Anda di halaman 1dari 7

Rahasia Di Balik 40 

Hari
RAHASIA DI BALIK 40 HARI
 
Dalam khasanah Kejawen angka 40 memiliki makna penting sekali (keramat). Karena di
dalamnya terkandung sebuah rahasia kehidupan sebagai mana dimaksud dalam
ungkapan “kakangne lembarep, adine wuragil” atau kakaknya sulung, adiknya bungsu
(Lihat posting; Pintu Pembuka Rahasia Spiritual Raja-Raja Mataram/Wirit Maklumat
Jati/Wirit Saloka Jati). Ungkapan itu bermakna bahwa kelahiran kita di dunia ini sebagai
sebuah akhir proses “triwikrama” sekaligus awal kehidupan manusia di “mercapada”.
Selanjutnya kematian merupakan akhir dari kehidupan semu (duniawi), sekaligus
merupakan awal dari kehidupan yang sejati.
 
Angka 40 di awal dan 40 di akhir kehidupan.
Banyak terjadi kesimpang-siuran pemahaman kapan bayi dalam kandungan telah
memiliki nyawa. Banyak pula orang menyangka setelah usia kandungan menginjak
bulan keempat barulah bayi ditiupkan nyawa. Tapi tidak sedikit pula yang lebih
percaya bilamana usia bayi dalam kandungan ibu akan ditiupkan nyawa tepat pada hari
ke 40. Mana yang benar ?  Pemahaman yang berbeda-beda itu disebabkan tidak
terdapat keterangan secara tegas di dalam kitab suci kapan waktunya si jabang bayi
dalam rahim ibu mulai ditiupkan nyawa. Walaupun demikian, ada beberapa keterangan
dalam bentuk samar yang kemudian dijadikan dasar penafsiran masing-masing.
 
2.3 Juta Aborsi Per Tahun !!
Tulisan ini terpaksa saya paparkan di sini mengingat betapa di era modern ini semakin
banyak kasus-kasus pengguguran bayi yang dilakukan oleh orang tua si jabang bayi
sendiri dengan alasan medis maupun alasan klasik kehamilan yang tidak dikehendaki.
Bayangkan saja dalam setiap tahun terjadi rata-rata 2,3 juta kasus aborsi di negeri ini,
dengan jumlah korban sebanyak 200 wanita meninggal dunia dalam setiap harinya
akibat kasus aborsi ini. Bahkan pelaksana aborsi tidak jarang dilakukan oleh seorang
dokter yang telah disumpah untuk mempertanggungjawabkan ilmunya di depan
organisasi IDI dan di hadapan Tuhan. Para pelaku pengguguran biasanya tidak merasa
bersalah, karena menganggap jika si jabang bayi yang malang belumlah memiliki
nyawa. Dalam kasus tertentu, seseroang terkadang asal meyakini saja bahwa si jabang
bayi baru bernyawa setelah usia kandungan menginjak bulan ke 4. Bisa saja asumsi ini
dipilih sebagai alasan penghibur yang dicari-cari saja, untuk menghalalkan
pengguguran si jabang bayi, dan masih diperbolehkan karena usia kandungannya
belumlah genap 4 bulan.
 
Nyawa di hari ke 40
Mungkin di antara pembaca ada yang lebih percaya jika di usia 4 bulan kandungan si
jabang bayi baru memiliki nyawa. Tapi sekali lagi, tak ada patokan yang jelas untuk
memihak yang mana. Saya dulu pernah mengalami keraguan mana yang dapat
dipercayai, apakah usia 40 hari ataukah 4 bulan. Hingga akhirnya pada bulan Maret
tahun 2005 yang lalu terkuaklah satu misteri kehidupan ini, sehingga membuat saya
pribadi tiada keraguan lagi bahwa pada saat usia kandungan genap 40 hari jabang bayi
mulai bernyawa. Di samping suatu “pengalaman gaib” yang sangat berharga, bila
dikaitkan dengan kepercayaan bahwa setelah seseorang meninggal dunia hingga hari
ke 40 setelah wafat rohnya tetap tinggal di rumahnya sendiri. Rumus 40 hari pra
kelahiran dan 40 hari pasca kematian menjadi sinkron.
 
Kisah Gaib Sebagai Pembuktian
 
Kisah ini terjadi tahun 2005 di saat kakak dari seorang teman saya, sebut saja Pak T
yang barusan selesai membangun rumah pondokan di wilayah Jaktim. Selama
membangun  sampai selesai tidak terjadi gejala apapun. Nah giliran pada waktu  kamar
pondokan telah laku disewa  seseorang, mulailah terjadi hal-hal yang aneh. Beberapa
alat rumah tangga sering berpindah tempat tanpa ada yang merasa memindah.
Beberapa kali si penghuni mengalami kesurupan “hantu” perempuan. Yang paling
mengganggu adalah munculnya bau bangkai yang sangat menyengat tanpa dapat
diketahui dari mana sumber bau bangkai itu. Pak T lantas minta tolong seorang Kyai
untuk mengatasi bau bangkai tersebut. Beserta para santrinya, Pak Kyai lantas
mengadakan berbagai upacara, doa-doa, wirid pengusiran makhluk halus pengganggu.
Namun demikian langkah itu belum menampakkan hasil yang diharapkan. Kembali
esok malamnya, para santri menggali bagian lantai di bawah tangga yang diduga
menjadi sumber bau bangkai. Lantai keramik digali, selanjutnya ditanam bunga
setaman dan para santri berdoa mengelilingi lobang galian tersebut. Selesai upacara
ritual itu para santri menutup kembali lantai yang berlubang. Al hasil, esok harinya bau
bangkai tetap menyengat. Malah terasa semakin kuat menyengat baunya.
 
Selang dua minggu kemudian teman saya menceritakan kejadian itu. Malamnya kami
sempatkan datang ke rumah Pak T. Begitu kami menginjak di halaman rumah
pondokan itu, tampak sosok perempuan sekitar usia 30 tahun menyambut kami
bersama istri. Berikut ini saya catat komunikasi yang terjadi waktu itu;
 
P = perempuan misterius
 
S            : Anda siapa ?
P            : saya tidak punya nama. Saya dulu digugurkan orang tuaku sewaktu umur 41
hari dalam perut ibuku. Jasad saya dulu dikubur di pekarangan ini.
S            : (hati kecil saya iba sekali mengetahui kronologi kisah arwah perempuan itu)
Baiklah, kalau gitu apa yang bisa saya lakukan untuk membantumu ?
P            : aku minta tolong disempurnakan, agar tidak ada lagi ganjalan dalam
meneruskan “perjalananku”.
S            : rumahmu di mana ?
P            : dia hanya menunjuk arah ke rumah pondokan Pak T.
S            : ya, besok malam saya akan ke sini lagi. Oh ya apa agamamu ?
P            : diam hanya menggelengkan kepala.
S            : oh ya maaf, aku tahu kamu belum sempat lahir sehingga belum pernah
mempunyai agama. Dan di dalam dimensi mu sekarang, tentunya sudah tak
diperlukan lagi agama.
 
Malam besoknya seperti sudah kami janjikan, sepulang dari ngurus pekerjaan kantor, 
saya langsung mampir ke rumah pondokan Pak T. Sebelumnya saya suruh seseorang
menyiapkan piranti upacara penyempurnaan arwah a la tradisi Jawa berupa “tumpeng
pungkur” komplit. Ubo rampe ku bawa masuk ke rumah pondokan Pak T, dan arwah
perempuan membimbing saya menunjukkan lokasi di mana dulu ia dikuburkan. Arwah
perempuan itu masuk salah satu kamar yang sudah laku di sewa orang. Saya
dipersilahkan masuk oleh orang yang menempati kamar itu. Ternyata arwah
perempuan itu menunjuk lantai tepat di bawah kolong tempat tidur. Itulah tempat di
mana ia dikubur. Setelah upacara selesai kami laksanakan, lalu saya minta tolong
penghuni kamar yang kebetulan seorang muslim, untuk membaca Surat Al Fatekah,
dan Al Mulk (doa supaya ditempatkan di dalam kemuliaan alam luhur). Kami sendiri
sibuk melakukan prosesi “penyempurnaan” arwah. Setelah selesai prosesi, arwah itu
tampak mengucapkan terimakasih dan pamit akan melanjutkan “perjalanan”. Karena
telah tidak ada ganjalan lagi dengan masalah dunia. Ia hanya berpesan menyebut
nama Pak H dan Bu N sebagai nama kedua orang tuanya. Si arwah minta tolong
supaya kami mendatangi orang tuanya untuk menyampaikan pesan supaya
membuatkan kuburan agar menjadi “monumen” bagi si arwah.. Serta berpesan agar
ortunya membuatkan nama untuk si arwah perempuan tadi. Singkat cerita, Pak H
ternyata si pemilik tanah yang kemudian dibeli oleh seseorang, lalu seseorang itu
menjual lagi kepada Pak T.  Setelah ketemu dengan ortu si arwah, ternyata hanya pak
H saja yang dapat saya temui karena Bu N sudah tinggalnya jauh dan bersuami orang
lain.
 
Saya sampaikan apa adanya amanat si arwah kepada Pak H. Ia terkejut kok bisa-
bisanya anda tahu kejadian yang sudah berlangsung sekitar 29 tahun lamanya. Saya
geli, dalam hati bergumam,” mana saya bisa tahu, saya kan cuma diceritain anak
bapak. Jadi  wajarkan, anak Pak H itu kan tetap hidup, hanya saja tidak punya jasad.
Hanya saja sulit dilihat dengan mata wadag.
 
PELAJARAN
 
Dari kisah gaib di atas, dapat diambil hikmah:

1. Pada waktu kandungan berusia usia 40 hari, si jabang bayi telah memiliki ruh.
2. Ruh mengalami pertumbuhan. Bila di usia kanak-kanak atau belum sempat lahir
seseorang telah meninggal dunia, maka ruhnya tetap mengalami pertumbuhan
menjadi dewasa.
3. Terkadang perjalanan ruh manusia ke dimensi alam ruh terganggu oleh urusan
dunia yang tidak terselesaikan.  Sehingga ruh masih berada di dalam dimensi
bumi. Ruh inilah yang sering merasuk ke dalam tubuh orang lain, karena
kebingungan untuk menyampaikan pesan kepada orang yang masih hidup.
Sadar akan jasadnya yang telah rusak, maka ruh meminjam jasad orang lain.
Terjadilah apa yang dinamakan sebagai peristiwa kesurupan. Oleh sebab itu
seyogyanya kita lebih arif dan bijak, jangan buru-buru bertindak ikut-ikutan (ela-
elu) menganggap kesurupan itu hanyalah ulah setan penggoda iman.
Penyimpulan tergesa-gesa ini sungguh dangkal, jauh dari kearifan. Bisa
dibayangkan bagaimana perasaan kita bila mengetahui anggapan setan itu
menimpa para almarhum saudara atau keluarga kita sendiri.

 
40 Hari Setelah Kematian
 
Apa yang terjadi 40 hari setelah kematian seseorang ? Tak ada sumber otentik dalam
kitab suci yang menjelaskan secara tegas. Mungkin rahasia itu dibiarkan tetap menjadi
rahasia. Dan menjadi tantangan tersendiri bagi siapapun yang selalu haus akan dahaga
spiritual. Namun bagi ajaran Kejawen, telah dijelaskan dengan gamblang bila roh
manusia akan melanjutkan “perjalanannya” ke alam baka bila telah melewati hari ke 40
terhitung sejak hari kematiannya. Selama 40 hari itu roh akan tetap tinggal di rumah-
tinggalnya sendiri. Hanya bagi orang-orang tertentu saja yang “pinilih” dan terpilih tidak
perlu melewati masa “tenggang” 40 hari.
 
Kisah Gaib Sebagai Pembuktian
 
Saat itu saya menghadiri undangan acara selamatan “patangpuluh dina” (40 hari)
setelah wafatnya almarhum kerabat sebut saja namanya almarhum Pak W. Saat itu
acara doa tahlilan diikuti sekitar 80 orang selesai jam 8 malam, kemudian acara
dilanjutkan makan bersama dan membagi kenduri selamatan.  Pada saat acara makan
bersama, munculah sosok badan halus perempuan tua kira-kira usia 75 tahun.
Ternyata “bayangan” embah itu ibunya almarhum pak W yang sedang diselamati 40
harinya. Saat saya melihat foto almarhum ibunya pak W yang terpampang di dinding
ternyata wajahnya mirip dengan sosok bayangan itu. Pastilah ini almarhum ibunya pak
W yang telah meninggal dunia tahun  1986 lalu. Seketika saya mencoba mohon izin
mengambil gambarnya agar saya mendapatkan bukti, sebab seringkali apa yang saya
lihat dianggap mengada-ada saja. Al hasil, karena menggunakan kamera HP maka
hasilnya langsung terlihat. Saya terkejut sendiri ternyata gambarnya bisa tertangkap
kamera. Entah kebetulan atau karena memang atas ijin almarhum embah itu. Yang
paling penting saya sudah berhasil mendapatkan gambar “beliau”.
 
Setalah acara usai, hasil tangkapan kamera HP saya tunjukkan ke keluarganya dan 
mereka terkejut serta membenarkan bahwa itu memang gambar ibunya, termasuk
pakaiannya itu juga yang dulu paling sering dikenakan almarhum. Bahkan saya
ditunjukkan sarung kesukaannya warna kotak-kotak yang mirip dengan yang ada di
dalam kamera. Selang tidak berapa lama, saya melihat lagi sosok bayangan almarhum
ibu itu tapi tidak sejelas tadi. Roh ibu itu tampak menggandeng anaknya almarhum Pak
W sambil tersenyum melambaikan tangannya, samar-samar terdengar suara pak W,
”saya melanjutkan perjalanan ya nak” sambil melambaikan tangannya. Saya berfikir
pastilah ibu itu hadir di sini karena ingin menjemput anaknya, tepat di hari ke 40 setelah
wafatnya almarhum pak W.
 
 
 
Perhatikan Gambar berikut,
sosok perempuan tua posisi berdiri
mengenakan sarung motif kotak
Beliaulah almarhum ibunya almarhum Pak W

  
Adanya tulisan ini jauh dari
niat eksploitasi kisah horor,
namun dengan harapan
semoga ada hikmah yang
dapat diambil para pembaca
yang budiman, walau hanya
sebesar biji sawi.

Arwah
Beramanat
Kejadian ini saya alami tahun 2007. Pada saat itu saya tinggal di Jakarta, –sekalipun saya bukan
nasrani, tetapi karena sikap saya yang menghargai sesama tanpa membedakan agama–, saya
mendapat undangan hadir dalam acara selamatan 40 hari yang diisi dengan doa missa arwah dari
keluarga rekan yang beragama Katolik. Tepatnya di daerah Ciputat, Kab Tangerang. Yang
meninggal sebut saja namanya Bapak P  dan saya belum pernah kenal dan bertemu sebelumnya
dengan beliau. Acara dimulai pukul 19.00 sampai 21.00 saya berangkat dari rumah jam 19
malam. Pada saat itu saya melintasi jalan potong di daerah Bintaro sektor 3, tiba-tiba dari dalam
mobil saya bersama istri melihat ada sosok laki-laki. Saya tahu persis bahwa laki-laki setengah
baya itu adalah arwah seseorang. Ia mengikuti di samping mobil yang saya kendarai. Saya
bertanya,”anda siapa dan mau ke mana ? Jawab arwah laki-laki itu,”Saya (pak) P, saya akan
menunjukkan jalan menuju ke rumah saya. Rupanya arwah Pak P tahu jika saya diundang ntuk
missa arwah dirinya dan saya juga belum pernah berkunjung ke rumahnya. Sehingga harus
nanya-nanya jalan menuju alamat rumahnya. Lantas saya ikuti arwah saja Pak P ke mana dia
arahnya. Selanjutnya saya mengikuti di belakangnya menyusuri Jalan Deplu, terus melintas
perempatan Jln Fatmawati ke timur arah kompleks Pndok Indah. Sesampainya di perempatan
bunderan kecil saya belok ke selatan atau ke kiri terus ke timur. Saya pikir kenapa tidak
melewati jalan besar saja melewati depan RS Pondok Indah ? Belum selesai saya bertanya-tanya
dalam batin, tiba-tiba pak P berhenti sambil menunjukkan sesuatu. Tepatnya di sebelah barat
lapangan tenis ada pertigaan terdapat pohon besar tepat di depan kios kaki lima. Saya melihat di
dekat pohon itu ada sosok makhluk berbulu pendek seperti lumut hijau baunya anyir dan busuk
sekali, makhluk itu di daerah Jawa biasanya disebut “Buto Ijo” yakni sejenis siluman yang
dipiara orang untuk mencari jalan pintas meraih kekayaan harta benda. Pak P menjelaskan secara
singkat bahwa dia meninggal tepat di dekat pohon itu sewaktu akan berangkat ke kantor kira-kira
jan 09.00 sampailah pak P di lokasi ini, tiba-tiba lehernya dicekik makhluk itu hingga menemui
ajal.

Langkah pertama, saya turun dari mobil dan berusaha untuk “melenyapkan” makhluk itu sebisa
yang saya lakukan, tidak dengan doa melainkan harus dengan “cara khusus” barulah makhluk itu
dapat diatasi. Doa itu untuk memohon sesuatu kepada Tuhan, dan Tuhan tidak serta merta
melenyapkan makhluk itu, namun tetap butuh usaha kita sendiri yakni perlu tindakan konkrit
untuk menaklukkan. Jika saya berhasil menundukkan, hal itu tidak lepas dari anugrah Tuhan
yang telah berikan kepadaku. Ini sama halnya dengan aksi menangkap koruptor, tidak bisa
dengan berdoa saja, tetapi butuh tindakan konkrit berupa penyergapan atau penyadapan suara si
koruptor itu sewaktu menjalankan aksi jahatnya.

Perjalanan menuju rumah pak P saya lanjutkan, karena atas petunjuk pak P saya segera sampai
rumahnya tanpa harus tanya-tanya alamat di jalan. Pukul 21.00 acara missa arwah selesai. Saya
bertemu dengan istri pak P dan menanyakan untuk kroscek dengan kejadian tadi, “apakah suami
ibu meninggalnya di dalam mobil dan di daerah kompleks Pondok Indah dekat pohon besar ?
dan meninggal dengan posisi ke dua tangan memegang lehernya sendiri seperti orang sesak nafas
? Ibu P membenarkan semua. Agar supaya tidak banyak tanda tanya, saya mengaku
sudah mendapat cerita dari teman yang lain sebelumnya. Saya melihat foto almarhum pak P
ternyata persis seperti yang saya temui sepanjang perjalanan tadi. Hanya saja wujud arwah atau
ruh ternyata selalu tampak lebih muda, lebih segar bugar, lebih ganteng ketimbang raganya
sewaktu hidup.

Sepulang dari undangan, sesampai saya di rumah, pak P ternyata menyusul saya. Kira-kira
selama 2 jam arwah pak P berkunjung di rumah saya dari jam 23.00 hingga 01.00 wib. Pak P
banyak menceritakan kisahnya sewaktu beliau masih hidup dari A sampai Z. Arwah pak P
menitipkan pesan kepada saya agar disampaikan kepada istrinya yang masih hidup. Pesan-
pesannya sbb; pertama, mohon disampaikan maaf kepada istrinya karena dulu pak P mempunyai
WIL dan istrinya tak pernah tahu. Pak P merasa sangat menyesal karena telah membagi “jatah”
tidak secara adil kepada keluarga, istri dan anak-anak. Kedua, pak P memberi tahu bahwa dia
punya rekening di salah satu bank di Jakarta, sedangkan keluarganya tidak ada yang mengetahui
rekening pak P tersebut. Pak P minta supaya istri dan anak-anaknya diberitahu soal rekening dan
jumlah tabungannya agar supaya dimanfaatkan untuk melanjutkan hidup keluarga yang
ditinggalkan. Ketiga, pak P memberitahukan bahwa dia punya kerjasama bisnis dengan
menyebut nama seseorang, dan pak P belum pernah menerima jatah dari pembagian hasilnya.
Pak P minta supaya disampaikan kepada istri dan anak-anaknya agar supaya dapat diurus hak-
haknya dalam kerjasama dengan rekannya tersebut. Semua pesan itu saya catat satu persatu
(kecuali soal WIL pak P) di atas kertas agar tidak lupa, dan paginya saya serahkan kepada istri
dan anak-anak yang ditinggalkan. Alangkah terkejutnya istri dan anak-anak pak P karena selama
ini tak pernah mengetahui hal itu. Saya merahasiakan kejadian semalam di depan bu P agar tidak
menjadi panjang lebar dan penuh tanda-tanya. Saya bilang bahwa kemarin sepulang dari rumah
ibu saya bertemu seseorang yang tidaksaya kenal, orang itu memberikan secarik kertas catatan
yang berisi pesan-pesan tadi.

Besok paginya bu P dan anak-anak melakukan pengecekan di bank dan melacak rekanan yang
namanya saya catat di kertas. Sangat mengejutkan ternyata semua benar adanya, baik nomer
rekening, jumlah uang yang ditabung, maupun nama seseorang tercantum dalam kerjasama
dengan almarhum pak P.

Seminggu setelah peristiwa itu, arwah pak P kembali datang ke rumah saya, kali ini pak P hanya
mengucapkan,”…terimakasih atas segala bantuannya, Tuhan yang akan membalas kebaikan
anda ! pak P juga berpamitan bahwa dia akan melanjutkan “perjalanan”nya setelah 40 hari
kematiannya itu. Selamat jalan pak P, terusno lakumu, ojo parang tumuleh, lepaso parane,
jembaro kubure, semoga amal kebaikanmu diterima disisinya, dan segala kesalahan diampuni
Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai