Anda di halaman 1dari 17

neraka dan azab.

Lalu apabila dibawa roh itu ke langit maka berkatalah


malaikatpenjaga pintu di langit, Siapakah yang berbau busuk ini?` maka dijawablah
Iulanda n s i I u l a n` ma ka ber kat a l a h me r eka, Wa ha i j i wa ya ng ke j i
t i ada l a h ke ba i ka nbagimu t idak lah dibukakan pintu buat mu wahai jiwa yang keji
dalam jasad yangb u r u k p u l a . Ke mb a l i l a h e n g k a u d a l a m k e h i n a a n . `
La l u r o h i t u p u n d i b a wa k e kuburnya lalu diazab. (Hadih Sahih riwayat Ahmad
no.8754, Nasaie`, Ibn. Majah)Sesungguhnya kemat ian bukanlah berert i penamat segala-
galanya bahkanianya merupakan permulaan bagi sebuah kehidupan baru yang kekal. Tidaklah
benar bagi golongan kuIur yang mengingkari kewujudan kehidupan selepas mat i
bahawadunia inilah segala-galanya dan apabila mat i maka manusia hanya akan
menjaditanah dan hilang terus dari muka bumi serta tamatlah segala perkara dan
sengsara.Mereka yang t idak beriman dengan kehidupan selepas mat i maka mereka
inilahy a n g a p a b i l a m e n g h a d a p i t e k a n a n , p e n d e r i t a a n d i d u n i a
i n i m a k a s e g e r a memutuskan nyawa mereka yang diamanahkan oleh Allah dengan
membunuh diri.Membunuh diri sendiri disangkanya dapat menamatkan penderitaannya
sedangkansebaliknya. Ia bahkan menambah deritanya apabila diseksa dan diazab di
dalamkehidupan selepas mati yang kekal dan abadi.Sesungguhnya mati hanyalah permulaan
kehidupan sebenar yang kekal abadidan hakiki. Adapun dunia ini hanyalah ibarat tempat
permusaIiran sementara dant e mpat uj i a n. Di da l a m kubur ma nus i a aka n
dit a nya me nge na i a ma l per buat a nmer eka di duni a, d i s it u l a h a ka n
ber mul a nya t it i k pe nga za ba n at au pe mba l a sa nnikmat. Ini disebut oleh rasulullah
dalam sabdanya yang bermaksud:
'Sesungguhnya seorang manusia itu apabila telah diletakkan dalam kubur danberedar kaum
kerabatnya meninggalkan kuburnya maka akan terdengarlaholehnya bunyi derapan
kasut mereka itu dan datanglah dua malaikat duduk disisinya . (hadis Sahih riwayat Bukhari no.
1369)
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dengan hadis hasan yang marIu dari Abu Hurairahra bahawa
nama para malaikat tesebut ialah Munkar dan Nakir. Disebutkan olehbaginda
rasulullah dalam hadis yang banyak baik melalui riwayat Abu Daud, Nasaie,Abi Syaibah dan
lain-lain mengenai datangnya dua malaikat dan menyoal manusiaakan siapakah tuhannya?
Apakah agamanya? Siapakah nabinya? dan jika seorangmanusia itu dapat menjawab soalan para
malaikat maka akan dibukakanlah baginya

pi nt u- pi nt u s yur ga se hi ngga di a dapat me l i hat t e mpat t i ngga l nya di s yur ga
da ndi per l uas ka n bagi nya kubur s er t a ber i st ir a hat l a h d i a de nga n pe nuh
ni k mat da ntenang sambil menanti datangnya hari kiamat.Adapun jika sebaliknya, iaitu
dia t idak dapat menjawab soalan yang ditanyaoleh para malaikat maka seorang manusia
itu akan dipakaikan dengan pakaian dariapi neraka dan dibukakan pintu neraka serta
ditunjukkan tempat tinggalnya dalamneraka sehingga menderitalah dia menerima azab
seksa sehinggalah hari kiamat.Sesungguhnya apabila manusia mati, maka akan hancurlah tulang-
tulang danisi dagingnya menjadi tanah semuanya atau dimakan cacing atau binatang
dalamtanah sehingga tidak tinggallah kesan melainkan sebentuk tulang kecil di
bahagianpunggung yang dinamakan sebagai tulang sulbi yang akan kekal sehingga
kiamat.Tulang sulbi manusia yang berada di hujung tulang belakang yang paling akhir yang di
dalam bahasa Inggris disebut sebagai Coccyx ini sebenarnya disebut dalamhadis yang sahih oleh
baginda dengan sabdanya :
'Semua bahagian tubuh anak adam akan binasa kecuali di hujung ekornya,darinya
dia mula diciptakan dan darinya dia akan dijadikan semula (HadisSahih riwayat
Bukhari no. 4935).
Bagi me r eka ya ng ber a ma l so le h da n ber i ma n kepa da Al l a h ma ka
mat i mer upaka n ni k mat da n ke ge mbi r aa n ker a na mer e ka aka n dapat
me mper o l e hi ganjaran nikmat dan syurga. Manakala bagi mereka yang tidak beriman dan
beramalburuk maka mereka akan mendapat azab atas dosa-dosa mereka dan diazab
didalam neraka.

INSTITUT PERGURUAN TEMENGGONG IBRAHIMJOHOR BAHRU
KPLI AMBILAN JANUARI 2008BIMBINGAN DAN KAUNSELINGPENGAJIAN AGAMA
ISLAMTAJUK:HAKIKAT KEJADIAN MANUSIA&PERANAN SEBAGAI PENDIDIK ANAK
BANGSANAMA:ASMAT BINTI ALI820630-03-5528PENSYARAH :PN.NORHAYATI BT IBRAH

MASIH RELEVANKAH A1ARAN SYEKH SITI 1ENAR DEWASA INI?


Oleh: Ir. Achmad Chodjim, MM
Tema seminar/sarasehan budaya hari ini adalah agama ageming aji, yaitu agama sebagai nilai-
nilai luhur yang menjadi landasan hidup bangsa Indonesia, sesuai dengan sila pertama pada
Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama dalam bingkai ageming aji bukanlah agama dalam
arti golongan atau agama sebagai organisasi (organized religion), tetapi agama sebagai basis
moralitas dan perilaku manusia.
Agama dalam arti ini pernah menjadi polemik dan perang wacana di Kepulauan Nusantara
karena Indonesia belum lahir dan tepatnya di P. Jawa pada pertengahan abad ke-15 hingga
pertengahan abad ke-16.
Tokoh sentral dalam polemik dan perang wacana pada masa itu adalah Syekh Siti Jenar atau
dikenal dengan nama Syekh Lemah Abang. Dia seorang guru dan pelaku spiritual yang
mengajarkan agama sebagai jalan hidup dan bukan sebagai kepercayaan. Meskipun Syekh
seorang muslim, tetapi ajarannya menarik berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang ada
waktu itu. Mereka yang belajar dan menjadi murid Syekh berasal dari berbagai kalangan, baik
kalangan elite yaitu para adipati maupun rakyat biasa. Mereka berasal dari pemeluk Hindu,
Biddha, Syiwa-Buddha, Islam, dan pemeluk kepercayaan yang berkembang di Jawa waktu itu.

Foto bersama Saudara dari PU, SI, BECEKA, Gantharwa, dan praktisi spiritual yang lain di
kediaman Ahcmad Chodfim 210509.
Apa yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar sehingga daya tarik ajarannya luar biasa dan
menyebabkan penguasa Kesultanan Demak Bintara kegerahan waktu itu? Yang diajarkan
sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi mereka yang hidup di Kep. Nusantara waktu itu. Yang
diajarkan adalah paham MKG (Manunggaling Kawula Gusti), yaitu satunya hamba dengan
Tuhan. Paham ini sudah ada di agama Hindu dan Buddha yang sebelum berdirinya Kesultanan
Demak, dipeluk oleh mayoritas penduduk Nusantara. Paham ini diikuti oleh kalangan suIi dalam
agama Islam. Bahkan, mereka yang dikenal sebagai anggota Walisanga juga berpaham MKG.
Padahal, berdasarkan sejarah Walisanga yang bergelar sunan itu adalah pendukung dan
penasehat Sultan Demak di zaman itu.
Meskipun Walisanga dan Syekh Siti Jenar sepaham, tetapi pada tataran implementasinya dalam
kehidupan berbeda. Bagi Siti Jenar, MKG merupakan landasan, jalan dan alat untuk menjadikan
manusia merdeka sejati. MKG menggerakkan manusia untuk menjadi dirinya sendiri,
menjadikan manusia yang memiliki kepribadian. Inilah inti dari MKG yang diajarkan oleh Syekh
Siti Jenar. Tentu pikiran semacam ini melompat terlalu jauh ke depan pada zamannya. Jangankan
pada masa 500 tahun yang lalu, dewasa ini saja sebagian besar orang tidak hidup sebagai pribadi,
tetapi hidup berdasarkan pikiran orang lain.i Sedangkan MKG yang diajarkan oleh Walisanga
lebih bersiIat teoritis, dan tidak memberikan implikasi nyata dalam kehidupan masyarakat.
Ajaran MKG Siti Jenar mendobrak Ieodalisme yang tumbuh subur pada masa itu, sedangkan
Walisanga justru melanggengkan sistem Ieodalisme. Syekh membangkitkan kesetaraan antara
kawula (rakyat) dengan rajanya (Gusti). Walisanga melestarkan sistem rakyat menyembah raja.
Syekh membebaskan orang dari belenggu ketakhayulan dan pikiran picik, sedangkan Walisanga
malah menjadikan agama dan kepercayaan sebagai alat kekuasaan.
Puncak pertarungan paham berakhir ketika Sultan Patah memerintahkan Walisanga untuk
menghentikan kegiatan mengajar Syekh dan pengikutnya dihancurkan. Untung tak dapat diraih
malang tak dapat ditolak, kata peribahasa. Ajaran Syekh Siti Jenar dipadamkan meski
demikian, ajaran SSJ tetap berjalan dan disampaikan secara sembunyi-sembunyi. Rakyat patuh
kepada raja secara pasiI, sedangkan kalangan elite berebut kekuasaan. Akibatnya, umur kerajaan
tak ada yang panjang, Demak jatuh disusul dengan berdirinya Pajang, dan dalam satu generasi
saja Pajang hilang dan muncul Mataram.
Karena rakyat bodoh dan elite kerajaan berebut kekuasaan, maka Mataram hanya dalam kurun
waktu 50 tahun berdiri sudah goyah karena adanya inIiltrasi VOC, yang akhirnya Mataram
menjadi negara taklukan VOC. Hal ini saya sampaikan dalam seminar/sarasehan ini agar dapat
menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan kembali ajaran Syekh Siti
Jenar kita akan dididik untuk menjadi manusia merdeka, sehingga siap untuk menahan gangguan
dan ancaman asing agar bangsa Indonesia tidak terus-menerus terjajah oleh negara lain dalam
segala bentuknya.
Sembilan Ajaran Pokok Syekh Siti Jenar
Sebagaimana dituturkan di atas, manusia hidup di atas bangunan opini atau pendapat orang lain.
Pada umumnya manusia tidak mengetahui hakikat hidupnya sendiri, dan tidak mengetahui
dengan pasti apa yang akan terjadi pada dirinya. Pikiran sebagian besar orang merupakan
pendapat orang lain, sehingga kita berbicara menggunakan bahasa orang lain. Mereka yang
berpengaruhlah yang telah menanamkan pengaruhnya yang berupa bahasa, perilaku, pendapat,
dan sebagainya untuk membangun identitas tunggal.
Adalah Kierkegaard seorang IilosoI Barat yang menyatakan bahwa sekelompok besar orang
selalu menghilangkan identitas pribadi. Oleh karena itu, sebagian besar orang yang beragama
(memeluk agama resmi) biasa melakukan ritual dan menjalankan apa yang biasa dilakukan atau
diharapkan oleh orang lain, tanpa penghayatan pribadi apa yang dilakukankannya. Kebanyakan
orang hidup dalam kedangkalan dan Iormalisme kosong, dan demikianlah yang terjadi sehingga
seluruh generasi terjebak dipinggiran akal budi yang berlumpur. Inilah yang menyebabkan roda
kemajuan berhenti berputar.|i|
Pendapat sebagai hasil olah pikir manusia berkembang terus, dan bila pemikiran seseorang, suatu
golongan atau bangsa mandek, maka ia akan terlindas oleh perubahan yang terjadi di dunia ini.
Bangsa yang pemikirannya terlindas atau tertinggal akan menemui banyak masalah dalam
hidupnya, dan kenyataan itu bisa kita saksikan dewasa ini. Perhatikanlah apa yang terjadi pada
negara-negara tidak maju atau sedang berkembang! Kemiskinan, kebodohan, mutu kesehatan
yang rendah, serta rusaknya lingkungan hidup merupakan bukti mandeknya pemikiran.
Tanpa berpikir manusia tidaklah sama dengan hewan, tetapi malah lebih buruk daripada
kehidupan hewan. Bila hewan lapar, maka secara naluri akan tertuntun menuju sumber makanan,
tetapi tanpa berpikir untuk mencari makan manusia akan mengalami kematian. Oleh karena itu,
manusia berandai-andai, dan perlu berasumsi. Manusia berusaha menggunakan akal-pikirannya
untuk menciptakan nilai tambah pada segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Berbagai benda
diberi nilai atau 'aji sesuai dengan tingkat kelangkaannya.
Pendapat apabila sudah diterima oleh suatu kelompok orang maka akan menjadi kebenaran bagi
kelompok itu. Meskipun kitab-kitab suci dalam berbagai agama dikategorikan sebagai wahyu
dan bukan pendapat, tetapi dalam implementasinya tetap menggunakan olah pikir alias pendapat.
Dan, pendapat tentunya dimaksudkan untuk menyamankan, memudahkan, dan menimbulkan
kesejahteraan umat. Itulah pendapat yang diperlukan!
Jadi, bukan kebenaran hakiki atau kebenaran harIiah suatu pendapat yang perlu diperhatikan.
Yang perlu diperhatikan adalah apakah pendapat itu bisa digunakan untuk menimbulkan
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia, minimal bagi mereka yang meyakini
pendapat itu. Dan, yang perlu kita tolak adalah pendapat yang menimbulkan kezaliman,
kesengsaraan dan kriminalitas bagi manusia.
Nah, ajaran pokok yang pertama dari Syekh Siti Jenar adalah tidak mengabsolutkan pendapat.
Pendapat boleh diperdebatkan, akan tetapi pendapat tidak untuk melindas pendapat orang lain.
Munculnya berbagai mazhab dalam berbagai agama di dunia membuktikan bahwa ajaran agama
pasca pendirinya sebenarnya merupakan pendapat yang dikembangkan dari ajaran asal agama
itu. Jadi, kebenaran pendapat adalah kebenaran yang dibangun atas akseptabilitas masyarakat
atau komunitas tempat pendapat itu berkembang.
Ajaran pokok yang kedua adalah menjadi manusia hakiki, yaitu manusia yang merupakan
perwujudan dari hak, kemandirian, dan kodrat.
Hak. Kebanyakan kita berpendapat bahwa kita harus mendahulukan kewajiban daripada hak.
Perhatikanlah para pejabat kita selalu menuntut rakyat untuk menjalankan kewajibannya dulu
sebelum mendapatkan haknya. Warga dituntut membayar pajak, mematuhi undang-undang dan
peraturan yang ditentukan oleh para elite politik, dan melaksanakan berbagai macam kepatuhan.
Menurut Syekh Siti Jenar, harus ada hak hidup lebih dulu. Inilah kebenaran! Tak ada kewajiban
apa pun yang bisa diberikan kepada seorang bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, begitu
seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya sebagai manusia harus dipenuhi terlebih
dahulu.
Tidak peduli ia dilahirkan di keluarga kaya atau miskin, hak memperoleh pengasuhan,
perawatan, penjagaan, perlindungan, dan mendapatkan pendidikan harus dipenuhi. Hak-hak
tersebut dipenuhi agar ia menjadi manusia yang dapat menjalankan kewajibannya sebagai
anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan cara itu akhirnya ia menjadi manusia hakiki,
manusia sebenarnya yang dapat berkiprah dalam kehidupan nyata, baik sebagai pribadi maupun
warga sebuah negara. Salah satu unsur untuk menjadi manusia yang hidup merdeka terpenuhi.
Kemandirian. Pemenuhan hak dan kewajiban barulah tahap awal untuk menjadi manusia hakiki.
Tahap berikutnya adalah mendidik, mengajar, dan melatihnya agar bisa menjadi manusia yang
hidup mandiri. Ia harus diarahkan agar mampu hidup yang tidak tergantung pada orang lain.
Dengan demikian, kehidupan mandiri akan tercapai bila terjadi kesalingtergantunga n antar
anggota masyarakat dan sekaligus kemerdekaan (interdependence and independence) .
Perhatikanlah keadaan ekonomi masyarakat Indonesia sekarang ini. Kita amat sangat tergantung
pada bantuan atau hutang luar negeri. Negara yang dilimpahi kekayaan alam yang luar biasa ini
justru dihisap oleh negara-negara maju di dunia ini. Setiap bayi yang dilahirkan yang seharusnya
merupakan aset negara, ternyata tumbuh menjadi manusia-manusia pencari kerja dan bahkan
menjadi beban negara. Hal ini disebabkan terjadinya manusia-manusia yang tergantung pada
orang lain. Hubungan yang terjadi adalah hubungan orang-orang lemah dengan orang-orang
kuat. Yang lemah merasa sangat memerlukan yang kuat, sedangkan yang kuat berbuat tidak
semena-mena terhadap mereka yang lemah.
Akibat dari keadaan tersebut tambah tahun pengangguran akan semakin bertambah besar. Yang
menjadi gantungan relatiI tetap, sedangkan yang menggatungkan diri bertambah banyak. Terjadi
relasi yang tidak seimbang, sehingga kehidupan masyarakat menjadi rawan.
Kodrat. Inilah unsur berikutnya yang menopang asas hak dan kemandirian dalam kehidupan
masyarakat. Kodrat pada manusia merupakan kuasa pribadi. Kodrat tidak didapat dari luar diri.
Dengan demikian kodrat tidak berasal dari pelatihan dan pendididikan. Tetapi kodrat harus
diberikan ruang yang kondusiI agar suatu bentuk kemampuan khusus yang dianugerahkan pada
setiap orang bisa terwujud. Dalam hal ini, pelatihan akan meningkatkan kualitas kodrat yang
dimiliki seseorang.
Dalam psikologi kodrat dapat dikatakan hampir sama dengan talenta. Bila seseorang tidak
diberikan kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, maka kodratnya kemungkinan
besar tak akan terwujud. Padahal, kodrat yang ada pada diri seseorang itulah yang bisa menjadi
sarana untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya. Bila setiap orang bisa mewujudkan
kodratnya, maka akan terwujud hubungan yang saling memberikan dan sekaligus saling
membutuhkan. Setiap orang akan memiliki nilai tawar bagi orang lain.
Harmonisasi dan ikatan antar warga negara akan menguat bila sebagian besar penduduknya bisa
mewujudkan ketiga unsur manusia hakiki tersebut. Keragaman masyarakat pun kecil dan
kesenjangan ekonomi dapat dinihilkan. Akhirnya jati diri manusia akan muncul dengan
sendirinya, dan kita akan menjadi bangsa yang kokoh dan tidak mudah diprovokasi.
Ajaran pokok Syekh yang ketiga adalah hubungan antara satu orang dengan orang lain
merupakan hubungan kodrat dan iradat. Hubungan satu orang dengan orang lain bagaikan
hubungan kerja dalam satu tim, sehinga tidak terjadi hubungan posisi yang memerintah dan yang
diperintah. Tak ada hubungan kekuasaan. Antara manusia yang satu dengan yang lain terikat
oleh kodrat dan iradatnya, sehingga seperti hubungan sel yang yang satu dengan sel lainnya
dalam satu tubuh, dan hubungan organ yang satu dengan organ lainnya dalam satu tubuh.
Kalau kita amati cara kerja organ-organ dalam tubuh manusia, maka kita akan ketahui bahwa
masing-masing organ seperti otak, penglihatan, penciuman, pendengaran, paru-paru, jantung,
hati, ginjal, usus, dan lain-lain akan bekerja sama, dan masing-masing menjalankan peranannya.
Seharusnya kehidupan masyarakat manusia juga demikian. Dengan mewujudkan masyarakat
yang berupa kumpulan manusia-manusia hakiki, masing-masing orang atau kelompok
menjalankan Iungsinya dengan benar, maka akan terbentuk kehidupan yang sehat dan tidak
terjadi penghisapan antara orang yang satu terhadap orang lainnya. Inilah kehidupan dunia yang
didambakan oleh Syekh Siti Jenar, yang justru sekarang tumbuh dan berkembang di negara
maju.
Ajaran pokok yang keempat : segala sesuatu di alam semesta ini adalah satu dan hidup. Dalam
salah satu pupuhnya disebutkan bahwa bumi, angkasa, samudra, gunung dan seisinya, semua
yang tumbuh di dunia, angin yang tersebar di mana-mana, matahari dan rembulan, semuanya
merupakan keadaan hidup. Jadi, semua yang ada merupakan wujud kehidupan.
Menurut Syekh Siti Jenar yang dinamakan makhluk hidup adalah kehidupan yang terperangkap
dalam alam kematian. Zat mati tak akan dapat menimbulkan kehidupan, sedangkan zat hidup tak
akan tersentuh kematian. Tuhan disebut zat yang mahahidup karena Dia eksis karena Diri-Nya
sendiri. Kekuatan hidup-Nya mengalir dalam alam kematian sehingga muncul sebagai makhluk
hidup. Sekarang bandingkan dengan tulisan-tulisan dari Barat dewasa ini, akan kita temukan
pernyataan mereka bahwa semuanya satu, semuanya hidup. Dengan demikian, pandangan Syekh
Siti Jenar luar biasa. Banyak pandangannya yang justru bersesuaian dengan pandangan kaum
teosoIi maupun para spiritualis dari Barat.
Bila kita menyadari bahwa lingkungan kita adalah keadaan yang hidup, maka tentu kita akan
memperlakukan lingkungan kita dengan sebaik-baiknya karena kita dan lingkungan kita
sebenarnya satu dan sama-sama sebagai keadaan yang hidup. Bila kita menyadari tentu kita akan
berhati-hati dalam memperlakukan lingkungan kita.
Ajaran pokok yang kelima: pemahaman tentang ilmu sejati. Dikisahkan dalam Serat Siti Jenar
yang ditulis oleh Aryawijaya: Sejati jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pustining
pangestinira, gineleng dadya sawiji, wijanging ngelmu dyatmika, neng kahanan eneng ening.
Hakikat ilmu sejati itu terletak pada cipta pribadi, maksud dan tujuannya disatukan adanya,
lahirnya ilmu unggul dalam keadaan sunyi dan jernih.
Menurut Syekh Siti Jenar manusia haruslah kreatiI karena manusia telah diberi anugerah oleh
Yang Mahakuasa untuk dapat mengaktualisasikan ilmunya yang berasal dari dalam dirinya
sendiri. Jadi, ilmu sejati bukanlah ilmu yang kita terima dari orang lain. Yang kita dapatkan
melalui indra, pengajaran dari orang lain, itu hanyalah reIleksi ilmu. Dan, ternyata sejak abad ke-
20 pemahaman bahwa ilmu lahir dari kedalaman batin telah menjadi pemahaman yang universal.
Itulah sebabnya orang-orang Barat tekun dalam melakukan perenungan dan pengkajian terhadap
tanda-tanda di alam semesta.
Jadi, harus ada suasana kondusiI bagi orang-orang yang mendalami ilmu pengetahuan. Suasana
kondusiI bagi ilmuwan adalah iklim kerja yang membuat ilmuwan tersebut dapat bekerja dengan
tenang, nyaman, dan bebas dari berbagai penyebab kekalutan dan kesulitan. Dan, tentunya hak-
hak untuk dapat menjadi ilmuwan sejati haruslah dipenuhi. Ingat, setiap orang telah diberi
potensi dan talenta yang disebut kodrat. Dan, bagi mereka yang memiliki kodrat untuk menjadi
ilmuwan harus disediakan iklim kerja yang kondusiI sehingga bisa menghasilkan hal-hal yang
dibutuhkan manusia.
Ajaran pokok yang keenam: umumnya orang hidup saling membohongi. Banyak hal yang
sebenarnya kita sendiri tidak tahu, tapi kita menyampaikannya juga kepada teman-teman kita.
Hal ini banyak sekali terjadi dalam ajaran agama. Banyak orang yang sekadar haIal dalil, tetapi
sebenarnya dia tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh dalil itu. Akhirnya pemahaman yang
keliru itu menyebar dan terbentuklah opini yang salah.
Masyarakat yang dipenuhi dengan pemahaman dan opini yang salah sama dengan masyarakat
yang dipenuhi sampah. Masyarakat demikian pasti rawan terhadap serangan penyakit. Oleh
karena itu, masyarakat harus dibebaskan dari berbagai macam kebohongan. Masyarakat harus
diajar dan dididik untuk memahami segala sesuatu seperti apa adanya.
Agar tidak hidup saling membohongi manusia harus kembali mengenal dirinya. Setiap orang
harus dididik untuk menyadari perannya dalam hidup ini. Para cerdik cendekia harus mengerti
Iungsinya di dunia. Orang harus diajar untuk bisa mengerti dunia ini sebagaimana adanya.
Agama harus diajarkan sebagai jalan hidup dan bukan alat untuk meraih kekuasaan. Oleh karena
itu, keimanan harus diajarkan dengan benar dan bukan sekadar diajarkan sebagai kepercayaan.
Iman harus diajarkan sebagai penghayatan, pengalaman, dan pengamalan kebenaran.
Ayat-ayat kitab suci harus dipahami berdasarkan kenyataan, dan tidak diindoktrinasikan serta
diajarkan secara harIiah sesuai dengan asal kitab suci tersebut. Agama harus diajarkan secara ariI
dan bisa dibumikan, tidak terus menggantung di langit. Agama harus diterjemahkan dalam
bentuk yang dapat dipahami dan dipraktikkan oleh masyarakat penerimanya.
Ajaran pokok yang ketujuh: nama Tuhan diberikan oleh manusia. Lima ratus tahun yang lalu
Syekh telah menyatakan dengan tegas bahwa manusialah yang memberikan nama pada Tuhan.
Oleh karena itu, nama bagi Tuhan bermacam-macam sesuai dengan bahasa dan bangsa yang
menamai-Nya. Dan, perlu diketahui bahwa Tuhan sendiri sebenarnya tidak perlu nama, karena
Dia hanya satu adanya. Sesuatu diberi nama karena untuk membedakan dengan sesuatu lainnya.
Nama diberikan agar kita tidak keliru tunjuk atau salah sebut.
Bagi Syekh Siti Jenar, apapun sebutan yang diberikan kepada-Nya haruslah sebutan yang terpuji,
yang baik, yang pantas. Bahkan dalam Alquran dinyatakan dengan tegas pada Q. 7:180 bahwa
manusia diperintah untuk memohon kepada-Nya dengan nama-nama baik-Nya, atau al-asm-u l-
husn. Dan, pada Q.17:110 dinyatakan bahwa Dia dapat diseru dengan nama Allah, Ar Rahman,
atau dengan nama-nama baik-Nya yang lain.
Sungguh, sangat mengherankan bila di zaman sekarang ini kita berebut nama Tuhan. Secara
teoritis umat Islam dididik untuk meyakini bahwa Tuhan itu Yang Maha Esa. Tetapi, dalam
kenyataannya sebagian orang Islam seperti yang terjadi di Malaysia malah meminta orang
yang beragama lain untuk tidak menggunakan laIal Allah bagi sebutan Tuhan pada agama lain
tersebut. Inilah pemahaman yang salah! Kalau kita yang Muslim menolak pemeluk agama
lain menyebut Allah bagi Tuhannya, maka secara tak sadar kita mengakui bahwa Tuhan itu lebih
dari satu.
Sudah waktunya kita ajarkan ketuhanan dengan benar sehingga kita tidak berebut tulang tanpa
isi. Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa mengamalkan nilai-nilai ketuhanan dengan benar
itulah yang amat penting dalam hidup ini. Bagi orang Indonesia , menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai ketuhanan dengan benar merupakan penegakan Sila yang pertama.
Ajaran pokok yang kedelapan: raja agama sesungguhnya raja penipu. Sebagaimana telah
diterangkan bahwa agama adalah jalan hidup. Oleh karena itu, agama harus diajarkan untuk
menjadi jalan hidup, sehingga pemeluk agama bisa hidup tenang, bahagia dan bersemangat
dalam menjalani hidup. Agama harus diajarkan untuk menjadi landasan moral dan perilaku,
sehingga agama benar-benar sebagai nilai luhur dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Syekh tidak ingin membohongi masyarakat Jawa, oleh karena itu agama islam diajarkan dengan
cara yang pas bagi bumi dan manusia Jawa. Untuk hal itu diperlukan penaIsiran, dan tidak
disebarkan dalam bentuk budaya asalnya. Agama tidak disebarkan dengan kekuasaan raja, sebab
menurut Syekh raja yang memanIaatkan agama adalah raja penipu. Sering terjadi bahwa untuk
memenuhi kepentingan penguasa, agama dijadikan alat menguasai rakyat. Agama yang
seharusnya dikuasai oleh rakyat, yang terjadi justru sebaliknya yaitu rakyat yang dikuasai oleh
agama.
Jika di Eropa pada abad ke-19 orang-orang mulai mempertanyakan peranan agama, dan bahkan
ada yang memandang bahwa agama sebagai candu bagi masyarakat dan harus disingkirkan dari
gelanggang kehidupan bernegara, maka empat ratus tahun sebelumnya Syekh Siti Jenar justru
ingin menerapkan agama sebagai penyegar dan pencerah bagi pemeluknya. Oleh karena itu,
agama diajarkan tanpa melibatkan kekuasaan negara. Di sinilah Syekh bertabrakan dengan
kepentingan Walisanga.
Syekh amat sadar bahwa di dunia ini penuh dengan tipu daya. Hampir di semua negara pada
waktu itu terjadi relasi keuasaan antara raja/penguasa dengan para tokoh agama. Dengan kata
lain, raja dan tokoh agama berbagi kekuasaan. Yang dikuasai dan yang dijadikan pijakan hidup
oleh raja dan tokoh agama adalah rakyat. Inilah yang oleh Syekh disebut sebagai penipuan. Oleh
karena itu, sudah waktunya agar agama benar-benar menjadi milik masyarakat, dan negara tidak
mengurusi agama. Yang diurusi oleh negara adalah tegaknya hukum positiI, perlindungan bagi
setiap orang tanpa memandang agama dan kepercayaannya. Yang diurusi oleh negara adalah
kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Ajaran pokok yang kesembilan: segala sesuatu di alam semesta adalah Wajah-Nya. Inilah ajaran
puncak dari Syekh Siti Jenar. Dunia adalah maniIestasi wujud yang satu, dan hakikat keberadaan
bukanlah dualitas. Sehingga, kemana pun kita hadapkan diri kita, maka sesungguhnya kita
senantiasa menghadap Wajah-Nya. Semua adalah penampakan Wajah-Nya. Sekarang marilah
kita cicipi dua bait puisi dari Syekh Siti Jenar.
Bersanggama dalam keberadaan
diliputi yang ilahi
hilanglah kehambaannya
lebur lenyap sirna lelap
digantikan keberadaan Ilahi
kehidupannya
adalah hidup Ilahi
Lahir batin keberadaan sukma
yang disembah Gusti
Gusti yang menyembah
sendiri menyembah-disembah
memufi-dipufi sendiri
timbal balik
dalam hidup ini
Jadi, pada puncak perenungan dan keheningan diri terjadilah penegasian eksistensi diri yang
terkurung raga. Ditegaskan bahwa kehambaan telah lenyap, sudah hilang. Bila kehambaan masih
tetap eksis maka di alam semesta ini masih berada dalam keadaan dualitas. Keadaan inilah yang
menyebabkan orang terpisah dengan Tuhannya, meskipun secara konseptual diketahui bahwa
Sang Pencipta lebih dekat daripada urat lehernya. Akan tetapi, selama keadaan dualitas belum
sirna maka secara Iaktual Tuhan masih jauh daripada urat lehernya, karena Tuhan dianggap
berada di luar dirinya.
Ada dualitas artinya kita mengakui ada dua keberadaan, yaitu ada yang inIerior (keberadaan
yang kualitasnya lebih rendah) dan ada yang superior (keberadaan yang kualitasnya lebih tinggi).
Jika demikian, kedua jenis keberadaan itu tumbuh melalui proses. Semua yang tumbuh melaui
suatu proses, bukanlah keberadaan yang kekal. Dan, bilamana tiada keberadaan yang kekal,
maka tak mungkin ada Ienomena atau penampakan di alam semesta.
Kita hidup di dunia ini karena kita kanggonan (didiami) urip (hidup) yang diberikan oleh Tuhan.
Namun, badan jasmani ini hanyalah Ienomena yang terikat oleh ruang, waktu, situasi psikologis.
Hakikatnya badan jasmani ini tidak ada karena badan jasmani ini seperti gambar yang
menumpang di layar perak atau layar kaca. Kalau layar digulung atau dimatikan ya lenyaplah
Ienomena tersebut. Jadi, memang benar bahwa dunia ini panggung sandiwara, dan kita adalah
pemain-pemain sandiwara. Oleh karena itu, kita harus dapat memainkan peran kita masing
dengan baik.
Lalu, apa sasaran utama pelenyapan dualitas? Sasaran pokoknya adalah menumbuhkan
kesadaran akan ke-Satu-an, Oneness, dalam kehidupan ini, baik kehidupan kita sebagai individu
maupun secara kolektiI. Dengan lenyapnya perasaan dualitas dalam hidup ini, maka jarak antara
kawula dan Gusti akan hilang. Akan lahir individu-individu yang menjadi dirinya sendiri, dan
dalam kehidupan sosial akan tercipta interaksi antar warganya secara tim, sehingga semua akan
memenuhi Iungsinya masing-masing dalam kehidupan. Sekat antara pemimpin dan yang
dipimpin akan hilang, dinding penyekat antara raja dan rakyatnya akan runtuh. Bila ini sudah
terjadi, maka tak akan ada lagi eksploitasi terhadap sesama manusia.
Pelenyapan sekat antara kawula (hamba, rakyat, atau bawahan) dan Gusti (raja, pemimpin, atau
atasan) akan melahirkan satu keberadaan yang disebut Manunggaling Kawula Gusti. Keberadaan
MKG ini akan menggugurkan kehidupan yang berkasta dan merontokkan Ieodalisme. Relasi
sesama manusia berupa simbiose mutualisme, yaitu hubungan yang saling menguntungkan.
Sesama manusia hidup dalam suasana liberte, egalite dan Iraternite, yaitu hidup dalam
kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antara sesama manusia di dunia ini. Dari sinilah
Syekh membangun hubungan warga dengan wadah yang disebut masyarakat, yang tidak
dijumpai di Timur Tengah pada waktu itu.
Memang masyarakat merupakan kosa kata yang dibentuk dari unsur-unsur kata Arab, yaitu dari
syarika yang artinya menjadi sekutu; dan masyarakat adalah kumpulan orang-orang yang
bersekutu. Jadi, setiap anggota masyarakat itu seperti sel-sel tubuh yang independen, namun
selalu berinteraksi sesuai dengan peran dan Iungsinya masing-masing. Setiap anggota
masyarakat mengetahui tugasnya. Terciptalah jalinan kasih. Inilah surga yang sesungguhnya
yang harus diwujudkan di dunia ini. Dengan demikian, konsep MKG sebenarnya untuk
menciptakan kehidupan bersama dalam mencapai kejayaan!

A1ARAN SYEH SITI 1ENAR dan KE1AWEN


A1ARAN SYEH SITI 1ENAR dan KE1AWEN
Dalam Memandang Ketuhanan, Dosa/Neraka, Pahala/Surga

PERBANDINGAN ANTARA

A1ARAN SYEH SITI 1ENAR

Dan PANDANGAN KE1AWEN

Mengenai Ketuhanan, Alam, dan Manusia


Syeh Siti 1enar (Lemah Abang) dalam Mengenal Tuhan

Ajaran Siti Jenar memahami Tuhan sebagai ruh yang tertinggi, ruh maulana yang utama, yang
mulia yang sakti, yang suci tanpa kekurangan. Itulah Hyang Widhi, ruh maulana yang tinggi dan
suci menjelma menjadi diri manusia.

Hyang Widhi itu di mana-mana, tidak di langit, tidak di bumi, tidak di utara atau selatan.
Manusia tidak akan menemukan biarpun keliling dunia. Ruh maulana ada dalam diri manusia
karena ruh manusia sebagai penjelmaan ruh maulana, sebagaimana dirinya yang sama-sama
menggunakan hidup ini dengan indera, jasad yang akan kembali pada asalnya, busuk, kotor,
hancur, tanah. Jika manusia itu mati ruhnya kembali bersatu ke asalnya, yaitu ruh maulana yang
bebas dari segala penderitaan. Lebih lanjut Siti Jenar mengungkapkan siIat-siIat hakikat ruh
manusia adalah ruh diri manusia yang tidak berubah, tidak berawal, tidak berakhir, tidak
bermula, ruh tidak lupa dan tidak tidur, yang tidak terikat dengan rangsangan indera yang
meliputi jasad manusia.

Syeh Siti Jenar mengaku bahwa, 'aku adalah Allah, Allah adalah aku. Lihatlah, Allah ada
dalam diriku, aku ada dalam diri Allah. Pengakuan Siti Jenar bukan bermaksud mengaku-aku
dirinya sebagai Tuhan Allah Sang Pencipta ajali abadi, melainkan kesadarannya tetap teguh
sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Siti Jenar merasa bahwa dirinya bersatu dengan 'ruh
Tuhan. Memang ada persamaan antara ruh manusia dengan 'ruh Tuhan atau Zat. Keduanya
bersatu di dalam diri manusia. Persatuan antara ruh Tuhan dengan ruh manusia terbatas pada
persatuan manusia denganNya. Persatuannya merupakan persatuan Zat siIat, ruh bersatu dengan
Zat siIat Tuhan dalam gelombang energi dan Irekuensi yang sama. Inilah prinsip kemanunggalan
dalam ajaran tentang manunggaling kawula Gusti atau jumbuhing kawula Gusti. Bersatunya dua
menjadi satu, atau dwi tunggal. Diumpamakan wiji wonten salebeting wit.

Pandangan Syeh Lemah Abang Tentang Manusia

Dalam memandang hakikat manusia Siti Jenar membedakan antara jiwa dan akal. Jiwa
merupakan suara hati nurani manusia yang merupakan ungkapan dari zat Tuhan, maka hati
nurani harus ditaati dan dituruti perintahnya. Jiwa merupakan kehendak Tuhan, juga merupakan
penjelmaan dari Hyang Widdhi (Tuhan) di dalam jiwa, sehingga raga dianggap sebagai wajah
Hyang Widdhi. Jiwa yang berasal dari Tuhan itu mempunyai siIat zat Tuhan yakni kekal,
sesudah manusia raganya mati maka lepaslah jiwa dari belenggu raganya. Demikian pula akal
merupakan kehendak, tetapi angan-angan dan ingatan yang kebenarannya tidak sepenuhnya
dapat dipercaya, karena selalu berubah-ubah.

Menurut sabdalangit, perbedaan karakter jiwa dan akal yang bertolak belakang dalam
pandangan Siti Jenar, disebabkan oleh adanya garis demarkasi yang menjadi pemisah antara siIat
hakikat jiwa dan akal-budi. Jiwa terletak di luar naIsu, sementara akal-budi letaknya berada di
dalam naIsu. Mengenai perbedaan jiwa dan akal, dalam wirayat Saloka Jati diungkapkan bahwa
akal-budi umpama kodhok kinemulan ing leng atau wit jroning wiji (pohon ada di dalam biji).
Sedangkan jiwa umpama kodhok angemuli ing leng atau wiji jroning wit (biji ada di dalam
pohon).

Bagi Syeh Siti Jenar, proses timbulnya pengetahuan datang secara bersamaan dengan
munculnya kesadaran subyek terhadap obyek. Maka pengetahuan mengenai kebenaran Tuhan
akan diperoleh seseorang bersama dengan penyadaran diri orang itu. Jika ingin mengetahui
Tuhanmu, ketahuilah (terlebih dahulu) dirimu sendiri. Syeh Lemah bang percaya bahwa
kebenaran yang diperoleh dari hal-hal di atas ilmu pengetahuan, mengenai wahyu dan Tuhan
bersiIat intuitiI. Kemampuan intuitiI ini ada bersamaan dengan munculnya kesadaran dalam diri
seseorang.


Pandangan Syeh Lemah Bang Tentang Kehidupan Dunia

Pandangan Syeh Jenar tentang dunia adalah bahwa hidup di dunia ini sesungguhnya adalah
mati. Dikatakan demikian karena hidup di dunia ini ada surga dan neraka yang tidak bisa ditolak
oleh manusia. Manusia yang mendapatkan surga mereka akan mendapatkan kebahagiaan,
ketenangan, kesenangan. Sebaliknya rasa bingung, kalut, muak, risih, menderita itu termasuk
neraka. Jika manusia hidup mulia, sehat, cukup pangan, sandang, papan maka ia dalam surga.
Tetapi kesenangan atau surga di dunia ini bersiIat sementara atau sekejap saja, karena betapapun
juga manusia dan sarana kehidupannya pasti akan menemui kehancuran.

Syeh Jenar mengumpamakan bahwa manusia hidup ini sesungguhnya mayat yang
gentayangan untuk mencari pangan pakaian dan papan serta mengejar kekayaan yang dapat
menyenangkan jasmani. Manusia bergembira atas apa yang ia raih, yang memuaskan dan
menyenangkan jiwanya, padahal ia tidak sadar bahwa semua kesenangan itu akan binasa. Namun
begitu manusia suka sombong dan bangga atas kepemilikan kekayaan, tetapi tidak menyadari
bahwa dirinya adalah bangkai. Manusia justru merasa dirinya mulia dan bahagia, karena manusia
tidak menyadari bahwa harta bendanya merupakan penggoda manusia yang menyebabkan
keterikatannya pada dunia.

