Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FUNGSI DAN SERVIS HUTAN HUJAN TROPIS

PAPUA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Tropik

Dosen Pengampu:

Dr. Dwi Nugroho Wibowo, M.Si

Disusun Oleh :

Nama : 1) Andree Satrio (P2A019001)


: 2) Wahyu Wira (P2A01900)

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan hujan tropis adalah hutan alam yang terletak pada garis lintang utara 23°27"
dan lintang selatan 23°27", serta berada pada daerah yang beriklim tropis, seperti pada
wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia bagian Utara, Kepulauan Pasifik,
Amerika Tengah, sebagian besar wilayah Amerika Selatan dan sebagian besar wilayah
Afrika. Luas daerah tropis didunia adalah 30% dari keseluruhan wilayah di dunia.
Hutan hujan tropika memiliki vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis
makhluk hidup yang terdapat didalamnya, maupun oleh tingginya nilai sumberdaya
lahan yang dimilikinya, seperti tanah, udara dan air. Hutan dataran rendah ini
didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis, rapat, dan hijau
sepanjang tahun.
Hutan hujan tropis adalah tipe hutan di kawasan tropis yang selalu diguyur hujan
sepanjang tahun. Tingkat curah hujan kawasan ini cukup tinggi, lebih dari 1200 mm per
tahun. Hutan ini memiliki musim kering yang pendek, bahkan di beberapa
tempat hampir tidak pernah mengalami musim kering. Mungkin karena hal tersebut,
tipe hutan ini sering disebut hutan everwet (selalu basah) atau evergreen (selalu hijau).
Hutan hujan tropis juga dikenal sebagai paru-paru dunia. Diperkirakan sekitar 40%
produksi oksigen dunia dihasilkan dari tempat ini. Hutan ini juga merupakan
penyimpan cadangan karbon dunia. Setiap kerusakan yang terjadi di hutan ini
menyebabkan berdampak serius terhadap perubahan iklim global.
 Persebaran hutan hujan tropis di Indonesia dibagi menjadi 3 wilayah persebaran
yaitu hutan hujan tropis wilayah barat, hutan hujan tropis wilayah timur, dan hutan
hujan tropis wilayah peralihan.Setiap wilayah memiliki perbedaan dan karakteristik
tertentu dengan wilayah yang lainnya. Persebaran hutan hujan tropis di Indonesia
dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu :
1. Hutan hujan tropis wilayah barat
Wilayah barat ini mencangkup Pulau Kalimantan, Pulau Sumatra, dan Pulau Jawa.
2. Hutan hujan tropis wilayah timur
Kawasan yang termasuk hutan hujan tropis di wilayah timur yaitu Pulau-pulau yang
pernah tergabung dengan benua Australia yaitu antara lain Papua dan Maluku
3. Hutan hujan tropis wilayah peralihan
Wilayah ini merupakan perpaduan dari dua kawasan lainnya yaitu wilayah barat
yang mendapat pengaruh dari Asia dan wilayah timur yang dipengaruhi Australia.
Pada makalah ini, akan membahas tentang hutan hujan tropis timur khususnya di
Papua.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Bagaimana fungsi hutan hujan tropis Papua?
2. Bagaimana servis hutan hujan tropis Papua?
C. Tujuan
Tujuan pada makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Mengetahui fungsi hutan hujan tropis Papua
2. Mengetahui servis hutan hujan tropis Papua

II. PEMBAHASAN

A. Hutan Hujan Tropis Papua


Hutan hujan tropis Papua merupakan salah satu formasi hutan hujan tropis
Indomalaya yang kaya akan jenis, genera dan famili yang khas dan tidak dijumpai di
daerah lain di Indonesia. Jumlah flora Papua diperkirakan 20.000 – 25.000 jenis (Jhons,
1997) dengan 1.465 marga dan paling sedikit 142 marga bersifat endemik, dimana 50% –
90% merupakan jenis endemik baik endemik dalam skala terbatas maupun luas (De
Fretes, 2000).
Menurut Primak (1998), Keragaman flora yang terdapat pada suatu daerah
dipengaruhi oleh faktor biogeografi pulau yang khas serta faktor-faktor fisik lainnya,
misalnya ketinggian tempat, curah hujan serta garis lintang dan jauh dekatnya suatu
daerah atau pulau dari pulau lainnya. Menurut Hope (1982), yang dikutip oleh Petocz
(1987), hutan Papua kaya akan jenis, genera (marga) dan famili yang bersifat khas,
namun masih sedikit yang diketahui manfaatnya bagi masyarakat Papua, baik sebagai
bahan makanan, industri maupun obat-obatan.
Menurut Van Bolgooy (1976) dalam Petocz (1987), bahwa tipe hutan Papua
mengandung banyak jenis flora yang dapat dijadikan tanaman berguna bagi manusia.
Namun sampai saat ini Kekayaan flora tersebut belum diketahui dengan pasti, dikenal
dan diketahui informasi botani, biologis dan penyebarannya. Demikian pula pemanfaatan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat masih dalam skala kecil dan bersifat
tradisional.
B. Keanekaragaman Flora di Hutan Hujan Tropis Papua
Sejarah Geologi pembentukan Pulau Papua yang rumit serta pengaruh ciri fisiografi
mengakibatkan Tanah Papua memiliki lingkungan habitat dengan zona-zona vegetasi
terlengkap di Asia-Pasifik mulai dari daerah pantai hingga alpin. Karena adanya
pengaruh adaptasi, mengakibatkan flora Papua memiliki karakter-karakter yang sangat
unik, keadaan ini telah menciptakan kekayaan flora yang sangat tinggi di Tanah Papua
Menurut Pigram dan Davis (1987), faktor penyebab utama tingginya keragaman
hayati dan endemisitas flora dan fauna di Papua adalah sejarah pembentukan pulau
tersebut. Pulau New Guinea memiliki 32 lempengan tektonik, setiap lempengan
memiliki karakteristik khusus sehingga mempengaruhi jenis flora yang hadir diatasnya.
Selain itu wilayah geografis Papua yang berbentuk pulau menyebabkan daerah ini
memiliki keragaman jenis flora yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia karena
adanya isolasi geografi berupa jarak (hamparan dataran), gunung dan laut yang cukup
luas. Keragaman jenis flora di Papua juga sangat dipengaruhi oleh faktor biogeografi
pulau yang khas serta faktor-faktor fisik lainnya.
Secara umum lingkungan flora Tanah Papua dikenal dengan sebutan ”Papuasia”.
Beberapa ahli yang berpendapat mengenai kekayaan flora di Hutan Tropis Papua adalah:
1. Paijsman (1976), marga Angiospermae sebanyak 1.465 telah tercatat di Pulau
Papua, dengan perkiraan 9.000 spesies
2. Hope (1978, pemberitaan pribadi) dalam Petocz (1987), jumlah flora di Tanah
Papua diperkirakan 16.000 spesies
3. Womersly (1978) dalam Petocz (1987), keanekaragaman flora seluruh Papuasia
(semua famili) diduga melampaui 20.000 spesies
4. Jhons (1997), Keanekaragaman flora seluruh Papuasia sangat tinggi 20.000-
25.000 spesies.
Berdasarkan tingkat kekayaan relatif dan keendemikan spesies tumbuhan, maka
Papua menempati posisi paling tinggi dibandingkan dengan wilayah biogeografi lainnya.
Berikut ini adalah tabel jumlah flora endemik yang mendiami hutan hujan tropis papua.
Persentase
Wilayah Kekayaan spesies endemik
spesies (%)
Sumatera (Andalas) 820 11
Jawa (Java) 630 5
Kalimantan (Borneo) 900 33
Sulawesi (Celebes) 520 7
Sunda kecil 150 3
Maluku (Moluccas) 380 6
Papua (Papuasia) 1030 55
Sumber : FAO/Mackinnon (1981) dalam Kusmana dan Hikmat 2005
C. Potensi Tumbuhan Endemik di Hutan Hujan Tropis Papua

Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada
suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah spesies bisa disebut endemik jika spesies
tersebut merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu
dan tidak ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara, atau
zona tertentu. Perbedaan yang harus diperhatikan adalah spesies asli belum tentu spesies
endemik. Namun spesies endemik pastilah spesies asli wilayah tersebut.
1. Tumbuhan Berkayu
Menurut Whitemore, Tantra dan Sutisna (1997), Berdasarkan hasil kompilasi spesimen
dari BO dan BZG, laporan penelitian Badan Litbang Kehutanan, penelusuran monograf,
publikasi ilmiah dan hasil revisi serta masukan dari beberapa ahli taksonomi tumbuhan, di
ketahui bahwa di Tanah Papua untuk tumbuhan berkayu dengan kriteria diameter 10 cm
up dan tinggi lebih dari 5 m, terdapat 86 Famili tumbuhan berkayu yang terdiri dari 359
genus dan 2.323 spesies.
Hasil kompilasi tumbuhan berkayu tingkat pohon tersebut belum lengkap, hal ini
disebabkan karena spesimen yang ada sangat terbatas sehingga untuk beberapa famili
seperti Lauraceae, Myrtaceae, Rubiaceae dan Rutaceae yang merupakan famili dengan
genus dan spesies yang jumlahnya sangat banyak tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Sehingga hasil ini bukanlah hasil akhir dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
dan kemajuan penelitian di bidang taksonomi tumbuhan khususnya tumbuhan berkayu
tingkat pohon.
Berdasarkan hasil kompilasi tersebut, diketahui bahwa jenis tumbuhan berkayu
tingkat pohon yang endemik di Pulau New Guinea atau Tanah Papua (Papua Barat yang
termasuk wilayah Negara Republik Indonesia dan Papua Timur yang termasuk wilayah
Negara Papua New Guinea) adalah 53 famili yang terdiri dari 175 genus dan 1205 spesies.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa penyebaran tumbuhan tidak mengenal batas
negara sehingga untuk tumbuhan berkayu tingkat pohon endemik di New Guinea
dianggap sama untuk wilayah Republik Indonesia dan Papua New Guinea. Hasil ini masih
perlu dibuktikan lagi, namun lambatnya penelitian taksonomi yang disebabkan oleh faktor
pembatas sumberdaya manusia, waktu dan biaya dikhawatirkan akan mengakibatkan
beberapa jenis endemik akan punah sebelum sempat diketahui dan dibuktikan. Beberapa
tumbuhan kayu endemik Papua, yang tumbuh di kawasan yang masuk ke dalam hutan
hujan tropis adalah sebgai berikut :
4

5 6

Gambar 1. Beberapa Jenis Tumbuhan Berkayu Endemik Terbatas dan Luas di Tanah
Papua : 1. Diospyros papuana; 2. Alstonia beatricis; 3. Campthostemon schultzii; 4.
Intsia acuminata; 5. Eucalyptus pelita; 6. Avicennia eucalyptifolia
2. Tumbuhan Non Kayu
Belum banyak Informasi tentang tumbuhan non kayu (non woody plant) endemik
untuk wilayah Tanah Papua. Hal ini disebabkan karena kurangnya penelitian taksonomi
di wilayah ini, khususnya untuk tumbuhan non kayu. Hal ini menyebabkan hanya jenis-
jenis vegetasi non kayu tertentu saya yang telah diketahui dengan baik oleh masyarakat
karena jenis-jenis tersebut sering dimanfaatkan dan bernilai ekonomis.
Secara umum tumbuhan non kayu yang endemik di Papua belum banyak
diketahui. Jenis-jenis yang baru diketahui adalah jenis yang sudah dimanfaatkan secara
budaya oleh masyarakat adat Papua dan jenis-jenis yang dikerjakan oleh ahli taksonomi,
dalam hal ini, jenis-jenis tersebut dapat terungkap karena ahlinya memang ada dan
pernah melakukan penelitian di wilayah Papua. Hasil penelusuran sementara diketahui
bahwa sekitar 120 jenis tumbuhan non kayu adalah jenis endemik di Tanah Papua.
Sama halnya dengan tumbuhan berkayu, jenis-jenis tumbuhan non kayu endemik Tanah
Papua akan berubah seiring dengan laju perkembangan penelitian taksonomi di daerah
ini
Gambar 2. Beberapa Jenis Tumbuhan Non Kayu Endemik Terbatas dan Luas di
Tanah Papua
Keteranagan :
1. Grammatophyllum
speciosum
1 2 3 2. Borassus heineanus
3. Pandanus browsimus
4. Sararanga sinuoas
5. Sommieria leucophylla
6. Mucuna novoguinensis

4 5 6
D. Pemanfaatan Flora
1. Oleh Etnik Papua atau Suku Asmat

Pengetahuan dan pemanfaatan sumberdaya alam tumbuhan oleh masyarakat


tradisional di Papua telah dilakukan secara turun temurun. Pada umumnya dalam lingkup
kehidupan tradisional masyarakat, ketergantungan hidup terhadap sumberdaya alam
tumbuhan yang tersedia tercermin dari berbagai bentuk Budaya dan tatanan adat istiadat
yang kuat. Ketergantungan masyarakat tersebut terlihat dari berbagai usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan mencari tumbuhan untuk sumber
pangan, bahan sandang, bahan bangunan, obat-obatan, perkakas dan lain-lain. Sistem
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tentang alam tumbuh-tumbuhan, merupakan
pengetahuan dasar yang amat penting dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Setelah Papua resmi masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
penelitian etnobotani dilakukan oleh Serpenti pada Tahun 1965 di Pulau Kimam, Lea
Tahun 1965 dan 1966 di Jayapura, Helder Tahun 1971 di Paniai dan sekitarnya, Barth
Tahun 1971 di Wamena dan sekitarnya serta Hatanaka dan Bragge Tahun 1973 di daerah
yang sama.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat 225 jenis tumbuhan hutan
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, 63 jenis diantaranya berupa biji dan
buah-buah hutan. 115 jenis tumbuhan sering dimanfaatkan untuk ritual, 39 jenis
dimanfaatkan untuk pembuatan perahu dan rakit, 26 jenis dimanfaatkan sebagai obat
luka, 8 jenis dimanfaatkan sebagai obat luka bakar, 49 jenis dimanfaatkan sebagai obat
sakit kepala, 38 jenis dimanfaatkan sebagai obat batuk dan pilek, 22 jenis dimanfaatkan
sebagai obat sakit gigi dan infeksi mulut, 57 jenis dimanfaatkan sebagai obat diare dan
sakit perut dan 25 jenis dimanfaatkan sebagai obat malari. Sebagai contohnya flora yang
dimanfaatkan oleh penduduk atau suku papua antara lain :
a. Hutan Sagu
Hutan sagu di Provinsi Papua luas sekitar 4.769.548 ha (diperkirakan telah
dimanfaatkan hutan sagu secara tradisional 14.000 ha). Potensi sagu kisaran 0,33
batang/ha sampai dengan 5,67 batang/ha. Penyebaran sagu terutama wilayah/lokasi,
Kabupaten Jayapura (Distrik Sentani, Sarmi), Kabupaten Merauke (Distrik Kimaam,
Asmat, Atsy, Bapan, Pantai kasuari), Kabupaten Waropendan sebagian besar tegakan
sagu tumbuh pada daerah gambut pantai. Jenis-jenis tegakan sagu terdiri dari ;
Metroxylonrumphii var silvester, Metroxylonrumphii var longispinum, Metroxylon
rumphiimart, Metroxylon rumphii varmicrocantum dan Metroxylon sago rottb.
b. Nipah
Luas hutan yang ditumbuhi nipah diperkirakan seluas 1.150.000 ha. Potensi nipah
belum dapat diketahui secara pasti (belum dilakukan inventariasi potensi). Pemanfaatan
nipah belum dapat berkembang, masih tahap pemanfaatan masyarakat lokal berupa
pemanfaatan daun dan buah untuk pembuatan minuman lokal yang beralkohol yang
dikenal dengan nama label Papua Saguer/ Tuak. Biasanya suku asmat mengkonsumsi
saguer ketika ada acara adat atau pesta adat.
3. Oleh Pelaku Industri

Hutan di Papua bagi para pelaku industri, merupakan ladang uang yang melimpah.
Banyak dari flora yang dimanfaatkan untuk bahan baku industri, diantaranya adalah
sebagai berikut :

a. Pohon Rotan

Luas kawasan hutan yang merupakan habitat alam rotan seluas 2.215.625ha.
Penyebaran rotan pada wilayah/lokasi berdasarkan hasil orientasi, cruising: Kabupaten
Nabire (Sima, Yaur, S. Nauma, S. Buami, S. Wabi-Wammi, S. Wanggar),
Kabupaten.Jayapura (Unurum Guay, Lereh, Pantai Timur), Manokwari (Masni,
Bintuni,Ransiki, S. Kasi, S. Sima), Merauke (Ds. Poo, kg/ha 2.062,22 kg/ha. Jenis-
jenisrotan terdiri dari : Daemonorops,Korthalsia, Foser, Calamus sp., Sersus,
Ceratolobus, Plectocomia, dan Myrialepsis. Potensi rotan belum dimanfaatkan secara
optimal sehingga terbuka untuk investasi pemanfaatan rotan skala industri.

b. Kayu Lawang

Informasi potensi kayu lawang (Cinnamonum spp.) belum akurat (penyebaran alami
sporadis). Hasil monitoring sentra-sentra produksi minyak lawang telah dapat
diindentifikasi bahwa potensi kayu lawang cukup menjanjikan dan dapat dikembang
menjadi hutan tanaman masyarakat setempat/ lokal. Sentra-sentra produksi dan
penyebaran kayu lawang pada wilayah / lokasi terdiri dari : Kaimana, Fakfak, Sorong
dan Manokwari (Papua Barat), Jayapura, Nabire, Merauke. Potensi Kayu Lawang masih
dapat ditingkatkan pemanfaatannya.

c. Kayu Masoi
Informasi potensi kayu masoi belum akurat (penyebaran alami sporadis). Hasil
monitoring sentra-sentra produksi kulit masoi telah dapat di indentifikasi bahwa potensi
kayu masoi cukup menjanjikan dan dapat dikembang menjadi hutan tanaman
masyarakat setempat. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu masoi pada
wilayah/lokasi terdiri dari Kabipaten Manokwari (Bintuni, Ransiki), Kaimana, Fakfak
(Provinsi Papua Barat), Jayapura dan Nabire. Potensi kayu masoi belum dimanfaatkan
secara optimal sehingga masih terbuka investasi untuk pemanfaatan kayu masoi untuk
skala industri.

d. Kayu Putih
Penyebaran kayu putih pada Kabupaten Merauke (Kawasan Taman Nasional Wasur ).
Potensi kayu putih memiliki tempat tumbuh alamiah di Taman Nasional Wasur. Daun
kayu putih merupakan bahan baku pembuatan minyak kayuputih, yang dilakukan
dengan cara penyulingan. Hasil penyulingan daun minyak kayu putih masyarakat dapat
mencapai 125 kg atau 2,5 liter minyak kayu putih/hari. Jenis kayu putih terdiri dari
Asteromyrtussimpocarpa, Melaleuca lecadendron.
Namun saat ini bentuk pemanfaatan jenis flora oleh pelaku industri khususnya
untuk tumbuhan berkayu tingkat pohon banyak yang melakukan eksploitasi besar-
besaran terhadap jenis tumbuhan berkayu yang bernilai ekonomis (komersil) untuk
tujuan utama ekonomi tanpa memperhatikan aspek ekologi dan sosial. Hal ini semakin
menimbulkan kesan bahwa pemerintah telah melupakan aspek ekologi dan sosial dalam
pengelolaan hutan produksi di Papua, pemerintah terkesan hanya mengejar ekonomi
saja. Hasil-hasil penelitian sebelumnya tentang HHBK dan etnobotani semakin
dilupakan untuk dikembangkan bahkan tidak digubris sama sekali.
Jika dicermati secara baik, Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No:163/KPTS-II/2003 Tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan
Iuran Kehutanan, nampak jelas bahwa pengelompokan jenis kayu tersebut hanya berlaku
untuk wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Pengelompokan jenis kayu
tersebut tidak berlaku untuk wilayah Papua. Sebagai contoh :
1. Pengelompokan jenis kayu Meranti atau Komersil Satu, pengelompokan ini
sebenarnya tidak berlaku untuk Wilayah Papua, hal ini disebabkan karena
kelompok meranti umumnya merupakan nama perdagangan untuk jenis Shorea
spp., sementara di Papua tidak terdapat jenis Shorea spp.
2. Banyak jenis kayu di Papua yang telah lama dieksploitasi sebagai jenis kayu
komersil tetapi jenis tersebut belum terdaftar atau terdapat dalam Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No: 163/KPTS-II/2003 Tentang Pengelompokan Jenis Kayu
Komersil tersebut. Sebagai contoh jenis Flindersia pimentelliana dan Rhus
taitensis, kedua jenis ini belum terdapat pada surat keputusan tersebut.
3. Dasar dalam pengelompokan jenis tersebut belum jelas sehingga perlu adanya
pengelompokan ulang dengan dasar yang lebih ilmiah. Hal ini untuk menghindari
kerugian bagi negara, karena ada jenis-jenis tertentu yang seharusnya dimasukan
sebagai kayu indah namun karena keterbatasan pengetahuan maka jenis tersebut
dimasukan sebagai Kelompok Komersil Satu atau Kelompok Komersil Dua.
E. Penetapan Kawasan Konservasi
Salah satu cara yang efektif bagi perlindungan jenis dan populasi flora dan fauna
endemik adalah dengan cara penetapan habitatnya sebagai kawasan konservasi. Namun
dengan terkonsentrasinya jenis-jenis endemik di Pulau atau di habitat tertentu di Tanah
Papua yang spesifik menyebabkan belum semua areal sebaran jenis endemik dapat
terwakili sebagai kawasan konservasi. Berikut ini adalah luas hutan yang ditetapkan
sebagai area konservasi.
Tabel 1. Luas (ha) Kawasan Konservasi di Papua (Dephut, 2010)
Papua Provinsi Papua Barat
Kawasan Konservasi
Papua Barat (ha) Papua (ha)
Cagar Alam 654.295,00 1.808.482, 93
Suaka Marga Satwa 2.514.000,00 65.170, 53
Taman Nasional 2.919.410,00 1.453.500,00
Taman Wisata Alam 1.750,00 22.848,27
Total 6.089.455,00 3.350.001,73
Dibandingkan dengan luas tutupan lahan kawasan hutan di Papua 23.000.0000 ha
(sebelumnya pada awal tahun 2000-an kawasan hutan di Papua seluas 31,5 juta ha) dan
Papua Barat 9.769.686,81 ha, maka luas kawasan konservasi di Papua 26, 48% dan luas
kawasan konservasi di Papua Barat adalah 34,29%. Penetapan area konservasi tersebut
merupakan salah satu bentuk upaya menjaga kelestarian flora dan fauna endemik Papua.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hutan hujan tropika Papua atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis
Papua adalah berupa hutan yang yang kaya akan flora dan fauna
2. Hutan hujan tropis Papua terjaga dengan baik oleh suku asmat atau masyarakat
Papua dalam pemanfaatannya.
3. Hutan hujan tropis Papua memiliki flora dan fauna yang berbeda dengan flora dan
fauna di daerah lain atau di pulau lain.
B. Saran
Saran dari makalah hutan hujan tropis Papua ini adalah kedepannya, kami
menghimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan
dengan cara tidak membakar lahan utan sebarangan, tidak membuang sampah di
hutan, serta tidak melakukan pembalakan liar (Illegal Loging). Kepada Pemerintah
dan stakeholders agar benar-benar memperhatikan regulasi yang ada agar
pemanfaatan hutan di Papua dapat membawa kemajuan dan dapat mengangkat harkat
dan martabat masyarakat Papua.
DAFTAR PUSTAKA

Bismarck, M. 1997. Parameter Penetapan Lebar Zona Sempadan Sungai untuk Pelestarian
Keanekaragaman Jenis Satwaliar di Hutan Pantai. Prosiding Hasil Penelitian. Peran
Hutan dalam Pemenuhan Kebutuhan Manusia dan Antisipasi Isu Global. P3HKA
Bogor.
De Fretes, Y. 2000. Laporan Rapid Assessment Program (RAP) CI-IP dan Uncen di Yongsu,
Jayapura. Conservation International-Indonesian Program. Jayapura. Tidak
dipublikasikan
Departemen Kehutanan. 2003. SK Menteri Kehutanan NO.163/KPTS-II/2003 Tentang
Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan.

John, R. 1997. Common Forest Trees of Irian Jaya Papua – Indonesia. Royal Botanical
Garden,
Kew. Inggris
Petocz, R. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya. PT. Gramedia.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai