Anda di halaman 1dari 13

TANGGAP DARURAT LINGKUNGAN KERJA

1. Peraturan BNPB No. 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana

Peraturan BNPB No. 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana, status nya telah dicabut dan di ganti dengan Peraturan BNPB No. 3
Tahun 2016 tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana. Maka dari itu
Peraturan BNPB No. 14 Tahun 2010 tidak berlaku.

Peraturan BNPB No. 03 Tahun 2016 terdiri atas 10 BAB dan terdiri dari 27 Pasal.
Peraturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 November 2016 oleh Kepala BNPB
saat itu yaitu Willem Rampangilei dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 22
Novembber 2016 oleh Direktur Jendral Peraturan Per undang-Undangan, Kementerian
Hukum dan HAM RI saat itu yaitu Widodo Ekatjahjana.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat BNPB


adalah lembaga pemerintah non kementerian yang melakukan penyelenggaraan
penanggulangan bencana sesuai dengan ketentuan Per Undang-undangan. Sedangkan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD adalah badan
pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.

Dalam peraturan ini dijelaskan mengenai Keadaan Darurat Bencana, Status


Keadaan Darurat Bencana, Status Siaga Darurat, Status Tanggap Darurat, Status Transisi
Darurat ke Pemulihan, Penanganan Darurat Bencana, Bantuan Penanganan Darurat
Bencana.

Sistem komando penanganan darurat bencana adalah satu kesatuan upaya


terstruktur dalam satu komando yang digunakan untuk mengintegrasikan kegiatan
penanganan darurat secara efektif dan efisien dalam mengendalikan ancaman/penyebab
bencana dan menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat bencana.

Pos Komando Penanganan Darurat Bencana yang selanjutnya disingkat Posko


PDB adalah institusi yang berfungsi sebagai pusat komando operasi penanganan darurat
bencana yang merupakan posko utama di dalam Sistem Komando Penanganan Darurat
Bencana, untuk mengoordinasikan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan penanganan darurat bencana.

Penyelenggaraan penanganan darurat bencana dilaksanakan berdasarkan prinsip:

a. Pengutamaan peran aktif pemerintah daerah kab/kota; dan


b. Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi bertanggung jawab melakukan
pendampingan terhadap pemerintah daerah kab/kota.

Perangkat sistem komando PDB dalam penyelenggaraannya meliputi:

a. Posko PDB Provinsi


b. Pos Lapangan PDB
c. Pos Pendukung PDB
d. Pos Pendamping Nasional PDB

Pos Komando mempunyai 9 Tugas dapat pengoperasiannya, Pos Komando


mempunyai 3 Tugas, Pos Lapangan PDB mempunyai 8 tugas, Pos Lapangan PDB
mempunyai 4 tugas. Pos pendukung PDB dibagi 2 yaitu Pos Pendukung PDB bantuan
dalam negeri yang mempunyai 7 Tugas, dan Pos Pendukung PDB bantuan dalam negeri
dan komunitas internasional yang mempunyai 10 tugas.

Pada akhir kegiatan penanggulangan bencana haruslah ada monitoring yang


bertujuan untuk memastikan pelaksanaan penanganan darurat bencana sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan menyangkut prosedur, waktu pelaksanaan dan sasaran kerja
yang dilakukan secara berkala selama masa keadaan darurat bencana diberlakukan. Selain
monitoring dilaksanakan juga evaluasi yang merupakan kegiatan penilaian capaian hasil
pelaksanaan kegiatan penanganan darurat bencana. Evaluasi dilakukan terhadap 4
perangkat sistem komando PDB.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.

Peraturan ini terdiri dari 6 BAB dan 28 Pasal, dan juga terdiri dari 6 BAB
lampiran. Peraturan ini ditetapkan di Jakarta tanggal 28 September 2016 oleh Menteri
Kesehatan RI pada saat itu Nila Farid Moeloek, dan diundangkan di Jakarta pada tanggal
26 Oktober 2016 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian
Hukum dan HAM RI pada saat itu Widodo Ekatjahjana.

