Anda di halaman 1dari 24

Judul: Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Genre: Fiksi remaja


Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 16 April 2018
Jumlah Halaman: 264 halaman

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya
jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”

SINOPSIS
Tania menceritakan kisahnya dan mendeskripsikan dirinya sendiri seperti
apa serta bagaimana kehidupannya. Sepeninggal ayahnya, mereka tinggal di rumah
kardus sampai akhirnya Tania dan Dede bertemu dengan malaikat mereka yaitu
Danar di sebuah bus tempat mereka mengamen. Danar begitu baik sehingga
keluarga ini menganggapnya seperti malaikat. Tania sangat mengagumi Danar
karena selain baik, Danar juga memiliki wajah yang menawan.
Setelah mengenal Danar, kehidupan Tania, Dede, dan ibunya berubah yang
awalnya tinggal di rumah kardus, sekarang tinggal di rumah kontrakan yang di
biayai oleh Danar. Tania dan Dede bisa melanjutkan sekolah kembali. Danar dan
Tania pun semakin dekat seperti keluarga, bahkan Danar pun sering mengajak
Tania dan Dede untuk pergi ke toko buku yang terletak di Jalan Margonda Raya,
hingga tempat tersebut menjadi favorit bagi mereka, karena disana mereka bisa
bertukar cerita, melamun, mengkhayal dan menikmati indahnya malam dari
dinding kaca lantai dua toko buku tersebut.
Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin erat. Sampai akhirnya
Danar membawa seorang wanita yang bernama Ratna yang membuat Tania
menjadi kesal. Semenjak itu, Tania mulai mengenal kata cemburu meskipun usia
Tania baru 12 Tahun.
Beberapa bulan kemudian, datanglah satu cobaan besar lagi untuk Tania.
Cobaan yang membangun dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat. Cobaan
tersebut adalah ibunya jatuh sakit dan dokter memvonis bahwa ibunya terkena
kanker paru-paru stadium IV. Akhirnya seminggu sebelum usia Tania yang ke-13
tahun, ibunya meninggal dunia. “Bagaikan Daun yang jatuh tak pernah membenci
angin”, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja tak melawan dan mengiklaskan
semuanya, begitulah semangat yang diberikan Danar kepada Tania.
Setelah sepeninggal ibunya, Tania kecil harus belajar dengan giat agar dapat
meraih kesuksesesan dan mampu menaikkan derajat keluarganya. Hingga akhirnya
Tania mendapat beasiswa ASEAN scholarship untuk melanjutkan
pendidikan junior high school atau SMPnya di Singapura. Tania tumbuh dewasa di
Negeri orang.
Hari demi hari terlewati. Tania tumbuh menjadi gadis yang semakin besar
dan dewasa. Dia terus belajar dengan giat demi mencapai kesuksesan. Tania harus
mengerjakan laporan akhir aktivitas sosial senior high school untuk
kelulusannya. Sebagai penerima beasiswa, Tania harus menulis laporan tentang
permasalahan negara masing-masing. Dia diberikan tiket pulang pergi ke Jakarta,
dan melakukan riset selama dua minggu. Tapi Tania tidak memberitahukan
kepulangannya kepada Danar.
Hingga tiba hari kelulusan Tania di senior high school . Dede, Danar, dan
Ratna ternyata datang ke sekolah Tania. Di hari itu Tania mendapatkan kabar baik,
karena prestasi yang telah diraihnya. Tania di beri kursi kelas terbaik semester
depan di NUS. Sayangnya semua kabar itu tertutup begitu saja pada saat Danar
memutuskan untuk menikah dengan Ratna. Sejak saat itu, Tania memutuskan
untuk tidak pulang ke Indonesia, lebih tepatnya untuk tidak menghadiri pernikahan
Danar. Tania tidak mau datang karena Tania menganggap Danar mencintainya,
namun realitanya Malaikat itu tak pernah mencintainya. Padahal Tania sudah
berusaha untuk menjadi yang terbaik, menuruti semua perkataannya, dan tumbuh
menjadi gadis yang cantik, cerdas, dan dewasa.
Pelan-pelan Tania menunjukkan perubahan sifatnya kepada Danar. Tania
seolah menghindari Danar dan tidak mau pulang saat pernikahannya. Hal ini lantas
membuat lelaki jakun itu gelisah. Lalu Ratna memutuskan untuk pergi ke
Singapura membujuk Tania agar bisa pulang dihari pernikahannya. Tetapi
usahanya pun sia-sia.
Setelah pernikahan itu terjadi, Tania maupun Danar tidak pernah
menghubungi satu sama lain. Agar tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan
berlarut dalam kesedihan, Tania selalu aktif bekerja, baik mengikuti organisasi
sampai membuka sebuah toko kue.  
Beberapa bulan kemudian, Tania mendapat kesempatan untuk berlibur.
