Pembimbing :
dr. Fitri Mulya Verakadita, Sp. A
Disusun oleh :
Ninda Arianti
031032000039
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas tinjauan pustaka dalam kepanitraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak dengan judul “Henoch-Schöenlein Purpura (HSP)”. Tinjauan Pustaka ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Kesehatan
Anak.
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang
membacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi1,2
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) atau disebut dengan vaskulitis
immunoglobulin A (IgA) adalah peradangan pembuluh darah sistemik yang
ditandai dengan adanya pengendapan kompleks immunoglobulin A pada
persendian, ginjal, saluran pencernaan, dan kulit. HSP juga dapat menyerang
sistem saraf pusat dan paru namun, keadaan ini sangat jarang ditemukan.
2.2. Etiologi
Etiologi HSP belum diketahui secara pasti tetapi penyabab dan faktor
risiko timbulnya HSP dianggap multifaktorial dengan beberapa faktor seperti
faktor genetik, komponen antigen, infeksi, dan lingkungan. Lebih dari 75% pasien
dengan HSP melaporkan keluhan ini didahului oleh infeksi saluran pernapasan
atas atau infeksi saluran pencernaan sebelumnya. Infeksi bakteri maupun virus
dikaitkan terlibat dengan immunoglobulin A. Selain etiologi infeksi, beberapa
kasus HSP dilaporkan timbul setelah melakukan vaksinasi. Faktor lingkungan
yang berperan dalam perkembangan HSP antara lain, setelah konsumsi obat-
obatan (ampicillin, erythromycin, penicillin, quinidine, quinine, losartan, dan
cytarabine), makanan, serum kuda, cuaca dingin, dan gigitan serangga.
Tabel 1. Infeksi yang mendahului perkembangan HSP
Infeksi Streptococcus Grup A (paling umum)
Hepatitis
Infeksi Mycoplasma
Enteritis Campylobacter
Infeksi Helicobacter pylori
Infeksi Yersinia
Infeksi Salmonella
Infeksi Shigella
Infeksi Adenovirus
Infeksi Parvovirus
Infeksi Epstein-Barr Virus (EBV)
2
Infeksi Varicella-Zoster
Infeksi Rotavirus
Infeksi COVID-19
2.3. Epidemiologi2-5
Secara epidemiologi, Henoch-Schonlein Purpura (HSP) paling banyak
terjadi pada usia anak-anak. Sekitar 75% kasus dilaporkan terjadi pada anak
berusia 2–11 tahun dengan puncak kejadian pada usia sekitar 5 tahun. Penyakit
ini juga dilaporkan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan, yakni dengan rasio 2:1. Namun, rasio ini menjadi hampir sama pada
usia dewasa dengan rasio 1:1. Pada usia dewasa, HSP dilaporkan terjadi pada usia
rata-rata 50 tahun. Usia yang tua saat timbul HSP dikaitkan dengan perkembangan
gangguan ginjal kronis.
Secara global, epidemiologi HSP sangat bervariasi. Di Amerika Serikat,
HSP adalah vaskulitis paling umum yang sering ditemui pada anak-anak dengan
10 sampai 20 kasus per 100.000 populasi per tahun, di Inggris, HSP ditemukan
sebanyak 22,1 kasus per 100.000 populasi per tahun, insiden HSP di Cina adalah
8,13 sampai 14,06 kasus per 100.000 populasi per tahun, insiden HSP di Jepang
mulai dari 3,5 kasus per 100.000 populasi, insiden HSP di Skotlandia 26,7 kasus
per 100.000 populasi per tahun. Angka kejadian yang dilaporkan di tempat lain di
Eropa adalah 17,5 kasus per 100.000 populasi di Swedia dan 18,6 kasus per
100.000 populasi di Prancis. Dalam sebuah penelitian yang meneliti hasil biopsi
ginjal dari 65 anak di bawah 18 tahun yang diperoleh oleh Rumah Sakit Klinik di
wilayah Kroasia selama periode 10 tahun (1995-2005) didapatkan 10,8% kasus
glomerulonefritis terkait oleh vaskulitis immunoglobulin A. Angka kejadian HSP
di Indonesia belum diketahui secara pasti namun, dikatakan puncak morbiditas
3
terjadi pada usia 5-10 tahun dengan 71 pasien HSP menunjukkan gejala pertama
berupa arthritis (44,5%) dan 89 pasien (69,5%) mengalami nyeri perut, sedangkan
28 pasien (21,8%) mengalami gangguan pada ginjal.
