Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terdiri dari


17.504 pulau yang terletak diantara dua benua Asia dan
Australia serta dengan dua samudera india dan Pasifik. Luas
wilayah perairan laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan
seluas 5,8 juta km2 termasuk Zona Ekonomi Ekslusif
Indonesia (ZEEI). Sedangkan potensi lestari (Maximum
SustainableYield) sumberdaya ikan laut nasional mencapai
6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan baru
mencapai 70% dari MSY (DitjenTangkap, 2006).

Pembangunan usaha perikanan secara nasional


mempunyai sasaran kuantitatif antara lain: pencapaian
target produksi, penyediaan ikan dalam negeri, ekspor dan
tenaga kerja. Pembangunan perikanan tangkap
meningkat dengan cepat dari tahun ke tahun, baik
pertumbuhan produksi maupun jumlah nelayan serta
jumlah kapal penangkap ikan. Pemanfaatan sumberdaya
perairan ini terutama dalam usaha perikanan tangkap
dapat berhasil dengan baik jika didukung oleh pengadaan
sarana dan prasarana yang memadai. Pukat cincin atau
biasa sisebut dengan “purse seine“ adalah alat tangkap
yang dipergunakan untuk menangkap ikan pelagis yang
bergerombo seperti : kembung, lemuru, layang, tonkol,
cakalang, dan lain sebagainya.

Purse Seine adalah alat tangkap yang bagian


utamanya adalah jaring, dipergunakan untuk menangkap
ikan pelagis besar atau ikan pelagis kecil sesuai dengan
ukuran dan jumlah yang banyak. Alat tangkap purse seine
terdiri dari kantong (bag, bunt), badan jaring, tepi jaring,
pelampung (float), tali pelampung (float line), sayap
(wing), pemberat (singker lead), tali penarik (purse line),
tali cincin (tali kang), cincin (ring), dan selvage.

Ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari Purse


seine adalah ikan-ikan pelagis yang membentuk
gerombolan berada dekat permukaan air (sea surface).
Sangat diharapkan pula densitas shoal (gerombolan)
tersebut tinggi, yang berarti jarak ikan dengan ikan yang
lainnya harus sedekat mungkin (Ayodhyoa, 1981).

Purse Seine juga disebut jaring kantong karena bentuk


jaring tersebut waktu pengoperasianya menyerupai
kantong. Purse seine pertama kali dipergunakan di
perairan Rodhe Island untuk menangkap ikan menhaden
(brevorita tyranus). Selanjutnya purse seine dipatenkan
atas nama Berent velder dari Bergen di Norwegia pada
tanggal 12 maret 1859.
Purse seine dioperasikan dengan cara melingkarkan
jaring mengelilingi kawanan ikan, sehingga kawanan ikan
tidak dapat meloloskan diri secara horizontal. Setelah
pelingkaran selesai jaring dikerutkan dengan cara menarik
tali kerut, sampai tali pemberat menyatu dan bagian
bawah jaring tertutup sehingga kawanan ikan tidak dapat
meloloskan diri secara vertical. Kawanan ikan digiring ke
bagian kantong yang terdapat diujung jarring di salah
satu sisi jaring dengan cara menarik jaring ke kapal dan
akhirnya ikan hasil tangkapan diangkat ke atas kapal
(Ayodhyoa, 1981)

Purse Seine dikenal juga sebagai Pukat Cincin atau


Pukat Lingkar. Alat tangkap ini berbentuk persegi panjang
dengan pelampung (Floats) dibagian atas dan pemberat
(Sinkers) serta cincin besi (Rings) di bagian bawah. Pada
saat dioperasikan, kapal yang membawa alat tangkap ini
melingkari sekawanan ikan yang telah dikumpulkan
dengan pemikat rumpon dan lampu berkekuatan tinggi.
Setelah lingkaran terbentuk sempurna maka tali kolor
(Purse Line) yang terdapat di bagian bawah akan ditarik
melewati cincin-cincin besi yang bergelantungan di
bagian bawah jaring sehingga alat tangkap ini akan
mengerucut dan berbentuk seperti mangkok dengan
segerombolan ikan yang terkurung di dalamnya.

Selanjutnya seluruh jaring akan ditarik ke sisi kapal


dan ikan yang tertangkap akan terkumpul di bagian
kantong jaring secara otomatis. Jenis ikan sasaran purse
seine Laut Jawa adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil
seperti selar, layang, kembung, tongkol, bawal, kayul dsb.
Meski demikian, kadang kala tertangkap pula jenis-jenis
ikan lainnya meski jumlahnya sangat sedikit seperti kakap,
tenggiri, baronang dan ikan-ikan dasar lainnya.

