Rilin Fadhillah
Abstrak
This paper, broadly speaking, wants to discuss how the perspective of orientalist figures in
conducting their studies on the Qur'an. One of the figures who is quite controversial in
conducting his study of the Qur'an is John Wansbrough where in his paradigm of thought he
considers that the Qur'an is an imitation of the Bible which in relation to its sources comes
Abstrak
Tulisan ini, secara garis besar ingin membahas tentang bagaimana sisi perspektif tokoh
orientalis dalam melakukan kajiannya terhadap al-Qur’an. Salah satu tokoh yang cukup
kontroversial dalam melakukan kajiannya terhadap al-Qur’an yaitu John Wansbrough yang
dimana dalam paradigma pemikirannya ia beranggapan bahwa al-Qur’an adalah karya imitasi
dari Bibel yang dimana dalam keterkaitan sumbernya berasal dari agama Yahudi dan
Nasrani.
Pada subtansi objek kajiannya al-Qur'an telah melalui banyak prose sampai kepada
tahap ketika harakat dan nutqah diberikan. Kemudian ketika,Abul Aswad ad-Duwali atas
perintah langsung dari khalifah Ali bin Abi Thalib, yang memproklamirkan adanya tanda
dalam tulisan; namun, hal ini tidak diberitahukan kepada umum. Pada waktu itu, hanya ada
tanda harakat untuk menjelaskan kepada orang-orang yang ketika membaca al-Qur’an yang
mengakibatkan timbulnya kekeliruan dalam membaca harakat. Setelah itu, tanda Nuqthah
muncul agar dapat membedakan huruf-huruf yang memiliki bentuk yang sama. (Syahin,
2006).
Dalam melakukan kajian pemikiran terhadap perspektif dari john wansbrough , maka
secara garis besar akan membahas tentang bagaimana pemikirannya dalam kajian-kajiannya
terhadap al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci dari agama islam sangat menarik perhatian
bagi para kaum oientalis dalam mengkaji hal tersebut. Ketertarikan sarjana barat atau para
orientalis dalam melakukan kajiannya mengenai al-Qur’an bermula di awal abad ke-12
hingga sampai saat ini, yang menyebabkan banyak dari kalangan orientalis barat menuangkan
ide serta perspektifnya baik dalam bentuk sebuah karya tulis yang bersifat manuskrip dan
metodologi pemikiran dari tokoh orientalis mengenai pembahasan objek kajian al-Qur’an,
seperti halnya dengan karya john wansbrough quranic studies yang membahas dari segi
tentang agama Islam terdahulu yang membuat ia memiliki argument bahwa agama islam
hanya bisa dinilai dan dijadikan tolak ukur penilaian berbagai aspek dari al-Qur’an. John
sejarah historical criticism , yang sebenarnya pendekatan ini juga sudah digunakan oleh para
tokoh orientalis terdahulu seperti Ignaz Goldziher (1850-1921) dan Josept Schacht (1902-
1969) dua tokoh orientalis yang lebih dulu memperkenalkan pendekatan kritik sejarah dalam
melakukan kajian yang berkaitan langsung dengan berbagai literatur dalam agama islam, baik
seperti ketika dalam melakukan kajian mengenai pembahasan yang berkaitan dengan agama
serta ia lebih cenderung memiliki perhatian konsep yang membahas tentang berbagai literatur
– literatur kitab suci agama seperti perhatiannya ketika melakukan kajiannya terhadap al-
Qur’an (Zulfa, 2016). Wansbrough dalam mengerjakan studi pemikirannya terhadap al-
Qur’an ia lebih menganalisa kepada teks-teks maupun kisah yang terdapat dalam al-Qur’an.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam proses penulisan artikel ini menggunakan
menjadi sumber data dari tulisan ini untuk menjawab bagaimana pandangan John
Wansbrough terhadap al-Qur’an. Literatur yang di kumpulkan berupa buku, jurnal ilmiah,
dan artikel ilmiah. Dalam penelitian ini substansi informasi data yang diinginkan oleh penulis
yaitu mencari berbagai literatur-literatur yang memiliki konsep data berkesesuaian dengan
topik yang akan digali lebih secara mendalam pada kajian ini. Peneliti mencari informasi agar
dapat menjawab konteks permasalahan yang terdapat pada tulisan ini dengan membaca
John Wansbrough merupakan seorang pakar sejarah asal Amerika Serikat (Hakim,
2022) dan ahli tafsir terkemuka di Landon (Setiawan, 1998). Ia dikenal sebagai pengkritik
paling tajam terhadap al-Qur’an dan kenabian Muhammad saw (Muzayyin, 2015). Nama
lengkapnya ialah John Edward Wansbrough (Lutfi, 2018). Wansbrough lahir di kota Peoria,
Illinois pada tanggal 19 Februari 1928 dan wafat di usia 74 tahun pada tanggal 10 Juni 2002
pada tahun 1960 (Mustaqim, 2002). Ia merupakan alumni universitas nomor 1 di dunia yaitu
Studies (SOAS) University of London (Ahmad Arif Junaidi, 2002). Setelah itu Wansbrough
menjadi dosen Bahasa Arab sekaligus menjabat sebagai direktur di sebuah perguruan tinggi.
Pemikiran dari john wansbrough lebih cenderung dalam kritik terhadap catatan-
catatan tradisional berkenaan asal-usul Islam (Lutfi, 2018). Menurut wansbrough dalam
argumennya, ucapan (logia) dari nabi Muhammad memiliki kedudukan yang lebih rendah,
Muhammad disebut sebagai nabi dalam al-Qur'an, tetapi dia diposisikan lebih rendah
daripada nabi lain, terutama nabi dalam Kitab Suci Biblical. (Ulfiana, 2019).
John Wansbrough dikenal sebagai seorang yang produktif, hal tersebut terbukti
dengan karya-karya literatur yang telah ia tulis (Suryadilaga, 2011). Karya fenomal yang
pernah ia tulis berjudul Quranic Studies: Source and Methods of Scriptural Interpretation
(Fadholi, 2014). Karya lain dari Wansbrough antara lain ialah A Note on Arabic Rethoric
dalam Lebende Antike: Symposium Fur Suhnel, “Arabic Rethoric and Qur’anic Exegecis”,
Majaz Alqur’an: Peripharastic Exegesis, dan The Secterian Millieu: Content and
Karya John Wansbrough ini secara umum mengkritik al-Qur’an dan kenabian
Rasulullah shallahu alaihi wassalam. Menurut John Wansbrough, dalam dinamika yang
terdapat pada al-Qur’an tidaklah sesuatu yang berasal dari Rasulullah, tetapi merupakan
sebuah susunan konsep sebagai teologi Islam mengenai kenabian. Kemudian Wansbrough
masyarakat Arab, kenabian Muhammad secara sengaja dibuat menyerupai kenabian Musa as.
Al-Qur’an menjadi sumber pedoman kitab mulia dari Allah yang di wahyukan secara
langsung kepada Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril (Syukran, 2019). Al-Qur'an
juga menjadi sumber utama umat Islam dan berfungsi sebagai pedoman utama dalam
mengkaji serta mengetahui berbagai pemahaman keilmuan dan menjadi dasar hukum syariat
karena kaidah yang terkandung di dalamnya tersebar di seluruh dunia. (Zahra, 2007).
Berbeda halnya dalam pandangan John Wansbrough, menurutnya al-Qur’an menjadi sebuah
konseptual yang memiliki pengambilan dari kitab Taurat, seperti kata setan dalam al-Qur’an.
Hal tersebut Wansbrough ungkapkan dalam bukunya yang berjudul Quranic Studies: Source
and Methods of Scriptural Interpretation. Dalam peningkatan perspektif dari kajian para
orientalis, setidaknya ada tiga mazhab besar yang dianut orientalis. Tiga kelompok tersebut
adalah kelompok orientalis yang teridentifikasi bermazhab skeptis, kelompok orientalis yang
bermazhab middle ground, dan yang terakhir adalah kelompok orientalis yang bermazhab
dia menentang bukti yang dipegang oleh umat Islam dan para pengkaji islam dari barat yang
bertentangan dengan ideologinya tentang sejarah awal Islam, terutama yang memiliki
keterikatan dengan waktu pengkodifikasian al-Qur'an dan proses turunnya wahyu. Tidak ada
bukti literlek sejarah yang dapat dipercaya atau naskah sederhana yang diharapkan yang
dapat menunjukkan bahwa al-Qur'an ditulis di era klasik. Ketika diketahui bahwa ada
perbedaan pendapat antara penulis al-Qur'an dari masa Nabi dan masa Utsman, keraguan dari
Kedua, ia percaya bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya bukti yang sudah teruji bahwa
hal ini valid, yang berarti bahwa Wansbrough hanya dapat mengkaji tentang Islam dari al-
dengan sistem yang dapat ditemukan dalam konsep Injil dan Taurat. Bahkan, Wansbrough
juga dalam melakukan pengujian orisinalitas al-Qur'an dengan menggunakan kedua tradisi
untuk menganalisis terminologi dari al-Qur'an. Metode ini dalam perspektifnya berasal dari
kritik kitab suci (biblical criticsm), yang biasanya digunakan para sarjana Yahudi dan Kristen
dalam penelitian modern mereka tentang perjanjian baru dan lama. (Amal, 2001). Pendekatan
analisis yang dilakukan oleh wansbrough memiliki upaya untuk memahami ide serta gagasan
yang memiliki maksud dan tujuan untuk mengimajinasikan unsur intrinsik suatu teks
(Rusmana D. , 2000).
mengenai perbedaan makna literlek dalam cerita-cerita yang terdapat pada al-Qur’an itu telah
mengindikasikan bahwa dalam hal itu, ada unsur percampuran tradisi di dalam al-Qur’an
tersebut. Selain itu Wansbrough juga mengatakan bahwa bahwa al-Qur’an menjadi sebuah
kreatifitas setelah masa kenabian dengan melihat adanya beberapa pengaruh dari Yahudi
pada indikator sumber data dan kemunculan sejumlah ayat duplikat (Martin, 2011).
Menurut Wansbrough, dalam redaksi yang terdapat pada ruang lingkup al-Qur'an
telah stabil pada abad ke-9 SM, dua abad sebelum kelahiran Rasulullah. Meskipun gagasan
integritas yang tinggi dalam pemahamannya, serta dalam tesisnya wansbrough membawa
penelitian modern, yaitu analisis literalis pada teks al-Qur'an tanpa menggunakan bukti
tradisional yang dianggap bermasalah. Dengan demikian, kita dapat memahami bagaimana
History Critism
metode atau pendekatan yang telah dilakukan oleh para tokoh orientalis sebelum dirinya
yaitu, metode History Critism. Mengutip dari Komisi Kitab Suci Kepausan menjelaskan
bahwa metode History Critism merupakan konsep metode yang pada hakikatnya diperlukan
untuk studi ilmiah dalam mengkaji atas makna dari literatur bukti yang terbilang kuno. Kitab
suci, yang didefinisikan sebagai "Sabda Allah dalam bahasa manusia", disusun oleh para
pengarang manusia dari semua sumber yang ada di belakangnya. Akibatnya, untuk
mendapatkan pemahaman yang tepat, metode ini tidak hanya dimungkinkan untuk
Pendekatan history yang dilakukan Wansbrough berkaitan dengan isi al-Qur’an. John
Wansbrough melakukan kritik terhadap sejarah Islam. Aspek yang di kritik mulai adanya
agama Islam yaitu dari sejak kekuasaan Islam, sejarah al-Qur’an, riwayat hidup Nabi (Sirry,
2015).
Wansbrough mencatat dalam bukunya, Qur'anic Studies: Sources and methods of
criptural interpretation, bahwa dalam analisis historisnya yang melakukan kajian yang
membahas tentang isi al-Qur'an dapat ditemukan bahwa pada konsepnya terdapat unsur
kesamaan dengan kitab sebelumnya, dan bahwa redaksi lengkap al-Qur'an belum diketahui
secara pasti sebelum abad ketiga H. Bahkan lebih parah, didalam perspektif wansbrough
beranggapan bahwa doktrin ajaran Islam secara keseluruhan bahkan kenabian Muhammad
“Semua korpus dokumentasi Islam masa awal harus dipandang sebagai “sejarah
penyelamatan” apa yang dicoba dibuktikan oleh al-Qur’an, dan apa yang dicoba
dijelaskan oleh karyakarya tafsir, shirah, dan teologi, adalah bagaimana rangkaian
peristiwa dunia yang terpusat pada Muhammad diarahkan oleh tuhan (Rippin, 2016).