menurun.
4. Kulit : warna yang terlihat pada purpura berkembang dari merah
keungu, kemudian menjadi kecoklatan sebelum memudar.
5. Abdomen : massa yang dapat diraba, dimana mengindikasikan
adanya interupsi.
6. Scrotum : nyeri testis dapat terjadi begitu intense, edema scrotum.
7. Ekstermitas : arthalgia dan arthritis sering terjadi.
8. Pemeriksaan laboratorium : kelainan ginjal (hematuria, proteinuria
meningkat).

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung, adanya
proses inflamasi/kerusakan jaringan, nyeri tekan abdomen
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,
peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Gangguan integritas kulit jaringan berhubungan dengan imunologi,
perubahan sirkulasi
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme,
kelemahan (hemiparase), nyeri
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

2.3 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung, adanya
proses inflamasi/kerusakan jaringan, nyeri tekan abdomen
a. Observasi :
1) Monitor keadaan umum dan periksa tanda- tanda vital
2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat rasa nyeri
5) Identifikasi pengetahuan tentang nyeri
b. Terapeutik :
1) Ciptakan lingkungan yang tenang, kurangi kebisingan, atur
pencahayaan cukup
2) Atur posisi tidur/duduk yang nyaman
3) Kurangi aktivitas yang dapat meningkatkan nyeri
4) Pertahankan posisi imobilisasi pada bagian yang sakit dengan
tirah baring
5) Libatkan keluarga saat mengajarkan tehnik relaksasi dan
distraksi
6) Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
c. Kolaborasi : Pemberian cairan parenteral dan analgetik

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,


peningkatan kebutuhan metabolisme
a. Observasi
1) Identifikasi adanya alergi makanan
2) Identifikasi adanya kesulitan menelan
3) Monitor keadaan abdomen, bising usus dan distensi abdomen
4) Identifikasi adanya moal dan muntah
5) Timbang BB tiap hari
6) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
b. Terapeutik :
1) Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering dan dalam
kondisi hangat
2) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat,
tinggi protein dan tidak menimbulkan gas
3) Berikan oral hygiene secara teratur
4) Timbang berat badan setiap hari
5) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
6) Libatkan keluarga untuk memberikan suasana menyenangkan
pada saat makan
b. Edukasi: Jelaskan pada pasien pentingnya nutrisi untuk proses
penyembuhan
c. Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
2) Pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
3) Pemberian terapi antiemetik

3. Gangguan integritas kulit jaringan berhubungan dengan imunologi,


perubahan sirkulasi
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2) Identifikasi lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
tekanan
3) Monitor kulit akan adanya kemerahan
4) Monitor aktifitas dan mobilitas pasien
5) Monitor status nutrisi pasien
6) Monitor proses kesembuhan area insisi
b. Terapeutik
1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2) Hindari kerutan pada tempat tidur
3) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
4) Bersihkan perineal dengan air hangat terutama selama periode
diare
5) Gunakan pelembab pada kulit yang kering/ tertekan
6) Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
7) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
8) Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
9) Libatkan keluarga agar menghindari kerutan pada linen di
tempat tidur
10) Libatkan keluarga untuk mobilisasi pasien (ubah posisi pasien
setiap 2 jam sekali)
11) Libatkan keluarga untuk mempertahankan kebersihan area
peritoneal
c. Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan sayur dan buah
5) Edukasi tentang kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
6) Edukasi tentang mobilisasi setiap 2 jam sekali
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam pemberian terapi
2) Kolaborasi ahli gizi pemberian TKTP
3) Kolaborasi jadwal perawatan luka

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme,


kelemahan (hemiparase), nyeri
a. Observasi
1) Identifiksi kemampuan dan keterbatasan pasien dalam
melakukan mobilitas fisik
2) Identifikasi adanya keluhan nyeri (PQRST) selama latihan
3) Moitor kekuatan motorik pasien
4) Periksa tanda – tanda vital sebelum dan sesudah latihan
b. Terapetik
1) Atur posisi tiap 2 jam
2) Berikan posisi yang nyaman
3) Berikan alat bantu jika pasien membutuhkan
4) Berikan pujian setiap ada kemajuan
5) Lakukan latihan rentang gerak pasif, hindari latihan aktif
selama fase akut
6) Bantu pasien duduk dan ambulasi
7) Libatkan keluarga untuk membantu pasien latihan mobilisasi
8) Libatkan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan sehari – hari
c. Edukasi
1) Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga manfaat latihan
mobilisasi baik aktif maupun pasif
2) Ajarkan pasien melakukan ambulasi
3) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari secara
mandiri sesuai kemampuan
d. Kolaborasi untuk dikonsulkan dengan terapis tentang kebutuhan
ambulasi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


a. Observasi :
1) Monitor keadaan umum pasien dan TTV sebelum dan sesudah
aktivitas
2) Identifikasi kemampuan pasien dalam beraktivitas
3) Identifikasi penyebab kelelahan
b. Terapeutik :
1) Tingkatkan istirahat
2) Berikan aktivitas yang tidak berat
3) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari
4) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari
5) Libatkan pasien/keluarga untuk meningkatkan istirahat pasien
6) Batasi jumlah pengunjung
c. Kolaborasi : kolaborasi untuk pemberian suplemen.
2.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan dan juga diartikan dengan memberikan asuhan keperawatan
secara nyata dan langsung. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada
pasien dengan kejang demam sesuai dengan perencanaan yang dibuat dan
berdasarkan prioritas.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan rencana tindakan yang telah
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Evaluasi dapat menunjukkan
empat kemungkinan yang akan menentukan langkah asuhan keperawatan
selanjutnya :
1. Masalah dapat teratasi seluruhnya
2. Masalah dapat teratasi sebagian
3. Masalah tidak teratasi
4. Timbul masalah baru
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif :
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini dilaksanakan secara terus menerus untuk menilai
kemajuan dalam mencapai tujuan. Dalam melakukan evaluasi formatif
dapat dilihat pada catatan perkembangan pasien setelah perawat
melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien. Selain itu evaluasi
harus berpedoman pada tahap selanjutnya.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi ini dibuat setelah beberapa tujuan dari yang diharapkan
pasien tercapai. Evaluasi sumatif asuhan keperawatan pada pasien
dengan kejang demam sesuai dengan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Appel GB, Radhakrishnan J, D'Agati VD. Penyakit glomerular sekunder. Dalam: 
Brenner BM, ed. Brenner & Rektor yang Ginjal. Vol. 1. 9th ed. Philadelphia
: Saunders Elsevier; 2012: 1192-1277.
Https://www.alodokter.com/henoch-schonlein-purpura
McCarthy JH, Tizard EJ. Praktek klinis: diagnosis dan pengelolaan Henoch-
Schonlein purpura. European Journal of Pediatrics. 2010; 169: 643-650.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. ( 2015 ). Aplikasi keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media action Publishing.

Anda mungkin juga menyukai