Anda di halaman 1dari 12

REDUKSI KARBONDIOKSIDA DALAM FOTOSINTESIS

Setelah energi dihasilkan dalam rangkaian transport elektron pada reaksi


terang, selanjutnya energi itu akan digunakan untuk banyak hal, walaupun utamanya
adalah untuk mereduksi gas karbondioksida dari udara menjadi gula. Energi dalam
bentuk ATP dan NADPH akan digunakan untuk membentuk gula (C6H12O6). Inilah
kunci utama yang penting bagi masuknya sumber energi bagi makhluk hidup.
Diperkirakan dua ratusan milyar ton CO2 telah dikonversi menjadi menjadi biomasa
tiap tahun melalui proses fotosintesis, dengan 40%-nya dilakukan oleh fitoplankton
yang ada di lautan. Ini adalah sebuah jumlah yang sangat besar, menunjukkan betapa
pentingnya siklus karbon dalam fotosintesis ini bagi kehidupan.
Reaksi reduksi karbon ini disebut sebagai reaksi gelap karena reaksi ini tidak
ada hubungannya dengan cahaya matahari secara langsung. Walaupun demikian
bukan berarti bahwa reaksi ini terjadi ketika gelap (malam). Bahkan pada malam hari
reaksi pembentukan gula tidak terjadi. Reaksi pembentukan gula ini terjadi dalam
rangkaian proses yang membentuk siklus (daur) yang disebut sebagai siklus reduksi
karbon fotosintesis (Photosynthetic carbon reduction cycle disingkat PCRC). Siklus
ini juga disebut sebagai siklus Calvin sebagai penghormatan bagi penemu yang
mengungkap rangkaian reaksi ini, yaitu Melvin Calvin.
Pada tumbuhan tinggi, kalau reaksi terang terjadi di dalam membran tilakoid,
maka siklus Calvin terjadi di dalam stroma dari kloroplas. Dengan cara seperti ini
metabolisme karbon dalam fotosintesis hampir sama dengan metabolisme karbon
dalam respirasi. Dengan demikian, sitosol menjadi situs utama bagi metabolisme
karbon; glikolisis dalam respirasi dan sintesis gula dalam fotosintesis. Senyawa
berkarbon tiga melintasi membran dari sitosol ke organel dan sebaliknya, dimana
dalam respirasi asam piruvat melintasi membran metokondria dan dalam fotosintesis
triosa fosfat melintasi membran kloroplas ke sitoplasma.
Siklus Calvin merupakan lintasan pembentukan gula yang utama dalam
tumbuhan. Karena senyawa stabil yang terbentuk pertama kali dalam reaksi ini
adalah senyawa berkarbon 3 yaitu asam fosfogliserat (PGA) maka siklus ini juga
disebut siklus C3. Walaupun demikian dalam proses pengikatan CO2 dari udara ada
lintasan lain selain melalui Siklus Calvin. Lintasan yang melibatkan asam malat dan
arpartat (senyawa C4) juga dapat mengikat CO2 dari udara pada beberapa tumbuhan
yang dikenal dengan tumbuhan C4 dan CAM. Dalam Bab ini akan dibahas tahapan-
tahapan proses dari siklus Calvin, enzim dan faktor-faktor penting yang
mempengaruhi lintasan ini. Selain itu juga akan dibahas reaksi fotorespirasi dan
lintasan reduksi karbon pada tumbuhan C4 dan CAM.