Pada dasarnya pukat cincin dibuat dari beberapa


lembar jaring yang berbentuk segi empat atau hampir, yang
gunanya untuk menggurung gerombolan ikan kemudian
tali kerut (purse line) di bagian bawah jaring ditak
sehingga jaring itu menyerupai kantong yang besar dan
ditarik ke atas kapal pada salah satu sisinya atau kedua
sisinya sehingga kantong semakin mengecil dan ikan
dapat dipindahkan ke atas dek. Jaring merupakan
dinding yang tidak dapat ditembus oleh ikan, sehingga
ikan terkurung di dalam kantong (bunt) purse seine. Alat
tangkap ini merupakanalat tangkap yang selektif, yaitu
dengan mengatur ukuran mata jaring (mesh size) sehingga
ikan-ikan yang kecil dapat meloloskan diri.

Purse seine dibagi menjadi dua, yaitu purse seine


dengan kontong (bunt) di tenggah dan kantong di pinggir.
Pada purse seine kantong di tenggah biasanya penarikan
jaring dilakukan dari ke dua ujungnya, purse seine ini
biasanya ditarik dengan tenaga manusia. Sedangkan yang
kantongnya di pingging biasanya ditarik dengan mesin
penarik (power block) yang digerakan dengan hidrolik.
Pengoperasian purse seine dapat dilakukan dengan satu
buah dan lebih dari satu buah kapal, hal ini tergantung
dari ukuran kapal, ukuran jaring, dan jenis ikan yang akan
tangkapan.
BAB. II

USAHA PENANGKAPAN DENGAN PUKAT CINCIN


(PURSE SEINE) MINI

2.1. Kapal Pukat Cincin (Purse Seine)

Kapal pukat cincin adalah jenis kapal yang dibuat


dengan tujuan untuk mengoperasikan pukat cincin, dan
dilengkapi dengan palkah pendingin untuk menampung
hasil tangkapan, mepunyai geladak kerja yang luas, mudah
untuk diolah gerakan dan mempunyai kecepatan yang
ukup untuk menuju ke daerah penangkapan ikan dan
melingkarkan jaring. Kapal penangkap ikan adalah kapal
yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan,
termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, dan
atau mengawetkan (UU No 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan).

Kapal pukat cincin biasanya biasanya setiap kapal


memiliki ruangan- ruangan sebagai berikut:
1. Tempat persiapan jaring di geladak (depan, belakang,
samping kiri atau kanan) tergantung dari mana jaring
akan diturunkan.
2. Tempat penarikan (hauling) biasanya terdapat di
bagian depan, tengah, atau belakang; Tempat
penyimpanan ikan.
Gambar 1. Kapal pukat cincin

Gambar 2. Kapal pukat cincin mini

Nomura dan Yamazaki (1977) mengatakan bahwa :


ada beberapa persyaratan minimal untuk kapal ikan yang
dapat digunakan untuk operasi penangkapan, yakni
memiliki kekuatan struktur badan kapal, menunjang
keberhasilan operasi penangkapan, memiliki fasilitas
penyimpanan hasil tangkapan ikan dan memiliki stabilitas
yang tinggi. Stabilitas kapal mutlak diperlukan sebagai
kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula (tegak)
setelah mengalami momen temporal, dimana posisi miring
akibat bekerjanya gaya baik dari luar maupun dari dalam
kapal tersebut. Selanjutnya faktor-faktor yang
mempengaruhi desain suatu kapal penangkap ikan adalah
tujuan penangkapan ikan, alat dan metode penangkapan,
kelaik lautan dan keselamatan awak kapal, peraturan-
peraturan yang berhubungan dengan desain kapal,
pemilihan material yang tepat untuk konstruksi,
penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan, serta
faktor-faktor ekonomis.

Menurut Soemarto (1979), kapal penangkapan


harus memenuhi persyaratan antara lain :
1. Memiliki kesanggupan berlayar di laut dengan baik
dalam segala keadaan yang mungkin terjadi.
2. Sanggup berlayar dengan tenaga sendiri ke dan dari
daerah penangkapan serta dapat melakukan
penangkapan continue.
3. Mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menjamin
keselamatan.
4. Kekuatan dan struktur yang kokoh.
5. Memiliki fasilitas penyimpanan hasil tangkapan.
6. Tempat persediaan cukup untuk bahan bakar, makanan
dan air, untuk keperluan operasi dalam waktu serta
jarak yang telah ditentukan untuk keperluan yang tak
terduga.
7. Kapal harus mempunyai kekuatan yang baik agar
dapat menahan gaya-gaya yang bekerja padanya, baik
gaya-gaya dari luar maupun dari dalam.

Kapal purse seine mini adalah kapal pukat cincin ≤


30GT yang mengoperasikan pukat cincin yang panjangnya
≤ 300m.

a. Pukat Cincin (Purse Seine)

Pukat cincin atau lazim disebut dengan “purse seine”


adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari lembaran
jaring berbentuk segi empat pada bagian atas dipasang
pelampung dan bagian bawah dipasang pemberat dan tali
kerut (purse line) yang berguna untuk menyatukan bagian
bawah jaring sehingga ikan tidak dapat meloloskan dari
bawah (vertikal) dan samping (horizontal), biasanya besar
mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan
ditangkap. Ukuran benang dan mata jaring tiap-tiap bagian
biasanya tidak sama. Disebut dengan pukat cincin sebab
pada jaring bagian bawah dipasangi cincin (ring) yang
berguna untuk memasang tali kerut atau biasa juga disebut
juga tali kolor.

Purse seine dinamakan demikian karena sifat alat


tangkap yang menggurung gerombolan ikan, kemudian
tali kerut ditarik sehingga jaring membentuk kantong yang
besar, sehingga ikan-ikan terkurung. Purse seine memiliki
bentuk umum dan bagian-bagian yang sama walaupun
ada bermacam-macam purse seine. Bentuk umum purse
seine beserta bagian -baiannya dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

Gambar 3. Bentuk umum pukat cincin

a. Klasifikasi Pukat Cincin

Pukat cincin diklasifikasi sesuai dengan


International Standards Stastistic Classification of Fishing
Gear (ISSCFG) FAO dengan symbol dan singkatan ISSCFG
01.0.0. adapun kode dan singkatan sebagai berikut :
1. Jaring lingkar dengan singkatan dan kode 01.0.0.2
2. Jaring lingkar bertali kerut PS 01.1.0 3.
3. Jaring lingkar satu kapal PS 01.1.1 4.
4. Jaring lingkar dua kapal PS 01.1.2 5.
5. Jaring lingkar tanpa tali kerut / lampara LA 01.2.0
Pada dasarnya purse seine dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu : purse seine dengan kantong di bagian
ujung jaring dan purse dengan kantong dibagian tengah.
Purse seine dengan kantong di ujung jaring biasanya
dioperasikan dengan menggunakan kapal kecil dan
penarikan jarring ke atas dek dilakukan secara dengan
tangan secara manual. Sedangkan pukat cincin yang
berkantong ditengah dioperasikan dengan kapal yang
relatif besar dan penarikan jaring sewaktu hauling
dilakukan dengan menggunakan power block. Sehingga
klasifikasi pukat cincin dapat dibagi menaji dua yaitu: pukat
cincin dengan kantong ditengah dan kantong di pinggir.
Selain itu pukat cincin dapat diklasifikasikan menurut
bentuk dasarnya yaitu : segi empat, trapezium dan lekuk.

b. Letak kantong (bunt) pada jaring utama


Berdasarkan letak kantong pada jaring utama yaitu:
1. Kantong terletak pada salah satu ujung jaring
2. Kantong terletak pada tengah-tengah jaring
Gambar 4. Puket cincin dengan kantong di salah satu ujung
jaring
Gambar 5. Pukat cincin dengan kantong di tengah
jaring
2.1.2 Bentuk dasar jaring utama

Berdasarkan bentuk Jaring Utama purse seine yaitu :


a. Bentuk segi empat
b. Bentuk trapesium
c. Bentuk lekuk

Gambar 6. Purse seine bentuk segi empat

Gambar 7. Purse seine bentuk trapesium


Gambar 8. Purse seine bentuk lekuk

b. Bagian-Bagian Pukat Cincin

Menurut Ayodhya (1981) ikan yang menjadi tujuan


penangkapan dari Purse Seine adalah ikan-ikan pelagis
yang bergerombol dekat dengan permukaan air, yang
berarti jarak ikan dengan ikan lainnya saling berdekatan.

Menurut Usemahu (2003) Ikan-ikan yang tertangkap


dengan purse seine karena gerombolan ikan tersebut
dikurung oleh jaring sehingga pergerakannya terhalang
oleh jaring dari dua arah, baik pergerakannya ke samping
(horizontal) maupun pergerakannya ke arah dalam
(vertikal).

Secara umum berbagai macam bahan yang


digunakan untuk pembuatan purse seine dapat diperinci
sebagai berikut: jaring utama, srampat (selvedge),
kantong (bunt)
1. Jaring Utama; bahan yang biasa digunakan adalah
benang nylon PA 210d/9 dengan besar mata jarring
(mesh size) 1,25 inchi. Panjang pukat cincin biasanya
± 3 kali kedalaman jarring, misalnya; Panjang x lebar
= 300 m : 100 m. Jumlah mata ke bawah atau
dalamnya tergantung dari kedalaman air dimana alat
tersebut akan dioperasikan.
2. Selvedge; Selvedge merupakan mata jaring penguat
yang berfungsi untuk melindungi bagian pingir dari
jaring utama agar tidak mudah rusak atau robek pada
saat ditarik, selvadge terletak di sekeliling jaring
utama. Bahan Selvedge biasanya lebih kaku dari
bahan jaring utama seperti polyethylene (PE) 380d/12
dengan ukuran mata jaring 1,5 inchi atau lebih
besar. Ukuran mata selvedge selalu lebih besar dari
jaring utama, demikian juga nomor benang yang
dipergunakan.

3. Tali Ris; adalah tali pengikat tali pelampung dan


pemberat terhadap jaring, taliris terdiri dari tali ris
atas dan tali ris bawah, tali ris atas berfungsi
sebagai pengikat tali pelampung dan tali ris bawah
berfungsi sebagai pengikat tali pemberat. Tali ris
atas dan bawah mengunakan arah pintalan yang
berlawanan dengan tali pelampung dan tali pemberat.
Penciutan (shrinkage) pada umumnya berkisar antara
30%-15% bahkan ada yang menggunakan
shrinkage 10%. Shrinkage pada tali ris atas kadang-
kadang berbeda dengan shrinkage pada bagian
bawah jaring, dimana pada bagian bawah lebih kecil
yang berarti tali ris bawah akan lebih panjang dari tali
ris atas.

Gambar 9. Tali ris atas, pelampung dan selvedge

Gambar 10. Tal iris bawah, pemberat, selvedge dan


ring

4. Tali kang (ring); tali ring adalah tali yang


dipergunakan untuk menggantungkan cincin pada tali
ris bawah. Tali ring ini juga kadang-kadang disebut
juga dengan tali kang. Tali kang dibuat dengan
menggunakan bahan kuralon atau polyethylene
dengan ukuran diameternya = 10 mm dan ukuran
panjangnya ± 150 cm.

Ada tiga tipe tali ring yaitu :


1. Bentuk kaki tunggal,
2. Bentuk kaki ganda,
3. Bentuk dasi.

5. Tali kerut (purse line); berfungsi untuk menyatukan


cincin yang terdapat di bagian bawah, sehingga ikan
yang berada di dalam akan terkurung jaring yang
berbentuk kantong. Tali biasa disebut juga dengan
tali kolor, bahan tali kolor umumnya menggunakan
polyethylene (PE) akan tetapi kadang-kadang ada
juga yang menggunakan kuralon (PVA). Ukuran tali
kolor adalah merupakan ukuran yang terbesar di
antara ukuran tali-tali yang lainnya, yaitu garis
tengah kurang lebih 25 mm. Hal ini karena tali kolor
memerlukan kekuatan yang cukup besar bila
dibandingkan dengan tali-tali lain.

6. Pelampung; Pelampung berfungsi untuk menahan


bagian jaring supaya tetap mengapung, sehingga
jarring membentuk dinding sebagai penghalang ikan
supaya ikan terkurung dalam jaring. Bahan yang
digunakan adalah bahan yang berat jenisnya lebih
kecil dari berat jenis air laut.
Gambar 12. Pelampung pukat cincin

7. Pemberat; Pemberat berfungsi agar jaring bagian


bawah cepat tenggelam waktu dioperasikan. Bahan
pemberat umumnya menggunakan timah atau timbal
(timah hitam). Pemberat yang digunakan umumnya
berbentuk silinder dengan ukuran panjang + 3 cm
dengan diameter 5 cm. Tetapi kadang-kadang
pemberat dan tali ring dibuat dari bahan rantai besi

Gambar 13. Pemberat dan tali ring dari rantai

8. Cincin; Fungsi cincin adalah untuk tempat lewatnya


tali kerut sewaktu ditarik agar bagian bawah
jaring dapat terkumpul. Bahan cincin biasanya dari
kuningan atau tembaga atau kadang-kadang
digunakan bahan besi yang dilapisi dengan kuningan.
Cincin yang dipergunakan biasanya mempunyai
ukuran diameter 10 cm dengan berat sekitar 400
gram.

2.3 Permesinan Penangkapan Ikan (Fishing Machinery)


Alat yang digunakan untuk menarik tali kerut
biasanya digerakan dengan gardan yang dikopel
dengan mesin utama kapal. Pada kapal mini purse
seine garden yang digunakan adalah garden mobil
dimana pada ujungnya dipasangi kapstan yang
berfungsi untuk melilitkan tali kerut sehingga tali
tersebut tergulung dan tertarik ke atas kapal.

2.4 Rumpon
Rumpon adalah salah satu jenis alat bantu
penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut
dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut
dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar
berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah
untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka
kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif
dan effisien karena tidak lagi berburu ikan, tetapi cukup
melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon
tersebut. Pada Malam hari rumpon biasanya dipasangi
dengan penerangan, baik penerangan lampu minyak
ataupun listrik.
Gambar 14. Rumpon untuk laut dangkal

Gambar 15. Rumpon laut dalam


Pemasangan rumpon dapat meningkatkan hasil
tangkapan pukat cincin, selain itu dapat menimbulkan
beberapa masalah, yaitu antara lain :

1. Akibat pemasangan rumpon yang tidak teratur dan


lokasi yang berdekatan dapat merusak pola ruaya
ikan yang berimigrasi jauh sehingga mengganggu
keseimbangan stok ikan.

2. Konflik antar nelayan disebabkan karena kepemilikan


rumpon.

Pemerintah telah membuat “Petunjuk Pemasangan


dan Pemanfaatan Rumpon” maksudnya adalah :
1. Menjaga kelestarian sumberdaya ikan
2. Terciptanya pembinaan pemasangan rumpon yang
baik dan benar
3. Terhindarkan konflik sosial antara nelayan pemilik
rumpon dan yang tidak memiliki rumpon
4. Terbinanya pengelolaan rumpon yang melibatkan
unsur-unsur terkait baik pusat maupun daerah,
antara perusahaan perikanan dengan nelayan
sehingga tercapai kesinambungan dan keserasian
usaha dilapangan dan tujuan untuk kelestarian
sumberdaya ikan
5. Tersusunnya mekanisme pendataan, penandaan
dalam pemasangan rumpon serta mekanisme
evaluasi produktifitas penangkapan ikan di sekitar
rumpon.
Adapun tata cara pemasangan rumpon yaitu sebagai berikut
:
1. Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut,
diukur dari garis pantai pada titik surut terendah.
2. Perairan di atas 4 mil laut sampai dengan 12 mil
laut, diukur dari garis pantai pada titik surut
terendah
3. Perairan di atas 12 mil laut dan ZEE Indonesia
4. Perorangan atau perusahaan berbadan hokum yang
akan memasang rumpon wajib terlebih dahulu
memperoleh izin dari Pemerintah Pusat atau Daerah.

Menurut Mallawa, et.al (2004), Walupun secara prinsip


konntruksi rumpon di setiap tempat hampir sama, namun
jika diamati secara saksama konstruksi rumpon yang ada
sangat sederhana seperti rumpon yang digunakan oleh
nelayan di perairan pantai atau laut dangkal dan ada pula
yang menjadi tujuan penangkapan dan kedalaman
perairan tempat pemasangannya. Umumnya rumpony
yang dipasang di perairan yang lebih dalam konstruksinya
lebih lengkap.

Rumpon jenis ini biasanya dipasang di perairan


dangkal puluhan sampai ratusan meter dengan tujuan
untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil. Sedangkan
rumpon yang dipasang di perairan yang lebih dalam
(ratusan sampai ribuan meter) tali temalinya telah
menggunakan sintetic fibres (tali nilon), dengan tujuan
utama mengumpulkan ikan layang, tuna dan cakalang.
2.5 Cahaya Lampu

Cahaya lampu (Light fishing) dalam penangkapan ikan


adalah salah satu alat bantu dalam mengumpulkan ikan
yang akan ditangkap dengan jaring purse seine. Hal ini
dikarenakan operasi penangkapan dilakukan pada malam
hari. Lampu ini dipasang di perairan 4-5 jam sebelum operasi
penangkapan dimulai.

Pemanfaatan cahaya lampu sebagai alat bantu dalam


penangkapan ikan merupakan salah satu strategi penarik
dalam penangkapan ikan. Fungsi cahaya lampu adalah
menarik perhatian ikan-ikan yang memiliki sifat phototaksis
positif, sehingga ikan akan mudah untuk dikumpulkan.

Melalui perkembangan dan kemajuan teknologi, maka


penggunaan lampu sebagai alat bantu di bedakan menjadi :
1. Lampu yang dinyalakan di atas permukaan air
2. Lampu yang digunakan di dalam air.

Gambar 16. Kapal purse seine mini dengan lampu merkuri


2.6 Daerah Penangkapan Pukat Cincin

Daerah penangkapan (fishing ground) pukat cincin


adalah daerah yang alur pelayaran tidak terlalu ramai.
Alat tangkap ini dioperasikan di dekat permukaan
perairan, sehingga diperlukan kedalaman yang cukup untuk
dapat mengoperasikannya. Hampir disemua WPP-Ri pukat
cincin dapat dioperasikan, dengan tujuan penangkapan
yang berbeda. Misalnya untuk WPP-RI 711, 712, dan 713
ditujukan untuk menangkap ikan pelagis kecil, seperti
kembung dan layang. Sedang di WPP-RI 715, 715, dan
717 ditujukan untuk menangkap pelagis besar seperti tuna
dan cakalang.

Gambar 17. Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP-


RI)
2.7 Hasil Tangkap Pukat Cincin

Ikan hasil tangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis


atau ikan yang bergerombol di dekat permukaan perairan
seperti. Ikan pelagis yang menjadi tujuan penangkapan ikan
dapat dibagi dua yaitu : ikan pelagis kecil dan pelagis besar.
Ikan pelagis kecil seperti: layang, lemuru, kembung,
tongkol, tenggiri, dan lain-lain. Sedangkan ikan pelagis
besar seperti ikan tuna : madidihang, matabesar dan
cakalang. Contoh hasil tangkapan dapat dilihat pada
gambar-gambar di bawah ini.

Gambar 18. Ikan lemuru Gambar 19. Cumi-cumi

Gambar 20. Ikan kembung Gambar 21, Ikan laying


Nama
No Nama Inggris Nama Latin
Indonesia
1. Cakalang Skippjack Katsuwonus pelamis
2. Tongkol Frigate tuna Auxis thazard
3. Tongkol Frigate tuna Euthynnus affinis
pisang
4. Tenggiri King mckeret Scomberomorus sp
5. Madidihang Yellowfin tuna Thunnus albacores
6. Tembang Frigate sardin Sardinella fimbriata
7. Japuh Rainbow Dussumeria hasselti
sardin
8. Lemuru Sardinella Sardinella lemuru
9. Layang Scad Decapterus sp
10. Tuna mata Big eye tuna Thunnus obesus
besar
11. Cumi-cumi Squida Loligo sp
12. Hiu Shark Spiraema sp

Tabel 1. Ikan hasil tangkapan pukat cincin

BAB. III
OPERASI PENANGKAPAN

Operasi penangkapan ikan dengan pukat cincin terdiri


dari :
persiapan, penurunan lat tangkap (setting), penarikan tali
kerut (pursing), penarikan jaring (hauling), pengangkatan
hasil tangkapan, dan penanganan hasil tangkapan.

3.1 Persiapan

Persiapan terdiri dari persiapan di darat dan di laut,


persiapan di darat terdiri merupakan persiapan perbekalan
dan peralatan yang akan digunakan yang meliputi :
1. Pengurusan Surat Izin Belayar (SIB) dari syahbandar
dan administrasi pelabuhan lainnya
2. Bahan bakar
3. Minyak pelumas
4. Es (bahan pengawet ikan)
5. Bahan makanan dan air tawar
6. Bahan-bahan rumpon
7. Penyusunan alat tangkap ikan di atas dek.

Adapun cara penyusun alat tangkap di atas kapal


disesuaikan dari mana alat tangkap tersebut akan
diturunkan. Jika akan diturunkan dan dinaikan dari sisi
lambung kiri maka jaring disususun di dek bagian kiri,
demikian juga jika akan diturunkan dan dinaikan dari
lambung kanan kanan maka alat tersebut disusun di dek
kanan, dan jika disusun di bagian buritan kapal alat
tangkap dapat diturunkan dan dinaikan dari kedua sisi
lambung
kapal.

Gambar 24. Penantaan pukat cincin

Penataan jaring disesuaikan dengan arah putaran


baling-baling kapal dan arah pelingkaran jaring. Arah
putaran baling-baling kapal kekiri maka penyusunan alat
tangkap di bagian lambung kiri kapal, demikian pula jika
putaran baling-baling ke kanan, maka alat tangkap disusun
di lambung kanan. Sedangkan penyusunan jaring diburitan
dapat dilakukan pada kapal dengan baling-baling putar
kanan maupun kiri.
Gambar 25. Arah pelingkaran jaring sesuai dengan arah
putaran balingbaling kapal

3.2 Penurunan Alat Tangkap (Setting)

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan


setting yaitu: arah angin, arah arus, arah pergerakan
kawanan ikan, dan arah datangnya sinar matahari. Adapun
hal harus diperhatikan sebagai berikut:
1. Kedudukan kawanan ikan dan jaring harus berada di
atas angin
2. Terhadap arah arus sebaliknya, jaring dan kawanan
ikan di bawah arus sedangkan kapal berada di atas
arus.
3. Terhadap gerakan kawanan ikan jaring harus
menghadang didepannya, sedangkan kapal berada di
bawah kawanan ikan.
4. Jaring dan kawanan ikan harus diletakan ke arah
datangnya sinar matahari.

Gambar 26.Angin dan arus Gambar 27. Gerakan ikan dan


matahari

Adapun kegiatan setting sebagai berikut :


1. Mula-mula rumpon diangkat ke atas kapal
2. Pada saat itu lampu penerangan dimatikan
3. Digantikan dengan lampu bantu yang diturunkan
dengan pelampug disertai dengan rumpon bantu
4. Rumpon bantu akan hanyut menjauhi kapal, kira-kira
30 m dari kapal
5. Kapal mengangkat jangkar dan menjauhi rumpon
sejauh lebih kurang 50 m.
6. Kapal bergerak dengan kecepatan penuh mengelilingi
rumpon dengan jarak 50 m sebanyak 1 sampai dengan
2 kali putaran.
7. Setelah sesuai posisi yang tepat, seseorang (pecilen)
yang memegang tiang bambu diperintahkan turun ke
air
8. Kapal tetap melingkari rumpon tersebut menuju ke
orang yang memegang tiang tersebut
9. Setelah dekat dengan pemegang tiang tersebut kapal
bergerak lambat dan mesin stop ketika tiang telah
diambil ke atas kapal

Keterangan gambar :
a) Penurunan ujung jaring diikuti penurunan jaring
b) Kapal melingkarkan jaring
c) Kapal bertemu dengan ujung jaring yang pertama
d) Penarikan tali kerut dimulai

Gambar 28. Proses pengoperasian pukat cincin


3.3 Perarikan Tali Kerut (Pursing) dan Penarikan Jaring
(Houling)

Pengangakat jaring dimulai setelah ujung jaring


yang diberi tiang dinaikan ke atas kapal. Adapun kegiatan
tersebut sebagai berikut :
1. Tali kerut dan tali ujung sayap dipisahkan
2. Tali kerut ditarik dengan gardan sampai dengan jaring
lingkar mengkerut (seluruh cincin naik ke atas dek)
3. Badan jaring ditarik dari kedua ujungnya hingga
tinggal bagian kantongnya saja
4. Ikan yang berada dikantong dinaikan ke atas kapal
5. Setelah ikan naik semua maka jaring disusun kembali
dan siap dioperasikan kembali.

3.4 Penanganan Hasil Tangkapan Diatas Kapal

Penanganan di atas kapal merupakan awal dari suatu


produk hasil perikanan, jika penanganan dilakukan dengan
baik maka suatu produk tersebut dapat bernilai tinggi.
Pada umunya Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penanganan ikan diatas kapal adalah sebagai berikut :
1. Penyortiran; Ketika pengangkatan jaring (hauling),
segala peralatan yang akan bersentuhan dengan ikan
hendaknya dicuci bersih lebih dahulu seperti basket
dan deck kapal. Setelah ikan sampai ke deck,
bersihkan segala kotoran dan hewan-hewan laut
lainya yang ikut terangkat kedalam jaring. Kemudian
ikan dicuci dengan cara menyemprot air laut sampai
segala kotoran kecil seperti lumpur, rumput laut dan
binatang-binatang yang tidak dimanfaatkan terpisah
dari ikan, selanjutnya disortir menurut jenis dan
ukuran.
2. Pencucian; Setelah dilakukan penyortiran menurut jenis
dan ukurannya, secepat mungkin dilakukan pencucian.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air laut
yang bersih. Ini dilakukan setelah penyortiran dan
ikan sudah dimasukan kedalam basket. Setelah itu
dilakukan penirisan untuk mengurangi kandungan
air yang ada, selanjutnya dilakukan penyimpanan ke
dalam palkah.
3. Penyimpanan dalam palkah ; Setelah dicuci dan
ditiriskan, ikan segera dimasukkan ke dalam palkah
dan diberi es. Jangan dibiarkan terlalu lama di deck
tanpa di es atau terkena sinar matahari langsung.
Ketika memasukan ikan ke dalam palkah dilakukan
dengan hati-hati, untuk menghindari kerusakan ikan
tersebut.
4. Pembongkaran di tempat pendaratan; Penanganan
ikan sejak pembongkaran di pelabuhan atau di
pelelangan selanjutnya, juga memegang peranan
penting guna mempertahankan mutu ikan.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam
pembongkaran ikan adalah sebagai berikut :
o Pembongkaran dilakukan dengan hati-hati dan
sedapat mungkin tidak menggunakan sekop atau
garpu untuk menghindari luka/memar pada badan
ikan.
o Pisahkan es dan ikan untuk melakukan
penimbangan, setelah itu ikan diberikan es
kembali.
o Ikan-ikan yang sudah ditimbang dan diberi es
jangan dibiarkan terkena sinar matahari
langsung, dan selalu tambahkan es nya bila lama
menunggu saat pelelangan, pengangkutan dan
pengolahan.
3.5 Rangkuman

1. Operasi penangkapan ikan dengan pukat cincin terdiri


dari : persiapan, penurunan lat tangkap (setting),
penarikan tali kerut (pursing), penarikan jaring
(hauling), pengangkatan hasil tangkapan, dan
penanganan hasil tangkapan
2. Adapun cara penyusun alat tangkap di atas kapal
disesuaikan dari mana alat tangkap tersebut akan
diturunkan. Jika akan diturunkan dan dinaikan dari
sisi lambung kiri maka jaring disususun di dek
bagian kiri, demikian juga jika akan diturunkan dan
dinaikan dari lambung kanan kanan maka alat tersebut
disusun di dek kanan, dan jika disusun di bagian
buritan kapal alat tangkap dapat diturunkan
dan dinaikan dari kedua sisi lambung kapal.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
setting yaitu: arah angin, arah arus, arah pergerakan
kawanan ikan, dan arah datangnya sinar matahari.
Adapun hal harus diperhatikan sebagai berikut:
1)Kedudukan kawanan ikan dan jaring harus berada
di atas angin
2)Terhadap arah arus sebaliknya, jaring dan
kawanan ikan di bawah arus sedangkan kapal
berada di atas arus.
3)Terhadap gerakan kawanan ikan jaring harus
menghadang didepannya, sedangkan kapal
berada di bawah kawanan ikan.
4) Jaring dan kawanan ikan harus diletakan ke arah
datangnya sinar matahari.
4. Penanganan di atas kapal merupakan awal dari
suatu produk hasil perikanan, jika penanganan
dilakukan dengan baik maka suatu produk tersebut
dapat bernilai tinggi. Pada umunya langkah-langkah
yang dilakukan dalam penanganan ikan diatas kapal
adalah sebagai berikut : penyortiran, pencucian,
dan penyimpanan kedalam palkah.
DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa, 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi


Sri Bogor.
Basith, Abdul dan Baithur Syarif, 2008. Fish Finder
(Sebagai Alat Pendeteksi Ikan). Sekolah
Tinggi Perikanan, Jakarta.
Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus. Kanisius
(Anggota IKAPI), Yogyakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010. Hasil Produksi sektor
Perikanan dan Kelautan. Dinas Kelautan
dan Perikanan - DKP. Sorong.
Halim, Sugianto. 2005. Daerah Penangkapan. Sekolah Tinggi
Perikanan. Jakarta
Hermawan, Maman dan Abdul Basith, 2008. Aplikasi GPS
dalam Penentuan Posisi Kapal. Sekolah
Tinggi Perikanan, Jakarta.
Kepmen Kelautan dan Perikanan No.KEP.22/MEN/2004.
tentang Produktivitas Kapal Penangkap
Ikan.
KM. Binama No.6, 2010. Teknik Penangkapan Pukat
Udang dan Spesifikasi Kapal. KM. Binama
No.6, Sorong.
Monintja, Daniel R, Aji Sularso, M. Fedi A. Sondita, Ari
Purbayanto. 2006. Perspektif
Pengelolaan Perikanan Tangkap Laut
Arafura. Departemen Pemamfaatan
Sumberdaya Perikanan (FPIK-IPB),
Bogor.
Nainggolan, Chandra, 2007. Metode Penangkapan Ikan,
Universitas Terbuka, Jakarta.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan


Nusantara. Cetakan ketiga Jakarta.
Rachmatun dan Mujiman, 2002. Budidaya Udang Windu.
Penebar Swadaya Jakarta.
Soebekti. H. R. S, 2004. Peraturan Pencegahan Tubrukan di
Laut. Yayasan Pendidikan Pelayaran
Djadajat, Jakarta.
Soemarto. 1979. Penangkapan Ikan dengan Trawl. Akademi
Usaha Perikanan.
Soeyasa, I Nyoman, Moch. Nurhudah, Sinung Rahardjo,
2001. Ekologi Perairan (Edisi II).
Departemen Kelautan dan Perikanan
Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta.
Subani, W. and H.R. Barus, 1989. Alat Penangkap
Ikan dan Udang Laut di Perairan Indonesia
(no. 50 tahun 1998/1998). Balai
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Syamsuddin, Syarif, 2004. Fish Finder sebagai Faktor
Penunjang Keberhasilan Operasi
Penangkapan Ikan. Sekolah Tinggi
Perikanan, Jakarta.
Usemahu, R. Dan Tomasila. A.L. 2003. Teknik
Penangkapan Ikan. Departemen Kelautan
Dan Perikanan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai