Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS Juni 2023

“Henoch Schonlein Purpura”

Nama : Mohamad Ihklassul Amal


Stambuk : N 111 22 080

Pembimbing : dr. Haryanty Kartini Huntoyungo, M. Biomed., Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2023
Lembar Pengesahan

Nama : Mohamad Ihklassul Amal

Stambuk : N 111 22 080

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Henoch Schonlein Purpura

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Undata Palu

Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Juni 2023

Mengetahui
Pembimbing Dokter muda

dr. Haryanty Kartini Mohamad Ihklassul Amal


Huntoyungo, M. Biomed.,
Sp.A
BAB I
Pendahuluan

Penyakit perdarahan dibagi menjadi gangguan pada pembuluh darah,


gangguan pada trombosit, dan gangguan pada faktor pembekuan darah. Gangguan
pada pembuluh darah dapat disebabkan oleh rupturnya pembuluh darah atau
terjadi vaskulitis yang mengakibatkan ekstravasasi darah. (HSP) adalah suatu
bentuk vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai
dengan perdarahan kulit (purpura) tanpa trombositopenia, pembengkakan pada
sendi, nyeri perut, dan kelainan pada ginjal.1 HSP merupakan suatu penyakit
sistemik yang akut dan dimediasi oleh kompleks imun immunoglobulin A (IgA)
yang ditandai oleh adanya dominasi deposisi IgA pada biopsy spesimen. Penyakit
ini terutama dapat menyerang anak umur 2– 15 tahun (usia anak sekolah) dengan
puncaknya padaumur 4–7 tahun. Kasus HSP lebih banyak dijumpai pada anak
laki-laki disbanding anak perempuan (2:1). Kriteria konsensus yang diterbitkan
pada tahun 2010 oleh European League Against Rheumatism and the Paediatric
Rheumatology European Society bahwa untuk diagnosis HSP harus ditemukan
purpura yang teraba disertai dengan setidaknya salah satu dari berikut: sakit perut,
dominasideposisi IgA pada biopsi spesimen, arthritis atau arthralgia, atau
keterlibatan ginjal ditandai dengan hematuria atau proteinuria.1
Henoch Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak
diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis. Inflamasi dinding pembuluh
darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit ini. Bila mengenai pembuluh
darah di daerah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke jaringan sekitar, yang
terlihat sebagai purpura. Namun purpura pada HSP adalah khas, karena batas
purpura dapat teraba pada palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah
didaerah traktus gastrointestinal, maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan
nyeriatau kram perut. Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air
besar berdarah, intususepsi, maupun perforasi yang membutuhkan penanganan
segera.1
Kebanyakan kasus adalah self-limiting dan tidak memerlukan pengobatan
selain pengobatan simptomatik, tetapi kekambuhan gejala terjadi pada sekitar
33% kasus. Tampaknya kekambuhan sering terjadi antara dua minggu sampai 18
bulan setelah resolusi awal gejala, anak-anak dengan gejala keterlibatan ginjal
lebihmungkin untuk memiliki kekambuhan. Pada beberapa pasien, nefritis terjadi
karena pengendapan IgA dalam mesangium ginjal. Komplikasi yang lebih serius
seperti keterlibatan sistem saraf pusat, gagal ginjal, dan adanya sindrom nefritik
ataunefrotik telah dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Beberapa studi
retrospektifdan laporan kasus telah menyarankan manfaat steroid seperti
prednisolon dalam pengobatan sakit perut, HSP nefritis, dan sebagai profilaksis
untuk nefropati. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka
perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap enam bulan hingga dua tahun
pasca sakit.2
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan salah satu bentuk vaskulitis
yang melibatkan pembuluh darah kecil yang ditandai dengan perdarahan kulit
(purpura), pembengkakan pada sendi, nyeri perut dan kelainan pada ginjal.
Kelainan ini pertama kalinya ditemukan oleh Johan Schonlein pada tahun tahun
1837 berupa adanya kelainan pada kulit dan nyeri pada sendi, sedangkan Edward
Henoch menggambarkan adanya kelainan pada gastro-intestinal dan manifestasi
ginjal padatahun 1868 sehingga untuk mengenang nama beliau ini penyakitnya
dinamakan Henoch-Schonlein Purpura.3

B. Etiologi
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa
faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius
bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi
(vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid,
kolera) dan obat- obatan (ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).
Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisela , parvovirus, virus Epstein-Barr). Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan
agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun, IgA mempunyai peranan
penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan
deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.5
Tabel 1. Faktor risiko penyebab HSP

Infeksi Mononukleosis, Infeksi parvovirus B19, Infeksi Streptokokus


grup A, Infeksi Yersinia, Sirosis karena Hepatitis-C, Hepatitis,
Infeksi Mikoplasma, Infeksi Shigella, Virus Epstein-Barr,
Infeksi Salmonella, Infeksi viral Varizella-zoster, Enteritis
Campylobacter
Vaksin Tifoud, kolera, campak
Alergen Obat-obatan(ampisilin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin).
Makanan, gigitan serangga, paparan dingin
Penyakit idiopatik Glomerulocystic disease

C. Patofisiologi
Biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun
yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur
alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan
aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin,
sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan
abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan
gastrointestinalis. Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam
patogenesis HSP, seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan
yang berperandalam mediator inflamasi. TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi
proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit
selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau
disfungsi sel endotel. Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat
setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap terlibat dalam
patogenesis HSP dan endotelin (ET), yangmerupakan hormone vasokonstriktor
yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1
jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi. Namun

tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas,


keparahan penyakit, atau respon reaktan fase akut.4,5
Gambar 1 : Patofisiologi HSP
D. Manifestasi klinis
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu
ada, sehingga sering kali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat. Gejala
klinis mula–mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah
yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya
trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya
kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 12–24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna
merah gelap dan memiliki diameter 0,5–2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak
yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami
ulserasi. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering tekanan (pressure
bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100 terkena % kasus dan
merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula
ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal.
Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel
hingga menyerupaieritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat
berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Gejala
prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri
kepala dan anoreksia.6
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oleh
edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI
(Acute Hemorrhagic Edema of Infancy). Selain purpura, ditemukan pula gejala
artralgia dan artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar
ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai
pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih
dulu (1– 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak,
nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas.
Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada
masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap. Pada penyakit
ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul
kelainan pada kulit (1-4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat
adalah duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen
yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual,muntah, bahkan muntah
darah dan kadang-kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih
sering terjadi di banding ileokolonal. Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh
vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan
intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yangdisertai perforasi maupun
tidak. Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit.
Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2–3 bulan, biasanya berhubungan
dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada
usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dan
penurunan aktivitas faktor XIII. Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem.
Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat
vaskulitis yang terjadi.6

E. Diagnosis
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik
daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat
mengarahkan kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di
bokong danekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria
ataunefritis.7
Tabel 2 Kriteria Diagnosis HSP
American College Of Rheumatology Clasiffication Criteria
Dua daripada kriteria dibawah:
- Palpable purpura
- Usia onset <20 tahun
- Nyeri abdominal
- Hasil biopsi yang menunjukkan intramural granulocyter di
arterioles dan/atau venules
European League Against Rheumatism/Rheumatology European
Society Criteria
Palpabel purpura (tanpa trombositopenia atau koagulopati) dan satu
atau lebih dari kriteria di bawah :
- Nyeri abdomen yang difus
- Artritis atau atralgia
- Biopsi pada purpura yang menunjukkan hasil deposisi IgA

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah


trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh
trombositopenia. Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik,
biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat
eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal. Kadar
komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan
kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang
mengandung IgA. Analisi urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun
penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau
karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. Pemeriksaan
ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun.7
F. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah
suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan
demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat
diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.7
Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan
nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam
asetilsalisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi
trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila terdapat kelainan ginjal
progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan.
Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan
secara dini. Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 0,5-1mg/kgBB
selama 3–7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 2mg/kg untuk fase akut HSP
yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 1-2
mg/kgBB oral) . Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1– 2 mg/kgBB/hr
secara oral, terbagi dalam 3– 4 dosis selama 5– 7 hari. Kortikosteroid diberikan
dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis
pada SSP, parudan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema
dan sindromnefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah
perdarahan,obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.10 Biopsi lesi kulit
menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik. Imunofluorosensi menunjukkan
adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. Pada
pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai
dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.
Terkadang pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.7
BAB III