Tania memutuskan untuk berpulang kampung secara diam-diam. Meskipun Tania
merahasiakan kepulangannya kepada Danar, namun entah kenapa Danar
mengetahuinya. Pada saat Tania berziarah ke pemakaman Ibunya, Dede, Danar,
Ratna, dan Adi (salah satu teman Tania sejak ASEAN scholarship dulu) juga pergi
ke ziarah makam ibu Tania. Pada saat di pemakaman Dede mengatakan “ Ibu pergi
bukan karena tidak sayang lagi pada Dede. Ibu pergi untuk mengajarkan sesuatu.”
Dia mengerti sekarang bahwa hidup itu harus menerima, mengerti dan memahami.
Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang.
Setelah menghabiskan waktu liburannya di Indonesia, Tania harus kembali
ke Singapura untuk melanjutkan kuliahnya. Akhirnya Tania lulus kuliah sesuai
jadwal, dengan nilai yang baik dan saat hari wisuda tiba, dia hanya sendiri tanpa di
dampingi Dede, Danar, ataupun Ratna. Saat itu, tiba-tiba Ratna memberitahu Tania
lewat chatingan bahwasannya ada keganjilan dari Danar selama enam bulan
terakhir ini yang jarang berbincang dengannya, Danar lebih banyak diam dan
sering pulang larut malam.
Akhirnya Tania memutuskan untuk pulang ke Indonesia menanyakan secara
langsung kepada Danar apa yang sedang terjadi sebenarnya. Namun sebelum Tania
bertanya kepada Danar, Dede menceritakan semua yang ia tahu selama ini kepada
Tania, bahwa Danar juga memiliki perasaan yang sama seperi Tania. Danar
menuliskan perasaannya dalam novel “Cinta Pohon Linden” yang tidak pernah
selesai ia tulis. Perbedaan usia yang cukup jauh membuat Danar merasa tidak
pantas mencintai Tania. Tidak seharusnya ia mencintai gadis kecil seperti Tania.
Lalu Tania memutuskan untuk menemui Danar di bawah Pohon Linden dan
menanyakan perasaan dia kepadanya. Tania memberi tahu Danar tentang perasaan
Tania kepadanya. Setelah memberitahukan hal tersebut, mereka sama-sama tahu
perasaan masing-masing, namun semua sudah terlambat. Biar bagaimanapun,
Danar telah menikah dengan Ratna. Akhirnya Tania kembali ke Singapura dan
memutuskan untuk meninggalkan semua cerita cintanya dan tidak akan kembali
lagi.

                                        UNSUR INTRINSIK
Unsur intrinsik adalah unsur utama yang membangun cerita dari dalam. Unsur
intrinsik meliputi :
A.    Tema        :
Tema ialah ide/ inti persoalan utama dalam novel. Tema berisikan gambaran
luas tentang kisah yang akan diangkat sebagai cerita dalam novel. Sedangkan tema
dalam novel ini yaitu cinta yang tak harus memiliki, karena novel ini menceitakan
tentang seorang anak yang mencintai pria sedangkan pria tersebut sudah memiliki
istri. Namun hubungan antara anak dan pria tersebut tetap berjalan dengan baik
B.     Alur :
Alur ialah rangkaian peristiwa dalam cerita dari awal sampai akhir cerita. Alur
terdiri dari 3 macam yaitu :
1.      Alur maju : rangkaian peristiwa diutarakan secara urut mulai awal sampai akhir
cerita
2.      Alur mundur          : peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan
terlebih dahulu, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui
kenangan/masa lalu salah satu tokoh
3.      Alur Campuran : peristiwa-peristiwa pokok diutarakan. Dalam pengutararaan
peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang peristiwa-peristiwa yang
lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami oleh tokoh utama) lagi.
Sedangkan  alur dalam novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
ini termasuk alur campuran,karena pada awal cerita alur yang digunakan adalah
alur mundur kemudian pada akhir cerita menjadi campuran. Dalam novel ini
ceritanya sering mengkisahkan cerita sorot-balik/flash-back.
Cerita dalam novel ini adalah seorang perempuan bernama Tania yang sedang
berada di lantai dua toko buku terbesar di kotanya yang akan menemui Danar
seorang malaikat yang Tania cinta di rumah kardus tempat selama tiga tahun dulu
ia merasakan kehidupan yang miskin dan merasakan kehidupan yang
menyesakkan. Sebelum Tania menemui Danar, Tania menceritakan masa lalunya,
kisahnya, pengalamannya sendiri, mengapa pada saat itu Tania berada dilantai dua
toko buku dan akan menemui Danar. Menceritakan awal kemiskinan dan
kehidupan yang menyesakkan, kemudian menceritakan awal pertemuan dengan
Danar, menceritakan bagaimana perasaannya tumbuh subur kepada Danar,
menceritakan tentang pendidikannya, cinta yang terpendam, dan semuanya kisah
masa lalu diceritakannya malam itu sebelum Tania menemui Danar untuk
menanyakan tentang semua hal yang tak pernah Tania mengerti
  Peristiwa/tahap awal (perkenalan)
Peristiwa itu terjadi ketika Tania dan Dede sedang mengamen di atas bus kota.
