Anda di halaman 1dari 3

Marketing Ala Rasulullah Relevan Sepanjang Masa

Bisnis bukanlah suatu hal mudah lebih-lebih di era digital, semenjak hadirnya tren toko online
semua kalangan bebas terjun ke dunia bisnis sesuka hati, tidak ada syarat usia, selama mereka
memiliki akun sosial media dan memiliki barang untuk dijual siapa pun boleh berbisnis.
Efeknya, pebisnis semakin membludak sehingga terjadilah persaingan bisnis yang hebat, tidak
hanya di kalangan pebisnis online, pebisnis offline juga terkena dampak persaingannya. Akibat
dari fenomena ini, sebagian pebisnis yang kurang menguasai skill marketing baik secara online
maupun offline mulai kewalahan dan kehabisan ide untuk menyiasati persaingan. Sebagian
mereka bahkan rela mengupayakan apapun untuk bertahan, sekalipun harus menjalankan
marketing tipu-tipu agar semua dagangannya laku.

Barang kali pebisnis era digital dewasa ini lupa, bahwa kepercayaan konsumen adalah modal
bisnis yang sejati. Logikanya, konsumen akan dengan senang hati membeli barang yang ditawar
secara jujur, karena ekspektasi konsumen terhadap barang tidak berbeda dengan kenyataan.
Sebaliknya, jika konsumen merasa kecewa terhadap ekspektasi yang ditawarkan pejual ternyata
berbeda dengan kenyataan, maka ia tidak akan pernah membeli ulang (repeat order) kepada
penjual tersebut di kali lain.

Terpujilah Al-Amin, kiblat umat menuai suri tauladan dalam segala tindak tanduk keseharian,
cahaya kejujuran dari pribadi Rasulullah dalam berdagang membuatnya menjadi pebisnis paling
dihormati kala itu, walau berdagangnya belum lama, bahkan usianya saat itu belum berkepala
tiga, namun strategi dagangnya membuat semua pedagang lain salut lantas memujinya. Berbicara
tentang konsep kejujuran dalam strategi marketing Rasulullah, Thorik (2007: 8) menggambarkan
bahwa tujuan utama dari strategi marketing Rasulullah adalah trusty customer, tujuan ini barulah
bisa didapat apabila telah sukses melewati setidaknya dengan menerapkan 4 hal dasar, yaitu:
strategic, tactic, value, dan generous.

Kecerdasan Rasulullah dalam berdagang bahkan telah terlihat saat beliau menyusun strategi awal
pemasaran, dalam melakukan segmentasi pasar Rasulullah sangat akurat dalam mempelajari
wilayah dagangannya yaitu bagian timur Semenanjung Arabia, hal ini terbukti saat Al-Ashajj
pemimpin daerah tersebut datang menghadap Rasulullah, diceritakannya tentang daerah-daerah
disana, dari soal geografis hingga psikologis penduduk setempat. Hal inilah yang sangat
membantu Rasulullah sukses dalam berdagang. Adapun dalam melakukan positioning,
perusahaan biasanya akan membuat produk mereka mendapat tempat tertentu di hati masyarakat.
Dulu, positing terhadap suatu produk dikaitkan dengan suatu negara, misalnya kain sutra pastilah
diidentik dengan negeri China. Sedangkan Rasulullah dalam melakukan positioning bukanlah
barang dagangannya yang mendapatkan posisi istimewa di hati konsumen, melainkan
kepribadian beliau sendiri dengan kejujurannya dalam berdagang, sehingga secara tidak
langsung hal ini telah membangun personal branding Rasulullah yang luar biasa dalam
menjaring kepercayaan masyarakat, sehingga apapun yang beliau jual pastilah mampu menarik
minat, hingga pada suatu ketika Khadijah seorang penguasaha besar yang disegani kala itu
tertarik untuk bermitra dengan Rasulullah.

Langkah selanjutnya adalah memainkan taktik, hal ini dijalankan salah satunya adalah dengan
melakukan diferensiasi terhadap bisnis. Diferensiasi juga dilakukan Rasulullah dalam berdagang,
hal yang membedakan Rasulullah dengan pedagang lain adalah satu-satunya pengusaha muda
yang selalu meraup keuntungan fantastis karena selalu diincar masyarakat lantaran kejujurannya.
Jika orientasi pedagang lain dalam berbisnis adalah mendapatkan keuntungan, namun Rasulullah
tidak terlalu mementingkan itu, orientasi Rasulullah dalam berdagang adalah membangun
persaudaraan, sebagaimana sabda beliau dalam hadis sahih, "Diriwayatkan dari Ibnu Shihab
telah mengkhabarkan kepadaku oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW telah bersabda;
Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali
kerabatnya." Rasulullah lebih sering memerhatikan konsumen daripada produk itu sendiri,
terbukti saat Rasulullah melakukan perdagangan selalu menjelaskan produk secara trasnparan
kepada pelanggan tanpa ada cacat yang disembunyikan. Kejujuran inilah yang tampak murah
tapi langka di kalangan pedagang, Rasullullah bersabda "Sumpah yang diucapkan untuk
melariskan perniagaan, dapat merusak keuntungan." (H.R. Muslim, dari Abu Hurairah).
Rasulullah sangat tegas menjauhi sumpah yang berlebihan terhadap produk karena hal ini tidak
pernah menumbuhkan trust costumer.

Bukan hal mudah untuk membangun trust costumer, Rasulullah sendiri dalam memberikan
pelayanan kepada kostumer tidak hanya ketika kegiatan jual beli berlangsung, bahkan sesudah
kegiatan itu terjadi, diceritakan dalam sebuah hadis, Abdullah ibn Abdul Hamzah mengatakan,
"Aku telah membeli sesuatu dari Muhammad sebelum beliau menerima tugas kenabian, dan
karena masih ada suatu urusan dengannya maka aku menjanjikan untuk mengantarkan padanya,
tapi aku lupa. Ketika teringat tiga hari kemudian, aku pun pergi ke tempat tersebut dan
menemukan Muhammad masih berada di sana." Rasulullah berkata, "Engkau telah membuatku
resah, aku berada di sini selama tiga hari menunggumu." (H.R. Abu Dawud)

Berbadab-abad yang lalu, Rasulullah juga telah memprediksikan rusaknya perekonomian jika
perang harga terjadi, sehingga Rasulullah selalu mengingatkan kepada para pedagang lain untuk
tidak bersaing soal harga, melainkan bersainglah soal kualitas barang dan pelayanan kepada
kostumer. Beliau juga telah memperingatkan akan pentingnya kejujuran dalam dunia
perdagangan, bahkan Janelle Brarlow dan Dianna Maul menulis dalam buku mereka "Emotional
Value: Creating Strong Brand with Your Customer" menjelaskan bahwa dewasa ini kostumer
tidak lagi membutuhkan sebuah layanan atau produk kualitas tinggi, tapi nilai emosional yang
didapatkan seorang kostumer jauh lebih berharga dari layanan dan kualitas produk. Terkait hal
ini, Rasulullah bahkan telah mempraktekkannya jauh sebelum buku itu ditulis. Rasulullah
menyadari bahwa strategi marketing sesungguhnya tidak terbatas pada layanan dan kualitas
produk tapi juga pada hal-hal yang menyentuh sisi emosional.

Anda mungkin juga menyukai