Jika manusia tidak menyadari itu semua, hidup ini sesungguhnya derita. Pandangan seperti itu
menjadikan sikap dan pandangan Siti Jenar menjadi ekstrim dalam memandang kehidupan
dunia. Hidup di dunia ini adalah mati, tempat baik dan buruk, sakit dan sehat, mujur dan celaka,
bahagia dan sempurna, surga dan neraka, semua bercampur aduk menjadi satu. Dengan adanya
peraturan maka manusia menjadi terbebani sejak lahir hingga mati. Maka Syeh Siti Jenar sangat
menekankan pada upaya manusia untuk hidup yang abadi agar tahan mengalami hidup di dunia
ini. Siti Jenar kemudian mengajarkan bagaimana mencari kamoksan (mukswa/mosca) yakni mati
sempurna beserta raganya lenyap masuk ke dalam ruh (warongko manjing curigo). Hidup ini
mati, karena mati itu hidup yang sesungguhnya karena manusia bebas dari segala beban dan
derita. Karena hidup sesudah kematian adalah hidup yang sejati, dan abadi.



Syeh Siti 1enar Mengkritik Ulama dan Para Santrinya

Alasan yang mendasari mengapa Syeh Siti Jenar mengkritik habis-habisan para ulama dan
santrinya karena dalam kacamata Syeh Siti, mereka hanya berkutat pada amalan syariat (sembah
raga). Padahal masih banyak tugas manusia yang lebih utama harus dilakukan untuk mencapai
tataran kemuliaan yang sejati. Dogma-dogma, dan ketakutan neraka serta bujuk rayu surga justru
membelenggu raga, akal budi, dan jiwa manusia. Maka manusia menjadi terkungkung rutinitas
lalu lupa akan tugas-tugas beratnya. Manusia demikian menjadi gagal dalam upaya menemukan
Tuhannya.



Kritik Syeh Lemah Bang Atas Konsep Surga-Neraka

Konsep surga-neraka dalam ajaran Siti Jenar berbeda sekali dengan apa yang diajarkan oleh
para ulama. Menurut Syeh Siti Jenar, surga dan neraka adalah dalam hidup ini. Sementara para
ulama mengajarkan surga dan neraka merupakan balasan yang diberikan kepada manusia atas
amalnya yang bakal diterima kelak sesudah kematian (akherat).

Menurut Syeh Siti, orang mukmin telah keliru karena mengerjakan shalat jungkir balik,
mengharap-harap surga, sedang surga sesudah kematian itu tidak ada, shalat itu tidak perlu dan
orang tidak perlu mengajak orang lain untuk shalat. Shalat minta apa, minta rizki ? Tuhan toh
tidak memberi lantaran shalat.

Santri yang menjual ilmu dengan siapa pun mau menyembah Tuhan di masjid, di dalamnya
terdapat Tuhan yang bohong. Para ulama telah menyesatkan manusia dengan menipu mereka
jungkir balik lima kali, pagi, siang, sore, malam hanya untuk memohon-mohon imbalan surga
kelak. Sehingga orang banyak tergiur oleh omongan palsunya, dan orang menjadi gelisah tak
enak ketika terlambat mengerjakan shalat. Orang seperti itu sungguh bodoh dan tak tau diri,
jikalau pun seseorang menyadari bahwa shalat itu dilakukan karena merupakan kebutuhan diri
manusia sendiri untuk menyembah Tuhannya, manusia ternyata tidak menyadari
keserakahannya; dengan minta-minta imbalan/hadiah surga. Orang-orang telah terbius oleh para
ulama, sehingga mereka suka berzikir, dan disibukkan oleh kegiatan menghitung-hitung
pahalanya tiap hari. Sebaliknya, lupa bahwa sejatinya kebaikan itu harus diimplementasikan
kepada sesama (habluminannas).

Lebih lanjut Syekh Siti Jenar menuduh para ulama dan murid mereka sebagai orang dungu dan
dangkal ilmu, karena menaIsirkan surga sebagai balasan yang nanti diterima di akhirat.
PenaIsiran demikian adalah penaIsiran yang sangat sempit. Hidup para ulama adalah hidup asal
hidup, tidak mengerti hakekat, tetapi jika disuruh mati mereka menolak mentah-mentah. Surga
dan neraka letaknya pada manusia masing-masing. Orang bergelimang harta, hidupnya merasa
selalu terancam oleh para pesaing bisnisnya, tidur tak nyeyak, makan tak enak, jalan pun gelisah,
itulah neraka. Sebaliknya, seorang petani di lereng gunung terpencil, hasil bercocok tanam cukup
untuk makan sekeluarga, menempati rumah kecil yang tenang, tiap sore dapat duduk bersantai di
halaman rumah sambil memandang hamparan sawah hijau menghampar, hatinya sesejuk
udaranya, tenang jiwanya, itulah surga. Kehidupan ini telah memberi manusia mana surga mana
neraka.

Syeh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos dan mikrokosmos (manusia)
sekurangnya kedua hal ini merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-sama akan
mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Manusia terdiri atas jiwa dan raga yang
intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan zat Tuhan.

Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, sebagai organ
tubuh seperti daging, otot, darah, dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah
barang pinjaman yang suatu saat, setelah manusia terlepas dari kematian di dunia ini, akan
kembali berubah asalnya yaitu unsur bumi (tanah).

Syeh Lemah Bang, mengatakan bahwa;

'Bukan kehendak angan-angan, bukan ingatan, pikiran atau niat, hawa naIsu pun bukan,
bukan pula kekosongan atau kehampaan. Penampilanku sebagai mayat baru, andai menjadi gusti
jasadku dapat busuk bercampur debu, naIasku terhembus di segala penjuru dunia, tanah, api, air,
kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru. Bumi langit dan sebagainya adalah
kepunyaan seluruh manusia, manusialah yang memberi nama.



Kesimpulan

Pandangan Syeh Lemah Bang; tentang terlepasnya manusia dari belenggu alam kematian
yakni hidup di alam dunia ini, berawal dari konsepnya tentang ketuhanan, manusia dan alam.
Manusia adalah jelmaan zat Tuhan. Hubungan jiwa dari Tuhan dan raga, berakhir sesudah
manusia menemui ajal atau kematian duniawi. Sesudah itu manusia bisa manunggal dengan
Tuhan dalam keabadian. Pada saat itu semua bentuk badan wadag (jasad) atau kebutuhan
jasmanisah ditinggal karena jasad merupakan barang baru (hawadist) yang dikenai kerusakan
dan semacam barang pinjaman yang harus dikembalikan kepada yang punya yaitu Tuhan sendiri.

Terlepas dari ajaran Siti Jenar yang sangat ekstrim memandang dunia sebagai bentuk
penderitaan total yang harus segera ditinggalkan rupanya terinspirasi oleh ajaran seorang suIi
dari Bagdad, Hussein Ibnu Al Hallaj, yang menolak segala kehidupan dunia. Hal ini berbeda
dengan konsep Islam secara umum yang memadang hidup di dunia sebagai khaliIah Tuhan.



Pandangan Kejawen Tentang Kehidupan di Dunia

Pandangan Kejawen tentang makna hidup manusia dunia ditampilkan secara rinci, realistis,
logis dan mengena di dalam hati nurani; bahwa hidup ini diumpamakan hanya sekedar mampir
ngombe, mampir minum, hidup dalam waktu sekejab, dibanding kelak hidup di alam keabadian
setelah raga ini mati. Tetapi tugas manusia sungguh berat, karena jasad adalah pinjaman Tuhan.
Tuhan meminjamkan raga kepada ruh, tetapi ruh harus mempertanggungjawabkan 'barang
pinjamannya itu. Pada awalnya Tuhan Yang Mahasuci meminjamkan jasad kepada ruh dalam
keadaan suci, apabila waktu 'kontrak peminjaman sudah habis, maka ruh diminta
tanggungjawabnya, ruh harus mengembalikan jasad pinjamannya dalam keadaan yang suci
seperti semula. Ruh dengan jasadnya diijinkan Tuhan 'turun ke bumi, tetapi dibebani tugas
yakni menjaga barang pinjaman tersebut agar dalam kondisi baik dan suci setelah kembali
kepada pemiliknya, yakni Gusti Ingkang Akaryo Jagad. Ruh dan jasad menyatu dalam wujud
yang dinamakan manusia. Tempat untuk mengekspresikan dan mengartikulasikan diri manusia
adalah tempat pinjaman Tuhan juga yang dinamakan bumi berikut segala macam isinya; atau
mercapada. Karena bumi bersiIat 'pinjaman Tuhan, maka bumi juga bersiIat tidak kekal.

Betapa Maha Pemurahnya Tuhan itu, bersedia meminjamkan jasad, berikut tempat tinggal dan
segala isinya menjadi Iasilitas manusia boleh digunakan secara gratis. Tuhan hanya menuntut
tanggungjawab manusia saja, agar supaya menjaga semua barang pinjaman Tuhan tersebut, serta
manusia diperbolehkan memanIaatkan semua Iasilitas yang Tuhan sediakan dengan cara tidak
merusak barang pinjaman dan semua Iasilitasnya.

Itulah tanggungjawab manusia yang sesungguhnya hidup di dunia ini; yakni menjaga barang
'titipan atau 'pinjaman, serta boleh memanIaatkan semua Iasilitas yang disediakan Tuhan
untuk manusia dengan tanpa merusak, dan tentu saja menjaganya agar tetap utuh, tidak rusak,
dan kembali seperti semula dalam keadaan suci. Itulah 'perjanjian gaib antara Tuhan dengan
manusia makhlukNya. Untuk menjaga klausul perjanjian tetap dapat terlaksana, maka Tuhan
membuat rumus atau 'aturan-main' yang harus dilaksanakan oleh pihak peminjam yakni
manusia. Rumus Tuhan ini yang disebut pula sebagai kodrat Tuhan; berbentuk hukum sebab-
akibat. Pengingkaran atas isi atau 'klausul kontrak tersebut berupa akibat sebagai konsekuensi
logisnya. Misalnya; keburukan akan berbuah keburukan, kebaikan akan berbuah kebaikan pula.
Barang siapa menanam, maka mengetam. Perbuatan suka memudahkan akan berbuah sering
dimudahkan. Suka mempersulit akan berbuah sering dipersulit.



Konsep Kejawen Tentang Pahala dan Dosa serta Pandangan Kejawen tentang Kebaikan-
Keburukan



Ajaran Kejawen tidak pernah menganjurkan seseorang menghitung-hitung pahala dalam setiap
beribadat. Bagi Kejawen, motiIasi beribadat atau melakukan perbuatan baik kepada sesama
bukan karena tergiur surga. Demikian pula dalam melaksanakan sembahyang manembah kepada
Tuhan Yang Maha Suci bukan karena takut neraka dan tergiur iming-iming surga. Kejawen
memiliki tingkat kesadaran bahwa kebaikan-kebaikan yang dilakukan seseorang kepada sesama
bukan atas alasan ketakutan dan intimidasi dosa-neraka, melainkan kesadaran kosmik bahwa
setiap perbuatan baik kepada sesama merupakan sikap adil dan baik pada diri sendiri. Kebaikan
kita pada sesama adalah KEBUTUHAN diri kita sendiri. Kebaikan akan berbuah kebaikan.
Karena setiap kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan kembali untuk diri kita sendiri,
bahkan satu kebaikan akan kembali pada diri kita secara berlipat. Demikian juga sebaliknya,
setiap kejahatan akan berbuah kejahatan pula. Kita suka mempersulit orang lain, maka dalam
urusan-urusan kita akan sering menemukan kesulitan. Kita gemar menolong dan membantu
sesama, maka hidup kita akan selalu mendapatkan kemudahan.

Menurut pandangan Kejawen, kebiasaan mengharap dan menghitung pahala terhadap setiap
perbuatan baik hanya akan membuat keikhlasan seseorang menjadi tidak sempurna. Kebiasaan
itu juga mencerminkan sikap yang serakah, lancang, picik, dan tidak tahu diri. Karena
menyembah Tuhan adalah kebutuhan manusia, bukan kebutuhan Tuhan. Mengapa seseorang
masih juga mengharap-harap pahala dalam memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri ? Dapat
dibayangkan, jika kita menjadi mahasiswa maka butuh bimbingan dalam menyusun skripsi dari
dosen pembimbing, maka betapa lancang, serakah, dan tak tahu diri jika kita masih berharap-
harap supaya dosen pembimbing tersebut bersedia memberikan uang kepada kita sebagai upah.
Dapat diumpamakan pula misalnya; kita mengharap-harapkan upah dari seseorang yang bersedia
menolong kita..?

Ajaran Kejawen memandang bahwa seseorang yang menyembah Tuhan dengan tanpa
pengharapan akan mendapat pahala atau surga dan bukan atas alasan takut dosa atau neraka,
adalah sebuah bentuk KEMULIAAN HIDUP YANG SEJATI. Sebaliknya, menyembah Tuhan,
berangkat dari kesadaran bahwa manusia hidup di dunia ini selalu berhutang kenikmatan dan
anugrah dari Tuhan. Dalam satu detik seseorang akan kesulitan mengucapkan satu kalimat sukur,
padahal dalam sedetik itu manusia adanya telah berhutang puluhan atau bahkan ratusan
kenikmatan dan anugerah Tuhan. Maka seseorang menjadi tidak etis, lancang dan tak tahu diri
jika dalam bersembahyang pun manusia masih menjadikannya sebagai sarana memohon sesuatu
kepada Tuhan. Tuhan tempat meminta, tetapi manusia lah yang tak tahu diri tiada habisnya
meminta-minta. Dalam sikap demikian ketenangan dan kebahagiaan hidup yang sejati akan
sangat sulit didapatkan.

Sembahyang tidak lain sebagai cara mengungkapkan rasa berterimakasihnya kepada Tuhan.
Namun demikian ajaran Kejawen memandang bahwa rasa sukur kepada Tuhan melalui
sembahyang atau ucapan saja tidak lah cukup, tetapi lebih utama harus diartikulasikan dan
diimplementasikan ke dalam bentuk tindakan atau perbuatan baik kepada sesama dalam
kehidupan sehari-harinya. Jika Tuhan memberikan kesehatan kepada seseorang, maka sebagai
wujud rasa sukurnya orang itu harus membantu dan menolong orang lain yang sedang sakit atau
menderita.

Itu lah pandangan yang menjadi dasar Kejawen bahwa menyembah Tuhan, dan berbuat baik
pada sesama, bukanlah KEWAJIBAN (perintah) yang datang dari Tuhan, melainkan diri kita
sendiri yang mewajibkan.

Anda mungkin juga menyukai