Laporan Kasus

Identitas Pasien
Nama : An. A.Z.
Jenis kelamin : laki-laki
Lahir pada tanggal/umur : 20-01-2020/3 tahun 5 bulan
Alamat : Napu
Tanggal masuk ruangan/jam : 26-05-2023
Tanggal keluar ruangan : 30-05-2023
Jumlah hari perawatan : 5 hari
Diagnosis : Henoch Schonlein Purpura
Anamnesis
- Keluhan Utama :
Ruam pada kaki dan bokong
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sebelumnya mengalami demam sejak 10 hari yang lalu, muncul ruam
pada kedua tungkai bawah dan bokong sejak 3 hari yang lalu, ruam gatal (+)
Nyeri perut (+) hilang timbul, Mual dan muntah (+) smrs, BAB dan BAK
normal, Sebelumnya pasien sudah berobat 4 hari yang lalu
- Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
- Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat Maternal
Anak terakhir dari 4 bersaudara
- Riwayat makanan
ASI dan MPASI : 0-24 bulan
Makanan dewasa : 2 tahun - sekarang
Pemeriksaan Fisik
KU : Sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status Gizi :
BB : 10,9 kg
TB : 86 cm
BB/U : BB sangat kurang
TB/U : TB pendek
BB/TB : Gizi kurang
TTV :
Suhu : 36,8 C Nadi : 108x/menit
Respirasi : 24x/menit SpO2 : 98%
- Mata : Ikterik (-/-), Anemis (-/-), Cekung (-/-)
- Mulut : Pucat (-), Lidah kotor (-), kering (-)
- Kulit : ruam makula ertiem pada tungkai bawah, teraba,
warna merah kehitaman
- Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
- Tonsil : T1/T1
- Kepala : Normocephal
- Thorax : simetris bilateral
- Pulmo : bunyi pernafasan vesikuler (+/+)
- Cor : BJ I/II murni reguler
- Abdomen : BU (+) kesan normal

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap (26/05/2023)
Jenis
No. Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
1. WBC 10.600 /uL 4.500 – 13.500/uL
2. RBC 4.69 juta/uL 4,1 – 5,1 juta/uL
3. HGB 11.1 g/dl 10,8 – 15,6 g/dl
4. HCT 35,7 % 37 – 43 %
5. PLT 517.000 /uL 181.000 – 521.000 /uL
6. Ureum 22 mg/dl 10-50 mg/dl
7. Kreatinin 0,3 mg/dl 0,9 – 1,3 mg/dl

Urinalisa

1. Leukosit 0-1 LPB


2. Eritrosit 0-1 LPB
3. Keton +3

Resume
Pasien datang dengan keluhan sejak 10 hari yang lalu, muncul ruam pada
kedua tungkai bawah dan bokong sejak 3 hari yang lalu, ruam gatal (+) Nyeri perut
(+) hilang timbul, Mual dan muntah (+) smrs, BAB dan BAK normal, Sebelumnya
pasien sudah berobat 4 hari yang lalu
Pemeriksaan fisik. suhu : 36,8 C, nadi : 108x/menit, RR : 24x/menit, SpO2 :
98%. Lesi makula, warna merah kehitaman pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan
penunjang WBC : 10.600 /uL, RBC : 4.69 juta/uL, HGB : 11.1 g/dl, HCT : 35,7 %,
HCT : 517.000 /uL Ureum : 22 mg/dl, kreatinin : 0,3 mg/dl.

Diagnosis

Henoch schonlein purpura

Terapi
- Ivfd RL 14 tpm
- Inj. Ranitidin 25mg/8jam/IV
- Paracetamol 4x100mg
- Evaluasi pemberian steroid
Tanggal Follow Up

27/05/2023 HP : 2
S : Ruam merah kehitaman pada ekstremitas bawah,
Gatal (+), nyeri perut (+) hilang timbul, mual muntah (-),
demam (-). BAB dan BAK normal
O : KU : Sakit sedang
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 88x/menit
S : 36.9 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 98%
Kulit : lesi makula, teraba, warna merah
kehitaman
Kepala : Normocephal
Thorax : Simetris bilateral (+/+)
Pulmo : Vesikuler (+/+)
Cor : BJ I/II murni reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan nromal
Pemeriksaan Lab (26/05/2023)
WBC : 10.600 /uL, RBC : 4.69 juta/uL, HGB : 11.1 g/dl,
HCT : 35,7 %, HCT : 517.000 /uL Ureum : 22 mg/dl,
kreatinin : 0,3 mg/dl.
Urinalisa
Leukosit : 0-1 LPB, Eritrosit : 0-1 LPB, Keton +3

A : Henoch schonlein purpura


P:
- Ivfd RL 14 tpm
- Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv
- Ranitidin 25 mg/8j/iv
- Paracetamol 100mg/6jam kp
- Prednison 3x4 mg (3-3-2)

28/05/2023 Hp : 3
S : Ruam merah kehitaman pada ekstremitas bawah,
Gatal (+), nyeri perut (+) hilang timbul, mual muntah (-),
demam (-). BAB dan BAK normal
O : KU : Sakit sedang
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 94x/menit
S : 36.5 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%
Kulit : lesi makula, teraba, warna merah
kehitaman
Kepala : Normocephal
Thorax : Simetris bilateral (+/+)
Pulmo : Vesikuler (+/+)
Cor : BJ I/II murni reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan nromal
Pemeriksaan Lab (26/05/2023)
WBC : 10.600 /uL, RBC : 4.69 juta/uL, HGB : 11.1 g/dl,
HCT : 35,7 %, HCT : 517.000 /uL Ureum : 22 mg/dl,
kreatinin : 0,3 mg/dl.
Urinalisa
Leukosit : 0-1 LPB, Eritrosit : 0-1 LPB, Keton +3

A : Henoch schonlein purpura


P:
- Ivfd RL 14 tpm
- Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv
- Ranitidin 25 mg/8j/iv
- Paracetamol 100mg/6jam kp
- Prednison 3x4 mg (3-3-2)

29/05/2023 Hp : 4
S : Ruam merah kehitaman pada ekstremitas bawah
mulai berkurang, nyeri perut (+), mual muntah (-),
demam (-). BAB dan BAK normal
O : KU : Sakit sedang
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 84x/menit
S : 36.4 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%
Kulit : lesi makula, teraba, warna merah
kehitaman memudar
Kepala : Normocephal
Thorax : Simetris bilateral (+/+)
Pulmo : Vesikuler (+/+)
Cor : BJ I/II murni reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan nromal
Pemeriksaan Lab (26/05/2023)
WBC : 10.600 /uL, RBC : 4.69 juta/uL, HGB : 11.1 g/dl,
HCT : 35,7 %, HCT : 517.000 /uL Ureum : 22 mg/dl,
kreatinin : 0,3 mg/dl.
Urinalisa
Leukosit : 0-1 LPB, Eritrosit : 0-1 LPB, Keton +3

A : Henoch schonlein purpura


P:
- Ivfd RL 14 tpm
- Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv
- Ranitidin 25 mg/8j/iv
- Paracetamol 100mg/6jam kp
- Prednison 2x4 mg (3-3-2)
- CTM 3x1,5mg

30/05/2023 Hp : 5
S : Ruam merah kehitaman pada ekstremitas bawah
hilang, nyeri perut (-), mual muntah (-), demam (-). BAB
dan BAK normal
O : KU : Sakit sedang
GCS : E4M6V5 Compos mentis
O : TTV
N : 128x/menit
S : 36.5 oC
R : 24 x/menit
Spo2 : 99%
Kulit : lesi makula, teraba, warna kehitaman
memudar
Kepala : Normocephal
Thorax : Simetris bilateral (+/+)
Pulmo : Vesikuler (+/+)
Cor : BJ I/II murni reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan nromal
Pemeriksaan Lab (26/05/2023)
WBC : 10.600 /uL, RBC : 4.69 juta/uL, HGB : 11.1 g/dl,
HCT : 35,7 %, HCT : 517.000 /uL Ureum : 22 mg/dl,
kreatinin : 0,3 mg/dl.
Urinalisa
Leukosit : 0-1 LPB, Eritrosit : 0-1 LPB, Keton +3

A : Henoch schonlein purpura


P:
Rawat jalan
- Cefixime sry 2x1/2 cth
- Prednison 2x4mg (2-1-1)
- CTM 3x1,5mg
BAB IV

Diskusi

Henoch Schonlein Purpura (HSP) merupakan salah satu bentuk penyakit


autoimun yang mempengaruhi beberapa sistem pada tubuh, antara lain sistem
integumen, sistem gastrointestinal, dan sistem urinari. HSP ini sendiri dapat muncul
akibat pengaruh genetik, infeksi virus ataupun penggunaan obat-obatan tertentu.
Diagnosis HSP dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
adekuat. Kriteria diagnosis HSP mencakup purpura yang dapat diraba, gangguan
gastrointestinal yang akut, artritis atau artralgia, dan hasil pemeriksaan histopatologi
yang menunjukkan vaskulitis dengan deposisit IgA. Etiologi dari penyakit ini belum
diketahui secara pasti namun terdapat mekanisme autoimun terkait deposisi IgA pada
pembuluh darah sehingga menyebabkan adanya vaskulitis. Vaskulitis pada sistem
organ yang berbeda akan menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda.

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan demam sejak 10 hari yang lalu
kemudian muncul ruam pada ekstremitas bawah sejak 3 hari yang lalu, pasien
merasakan gatal, kemudian disertai dengan mual dan muntah sebelum masuk rs serta
nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ruam merah kehitaman yang
teraba pada tungkai bawah dan bokong. Penegakan diagnosis henoch schonlein
purpura pada kasus ini didasarkan pada adanya ruam pada kulit bagian ekstremitas
bawah dan adanya nyeri perut yang muncul bersama dengan ruam. Dua manifestasi
klinis ini cukup untuk diagnosa henoch schonlein purpura berdasarkan kriteria
diagnosis American College Of Rheumatology Clasiffication Criteria

HSP umumnya merupakan penyakit yang bersifat self-limiting dengan arti


bahwa penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya. Sehingga dalam terapi pasien
ini, terapi yang perlu diberikan hanyalah yang bersifat simptomatik. Pemberian cairan
Ringer laktat ditujukan untuk menjaga hidrasi pasien. Untuk mengatasi nyeri perut
yang dialami pasien, dapat diberikan ranitidin 25 mg/8jam, Dalam terapi HSP,
pemberian steroid seperti prednison dengan dosis 4 mg/8 jam diharapkan dapat
mengatasi inflamasi yang dialami oleh pasien. Pemberian prednison dilakukan selama
6 hari (27/05/2023/ - 6/06/2023) dengan tapering off yaitu 3 tablet pada hari pertama
dan kedua, 2 tablet pada hari ketiga dan keempat, dan 1 tablet pada hari ke 5 dan 6.
CTM diberikan pada pasien ini untuk mengatasi gatal yang muncul dari ruamnya
dengan dosis 3x1,5 mg. Kemudian pasien juga diberikan antibiotik golongan
sefalosporin yaitu ceftriaxone 500 mg/12 jam/iv kemudian diganti dengan cefixime
sirup 2x½ cth untuk rawat jalan.

Edukasi yang dapat diberikan pada pasien HSP adalah bahwa penyakit ini
merupakan penyakit autoimun yang langka dengan adanya komplikasi yang beragam.
Namun, mengingat usia pasien yang masih muda dan sifat penyakit ini yang self-
limiting, prognosis pasien cenderung baik dan diharapkan bisa segera membaik.
BAB V

Kesimpulan

1. HSP merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan vaskulitis, dengan


manifestasi palpable purpura, gangguan gastrintestinal, arthritis, dan
gangguan ginjal
2. Penyebab HSP belum diketahui secara pasti namun kemungkinan terdapat
penyebab multifaktoral seperti riwayat infeksi, riwayat vaksinasi,
konsumsi obat, dan autoimun.
3. Tatalaksana HSP yaitu terapi simtomatik dan pemberian steroid yang
ditujukan untuk mengurangi inflamasi
4. HSP bersifat self-limiting dan akan membaik bila vaskulitis berkurang,
ruam akan menghilang setelah peradangan dapat diatasi
DAFTAR PUSTAKA

1. J, Agromed Unila, Henoch Schonlein Purpura pada anak, Volume 4 Nomor 1,


Juni 2017, Halaman 62-65
2. Nikibaksh A, Mahmoodzadeh H. Treatment Of Complicated HSP with
Mycopherolatemofetil : A retrospective Case Report 2010 1 (3) : 1-2
3. PPDS IKA FK UNUD, RSUP Sanglah Denpasar, Artikel 2011-2012
4. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch- Schonlein. Dalam: Akip
AAP,Munazir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi- Imunologi Anak.
Edisike-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007; 373-7.
5. Reamy BV, Pamela M, Lindsay TJ. Henoch-Schonlein Purpura. Am Fam
Physician 2009; 80 (7) : 697-704.
6. Bossart P. Henoch - Schonlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emedicine.com/emerg/topic845.htm. Diakses pada tanggal 5 juni 2023,
7. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-
Schonlein Purpura. Pediatric Education, 2009. Diakses dari
http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses pada tanggal 5 Juni
2023.
8. Kliegman, Stanton, Schor, Behrman. Nelson Textbook Of Pediatrics :
Rheumatic Diseases of Childhood HSP, 19 th Edition
9. Zaffanello M, Brugnara M, Franchini M. Therapy For Children with Henoch
Schonlein Purpura Nephritis : The Scientific World Journal 007; (7): 20-30
10. Sugianti I, Arwin AP, Karakteristik Purpura Henoch Schonlein pada Anak di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo : Sari Pediatric Vol 16, No. 2, August
2014

Anda mungkin juga menyukai