Siklus Calvin

Siklus Calvin merupakan dasar utama bagi lintasan reduksi karbon pada semua
eukariot yang berfotosintesis mulai dari yang sederhana seperti alga dampai tumbuhan
tinggi berbiji. Oleh karenanya siklus Calvin merupakan rangkaian reaksi yang
penting dalam mempelajari fotosintesis. Dalam beberapa pustaka, selain dikenal
sebagai siklus reduksi karbon fotosintesis (PCRC), siklus Calvin juga dikenal sebagai
siklus pentosa fosfat reduktif (reductive penthose phosphate, RPP cycle).
Dalam siklus Calvin terdapat 3 tahapan reaksi yang penting yaitu:
karboksilasi, reduksi dan regenerasi. Karboksilasi adalah proses pengikatan gas CO2
dari udara dan air secara enzimatik oleh molekul akseptor berkarbon 5 (Ribulosa-1, 5-
bisfosfat, RuBP) membentuk 2 molekul intermediet yang stabil berkarbon 3 yaitu 3-
fosfogliserat (PGA). Inilah sebabnya siklus Calvin juga dikenal sebagai siklus C3,
karena senyawa stabil yang terbentuk pertama kali dalam pengikatan CO2 ini adalah
senyawa berkarbon 3. Tumbuhan yang sistem fotosintesisnya hanya menggunakan
mekanisme ini disebut tumbuhan C3. Tumbuhan C3 meliputi sebagian besar dari
tumbuhan tinggi berpembuluh baik yang perdu maupun pohon di hutan dan tanaman
bududaya seperti tomat, terong, padi, kedalai dan kacang tanah.
Akibat memiliki mekanisme pengikatan karbondioksida (karboksilasi) ini,
tumbuhan hijau dan organisme yang berfotosintesis adalah merupakan sink
(penampungan) bagi sumber gas CO2 di udara, sehingga dapat mengurangi kadar CO2
udara global. Seperti kita ketahui kadar CO2 global terus mengalami peningatan pada
atmosfir kita yang berakibat pada terciptanya efek rumah kaca sehingga terjadi
peningkatan suhu bumu dan pemanasan global.
Proses yang kedua dasi siklus Calvin adalah reduksi, yaitu proses reduksi
senyawa 3-fosfogliserat menjadi karbohidrat dengan menggunakan ATP dan NADPH
yang dihasilkan dari reaksi terang fotosintesis. Pada tahap reduksi ini, fosfogliserat
akan diubah menjadi gliseraldehid-3-fosfat (G3P). G3P merupakan senyawa
karbohidrat berkarbon 3yang akan keluar dari siklus Calvin untuk dibentuk menjadi
glukosa dan pati (Lihat skema Gambar 1). Senyawa G3P inilah senyawa berkarbon 3
yang melintasi membran kloroplas ke sitoplasma untuk dibentuk senyawa gula.
Proses yang ketiga adalah regenerasi. Yang dimaksid regenerasi adalah
proses regenerasi (pembentukan kembali) senyawa akseptor (penerima) bagi CO2
yaitu RuBP dari senyawa gliseraldehid-3-fosfat (G3P). Sebagaimana yang disebutkan
dalam proses karboksilasi di atas, pengikatan CO2 dari udara dilakukan oleh RuBP.
Untuk menjaga supaya tetap terjadi pengikatan CO2 maka RuBP harus tetap ada,
sehingga diperlukan proses regenarasi RuBP (Gambar 1). Adanya proses regenerasi
ini juga menyebabkan terbentuknya siklus dari rangkaian reaksi reduksi CO2 ini,
sehingga proses ini disebut siklus pentosa fosfat reduktif atau siklus reduski
karbon fotosintesis atau siklus Calvin.
Awal siklus
Ribulose-1, CO2 + H2O
5-bisfosfat
ADP
Karboksilasi

Regenerasi

3-fosfogliserat
ATP

ATP
+
Gliseraldehid-3-fosfat Reduksi NADPH

ADP + Pi
+
Sukrosa, NADP+
Pati
Gambar 1. Ringkasan siklus Calvin: karboksilasi, reduksi dan regenerasi
3 CO2 6 ATP 6ADP 6 NADP+ 6 NADPH
Triose
RuBP 3-PGA 1,3-Bis PGA
1 2 3
Phosphate
4
DHAP G-3-P

3
ADP
F6P F-1,6-BP 5
8
6
7
3
ATP
Er4P
9

11 10
Ru5P Xu5P Sh-1,7-BP Sh-7-P
12

H2O Pi
R5P

13

Gambar 2. Senyawa yang terlibat dalam siklus Calvin. RuBP: Ribulosa bisfosfat; 3-
PGA: 3-fosfogliserat; 1,3-Bis PGA: 1,3-bisfosfogliserat; G-3-P:
gliseraldehid 3 fosfat; DHAP: dihidroksiaseton fosfat; F-1,6-BP:
fruktosa-1,6-bisfosfat ; F6P: fruktosa 6 fosfat; Er4P: eritrosa 4 fosfat;
Ru5P: ribulosa 5 fosfat; Xu5P: xilulosa 5 fosfat; Sh-1, 7-BP:
sedoheptulosa 1,7 bisfosfat ; Sh-7-P: sedoheptulosa 7 fosfat; R5P: ribosa
5 fosfat.

Tabel 1. Nama-nama enzim dalam siklus Calvin


No. Nama Enzim Keterangan
1 Ribulosa-1, 5-bisfosfat kasboksilase/oksigenase (Rubisco)
2 Fosfogliserat kinase
3 Gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
4 Triosa fosfat isomerase
5 Aldolase
6 Fruktosa-1, 6-bisfosfatase
7 Transketolase
8 Fosforebulokinase
9 Aldolase
10 Sedoheptulosa-1, 7-bisfosfatase
11 Ribulosa-5-fosfat-3-epimerase
12 Ribulosa-5-fosfat isomerase
13 Transketolase
Beberapa karaktristik penting dalam siklus Calvin

Karboksilasi merupakan bagian penting dari siklus Calvin, karena melalui


reaksi ini gas CO2 masuk ke dalam rangkaian proses anabolisme dalam tumbuhan.
Dalam reaksi ini CO2 dari udara akan diikat oleh ribulosa-1,5-bisfosfat (RuBP)
menghasilkan dua molekul 3-fosfogliserat. Reaksi ini dikatalisatori oleh enzim
ribulosa bisfosfat karboksilase/oksigenasi yang sering disingkat Rubisco. Sesuai
dengan namanya enzim ini memiliki kemampuan katalisator ganda yaitu karboksilasi
dan oksigenasi. Karboksilasi artinya melakukan proses pengikatan karbon seperti
yang tergambar dalam siklus Calvin, sedangkan oksigenasi artinya pengikatan
oksigen yang menyebabkan terjadinya fotorespirasi (akan di bahas di bagian lain dari
bab ini). Walaupun memiliki kedua sifat katalisis, dalam keadaan udara saat ini
(konsentrasi CO2 udara lebih kurang 350 ppm), avinitas enzim dalam proses
karboksilasi lebih besar dari pada oksigenasi sehingga fotorespirasi relatif rendah.
Karakteristik penting yang menyebabkan reaksi karboksilasi dari Rubisco
berjalan dengan baik adalah:
(1) karena muatan negatif dari energi bebas berkaitan dengan karboksilasi dari
RuBP adalah besar, sehingga reaksi karboksilasi berjalan dengan baik.
(2) Avinitas dari Rubisco untuk CO2 cukup besar sehingga menjamin kecepatan
karboksilasi pada konsentrasi CO2 yang relatif rendah di dalam sel-sel yang
berfotosintesis.
Hal lain yang penting dalam mendukung proses fotosintesis adalah bahwa enzim
Rubisco sangat banyak di dalam jaringan tumbuhan, yaitu bisa mencapai 40% dari
total protein terlarut dalam daun tumbuhan. Konsentrasi situs aktif dari Rubisco di
dalam stroma diperkirakan 4 mM atau berkisar 500 kali lebih besar dari pada
konsentrasi substratnya, yaitu CO2.
Apabila konsentrasi CO2 mengalami penurunan misalnya karena stomata daun
menutup akibat cekaman kekeringan, rasio oksigenasi terhadap karboksilasi akan
meningkat, sehingga fotosintesis neto tumbuhan mengalami penurunan. Sebaliknya
peningkatan konsentrasi CO2 di udara menyebabkan rasio oksigenasi terhadap
karboksilasi menurun, sehingga fotosintesis neto meningkat.
Dalam proses karboksilasi dari siklus Calvin, senyawa yang stabil terbentuk
adalah 3-fosfogliserat (senyawa berkarbon 3), sehingga siklus Calvin ini juga disebut
sebagai siklus C3. Walaupun sebenarnya ada senyawa intermediat yang terbentuk
sebelum 3-fosfogliserat, yaitu molekul 2-karboksi-3-ketoarabinitol-1,5-bisfosfat.
Namun molekul berkarbon 6 ini bersifat tidak stabil, dan akan segera terhidrolisis
membentuk 3-fosfogliserat.

Setelah karboksilasi, tahapan berikutnya adalah reduksi 3-fosfogliserat dalam


dua tahap reaksi yaitu:
(a) fosforilasi 3-fosfogliserat dengan menggunakan ATP membentuk senyawa
1,3-bisfosfogliserat. Dalam reaksi ini enzim yang berperan sebagai
katalisator adalah 3-fosfogliserat kinase.
(b) Selanjutnya 1,3-bisfosfogliserat direduksi menjadi gliseraldehid-3-fosfat.
Dalam reaksi ini diperlukan senyawa pereduksi NADPH yang dihasilkan dari
reaksi terang.
Dua enzim yang terlibat dalam reaksi ini dapat dilihal pada Gambar 2 dan Tabel 1.
Reaksi reduksi ini menghasilkan senyawa gliseraldehid-3-fosfat yang juga disebut
sebagai triosa fosfat. Senyawa ini sebagiannya bisa keluar dari siklus Calvin untuk
dijadikan sebagai bahan dasar bagi pembentukan gula dan pati (lihat Gambar 1),
semantara sebagian lainnya akan tetap sebagai substrat yang melengkapi rangkaian
dari siklus Calvin.
Pada bagain ketiga dari siklus Calvin adalah regenerasi RuBP. Tahap ini
sangat penting karena keberlangsungan siklus Calvin akan tergantung pada
ketersediaan substrat utama pengikat CO2, yaitu Ribulosa-1,5-bisfosfat (RuBP).
Rangkaian reaksi dan enzim-enzim yang terlibat dalam reaksi ini dapat dilihat pada
Gambar 2 dan Tabel 1. Untuk menghindari terhambatnya siklus Calvin ini sekurang-
kurangnya 3 molekul RuBP (3x5C = total 15 C) harus terbentuk yang berasal dari 5
molekul triosa fosfat (5x3C = total 15 C).
Dalam tahap regenerasi ini melibatkan banyak senyawa intermediat yang
ketersediaannya akan mempengaruhi laju fotosintesis. Inilah salah satu sebab
mengapa pada awal penyinaran, fotosintesis tidak serta merta langsung memiliki laju
yang tinggi tetapi memerlukan waktu beberapa saat untuk induksi. Proses induksi ini
antara lain selain karena enzim-enzim siklus Calvin yang juga dipengaruhi oleh
cahaya, juga pada awal penyinaran terjadi pembentukan senyawa intermediat untuk
membentuk RuBP. Ini pula yang menyebabkan siklua Calvin tidak bisa berlangsung
dalam keadaan gelap (walaupun disebut reaksi gelap). Beberapa enzim siklus Calvin
yang aktivitasnya tergantung pada cahaya adalah: Rubisco, NADP-gliseraldehid-3-
fosfat dehidrogenase, fruktosa-1,6-bisfosfatase, sedoheptulosa-1,7-bisfosfatese dan
ribulosa-5-fosfat kinase.

Pembentukan gula dan pati hasil reduksi karbon (siklus Calvin)


Mengingat bahwa keberlangsungan siklus Calvin adalah karena adanya proses
regenerasi RuBP, maka tidak semua senyawa triosa fosfat produk dari siklus Calvin
akan digunakan untuk membentuk glukosa dan pati. Pada awal penyinaran semua
produk akan digunakan untuk regenerasi dan menstabilkan siklus sampai terjadi fase
tetap (steady state). Jika steady state tercapai, maka 5/6 dari triosa fosfat akan
digunakan dalam proses regenarasi RuBP, sedangkan 1/6 dari triosa fosfat akan
dikeluarkan dari stroma ke sitosol untuk dibentuk sukrosa atau metabolit-metabolit
lain yang kemudian disimpan sebagai pati di klorplas.
Dalam rangkaian rekasi siklus Calvin diperluakan energi dalam bentuk ATP
dan NADPH dari hasil reaksi terang. Untuk setiap molekul heksosa (senyawa
berkarbon 6) diperlukan 12 NADPH dan 18 ATP, sehingga secara rata-rata kebutuhan
energi untuk mengikat setiap 1 molekul CO2 menjadi karbohidrat adalah setara
dengan 3 ATP dan 2 NADPH.
Secara termodinamik kebutuhan energi untum siklus Calvin adalah 8 foton
untuk setiap molekul CO2 yang diikat. Karena cahaya merah (680 nm) memiliki
energi sebesar 175 KJ untuk setiap mol kuantum. Maka untuk membentuk satu mol
heksosa (6C) diperlukan 6 x 8 x 175 KJ = 8400 KJ. Akan tetapi setiap mol heksosa
seperti fruktosa hanya dapat menghasilkan energi sebesar 2084 KJ. Sehingga secara
termodinamik efisiensi dari fotosintesis adalah berkisar 33%. Sebagian besar dari
energi yang hilang adalah terjadi pada saat pembentukan ATP dan NADPH dalam
reaksi terang bukan pada saat siklus Calvin. Adapun siklus Calvin memiliki tingkat
efisiensi yang tinggi secara termodinamik, yaitu berkisar 90%. Perhitungannya
didasarkan pada energi yang diperoleh dari hidrolisis ATP dan oksidasi NADPH,
yaitu 29 KJ untuk ATP dan 217 KJ untuk NADPH. Karena untuk membentuk 1
molekul heksosa dari 6 molekul CO2 diperlukan 12 NADPH dan 18 ATP, maka
energi yang diperlukan adalah (12x217) + (18x29) = 3126 KJ. Dengan
membandingkan energi yang dihasilkan fruktosa (2084) dan energi yang diperlukan
dalam siklus Calvin (3126) maka efisiensinya mendekati 90%.
Fotorespirasi: siklus carbon fotosintesis oksidatif (siklus C2)
Selain kemampuan melakukan katalisis reaksi karboksilasi Rubisco juga
memiliki kemampuan katalisis oksigenasi dari molekul RuBP, yaitu apabila substrat
yang bergabung dengan RuBP adalah oksigen. Dalam hal ini oksigen adalah
merupakan kompetitor bagi CO2. Proses pengikatan oksigen ini disebut sebagai
fotorespirasi, atau dikenal juga sebagai siklus C2. Karena dalam fotorespirasi akan
dilepaskan CO2 yang telah diikat melalui siklus Calvin, maka mekanisme kerja dari
proses ini berlawanan dengan tujuan utama dari fotosintesis, yang bersifat anabolik.
Rangkaian proses fotorespirasi melibatkan 3 organel sel yaitu kloroplas,
peroksisom dan mitokondria (Gambar 3). Di dalam kloroplas, molekul oksigen yang
bereaksi dengan RuBP akan menghasilkan intermediat yang tidak stabil dan segera
memecah membentuk 1 molekul 3-fosfogliserat dan 1 molekul 2-fosfoglikolat.
Molekul 2-fosfoglikolat selanjutnya akan dihidrasi membentuk glioksilat yang
selanjutnya ditransfer ke dalam peroksisom Gambar 3. Di dalam peroksisom
glioksilat akan mengalami transaminasi (mendapatkan gugus amin) membentuk
glisin. Selanjutnya glisin akan ditransfer ke mitokondria, dan di sini 2 molekul glisin
didecarboksilasi (dilepaskan 1 molekul CO2-nya) menjadi 1 molekul serin. Dengan
demikian di motokondria 1 molekul CO2 dilepaskan. Penggabungan 2 melekul asam
amino menjadi 1 molekul akan melepas 1 gugus amonium yang akan
dikirimmkembali ke kloroplas untuk membentuk asam amino lain melalui
pembentukan glutamat. Selanjutnya, serin akan masuk kembali ke dalam peroksisom
yang kemudian dikonversi menjadi hidroksipiruvat dan akhirnya menjadi gliserat.
Gliserat akan dikirim kembali ke kloroplas untuk digunakan sebagai bahan siklus
Calvin setelah di sana mengalami fosforilasi menjadi 3-fosfogliserat (Gambar 3).
Dalam fotorespirasi O2 dan CO2 saling berkompetisi untuk bereaksi dengan
RuBP karena karboksilasi dan oksigenasi terjadi pada situs aktif dari enzim yang
sama. Jika diberikan pada konsentrasi yang sama di dalam tabung reaksi, maka
Rubisco dari tumbuhan angiosperma akan mengikat CO2 lebih cepat 80 kali lipat dari
pada O2. Namun di dalam cairan (sebagaimana keberadaan kloroplas di dalam
sitoplasma) CO2 memiliki kelarutan yang relatif rendah dibandingkan dengan O2.
Siklus C2 dalam fotorespirasi merupakan bentuk pengembalian senyawa
karbon yang terlepas akibat reksi oksigenase membentuk 2-fosfoglikolat. Dalam
siklus C2, setiap 2 molekul 2-fosfoglikolat akan diubah menjadi satu molekul 3-
fosfogliserat dengan melepas 1 molekul CO2. Hal ini berarti bahwa siklus C2 dapat
mengembalikan 75% karbon yang terlepas akibat oksigenasi kembali memasuki
siklus Calvin. Selain itu siklus C2 juga melibatkan pembentukan asam amino,
walaupun total amino yang memasuki sistem selalu tetap.
Akibat fotorespirasi, efisiensi fotosintesis mengalami penurunan. Dalam
kondisi udara normal pada suhu 25oC rasio karboksilasi:oksigenasi pada tumbuhan
adalah berkisar antara 2.5 hingga 3. Artinya fotorespirasi menurunkan fotosintesis
neto pada kisaran 25-40%. Sehingga kalau kita mengukur laju fotosintesis neto dari
suatu tumbuhan, akibat adanya fotorespirasi ini, maka fotosintesis yang sesungguhnya
adalah berkisar 125% dari nilai tersebut. Kalau kita kembali menghitung berdasarkan
hukum termodinamika, fotorespirasi dapat menurunkan tingkat efisiensi fotosintesis
dari 90% hingga menjadi 50%. Penurunan tingkat efisiensi fotosintesisi ini juga dapat
ditentukan dengan mengukur fotosintesis pada keadaan O2 dengan CO2 rendah
(kondisi fotorespirasi tinggi) dibandingkan dengan dalam keadaan O2 rendah dan CO2
tinggi (kondisi tanpa fotorespirasi).
Di dalam daun tumbuhan, antara siklus Calvin dan siklus C2 saling terkait satu
sama lain (Gambar 4.). Walupun demikian siklus Calvin dapat berdiri sendiri
sedangkan siklus C2 sangat tergantung pada siklus Calvin khususnya dalam hal
substrat RuBP, karena RuBP hanya dihasilkan dari siklus Calvin. Keseimbangan

Kloroplas
RuBP
(2) Siklus
2O2 3-fosfogliserat Calvin
(2)

2-fosfoglikolat 3-fosfogliserat
(2)
2H2O ADP
Glutamat α-ketoglutarat
2Pi
ATP
glikolat
(2) Gliserat

Peroksisom
Gliserat
glikolat Glutamat α-ketoglutarat
(2)
2O2 NAD+

2H2O2 NADH

glioksilat Hidroksipiruvat
(2) Glutamat

α-ketoglutarat
glisin Serin
(2)

Mitokondria
NAD+ NADH

NH4+
glisin Serin
(2)

H2 O CO2

Gambar 3. Skema siklus C2 dalam fotorespirasi

antara kedua siklus tersebut ditentukan oleh tiga hal yaitu: karakteristik enzim
rubisco, rasio CO2:O2 di udara dan suhu lingkungan. Penurunan rasio CO2:O2
menyebabkan peningkatan fotorespirasi. Peningkat suhu lingkungan juga dapat
menyebabkan peningkatan laju fotorespirasi. Hal tersebut disebabkan terjadinya
penurunan konsentrasi CO2 didalam cairan sel dibandingkan O2 sehingga rasio
CO2:O2 menurun.

2-fosfoglikolat
O2

RuBP O2
CO2
CO2
Perolehan Kehilangan
karbon neto 3-fosfogliserat karbon neto

Gambar 4. Hubungan antara siklus Calvin dan siklus C2 (fotorespirasi)

Peran fotorespirasi bagi tumbuhan


Hingga saat ini fungsi fotorespirasi bagi tumbuhan belum diketahui secara
jelas. Diduga hal ini terkait dengan proses evolusi tumbuhan dimana pada milyaran
tahun yang lalu konsentrasi CO2 di atmosfir beberapa kali lipat lebih tinggi dari
keadaan sekarang. Dengan menurunnya rasio CO2:O2 saat ini memungkinkan siklus
C2 untuk merecover karbon yang hilang akibat oksigenasi hingga 75%.
Fungsi lain dari fotorespirasi adalah berkaitan dengan upaya penyelamatan
tumbuhan saat mendapatkan cekaman lingkungan seperti kekeringan dan suhu rendah
khususnya dalam keadaan cahaya tinggi. Dalam keadaan tersebut fotorespirasi dapat
berfungsi sebagai proses penyaluran kelebihan ATP dan senyawa pereduksi NADPH
yang dihasilkan dari reaksi terang yang apabila tidak dilakukan akan menyebabkan
kerusakan pada perangkat fotosintesis. Percobaan dengan menggunakan mutan
Arabidopsis membuktikan bahwa mutan yang tidak bisa ber-fotorespirasi dapat
tumbuh normal pada konsentrasi CO2 2% (mengandung 20000 ppm CO2), namun
tumbuhan tersebut akan mati jika ditumbuhkan pada udara normal (350 ppm CO2).
Pada konsentrasi CO2 rendah menyebabkan penurunan laju reduksi CO2 sehingga
energi yang terpakaipun rendah karena kealpaan fotorespirasi. Akibatnya tumbuhan
mengalami kelebihan energi yang berakibat pada kerusakan dan kematian. Kelebihan
energi pada tumbuhan biasanya juga ditandai dengan meningkatnya pembentukan
oksigen reaktif (radikal bebas) seperti superoksida, oksigen singlet dan peroksida.
Senyawa-senyawa tersebut berpotensi merusak membran sehingga menyebabkan
kerusakan sel tumbuhan.

Mekanisme pemekatan konsentrasi CO2 (CO2 concentrating mechanism)


Kalau pada tumbuhan C3 terjadi inefisiensi karena fotorespirasi hingga rata-
rata 35%, maka ada beberapa jenis tumbuhan yang fotorespirasinya sangat rendah
atau bahkan tidak ber-fotorespirasi sama sekali. Jenis-jenis tumbuhan tersebut juga
melakukan reduksi CO2 dengan bantuan Rubisco. Namun penekanan fotorespirasi
terjadi karena jenis tumbuhan ini mempunyai mekanisme pemekatan konsentrasi
CO2 pada situs aktif dari Rubisco atau dikenal dengan CO2 concentrating
mechanism (CCM), sehingga dapat menekan oksigenasi.
Seperti kita ketahui bahwa karena rasio CO2:O2 yang rendah diudara normal
menyebabkan terjadinya fotorespirasi, maka peningkatan konsentrasi CO2 di dalam
sel akan menekan bahkan meniadakan fotorespirasi sehingga laju fotosinteisi neto
meningkat. Keadaan ini tidak akan terjadi tanpa ada mekanisme khusus yang dapat
meningkatkan konsentrasi CO2 di dalam situs aktif Rubisco. Ada 3 kategori
mekanisme pemekatan CO2 (CCM) yang umum terjadi pada tumbuhan, yaitu:
1. Pemompaan CO2 pada membran plasma dari tumbuhan air (cyanobacteria dan
alga)
2. Mekanisme fiksasi karbon pada fotosintesis C4 (tumbuhan C4)
3. Metabolisme asam cassulaceae (Crassulacean acid metabolism, CAM)

1. CCM pada cyanobacteria dan alga


Alga dan cyanobacteria, memiliki mekanisme pemompaan karbon inorganik
(CO2 dan HCO3-) ke dalam sitoplasma. Pemompaan karbon ini dilakukan oleh
pompa protein yang ada pada membran plasma dengan bantuan energi ATP yang
diperoleh dari reaksi terang. Adanya mekanisme ini menyebabkan peningkatan
konsentrasi CO2 di dalam sitoplasma dari cyanobacteria hingga mencapai 50mM.
Konsentrasi CO2 yang tinggi ini menyebabkan makhluk hidup ini memiliki
fotorespirasi yang sangat rendah dan memiliki tingkat efisiensi fotosintesis yang
tinggi. Penelitian saat ini telah membuktikan adanya gen tunggal yang
menyandikan faktor transkripsi yang mengatur ekspresi dari gen yang
bertanggung jawab terhadap mekanisme pemekatan CO2 pada alga.

2. Fiksasi karbon dan CCM pada tumbuhan C4


Rendahnya fotorespirasi juga terjadi pada jenis tumbuhan C4. Tumbuhan ini
disebut tumbuhan C4 karena dari hasil percobaan dengan menggunakan pelacak
radioaktif diketahui bahwa senyawa pertama yang stabil terbentuk setelah diberi
CO2 radioaktif adalah senyawa berkarbon 4 (asam oksaloasetat). Berbeda dengan
tumbuhan C3 yang melakukan fiksasi karbon hanya melalui siklus Calvin,
tumbuhan C4 selain melakukan siklus Calvin juga memiliki mekanisme
pengikatan CO2 melaui siklus C4. Secara umum tumbuhan C4 seperti jagung,
tebu, sorgum, Echinochloa crusgallii, Cyperus rotondus, Digitaria sanguinalis,
dan Amaranthus sp. memiliki laju fotosintesis yang tinggi. Umumnya jenis-jenis
tumbuhan ini tumbuh di daerah yang panas dan relatif tahan terhadap kekeringan.
Tumbuhan C4 berbeda dari tumbuhan C3 baik secara anatomis maupun
metabolisme fotosintesis. Pada tumbuhan C4, sel-sel seludang pembuluh (bundle
sheath cell, BSC) berkembang dengan baik dan mengandung kloroplas yang
banyak, sementara pada tumbuhan C3 hal itu tidak terjadi (Gambar 5). Adanya
perkembangan yang demikian menyebabkan tumbuhan C4 memiliki struktur yang
disebut Kranz anatomy suatu bentuk karangan sel yang melingkupi jaringan
pembuluh. Selain pada sel seludang pembuluh kloroplas juga terdapat pada sel
mesofil (MC) yaitu jaringan palisade dan bunga karang. Yang menarik adalah
bahwa kedua kelompok sel tersebut (MC dan BSC) memiliki kandungan enzim
pengikat CO2 yang berbeda dimana di dalam sel mesofil enzim yang dominan
adalah PEP-karboksilase, sedangkan Rubisco terdapat di dalam sel seludang
pembuluh.
Karakteristik di atas menyebabkan tumbuhan C4 memiliki mekanisme fiksasi
CO2 yang berbeda dari tumbuhan C3. Fotosintesis tumbuhan C4 terjadi dalam
dua tahapan di dua kelompok sel. Di dalam sel-sel mesofil CO2 diikat oleh enzim
PEP-karboksilase membentuk senyawa berkarbon 4, oksaloasetat yang
kemudian dirubah menjadi asam malat. Selanjutnya asam malat ditransfer dari
sel mesofil (MC) ke dalam sel seludang pembuluh (BSC). Mekanisme ini sering
dikenal sebagai siklus C4. Di dalam sel seludang pembuluh, malat akan berubah
menjadi piruvat dengan melepaskan molekul CO2 yang akan dijadikan sebagai
substrat bagi enzim Rubisco dalam siklus Calvin (Gambar 6). Dengan demikian
reduksi CO2 melalui siklus Calvin terjadi di dalam seludang pembuluh (bundle
sheath cell).

Gambar 5. Penampang daun tumbuhan C4

UDARA
UDARA SEL
SEL MESOFIL
MESOFIL SEL
SELSELUDANG
SELUDANGPEMBULUH
PEMBULUH

Malat /
CO2
RuBP
Aspartat

OAA NADPH COOH Siklus


| PGA Calvin
CO2 HCO3- CH2
| DHAP
CHR
PEP CO2 |
COOH
Pati -- Sukrosa
ATP
Piruvat C3

Gambar 6. Reduksi karbon pada tumbuhan C4 melalui siklus C4 dan siklus


Calvin. PEP: Fosfoenol piruvat; OAA: asam oksaloasetat; PGA:
fosfogliserat; DHAP: dihidroksi aseton fosfat
Melalui siklus C4 sebagaimana tersebut di atas, maka tumbuhan C4 dapat
melakukan mekanisme pemekatan konsentrasi CO2 (CO2 concentrating
mechanism) sehingga konsentrasi CO2 di sel seludang pembuluh sangat tinggi.
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 di sel seludang
pembuluh dari tumbuhan C4 bisa mencapai 10-15 kali lebih tinggi dari CO2 pada
sel mesofil. Itulah sebabnya mengapa tumbuhan C4 memiliki laju fotosintesis
neto yang tinggi, yaitu karena fotorespirasinya sangat rendah. Selain itu CCM
pada tumbuhan C4 juga menyebabkan tumbuhan ini memiliki titik kompensasi
CO2 yang sangat rendah yaitu berkisar antara 0-5 ppm, sedangkan titik
kompensasi pada tumbuhan C3 adalah berkisar pada angka 30 ppm. Titik
kompensasi konsentrasi CO2 adalah konsentrasi CO2 dimana laju fotosintesis neto
bernilai nol, karena nilai fotosintesis kotor sama dengan nilai respirasi. Jika
konsentrasi CO2 dinaikkan di atas titik kompensasi, maka fotosintesis neto
bernilai positif, sedangkan jika [CO2] diturunkan maka nilai fotosintesis neto
menjadi negatif.
Adanya mekanisme ini juga menyebabkan fotosintesis dari tumbuhan C4 tidak
mengalami penurunan yang berarti saat tumbuhan menutup sebagian stomatanya,
sebagai akibat misalnya cekaman kekeringan. Sebaliknya tumbuhan C3 akan
menurun secara drastis laju fotosintesisnya ketika mengalami cekaman
kekeringan, karena ketika stomatanya menutup sebagian, maka fotorespirasi
tumbuhan C3 akan meningkat. Oleh karenanya tumbuhan C4 relatif toleran
terhadap kondisi lingkungan yang panas dan kering.
Karena tingkat efisiensi fotosintesis yang tinggi, menyebabkan banyak para
peneliti tumbuhan saat ini yang berharap dapat mengintroduksi mekanisme CCM
seperti pada tumbuhan C4 ini ke dalam tumbuhan C3. Apalagi setelah pada 5
tahun terakhir ini ditemukan bahwa ada tumbuhan yang dapat melakukan
metabolisme C4 walaupun tidak memiliki Kranz anatomy, misalnya pada
tumbuhan Bienertia cycloptera dari kelompok Cenopodiaceae di daerah hutan di
Asia tengah. Hal ini memperkuat harapan bahwa untuk tumbuhan C4 tidak harus
memiliki Karnz anatomy. Untuk itu banyak penelitian pada tingkat selular yang
diarahkan untuk mengintroduksi metabolisme C4 misalnya dengan meng-over
ekspresi gen penyandi enzim PEP karboksilase di dalam sitoplasma, dan
sebagainya. Mungkinkah di masa mendatang tanaman padi ada yang C4? Kita
tunggu saja kerja para peneliti kita.

3. Mekanisme fiksasi karbon pada tumbuhan CAM


Mekanisme pemekatan konsentrasi CO2 (CCM) juga terjadi pada tumbuhan
yang melakukan metabolisme asam crassulaceae atau dikenal sebagai tumbuhan
CAM (crassulacean acid metabolism). Pada jenis tumbuhan ini siklus C4 dan
siklus Calvin keduanya terjadi namun di dalam sel-sel yang sama yaitu sel mesofil
(MC), hanya waktunya berbeda. Siklus C4 terjadi pada malam hari dan siklus
Calvin terjadi pada siang hari (Gambar 7). Hal ini berkaitan dengan konservasi air
yang dilakukan oleh tumbuhan ini, sehingga tumbuhan tidak membuka
stomatanya pada siang hari, tapi stomata dibuka pada malam hari. Akibatnya
tumbuhan hanya bisa menfiksasi CO2 pada malam hari, yaitu melalui siklus C4
dimana CO2 diikat dengan bantuan enzim PEP karboksilase untuk membentuk
oksaloasetat. Selanjutnya oksaloasetat diubah menjadi malat yang dapat disimpan
di dalam vakuola sel. Sebaliknya pada siang hari saat kloroplas dapat
menghasilkan energi ATP dan NADPH dari reaksi terang asam malat dirombak
menjadi asam piruvat dengan melepas CO2. CO2 yang dihasilkan kemudian dapat
difiksasi oleh Rubisco dalam siklus Calvin. Dengan demikian walaupun
stomatanya menutup (disiang hari) konsentrasi CO2 tetap tinggi karena adanya
perombakan asam malat. Inilah ciri tumbuhan CAM, bahawa pada malam hari
kandungan asam malat di dalam daun sangat tinggi sedangkan pada siang hari
kandungannya rendah (Gambar 7).

MALAM : Stomata Membuka Vakuola


Kloroplas
Asam Malat
Asam Oksalo-
asetat (AOA)

CO2 CO2 HCO3 Pati


PEP
Gula
SEL
SIANG : Stomata Menutup Vakuola
Kloroplas
Asam Malat

Asam CO2 CO2 PGA


Piruvat RuBP

Pati

Gula
SEL

Gambar 7. Fiksasi karbondioksida pada tumbuhan yang memiliki metabolisme asam


crassulaceae (tumbuhan CAM).

Walaupun namanya tumbuhan CAM, bukan berarti hanya berlaku pada


tumbuhan dari kelompok crassulaceae. Beberapa tumbuhan lain juga dikenal
memiliki mekanisme asam crassulaceae seperti kaktus, euphorbiaceae, nenas, vanili,
dan beberapa tumbuhan epifit paku-pakuan.
Tumbuhan CAM memiliki efisiensi penggunaan air yang sangat tinggi. Untuk
memproduksi 1 gram karbon fotosintat, tumbuhan CAM hanya membutuhkan lebih
kurang 50-100 g air. Sementara itu 1 gram karbon itu harus ditebus dengan 400-500
g dan 250-300 g air untuk masing-masing tumbuhan C3 dan C4. Dengan demikian
tumbuhan CAM memiliki kemampuan kompetisi yang sangat baik di daerah yang
kering seperti gurun pasir.

Anda mungkin juga menyukai