Data epidemiologi menunjukkan HSP lebih sering terjadi pada ras kulit
putih dibandingkan dengan ras kulit hitam. Organ yang paling terlibat pada HSP
meliputi kulit (100%), saluran pencernaan (74,5%), ginjal (46,8%), sendi
(42,6%). Penelitian di China menunjukkan penyebab HSP umumnya didahului
oleh infeksi (40,5%) dengan manifestasi klinis utama nyeri perut lebih dominan
pada orang dewasa dan keterlibatan ginjal lebih dominan terjadi pada usia anak-
anak.
4
Beberapa infeksi virus dan bakteri diduga memicu penyakit ini, termasuk
Streptococcus, parainfluenza, dan human parvovirus B19.7 Sitokin dan kemokin
terlibat; Namun, patofisiologi lengkapnya tidak dipahami. Sejumlah penelitian
telah mengaitkan predisposisi penyakit, keparahan, dan morbiditas jangka
panjang dengan gen pada bagian alel HLA.
IgA jelas memainkan peran penting dalam perkembangan HSP, yang
dibuktikan dengan terjadi peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun
sirkulasi yang mengandung IgA, dan deposisi IgA di dinding pembuluh darah
organ yang terkena dan pada mesangium ginjal. Deposisi agregat IgA atau
kompleks IgA pada organ target terjadi dengan aktivasi jalur komplemen
alternatif (dengan deposisi C3) yang menghasilkan mediator inflamasi, termasuk
prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, yang mungkin memainkan peran
sentral dalam patogenesis HSP dan manifestasi klinis spesifik terhadap organ
target. IgA ini ditemukan dalam serum dan sekresi mukosa dan merupakan kelas
utama imunoglobulin yang berperan penting dalam imunitas mukosa. HSP hampir
secara eksklusif dikaitkan dengan kelainan yang melibatkan IgA1, bukan IgA2.
IgA1 secara filogenetik lebih muda dan berbeda dari IgA2. Pasien dengan nefritis
HSP didapatkan kekurangan galaktosa yang diturunkan dari molekul IgA1.
Beberapa berspekulasi bahwa antigen merangsang produksi IgA, yang
menyebabkan vaskulitis. Alergen, seperti makanan, serum kuda, gigitan serangga,
paparan dingin, dan obat-obatan (misalnya ampisilin, eritromisin, penisilin,
kuinidin, dan kina), dapat memicu perkembangan penyakit. Penyebab infeksi
termasuk bakteri (misalnya, Haemophilus parainfluenzae, Mycoplasma,
Legionella, Yersinia, Shigella, atau Salmonella) dan virus (misalnya, adenovirus,
virus Epstein-Barr [EBV], parvovirus, atau virus varicella-zoster [VZV]). Vaksin
seperti kolera, campak, paratifoid A dan B, tifus, dan demam kuning (yellow
fever) juga terlibat. Namun, tidak ada bukti yang mendukung peran langsung
infeksi herpesvirus, retrovirus, atau parvovirus dalam patogenesis HSP.
Perubahan dalam produksi interleukin dan faktor pertumbuhan (growth
factor) juga berperan dalam patogenesis HSP. Faktor nekrosis tumor (TNF), IL-
1, dan IL-6 dapat memediasi proses inflamasi yang terjadi pada HSP.
Transforming growth factor (TGF)–β berperan terhadap produksi IgA.
Peningkatan kadar faktor ini terjadi pada fase HSP akut. Peningkatan kadar ini
menunjukkan terjadinya kerusakan atau disfungsi sel endotel.
5
2.5. Manifestasi Klinis4,5
Gambaran klasik HSP meliputi purpura yang dapat diraba (palpable
purpura), gangguan saluran pencernaan, arthralgia, dan keterlibatan ginjal.
Keluhan lain yang mungkin terjadi antara lain:
a. Ruam
b. Nyeri sendi
c. Nyeri perut
d. Mual/muntah
e. Edema subkutan
f. Perdarahan rectum
g. Edema skrotum
h. Nyeri kepala
i. Demam
j. Diare
k. Hematemesis
l. Malaise
6
Gambar 2. Ruam pada HSP
Gejala pada saluran pencernaan dapat terjadi sebelum
timbulnya ruam. Pasien biasanya datang dengan keluhan mual dan muntah
yang memberat setelah makan. Selain mual dan muntah, gejala yang
mungkin ditemukan adalah diare dan hematemesis. Komplikasi yang
berpotensi mengancam jiwa adalah intususepsi, perforasi usus, gangren
usus, dan perdarahan massif namun, komplikasi ini sangat jarang terjadi.
Gejala pada ginjal biasanya terjadi dalam 1-3 bulan setelah
timbulnya ruam. Manifestasi yang timbul ini termasuk hematuria,
proteinuria, sindrom nefrotik, sindrom nefritik, dan gagal ginjal.
Hematuria mikroskopis adalah manifestasi yang paling umum ditemukan.
Proteinuria berat dapat muncul sebagai sindrom nefrotik, dan pasien
dengan proteinuria persisten berisiko tinggi mengalami glomerulonefritis
progresif. Pasien juga dapat mengalami obstruksi ureter. Sekitar 50%
pasien mengalami manifestasi ginjal, dengan kurang dari 1% berkembang
menjadi gagal ginjal stadium akhir.
Sekitar 15% pasien HSP juga datang dengan arthritis maupun
arthralgia sebagai gejala awal. Pasien sering datang dengan nyeri sendi dan
bengkak yang pada lutut, pergelangan kaki, tangan, dan kaki. Keluhan
pada sendi ini biasanya bersifat sementara dan tidak bersifat destruktif.
Keterlibatan sistem saraf pusat jarang terjadi namun, pasien
bisa datang dengan keluhan nyeri kepala, pusing, ataksia, kejang,
7
iritabilitas, neuropati, dan perdarahan intracranial. Temuan lain pada HSP
adalah vakculitis yang melibatkan miokardium. Vaskulitis juga dapat
melibatkan paru-paru, mengakibatkan perdarahan paru. HSP juga dapat
menyebabkan urethritis stenosis, priapismus, edema penis, atau orkitis.
8
g. Pemeriksaan komplemen C3 dan C4
Pemeriksaan ultrasonografi abdomen juga dapat dilakukan
terutama jika terdapat gejala gastrointestinal. Pada beberapa kasus,
biopsi ginjal mungkin bermanfaat dalam kondisi sindrom nefrotik
lanjut dan ketika terjadi gangguan fungsi ginjal.
2.8. Tatalaksana7-9
HSP sembuh secara spontan pada 94% kasus pada anak-anak dan 89%
kasus pada orang dewasa, pengobatan utama HSP adalah pengobatan suportif dan
simptomatis dengan:
a. Rehidrasi dengan cairan intravena.
b. Analgesik, analgesik NSAID seperti paracetamol/acetaminophen dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan pada sendi dan
jaringan lunak.
c. Kortikosteroid, seperti prednisone 1 mg/kgBB dalam 2 minggu dan
tapering off selama 2 minggu dapat digunakkan untuk mengatasi edema
subkutan dan nefritis yang diinduksi oleh IgA serta untuk mengatasi
artralgia dan gangguan gastrointestinal. Selain itu, kortikosterioid dapat
direkomendasikan dalam keadaan sindrom nefrotik persisten, akut
abdomen, perdarahan gastrointestinal, edema jaringan lunak, edema
9
skrotum, gangguan sistem saraf pusat, dan perdarahan intrapulmonal.
d. Plasmapheresis, terutama pada kondisi nefropati IgA.
e. Pembedahan dapat dilakukan ketika terjadi iskemia usus berat.
Transplantasi ginjal dapat diindikasikan pada pasien dengan penyakit
ginjal berat yang resisten terhadap obat-obatan.
2.9. Komplikasi1
Komplikasi yang dapat terjadi pada HSP adalah gagal ginjal,
proteinuria, hematuria, sindrom nefrotik, intususepsi, perdarahan saluran cerna,
iskemia usus, perforasi usus, perdarahan intrakranial, efusi pleura, perdarahan
paru, dan torsio testis.
2.10. Prognosis9,10
HSP biasanya merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
menunjukkan prognosis yang sangat baik. Sebagian besar pasien dapat sembuh
dalam kurun waktu empat minggu. Kekambuhan (relapse) paling sering terjadi
pada kulit tetapi dapat juga terjadi pada sendi, ginjal, dan sistem pencernaan.
Kekambuhan biasanya terjadi dalam 4 sampai 6 bulan setelah onset awal HSP.
Morbiditas jangka panjang dari HSP tergantung pada sejauh mana
keterlibatan ginjal. Keterlibatan ginjal menjadi faktor yang memberikan prognosis
paling buruk. Sekitar 1-2% pasien dengan HSP akan berkembang menjadi
penyakit ginjal stadium akhir dan membutuhkan transplantasi ginjal. Prognosis
kerusakan ginjal cenderung lebih buruk pada orang dewasa dibandingkan dengan
anak-anak.
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12