Perkantoran adalah bangunan yang berfungsi sebagai karyawan melakukan


kegiatan perkantoran baik yang bertingkat maupun tidak bertingkat. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran yang


selanjutnya disingkat SMK3 Perkantoran adalah bagian dari sistem manajemen gedung
perkantoran secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Kesehatan
Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi karyawan di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi karyawan, perlindungan karyawan dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan karyawan dalam suatu lingkungan
kerja yang mengadaptasi antara karyawan dengan manusia dan manusia - 4 - dengan
jabatannya.

Setiap perkantoran haruslah menyelenggarakan program K3 Perkantoran yaitu


membentuk dan mengembangkan SMK3 Perkantoran, dan menetapkan Standar K3
Perkantoran yang dilaksanakan oleh pimpinan kantor dan/atau pengelola gedung dan
ditetapkan secara tertulis dan disosialisasikan ke seluruh karyawan. Dalam kebijakan K3
Perkantoran paling sedikit memuat tentang: Visi, Tujuan, Komitmen dan tekad dalam
melaksanakan program, dan program yang mencakup kegiatan K3 Perkantoran secara
menyeluruh.

Standar K3 Perkantoran dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi penyakit


akibat kerja dan penyakit lain, serta kecelakaan kerja pada karyawan, dan menciptakan
perkantoran yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktifitas kerja. Yang
dimaksudkan ke dalam Standar K3 Perkantoran adalah keselamatan kerja, kesehatan
kerja, kesehatan lingkungan kerja perkantoran, dan ergonomi perkantoran. Adapun
persyaratan K3 Perkantoran terdiri atas pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan ruang
perkantoran, desain alat dan tempat kerja, penempatan dan penggunaan alat perkantoran
dan/atau pengelolaan listrik dan sumber api.

Standar kesehatan lingkungan kerja perkantoran meliputi standar dan persyaratan


kesehatan lingkungan perkantoran, dan standar lingkungan kerja perkantoran. Yang
dimaksud dari standar dan persyaratan kesehatan lingkungan perkantoran adalah sarana
bangunan, penyediaan air, toilet, pengelolaan limbah, cuci tangan pakai sabun,
pengamanan pangan, dan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit.

Dalam melaksanakan K3 Perkantoran dibentuk organisasi yang bertanggung


jawab di bidang K3 yang ditetapkan oleh Pimpinan Kantor dan/atau Pengelola Gedung.
Adapun tupoksi dari unit yang bertanggung jawab di bidang K3 adalah menyusun dan
mengembangkan kebijakan, pedoman, panduan, dan standar prosedur operasional K3
Perkantoran; menyusun dan mengembangkan program K3 Perkantoran; melaksanakan
dan mengawasi pelaksanaan K3 Perkantoran; melakukan pembinaan K3 di internal
kantor; dan memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan Pimpinan
Kantor/Pengelola Gedung yang berkaitan dengan K3 Perkantoran.

Setiap manajemen gedung perkantoran wajib membuat pencatatan dan pelaporan


terhadap pelaksanaan K3 Perkantoran secara berkala setiap 3 bulan, yang dilaporkan
mengenai jumlah kejadian atau kasus K3 yang meliputi kejadian hampir celaka, kejadian
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kehilangan hari kerja, dan kematian akibat kerja.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Peraturan ini terdiri dari 11 BAB dan 32 Pasal, dan 5 BAB lampiran. Peraturan ini
ditetapkan di Jakarta tanggal 22 Desember 2016 oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia saat itu Nila Farid Moeloek dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari
2017 oleh Direktur Jenderal Peraturan Per Undang-Undangan Kementerian Hukum dan
HAM RI saat itu Widodo Ekatjahjana.

Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya


kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang
berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara
langsung dan tidak langsung. Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan,
pencegahan penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan,
perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara pekerjaan
dengan manusia dan manusia dengan jabatannya.

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
yang selanjutnya disingkat K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang


selanjutnya disebut SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari manajemen Rumah Sakit
secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan aktifitas
proses kerja di Rumah Sakit guna terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman
dan nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

Peraturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan Kesehatan


Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien, dan berkesinambungan. Setiap
Rumah Sakit wajib menyelenggarakan K3RS dengan membentuk dan mengembangkan
SMK3 Rumah Sakit, dan menerapkan standar K3RS. SMK3 Rumah Sakit meliputi:

a. Penetapan kebijakan K3RS


Penetapan kebijakan K3RS ditetapkan secara tertulis dengan keputusan
Kepala atau Direktur Rumah Sakit dan disosialisasikan ke seluruh SDM Rumah Sakit.
Kebijakan K3RS meliputi:
a) Penetapan kebijakan dan tujuan dari Program K3RS
b) Penetapan organisasi K3RS
c) Penetapan dukungan pendanaan, sarana, dan prasarana
b. Perencanaan K3RS
Perencanaan K3RS dibuat berdasarkan manajemen risiko K3RS, PerUU, dan
persyaratan lainnya. Ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit dan disusun berdasarkan
tingkat faktor risiko.
c. Pelaksanaan rencana K3RS

Pelaksanaan rencana K3RS harus didukung oleh SDM di bidang K3RS, sarana
dan prasarana, dan anggaran yang memadai, adapun pelaksanaan rencana K3RS
meliputi:

a) Manajemen risiko K3RS


b) Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit
c) Pelayanan Kesehatan Kerja
d) Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja
e) Pencegahan dan pengendalian kebakaran
f) Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
g) Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
h) Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.
d. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS
Dilakukan oleh SDM di bidang K3RS yang ditugaskan oleh Kepala atau
Direktur Rumah Sakit yang merupakan pihak lain yang berhubungan, dilaksanakan
melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3 Rumah Sakit.
e. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS
Dilakukan untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3
Rumah Sakit, dan dilakukan terhadap penetapan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan
rencana, dan pemantauan dan evaluasi. Dan digunakan untuk melakukan perbaikan
dan peningkatan kinerja K3RS.

Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan
kehandalan sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi. Pengelolaan
paling sedikit meliputi keamanan:

a. Penggunaan listrik
b. Penggunaan air
c. Penggunaan tata udara
d. Penggunaan genset
e. Penggunaan boiler
f. Penggunaan lift
g. Penggunaan gas medis
h. Penggunaan jaringan komunikasi
i. Penggunaan mekanikal dan elektrikal
j. Penggunaan instalasi pengelolaan limbah.

Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja


bertujuan untuk melindungi SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan medis baik saat
digunakan maupun saat tidak digunakan. Pengelolaan peralatan medis dari aspek
keselamatan dan Kesehatan Kerja berupa pengawasan untuk memastikan seluruh proses
pengelolaan peralatan medis telah memenuhi aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana bertujuan untuk


meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan bencana yang dapat
menimbulkan kerugian fisik, material, dan jiwa, mengganggu operasional, serta
menyebabkan kerusakan lingkungan, atau mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.

Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan K3RS


yang terintegrasi dengan sistem informasi manajemen Rumah Sakit. Pencatatan dan
pelaporan dilaksanakan secara bulanan dan tahunan. Pencatatan dan pelaporan K3RS
secara bulanan meliputi:
a. Insiden penyakit menular
b. Insiden penyakit tidak menular
c. Insiden kecelakaan akibat kerja
d. Insiden penyakit akibat kerja

Pencatatan dan pelaporan K3RS secara tahunan meliputi seluruh penyelenggaraan


kegiatan K3RS yang telah dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Untuk terselenggaranya
K3RS secara optimal, efektif, efisien, dan berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk
atau menunjuk satu unit kerja fungsional yang mempunyai tanggung jawab dalam
menyelenggarakan K3RS.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 tentang
Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri

Peraturan ini terdiri dari 12 Pasal, dan 4 BAB lampiran. Peraturan ini ditetapkan
di Jakarta tanggal 23 Desember 2016 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat itu
Nila Farid Moeloek dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2017 oleh
Direktur Jenderal Peraturan Per Undang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM RI
saat itu Widodo Ekatjahjana.