Tiba-tiba  telapak kaki Tania tertusuk paku payung. Kemudian dengan muka yang
amat menyenangkan Danar menolong Tania, mencabut paku payung yang
menancap pada telapak kakinya dengan penuh kehangatan.  Danar membersihkan
darah yang bercucuan dengan ujung sapu tangan yang dikeluarkan dari saku
celananya. Ia juga memberikan uang sepuluh ribuan kepada Tania dan Dede
menyarankan untuk membeli obat merah.
“Namun, baru setengah jalan. Oh, Ibu, ada paku payung tergeletak di tengah-
tengah bus. Aku tak tahu bagaimana paku payung tersebut ada di situ. Bagian
tajamnya menghdap ke atas begitu saja, dan tanpa ampun seketika menghujam
kakiku yang sehelai pun tak beralas saat melewatinya.” (Hal. 22)
“Jangan ditekan-tekan,” dia menegurku yang justru panik mencet-mencet telapak
kaki.” (Hal. 23)
“Dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan
saputangan dari saku celana. Meraih kaki kecilku yang kototr dan hitam karena
bekas jalanan. Hati-hati membersihkannya dengan ujung sapu tangan. Kemudian
membungkusnya perlahan-lahan. Aku terkesima, lebih karena menatap betapa
putih dan bersihnya saputangan itu.” (Hal. 23-24)
“Saat kami akan turun, dia memberikan selembar uang sepuluh ribuan, “Untuk
beli obat merah.”
Saat pertemuan di bus itulah semua berawal, semua permasalahan kehidupan dan
permasalahan hati itu berawal, cerita yang takkan pernah usai. Dengan seorang
malaikat penolong keluarga Tania. Perasaan yang tak pernah terungkapkan,
perasaan terhadap seseorang dengan usia terlampau jauh 14 tahun. Semua kebaikan
dan pertolongan Danar kepada Tania, Dede, dan Ibu membuat Tania merasa
kagum terhadap Danar. Seorang pria yang mempunyai hati seperti malaikat itulah
yang membuat perasaan Tania dari rasa kagum menjadi cinta. Perasaan itu tumbuh
begitu saja.
  Konflik
Ketika Danar mengajak teman wanitanya, Ratna. Dan memperkenalkan wanita
itu kepada Tania, Dede, dan Ibu. Semenjak perkenalan itulah konflik itu perlahan
muncul, Tania merasa diabaikan, tersisihkan, karena kehadiran “cewek artis” itu.
“siang itu dia mengajak teman wanitanya. Namanya Ratna. Aku memanggilnya
“Kak Ratna”, karena teman wanitanya tersebut memnintanya demikian, “Panggil
saka Kak Ratna ya, Tania!” (Hal. 39)
“sepanjang kami di Dunia Fantasi, Kak Ratna selalu berdiri di sebelahnya.
Berjalan bersisian, bergandengan tangan. Mesra.” (Hal. 39)
“seketika hati kecilku tidak terima. Sakit hati! Bukankah selama ini kalau kami
pergi entah ke mana, akulah yang lengannya didenggam? Akulah yang pundaknya
dipegang? Akulah yang kepalanya diusap? Itu jelas-jelas posisiku!.” (Hal. 39)
Kemudian musibah lain menimpa mereka, Ibu meninggal dikarena penyakit yang
dideritanya. Seketika Tania dan Dede merasa sangat kehilangan. Dulu ayah yang
meninggalkan mereka, sekarang Ibu pun meninggalkan mereka. Semua itu sangat
menyesakkan, Ibu meninggalkan Tania yang masih berusia tiga belas tahun dan
dede yang berusia delapan tahun. Seharusnya pada masa-masa seperti itulah
mereka membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua dan juga
janji masa depan yang indah. Namun Tania dan Dede mampu melewatinya,
mereka tidak pernah membenci takdir Tuhan, sama seperti daun yang tidak
membenci angin.
“Aku tak tahu apa maksudnya. Karena sekejap kemudian Ibu sudah jatuh
tertidur.” (Hal. 60-61)
“Aku tidak percaya angaka tiga belas membawa sial, takdir, sore itu Ibuku
meninggal. Pergi selama-lamanya dari kami.” (Hal. 61)
  Klimaks
Pada saat graduation day hari kelulusan Tania, tiba-tiba Danar datang dan
menyaksikan kelulusan Tania yang dicintainya. Namun Danar tidak sendiri, dia
datang bersama Ratna, pacarnya. Kemudian Danar dan Ratna memberitahukan
kepada Tania bahwa mereka memutuskan untuk menikah tiga bulan lagi, dan itu
membuat Tania kaget dan benar-benar tidak terima atas kenyataan itu.
“Kami akan menikah, Tania!” Dia tersenyum. Kak Ratna mesra memegang
tangannya. Ikut tersenyum. Menatap bahagia. Aku tersedak. Buru-buru mengambil
gelas air putih di hadapanku” (Hal. 131)
Setelah mendengar kabar yang sangat menyesakkan itu Tania tidak akan pulang,
tidak akan datang ke acara pernikahan Danar dan Ratna. Karena Tania sangat
membenci pernikahan mereka. Bagaimana bisa Tania menyaksikan seseorang yang
sangat dicintainya mengucapkan ijab qobul untuk wanita lain? Dan
ketidakpulangan Tania untuk menghadiri acara pernikahan Danar dan Ratna
berpengaruh sangat besar. Meski Dede, Danar, dan Ratna selalu membujuk Tania
untuk pulang meski hanya sehari saja, Tania tetap tidak akan merubah
keputusannya. Tania tidak akan pulang, tepatnya Tania tidak mau menghadiri
pernikahan itu.
“Urusan pulang atau tidaknya aku menjadi masalah besar. Dua minggu sebelum
pernikahan, aku menabuh gendering perang: aku tidak akan pulang. Dia dan Kak
Ratna berkali-kalikirim e-mail atau chating bertanya, aku hanya menjawab
pendek. Tania sibuk. Maaf tak bisa pulang. (Hal. 140-141)
Selama persiapan menjelang pernikahan Danar dan Ratna Dede selalu mengabari
Tania lewat e-mail/chating tentang semua persiapan pernikahan mereka sambil
bertanya apakah kakak tercintanya akan pulang atau tidak. Tania tetap pada
keputusannya, tidak akan pulang.
Bahkan seminggu sebelum pernikahan itu berlangsung Danar menelpon Tania
untuk memastikan Tania untuk pulang menghadiri acara pernikahan dengan wanita
yang tidak pernah Danar cintai. Dalam telepon itu pun Danar berusaha keras
membujuk Tania untuk pulang sampai terdengar suaranya paruh seperti menahan
tangis. Menarik napas dalam-dalam, mengeluh atas keputusan Tania. Namun
Danar tetap optimis dan berharap Tania memikirkan kembali dan memutuskan
untuk pulang. Sepanjang telpon itu Tania pun sama mendesis menahan tangis,
menahan rasa yang tak tertahankan. Berulang kali menyeka air mata, berusaha tak
menampakkan kesedihannya lewat suara pada telepon. Kedua insan itu sama-sama
menahan rasa yang tak tertahankan, berusaha menahan rasa pertanyaan yang tak
pernah terjawabkan.
Pada hari itu, pernikahan pun berlangsung seperti biasanya penikahan. Danar
mengucapkan ijab qobul dan Ratna tersenyum bahagia. Meski tanpa kehadiran
Tania. Namun ada yang ganjil pada perilaku Danar yang bahkan sangat membuat
Dede tak mengerti dengannya.
Rumah tangga Danar dan Ratna pun berjalan dengan baik, mereka tinggal satu
rumah, Dede, Danar, dan Ratna. Tania pun mengetahuinya dari Dede, dan Tania
pun semakin berkeras kepala untuk tidak pernah pulang. Namun beberapa bulan
kemudian Danar dan Ratna memutuskan utnuk mengontrak rumah lagi,
membiarkan Dede di rumah sendirian. Dan beberapa bulan kemudian tiba-tiba
Ratna menceritakan kalutnya dalam rumah tangga mereka kepada Tania melalui e-
mail, Tania benar-benar terkejut atas pengakuan Ratna dan Tania pun bingung
entah apa yang harus dia lakukan. Tania benar-benar tidak mengerti kenapa pria
sebijaksana dan yang mempunyai hati malaikat bisa melakukan hal seperti itu,
membuat istrinya menangis, selalu pulang larut malam, dan berperilaku tidak
selayaknya kepada soerang istri, Ratna. Dan Ratna akhirnya memutuskan untuk
pulang ke rumah orang tuanya membiarkan Danar sendirian untuk sementara.
Semua e-mail yang Ratna kirimkan kepada Tania, semuanya terasa begitu
menyesakkan bagi Tania. Timbul beberapa pertanyaan, mengapa, mengapa, dan
mengapa? Kemudian Tania memutuskan untuk pulang membantu rumah tangga
kakak yang dulu pernah dicintainya, Danar. Setidaknya Tania mengetahui apa
yang terjadi pada rumah tangga kakaknya, malaikat yang telah merubah
kehidupannya, yang selalu menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Tania pun tiba di kota yang sangat memberikan kesan kepadanya. Akhirnya
Tania pun begegas untuk segera menemui Danar di tempat rumah kardusnya dulu,
dan menemukan Danar terpekur di bawah pohon linden. Dan mereka pun saling
mengungkapkan perasaannya, namun yang lebih tepat Tanialah yang
mengutarakan semua tentang perasaan mereka. Semuanya benar-benar di luar
kendali, Tania menangis mendesah tak tertahankan sedangkan Danar hanya diam
dan mengelak. Nada bicara Tania pun semakin menjadi, setelah sekian lama ia
memendam rasa yang menguap di dasar hati, kini Tania mengungkapkannya tepat
di depan rumah kardus tempat dulu ia miskin merasakan getirnya kehidupan, di
bawah pohon linden saksi atas semua saksi. Bertanya, mengungkapkan, dan
meminta pertanggung jawaban atas semua hati yang bersemai di dalam hatinya,
perasaan yang terpendam tak bisa saling memiliki, perasaan yang membuat kalut
semua kehidupan, perasaan yang membutnya seperti sehelai daun yang luruh ke
bumi,sehelai daun yang takkan pernah membenci angin meski terenggut dari
tangkai pohonnya.
“Kau membunuh setiap pucuk perasaan itu. Tumbuh satu langsung kau pangkas.
Besemai satu langsung kau injak. Menyeruaksatu langsung kau cabut tanpa
ampun. Kau tak pernah memberikan kesempatan. Karena itu tak mungkin bagimu?
Kau malu mengakuina walau sedang sendiri? Bagaimana mungkin kau mencintai
gadis kecil ingusan? Pertanyaan itu selalu mengganggumu” (Hal. 250)
“Tetapi mengapa kau tak pernah mengakuinya? Mengapa? Saat sweet seventeen,
liontin itu mengatakan segalanya. Tetapi mengapa harus sekarang aku tahu
bahwa liontin itu istimewa? Apakah kau terlanjur mengganggapku seperti adik?
Kau merasa berdosa mencintai adik sendiri? Atau kau membenci dirimu sendiri
karena mencintaiku?” (Hal. 150-151)
Pada saat itu lah konflik itu meninggi, Tania memaparkan semua tentang
perhatian, kasih sayang, hadiah liontin, novel karangan Danar, yang semuanya
terlihat bahwa Danar pun mencintai Tania. Lagi, Danar hanya diam. Membuat
keadaan semakin keruh.
  Penyelesaian
Ketika Tania tahu bahwa Ratna kini sedang hamil empat bulan, dan
memberitahukannya kepada Danar, Tania pun berbesar hati untuk menerima
semua itu, Ratna dan bayi yang dikandungnya pasti lebih membutuhkan Danar,
Tania memutuskan untuk kembali lagi ke Singapura, mencoba menemukan
kehidupan yang lebih baik lagi sesuai nasihat sahabat tebaiknya Anne.
Meninggalkan Dede sendiri, meninggalkan pusara Ibu, meninggalkan Ratna dan
bayinya, juga meninggalkan Danar. Dan Tania tidak akan pernah kembali lagi ke
Indonesia.
“esok lusa mungkin aku akan menemukan pilihan rasional seperti yang pernah
dikatkan Anne. Yang pasti itubukan Jhony Chan. Aku tak akan penah kembali lagi.
Maafkan aku, Ibu. Aku tak sempat mampirdi pusaramu. Ibu memang tahu
segalanya” (Hal. 256)
C.    Latar        :
Latar/ setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi pelaku dalam
sebuah cerita. Latar dibagi 3 jenis, yaitu :
1.      Latar tempat            : latar dimana pelaku berada atau cerita terjadi. Contoh : di
sekolah, di kota, di ruangan, dll
2.      Latar waktu : kapan cerita itu terjadi. Contoh : pagi, siang,malam, kemarin, dll
3.      Latar suasana : dalam keadaan dimana cerita terjadi. Contoh : sedih, gembira,
dingin, damai, sepi dll)
Berikut adalah latar dalam novel ini :
1.      Latar Tempat :
  Rumah Kardus Tania
Terbukti pada kutipan “dan akhirnya sampailah kami kepada pilihan rumah
kardus.” (Hal. 30)
  Toko buku
Terbukti pada kutipan “Dinding tembok toko buku ini” (Hal. 8)
  Halte
Terbukti pada kutipan “Sudah empat lagu, bus hampir tiba di tujuan akhirnya”
(Hal. 22)
  Dunia Fantasi (taman bermain)
Terbukti pada kutipan “aku, ibu, dan adikku pergi ke Dunia Fantasi” (Hal. 39)
  Rumah sakit
Terbukti pada kutipan “menyuruh kami mandi di kamar mandi rumah sakit.” (Hal.
57)
  Tempat pemakaman Ibu Tania
Terbukti pada kutipan “Aku tersenyum sambil bersibak, agar mereka berdua bisa
merapat ke pusara ibu.” (Hal. 195)
  Lingkungan rumah kardus Tania
Terbukti pada kutipan “Aku, adikku, dan Ibu sering duduk dibawah rumah kardus
kami, menatap pohon yang mekar tersebut dibawah bulan purnama, seperti malam
ini.” (Hal. 232)
  Toko buku favorit Danar
Terbukti pada kutipan “Lantai dua toko buku terbesar kota ini. Sudah setengah
jam lebih aku terpekur berdiam diri disini. Mengenang semua kejadian itu.
Mengenangnya.” (Hal. 104)
  Kontrakan Danar
Terbukti pada kutipan “Sehari setelah ibu meninggal, aku dan adikku pindah ke
kontrakannya.” (Hal. 67)
  Kelas mendongeng milik Danar
Terbukti pada kutipan “..melainkan karena setiap hari Minggu dia membuka kelas
mendongeng di rumahnya..” (Hal. 37)
  Bandara
Terbukti pada kutipan “Ketika tiba di bandara, dia dan Dede sudah menjemputku
di lobbi kedatangan luar negeri.” (Hal. 78)
  Bandara Changi
Terbukti pada kutipan “Pukul 15.00 aku mengantar mereka ke Bandara Changi”
(Hal. 102)
  Chinatown
Terbukti pada kutipan “Kami makan malam di Chinatown” (Hal. 98)
  NUS (National University of Singapore):
Terbukti pada kutipan “Aku mengajaknya jalan-jalan di Kampus National
University of Singapore (NUS)” (Hal. 100)
  Toko buku terbesar di Singapura:
Terbukti pada kutipan “buktinya, saat Dede ingin membeli buku-buku di salah
satu toko buku terbesar di Singapura, ia hanya mengangguk, mengiyakan.” (Hal.
96)
  Auditorium tempat graduation Tania:
Terbukti pada kutipan “ketika aku keluar dari ruangan auditorium, dia memelukku
erat-erat.” (Hal.129)
  kelas mendongeng yang didirikan Tania:
Terbukti pada kutipan “esok paginya saat hari Minggu, setengah hari dihabiskan
di kelas mendongeng. Kami (aku dan Anne) menggunakan salah satu gudang di
bangunan flat. Menyingkirkan semua barang yang tidak perlu menyulapnya
menjadi kelas mendongeng yang nyaman.” (Hal. 176)
2.      Latar waktu
  Pagi hari
Terbukti pada kutipan “Besok pagi-pagi, ibu mengganti perban itu dengan lap
dapur, saputangan itu dicuci.” (Hal. 24)
  Siang hari
Terbukti pada kutipan “Kami makan siang di kantin mahasiswa.” (Hal. 101)
  Sore hari
Terbukti pada kutipan “Aku ingat sekali, sore hari Minggu itu seperti biasa aku
dan adikku pulang lebih lama dibandingkan anak-anak lain.” (Hal.38)
  Malam hari
Terbukti pada kutipan “malam-malam duduk didepan kontrakan berlalu
percuma.” (Hal. 37)
3.      Latar suasana
  Menyenangkan
Terbukti pada kutipan “Pesta sweet seventeen-ku hanya seperti itu. (meski bagiku
itulah pesta terbaik selama ini)” (Hal. 95)
  Menyedihkan
Terbukti pada kutipan Terbukti pada kutipan “Kak.. kenapa Ibu dibungkus?” aku
hanya menggeleng lemah. Usianya delapan tahun, dan ia belum mengerti benar
tentang kata “kematian”” (Hal. 62)
  Mengharukan
Terbukti pada kutipan “Tahukah kau. Danar tadi sempat berkaca-kaca mendengar
pidatomu.” (Hal. 130)
  Mengagetkan
Terbukti pada kutipan “Mukaku memang terlanjur memerah. Semua ini
mengejutkan.” (Hal. 131)
D.    Tokoh
Tokoh ialah individu rekaan pada sebuah cerita sebagai pelaku yang mengalami
peristiwa dalam cerita. Tokoh dibedakan menjadi 3 :
1.       Tokoh protagonist : tokoh yang memperjuangkan kebenaran dan kejujuran,
serta memiliki watak yang baik.
2.      Tokoh antagonis         : tokoh yang melawan kebenaran dan kejujuran, serta
memilki watak yang jelek.
3.      Tokoh tritagonis : tokoh pembantu/penengah dalam cerita baik untuk tokoh
protagonis dan antagonis.
Sedangkan dalam novel ini tidak terdapat tokoh antagonis, tokoh yang
digambarkan di dalam novel ini merupakan tokoh protagonis dan tokoh tritagonis.
Tokoh protagonis tersebut yaitu :
         Tania
         Danar
         Dede
         Ibu
         Ratna
         Miranti
         Adi
         Jhony Chan
Sedangkan tokoh tritagonis dalam novel ini yaitu :
         Anne
         Ibu-ibu gendut
         Penjaga toko
E.     Penokohan           :
Penokohan ialah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita
sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh tersebut. Penokohan dapat
digambarkan melalui teknik analitik dan teknik dramatik. Teknik analitik yaitu
cara pengarang menggambarkan tokoh-tokohnya secara langsung. Teknik dramatik
yaitu cara pengarang menggambarkan tokoh-tokohnya dengan tidak langsung.
Sedangkan penokohan dalam novel ini ialah penokohan dengan teknik dramatik
yang disampaikan melalui pikiran tokoh, percakapan tokoh atau tingkah laku
tokoh.
Berikut adalah karakteristik tokoh dalam novel ini.
1.      Tania
  Rajin
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Aku dan Dede harus kembali “bekerja”, meskipun dengan kaki pincang”
(Hal.24)
“lantas dengan penerangan lampu teplok yang kerlap-kerlip ditiup angin, aku
belajar. Belajar hingga larut malam” (Hal. 33)
  Pintar
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“saat kenaikan kelas, guru-guru di sekolah memutuskan untuk langsung
menaikkanku ke kelas enam. Loncat setahun.  Kata mereka, aku “terlalu pintar”
(Hal. 43)
“Aku lulus urutan kedua dari seluruh siswa di sekolah. Nomor satu untuk dua
puluh dua penerima ASEAN Scholarship seluruh Negara. Hasil yang hamper
sempurna. Janji yang selalu kupegang. Aku akan belajar sebaik mungkin” (Hal.
77)
  Tegar
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“bagian inilah yang tak pernah aku diskusikan di internet. Perasaanku. Maka
selama tiga thaun itu, aku memendam semuanya dalam-dalam” (Hal.78)
  Egois dan keras kepala
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“dua minggu sebelum pernikahan, aku menabuh genderang perang: aku tidak
akan pulang. Dia dan Kak Ratna berkali-kalikirim e-mail atau chatting bertanya,
aku hanya menjawab pendek. Tania sibuk. Maaf tidak bisa pulang” (Hal. 140-
141)
“Adi yang tahu aku akan pulang ke Jakarta, memutuskan ikut pulang bersama.
Aku happy-happysaja ditemani pulang. Aku bahkan sengaja membawa lebih
banyak koper saat tahu Adi akan ikut” (Hal. 186)
  Konsisten dan mempunyai prinsip
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Semakin sadis. Menambah semakin banyak daftar korban yang berhasil kuhina.
Termasuk cowok-cowok ganjen Singapura dengan tampang Indo-Melayu yang
coba-coba naksir aku. Rasialis? Peduli amat” (Hal. 182)
  Pecemburu
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Aku menghela napas. Benci sekali dengan pembicaraan itu. Menatap Ibu sirik.
Kenapa sih Ibu akrab dengan Kak Ratna?” (Hal. 41)
2.      Danar
  Baik dan ringan tangan
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan
saputangan dari saku celana. Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam bekas
jalanan. Hati-hati membersihkannya dengan ujung saputangan. Kemudian
membungkusnya perlahan-lahan” (Hal. 24)
“Dia rajin seminggu dua kali singgah sebentar di kontrakan baru. Membawakan
makanan, buku-buku untukku, dan  permainan buat adikku” (Hal. 35)
  Perhatian
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Kamu seharusnya pakai sandal” (Hal. 24)
  Tegar
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“dia yatim-piatu sejak bayi (siapa orangtuanya pun tak ada yang tahu). Berjuang
di jalanan untuk meneruskan hidup, sama seperti kamu dulu; mungkin lebih
menyakitkan karena tidak ada yang berbaik hati membantunya. Setapak demi
setapak menancapkan jejak kehidupan. Akhirnya tiba pada jalan baik tersebut.
Sendirian. Aku tahu betapa sulitnya dia harus bersekolah sambil bekerja” (Hal.
148)
  Sopan
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“dia selalu mencium tangan Ibu. Amat hormat pada Ibu” (Hal. 36)
  Penyayang/social/peduli
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
 “setiap Minggu dia membuka kelas mendongeng di rumahnya, di ruangan depan
yang dipenuhi jejeran lemari. Lemari itu penuh buku” (Hal. 37)
  Dewasa 
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Dia menahan napasnya. Mencoba mengendalikan emosinya” (Hal. 56)
3.      Dede
  Polos dan lucu
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“semenjak itulah aku tahu namanya: Danar Danar. Nama yang aneh, itu
komentar Dede. “Nama Oom kok bias dobel begitu?”
  Humoris
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Cantik apanya? Rambut panjang. Kuku panjang. Untung Kak Tania nggak punya
lubang di belakang” Dede tertawa senang” (Hal. 45)
  Amanat/pandai menyimpan rahasia
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Dari siapa?” aku bertanya penasaran kepada Dede. Menyelidik. Adikku pasti
tahu semuanya.” (Hal. 102)
  Pintar
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Dede juga sudah bisa menghafal semua abjad. Bayangkan, hanya dalam waktu
satu hari. Hari pertamanya sekolah. Aku bergumam, bagaimana mungkin adikku
tidak hafal, kalau sepanjang jalan mengamen tadi dia selalu berdengung seperti
lebah menyebutkan satu per satu huruf-huruf tersebut sambil menabuh
kencrengan” (Hal. 34)
4.      Ibu
  Tekun
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Seminggu kemudian Ibu mulai bekerja, menjadi tukang cuci di salah
satu laundry mahasiswa” (Hal 34-35)
  Perhatian
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Ibu sibuk mengingatkanku untuk beranjak tidur. Aku menjawabnya singakat
belum mengantuk. Setengah jam sekali Ibu menyuruh tidur” (Hal. 34)
  Rendah hati
“Nak Danar, rasanya Ibu sulit membayangkan Tania bisa bersekolah di sana. Di
luar negeri. Bersekolah lagi saja sudah syukur” (Hal. 66)
5.      Ratna
  Ramah
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
”Kenapa kalian tidak mengajak Ibu, Kak Ratna, dan Kak Danar naik Bianglala?”
Kak Ratna bertanya sambil tersenyum” (Hal. 42)
  Sabar
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Aku meneriaki Kak Ratna keras sekali. Kak Ratna tidak marah, bahkan berkaca-
kaca matanya” (Hal. 56)
  Perhatian/ringan tangan
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Kak Ratna pagi-pagi datang mengantarkan pakaian ganti. Menyuruh kami mandi
di kamar mandi rumah sakit. Kak Ratna bahkan sibuk membantu Dede berganti
pakaian” (Hal. 57)
6.      Miranti
  Ringan tangan
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Miranti yang dulu membantu Ibu membesarkan usaha kue. Aku tersenyum
senang. Ibu juga pasti senang mendengar kabar ini di surga” (Hal. 99)
  Tidak Sombong
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Miranti baik sekali memutuskan untuk tetap menggunakan nama Ibu di sana
“WH Bakery”, meskipun 100% kepemilikan toko tersebut sudah ditangannya.
Miranti bahkan masih menyisihkan sebagian besar uang untuk Dede” (Hal. 183)
7.      Anne
  Sahabat yang baik
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Anne tahu seluruh ceritanya. Aku memang dekat dengannya. Anne satu-satunya
sahabatku di Singapura. Sahabat yang baik”
  Setia kawan
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Anne juga sedang di sana (Anne selalu menemaniku di hari-hari buruk itu; dia
memang teman yang bisa diandalkan” (Hal. 147)
8.      Adi
  Sabar
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Adi juga bersabar untuk tidak terlalu melangkah jauh. Bersabar menunggu.
Bersabar dengan semua proses” (Hal. 186)
  Berani
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Ketahuilah, Tania, aku bisa mengehentikan hujan ini… Tetapi itu hanya bisa
kulakukan jika aku tidak sedang dengan seseorang yang kucintai…. Dan mala
mini aku sepertinya tidak bisa menghentikannya….” Adi serius menatapku” (Hal.
14)
9.      Jhony Chan
  Pantang menyerah
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Si Jhony Chan itu juga semakin menyebalkan. Dia beberapa kali terang-
terangan mengajakku jalan bareng” (Hal. 108)
10.  Ibu-ibu gendut (Mrs. G)
  Tegas
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Ibu-ibu gendut, orangnya jauh dari asyik. Terlalu banyak mengatur. Spk disiplin
dan pecinta aturan” (Hal. 72)
11.  Penjaga toko buku
  Ramah
Hal tersebut terbukti pada kutipan :
“Karyawan cowok yang tadi menegurku di lantai dua berdiri menunggu angkutan
umum” (Hal. 161)
F.     Sudut Pandang    :
Sudut pandang adalah posisi/kedudukan pengarang dalam membawakan
cerita.
Sudut pandang dibedakan atas :
1.      Sudut pandang orang pertama : pengarang berfungsi sebagai pelaku yang
terlibat langsung dalam cerita, terutama sebagai pelaku utama. Pelaku utamanya
(aku, saya, kata ganti orang pertama jamak : kami, kita)
2.      Sudut pandang orang ketiga : pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan
tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita. Pelaku utamanya (ia, dia,
mereka,kata ganti orang ketiga jamak, nama-nama lain)
Sedangkan dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai
pelaku utama,karena di dalam cerita novel tersebut, pengarang memakai kata aku.
G.      Gaya Bahasa       :
Gaya bahasa adalah cara bagaimana pengarang cerita mengungkapkan isi
pemikirannya lewat bahasa-bahasa yang khas dalam uraian ceritanya sehingga
dapat menimbulkan kesan tertentu.
Sedangkan dalam novel ini, macam-macam gaya bahasa tersebut adalah
  Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut :
“Demi untuk membaca e-mail yang berdarah-darah itu, esoknya aku memutuskan
untuk pulang segera ke Jakarta” (Hal. 230)
  Metafora
Metafora adalah gaya bahasa yang memiliki kata yang bukan arti sebenarnya,
melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut :
“Bagian tajamnya menghadap ke atas, kemudian tanpa ampun menghunjam
kakiku yang sehelai pun aku tak beralas saat melewatinya.” (Hal. 22)
  Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang memberikan sifat-sifat manusia pada
benda mati.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut :
“Menuju ke tempat rumah kardus ini kami dulu berdiri kokoh dihajar derasnya
huja, ditimpa terik matahari.” (Hal. 231)
“Hujan deras turun telah membungkus kota ini” (Hal. 13)
  Asosiasi
Gaya bahasa asosiasi adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya
berbeda, tapi dianggap sama.
Dalam novel ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut :
“Mobil beringsut seperti keong” (Hal. 65)
H.    Amanat    :
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca
berupa nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan contoh atau teladan.
Sedangkan amanat yang terkandung dalam novel ini adalah :
  Tidak semua yang kita inginkan dapat tercapai jadi kita tidak boleh memaksakan
kehendak.
  Kita tidak boleh menyerah begitu saja dengan apa yang kita inginkan, percayalah
apa yang kita lakukan pasti ada manfaatnya.
  Segala sesuatu sudah ada yang mengatur, yang perlu kita lakukan hanyalah
berusaha dan berdoa agar semua menjadi baik.
  Setiap manusia pasti pernah merasakan kehilangan dan itu sangat menyakitkan, cara
satu-satunya adalah mengikhlaskan.
  Cinta tak dapat datang dan pergi begitu saja, tetapi memberikan pelajaran bagi kita
untuk bagaimana mempertahankan.
  Apapun yang kita alami, jangan pernah menyalahkan keadaan

Anda mungkin juga menyukai