Pengaturan standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri bertujuan


untuk:

a. Mewujudkan kualitas lingkungan kerja industri yang sehat dalam rangka menciptakan
pekerja yang sehat dan produktif
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan kerja
c. Mencegah timbulnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri.

Setiap industri wajib memenuhi standar dan menerapkan persyaratan kesehatan


lingkungan kerja industri. Industri yang termasuk ke dalam industri yang wajib memenuhi
standar ialah:

a. Industri dengan usaha besar


b. Industri dengan usaha menengah
c. Industri dengan usaha kecil
d. Industri dengan usaha mikro.

Standar kesehatan lingkungan kerja industri meliputi Nilai ambang batas faktor
fisik dan kimia, indikator pajanan biologi, dan standar baku mutu kesehatan lingkungan.
Persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri meliput Persyaratan faktor fisik,
persyaratan faktor biologi, persyaratan penanganan beban manual, persyaratan kesehatan
pada media lingkungan.

Untuk memenuhi standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri


yang sesuai maka setiap industri harus melakukan pemantauan secara berkala.
Pemantauan dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang
higiene industri, kesehatan kerja dan/atau kesehatan lingkungan. Pemantauan dilakukan
dengan cara pengamatan, pengukuran, dan surveilans faktor fisik, kimia, biologi, dan
penanganan beban manual, serta indikator pajanan biologi sesuai potensi bahaya yang ada
di lingkungan kerja, dan pemeriksaan, pengamatan, pengukuran, surveilans, dan analisis
risiko pada media lingkungan.

Pemantauan dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali, atau setiap ada
perubahan proses kegiatan industri yang berpotensi meningkatkan kadar bahaya
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hasil dari pemantauan harus dilakukan evaluasi. Pemantauan harus dilakukan
oleh tenaga yang telah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan di bidang kesehatan
kerja atau higiene industri. Adapun pengecualian pada pemantauan indikator pajanan
biologi dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah memperoleh pendidikan dan/atau
pelatihan mengenai indikator pajanan biologi (biomarker).
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Peraturan ini terdiri dari 9 BAB, 14 Pasal, dan 4 BAB lampiran. Peraturan ini
ditetapkan di Jakarta tanggal 28 Desember 2018 oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia saat itu Nila Farid Moeloek dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari
2019 oleh Direktur Jenderal Peraturan Per Undang-Undangan Kementerian Hukum dan
HAM RI saat itu Widodo Ekatjahjana.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Fasyankes adalah suatu


alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang


selanjutnya disebut K3 di Fasyankes adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi sumber daya manusia fasilitas pelayanan kesehatan, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar lingkungan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan agar sehat, selamat, dan bebas dari gangguan kesehatan dan pengaruh buruk
yang diakibatkan dari pekerjaan, lingkungan, dan aktivitas kerja

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan yang selanjutnya disebut SMK3 di Fasyankes adalah bagian dari sistem
manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehatan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan aktivitas proses kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan guna
terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman.

Pengaturan K3 di Fasyankes bertujuan untuk terselenggaranya Keselamatan dan


Kesehatan Kerja di Fasyankes secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.
Setiap Fanyankes wajib menyelenggarakan K3 di Fasyankes dan tidak termasuk Rumah
Sakit karena Rumah Sakit dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan per undang-
undangan.

Penyelenggaraan K3 di Fasyankes antara lain membentuk dan/atau


mengembangkan SMK3 di Fasyankes, dan menerapkan standar K3 di Fasyankes.
Penyelenggaraan K3 di Fasyankes disesuaikan dengan karakteristik dan faktor risiko pada
masing-masing Fasyankes.
SMK3 di Fasyankes antara lain, penetapan kebijakan K3 di Fasyankes,
perencanaan K3 di Fasyankes, pelaksanaan rencana K3 di Fasyankes, pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 di Fasyankes, dan peninjauan dan peningkatan kinerja K3 di
Fasyankes. Kebijakan K3 disosialisasikan ke seluruh SDM Fasyankes. Kebijakan K3 di
buat berdasarkan manajemen risiko K3, per UU, dan persyaratan lainnya. Pelaksanaan K3
di Fasyankes haruslah didukung oleh Sumber Daya yang memadai.

Standar K3 di Fasyankes meliputi:

a. Pengenalan potensi bahaya dan pengendalian risiko K3 di Fasyankes


b. Penerapan kewaspadaan standar
c. Penerapan prinsip ergonomi
d. Pemeriksaan kesehatan berkala
e. Pemberian imunisasi
f. Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di Fasyankes
g. Pengelolaan sarana dan prasarana Fasyankes dari aspek keselamatan dan kesehatan
kerja
h. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja
i. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana, termasuk kebakaran
j. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun
k. Pengelolaan limbah domestik.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan tentang


pelaksanaan K3 di Fasyankes, dilakukan pelatihan atau peningkatan kompetensi di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja bagi sumber daya manusia di Fasyankes. Pelatihan harus
sesuai dengan standar kurikulum, modul, dan sertifikasi yang diakreditasi oleh
Kementerian Kesehatan. Pelatihan dapat diselenggarakan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau lembaga pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan
ketentuan peraturan per undang-undangan.

Setiap Fasyankes wajib melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan K3


di Fasyankes secara semester dan tahunan. Pencatatan dan pelaporan secara semester
meliputi kasus yang berhubungan dengan kejadian keselamatan dan kesehatan kerja.
Pencatatan dan pelaporan secara tahunan meliputi seluruh pelaksanaan kegiatan K3 di
Fasyankes selama 1 (satu) tahun. Mekanisme pelaporan penyelenggaraan K3 di
Fasyankes dilakukan secara berjenjang dari Fasyankes, dinas kesehatan pemerintah
daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi, dan Kementerian
Kesehatan.

Mekanisme pelaporan Fasyankes selain Puskesmas disampaikan kepada


Puskesmas yang menjadi pembina wilayahnya untuk selanjutnya disampaikan kepada
dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan pemerintah daerah
provinsi, dan Kementerian Kesehatan. Pencatatan dan pelaporan dapat dilakukan secara
terintegrasi dengan sistem informasi pada Fasyankes sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Penilaian K3 di Fasyankes dilakukan untuk evaluasi penyelenggaraan K3 di


Fasyankes. Penilaian K3 di Fasyankes dilakukan secara internal dan eksternal. Penilaian
internal K3 di Fasyankes dilakukan oleh penanggung jawab Fasyankes paling sedikit
setiap 6 (enam) bulan sekali. Penilaian eksternal K3 di Fasyankes dilaksanakan melalui
akreditasi Fasyankes sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan K3 di Fasyankes dilakukan oleh


Menteri, kepala dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi, dan kepala dinas kesehatan
pemerintah daerah kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dapat melibatkan organisasi profesi dan/atau
asosiasi Fasyankes terkait.

Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan melalui:

a. Advokasi, sosialisasi, dan/atau bimbingan teknis


b. Pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia K3 di Fasyankes
c. Monitoring dan evaluasi.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan K3 di Fasyankes, Menteri, kepala dinas


kesehatan pemerintah daerah provinsi, dan kepala dinas kesehatan pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan atau tertulis
kepada Fasyankes yang tidak menerapkan K3.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, pemerintah pusat dan pemerintah


daerah dapat memberikan penghargaan kepada setiap pimpinan Fasyankes, institusi
Fasyankes, dan/atau orang yang telah berjasa dalam setiap kegiatan untuk mewujudkan
tujuan K3 di Fasyankes. Pemberian penghargaan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai