Jayanti Munthahana
21070785011
jayanti.21011@mhs.unesa.ac.id
S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya
Abstract
Culture is a human activity that becomes the identity of pride for himself and his
environment. Mathematics and culture are two things that are closely related. One of the
cultures in Indonesia is the culture of the Samin tribal community. In this article, we will
discuss the effect of the Samin Tribe ethnomathematics-based mathematics learning module
on the number pattern material on students' literacy skills. From the data provided, it is
obtained that Tcount is 0.09285 while the P-value is 0.3746 which is greater than =0.05,
so there is a fact that Ho is accepted. So, there is no effect on the ethnomathematics-based
learning module of the Samin Tribe on the number pattern material on students' literacy
skills.
Key word : learning modules, ethnomathematics, the Samin tribe, number
patterns, literacy skills
Abstrak
Budaya adalah aktivitas manusia yang menjadi identitas kebanggaan atas dirinya
dan lingkungannya. Matematika dan budaya merupakan dua hal yang berkaitan
erat. Salah satu budaya di Indonesia adalah Budaya pada masyarakat suku Samin.
Pada artikel ini akan dibahas mengenai pengaruh modul pembelajaran
matematika berbasis etnomatematika Suku Samin pada materi pola bilangan
terhadap kemampuan literasi siswa. Dari data yang diberikan didapatkan Thitung
0.09285 sedangkan P-valuenya adalah 0.3746 lebih besar dari 𝛼 = 0,05, sehingga
terdapat fakta bahwa Ho diterima. Maka, tidak ada pengaruh mengenai modul
pembelajaran matematika berbasis etnomatematika Suku Samin pada materi pola
bilangan terhadap kemampuan literasi siswa.
Kata kunci : modul pembelajaran, etnomatematika, suku Samin, pola
bilangan, kemampuan literasi
Pendahuluan
Budaya adalah aktivitas manusia yang menjadi identitas kebanggaan atas
dirinya dan lingkungannya (Budiarto, 2016; KBBI, 2020; Peursen, 1998; Ratna, 2010;
Wahyuni, dkk, 2013). Matematika dan budaya merupakan dua hal yang berkaitan
erat (Ditasona, 2018; Muhtadi, dkk., 2017; Risdiyanti & Prahmana, 2017). Budaya
penting untuk dimasukkan sebagai konteks dalam pembelajaran, karena
pembelajaran disekolah saat ini menekankan pada pembentukan karakter positif
yang mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa (Arisetyawan, dkk., 2014; Wahyuni
et al., 2013; Zaenuri & Dwidayati, 2018). Lebih lanjut, agar peserta didik termotivasi
dan bangga atas budaya yang menjadi identitas atas dirinya dan lingkungannya.
Matematika berbasis budaya sering disebut etnomatematika merupakan sebuah
pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan peran matematika dalam budaya.
Etnomatematika dapat dideskripsikan sebagai suatu cara dimana masyarakat dari
budaya tertentu menggunakan ide dan konsep secara matematika (Budiarto, dkk.,
2019; D’Ambrosio, 1985; Ditasona, 2018; Risdiyanti & Prahmana, 2017). Objek pada
etnomatematika berupa aktivitas masyarakat, benda bersejarah, dan produk
kebudayaan dari suatu masyarakat yang mempunyai konsep matematika.
Tujuannya adalah untuk memahami keterkaitan antara matematika dan budaya,
sehingga persepsi peserta didik terhadap matematika menjadi lebih tepat, dan
pembelajaran matematika dapat bermakna karena disesuaikan dengan konteks
budaya dan kehidupan bermasyarakat, serta mempermudah pemahaman untuk
peserta didik dalam memperlajari matematika (Budiarto et al., 2019; Ditasona, 2018;
Wahyuni et al., 2013).
Penelitian Ditasona (2018) yang menggunakan konteks budaya berupa gorga
yang merupakan ornamen dari rumah adat Batak. Dari beberapa motif gorga dapat
disimpulkan bahwa motif telah menggunakan konsep matematika geometri
transformasi berupa refleksi, rotasi, translasi, dan dilatasi. Gorga dapat menjadi
salah satu konteks budaya yang dapat diberikan pada pembelajaran sehingga dapat
menjadi metode bagi peserta didik untuk mempelajari materi geometri
transformasi. Budiarto (2016) yang menggunakan konteks kebudayaan yang
berupa ukiran-ukiran Toraja pada rumah adat Tongkonan, ornamen pada
pemkiman Tanleyan Lajang Madura, model rumah di NTT seperti Ume Kbubu,
ornamen pada pembuatan meubeler di Kraton Pasuruan, pembuatan gerabah suku-
suku Sasak Banyumulek Lombok Barat, lukisan pada kulit kayu suku Asmat, Tenun
Ikat Sendang Duwur Lamongan, tenun ikat Timor Tengah Utara dan Sumba Barat
Daya, rumah adat di Manggarai dan Timor Tengah Utara, ukuran tidak baku
masyarakat petani ikan di pesisir pantai utara Jawa (pantura), satuan luas tidak
baku di daerah pedalaman Jawa Timur dan pola pada anyaman bambu di
kabupaten Banyuwagi. Masyarakat budaya tersebut membuat ukiran berpedoman
pada apa yang mereka lihat dan mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
ukiran tersebut ditemukan ekspresi alam yang dituangkan dalam bentuk geometri
(lingkaran, segitiga, segiempat) dan konsep sudut siku-siku. Satuan-satuan tidak
baku digunakan pada masyarakat petani ikan maupun petani sawah seperti satu
rean, satu bata, dan sejinah.
Salah satu budaya di Indonesia adalah budaya yang berasal dari Suku Samin.
Masyarakat Suku Samin mempunyai nilai budaya yang memiliki banyak aspek dan
dibutuhkan dalam pembelajaran seperti adat istiadat, perilaku, benda-benda dan
lain sebagainya. Nilai budaya harus ditanamkan sejak dini pada setiap individu
agar tiap individu bisa memahami, menjalani serta menghargai (Ahadi, 2020.
Masyarakat Samin merupakan suatu kelompok masyarakat tradisional yang tinggal
di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mempunyai budaya unik
dan banyak menyimpan nilai-nilai tradisi (Jumari, 2012). Istilah Samin ada dua
pengertian yaitu pertama, berasal dari kiratabasa kata Samin, yakni tiyang sami-sami
atau sami-sami amin yang berarti bahwa semua orang adalah sama atau bersaudara.
Mereka juga mempunyai persepsi bahwa orang non-Samin yang bersedia untuk
berinteraksi sosial dengan mereka pun dianggapnya sedulur (bersaudara) (Icuk,
2015). Pengertian kedua, berasal dari nama Surontiko atau Surosentiko, yakni Samin,
orang yang dianggap sebagai pemimpin komunitas mereka (Endrayadi, 2013;
Alamsyah, 2015).
Salah satu manfaat dari pembelajaran berbasis budaya adalah dapat
meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa. Kemampuan literasi
matematika meliputi kemampuan seseorang dalam merumuskan, menerapkan dan
menafsirkan matematika dalam berbagai konteks permasalahan. Kemampuan ini
juga mencakup kemampuan dalam melakukan penalaran secara matematis dengan
menggunakan fakta, konsep, prosedur dan metakognisi untuk mendeskripsikan
sebuah fenomena dan menyusun berbagai alternatif solusi dari permasalahan yang
dihadapinya. Kemampuan ini membantu siswa dalam memahami fungsi dan peran
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat berpengaruh pada
penerapan pengetahuan yang telah dimiliki dalam penyelesaian masalah, sehingga
memungkinkan siswa memperoleh pengetahun baru melalui pemecahan masalah.
National Council of Teacher Mathematic (2000: 67) menetapkan Principle and
Standarts for School Mathematics meliputi lima keterampilan proses yang harus
dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) pemecahan masalah
matematis (mathematical problem solving), (2) komunikasi matematis (mathematical
communication), (3) penalaran matematis (mathematical reasoning), (4) koneksi
matematis (mathematical connection), dan (5) representasi matematis (mathematical
representation). Oleh karena itu, maka pembelajaran matematika yang dilakukan di
sekolah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan dalam memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma dalam pemecahan masalah, mampu menggunakan penalaran pada
pola dan sifat melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi serta
menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, mampu
mengomunikasikan gagasan untuk memperjelas keadaan masalah, serta memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari terutama
dalam pemecahan masalah. Kemampuan dalam memecahkan masalah dalam hal
ini meliputi kemampuan dalam memahami masalah, merancang model
matematika dan menyelesaikannya serta menafsirkan solusi yang diperoleh
berdasarkan penyelesaian masalah yang dihadapi. Seleruh kemampuan tersebut
seharusnya bisa dioptimalkan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas.
Sehingga, pada artikel ini akan dibahas mengenai pengaruh modul
pembelajaran matematika berbasis etnomatematika Suku Samin pada materi pola
bilangan terhadap kemampuan literasi siswa.
.
Metode
Data
Berikut data hasil pretest dan posttest siswa yang disajikan melalui histogram.
Histogram Pretest
12
10
0
45.5-54.5 54.5-63.5 63.5-72.5 72.5-81.5 81.5-90.5
Tabel.2 Histogram Posttest
Histogram Posttest
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
49.5-55.5 55.5-61.5 61.5-67.5 67.5-73.5 73.5-79.5 79.5-85.5
Dari data tersebut, dapat dihitung rata-rata nilai pretest dan posttest siwa
𝑥̅ 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 = 60.57143
𝑥̅ 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 = 62.82143
Uji hipotesis
Dari data yang telah diberikan, didapatkan nilai Thitung baik seara manual
maupun software menghasilkan nilai yang sama, yaitu 0.09285. sedangkan P-
valuenya adalah 0.3746 lebih besar dari 𝛼 = 0,05, sehingga terdapat fakta bahwa
Ho diterima. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar
siswa pada pretest dan posttest.
Analisis Deskriptif
Dari data yang telah dianalisis secara statistik, diketahui bahwa tidak ada
perbedaan hasil belajar siswa pada pretest dan posttest. Maka hal tersebut
berpengaruh pada kemampuan literasi matematika siswa. Berdasarkan National
Council of Teacher Mathematic (2000: 67) menetapkan Principle and Standarts for
School Mathematics meliputi lima keterampilan proses yang harus dikuasai siswa
dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) pemecahan masalah matematis
(mathematical problem solving), (2) komunikasi matematis (mathematical
communication), (3) penalaran matematis (mathematical reasoning), (4) koneksi
matematis (mathematical connection), dan (5) representasi matematis (mathematical
representation).
Karena modul pembelajaran etnomatematika merupakan salah satu bentuk
penerapan pada literasi matematika siswa. Sehingga, jika tidak ada pengaruh
dalam pretest dan posttest siswa maka tidak ada pengaruh dalam literasi
matematika siswa.
Kesimpulan
Dari data yang telah diberikan, didapatkan nilai Thitung baik seara manual
maupun software menghasilkan nilai yang sama, yaitu 0.09285. sedangkan P-
valuenya adalah 0.3746 lebih besar dari 𝛼 = 0,05, sehingga terdapat fakta bahwa
Ho diterima. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar
siswa pada pretest dan posttest. Karena modul pembelajaran etnomatematika
merupakan salah satu bentuk penerapan pada literasi matematika siswa.
Sehingga, jika tidak ada pengaruh dalam pretest dan posttest siswa maka tidak ada
pengaruh dalam literasi matematika siswa.
Daftar Pustaka
Abbas, dkk., (2001). Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan di Jawa Timur. Surabaya:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur.
Dokhi, M., dkk., (2016). Analisis Kearifan Lokal Ditinjau dari Keragaman Budaya Tahun
2016. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan
(PDSPK).
KBBI. (2020). KBBI Daring. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Retrieved from
https://kbbi.kemendikbud.go.id
Ratna, N. K. (2010). Metode Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu-Ilmu Sosial Humoria
Pada Umumnya. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Risdiyanti, I., & Prahmana, R. C. I (2017). Ethnomathematics: Exploration in
Javanese culture. Journal of Physics: Conference Series, 943, 012032. Retrieved
from https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-
6596/943/1/012032
Sasti, P. M. (2017). Istilah Satuan Ukuran dalam Bahasa Jawa. Semarang: Balai Bahasa
Jawa Tengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Spiegel, M. R. (1983). Matematika Lanjutan untuk Para Insinyur dan Ilmuan. Jakarta:
Erlangga.
Berikut data hasil belajar siswa berupa skor pretest dan posttest siswa dari
modul pembelajaran matematika berbasis etnomatematika Suku Samin pada
materi pola bilangan.
Pretest Posttest
No Kode Siswa Total Skor Kode Siswa Total Skor
1 UC-1 73 UC-1 66
2 UC-2 82 UC-2 53
3 UC-3 56 UC-3 61
4 UC-4 60 UC-4 80
5 UC-5 64 UC-5 50
6 UC-6 54 UC-6 60
7 UC-7 63 UC-7 73
8 UC-8 53 UC-8 63
9 UC-9 54 UC-9 67
10 UC-10 56 UC-10 62
11 UC-11 51 UC-11 63
12 UC-12 63 UC-12 60
13 UC-13 56 UC-13 60
14 UC-14 52 UC-14 55
15 UC-15 59 UC-15 64
16 UC-16 54 UC-16 59
17 UC-17 78 UC-17 56
18 UC-18 57 UC-18 52
19 UC-19 60 UC-19 60
20 UC-20 62 UC-20 66
21 UC-21 77 UC-21 59
22 UC-22 68 UC-22 82
23 UC-23 65 UC-23 50
24 UC-24 58 UC-24 68
25 UC-25 46 UC-25 57
26 UC-26 51 UC-26 64
27 UC-27 47 UC-27 78
28 UC-28 77 UC-28 71
Summary Data (Manual)
Berdasarkan data hasil belajar siswa berupa skor pretest dan posttest siswa
dari modul pembelajaran matematika berbasis etnomatematika Suku Samin pada
materi pola bilangan yang diperoleh dari 28 siswa sebagai sampel yaitu dari siswa
kelas VIII-A SMP N 4 Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Selanjutnya, akan dicari summary data dari data sampel tersebut.
Adapun summary data yang diperoleh adalah sebagai berikut.
1. Rata-rata (Mean)
Pretest
𝑥̅ = 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + ⋯ + 𝑥𝑛
𝑛
= ∑ 𝑥𝑖
𝑛
= 1696
28
= 60.57143
Posttest
𝑥̅ = 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + ⋯ + 𝑥𝑛
𝑛
= ∑ 𝑥𝑖
𝑛
= 1759
28
= 62.82143
2. Modus
Pretest
𝑀𝑂 = 56
Posttest
𝑀𝑂 = 60
3. Median
Pretest
𝑛 + 1 28 + 1
𝑀𝐸 = = = 14.5
2 2
Maka, median dari data pretest adalah data ke-14,5 yaitu 58.5
Posttest
𝑛 + 1 28 + 1
𝑀𝐸 = = = 14.5
2 2
Maka, median dari data posttest adalah data ke-14,5 yaitu 61.5
4. Varians
Pretest
𝑆 2 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1
= 2482.857
27
= 91.95767196
Posttest
𝑆 2 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1
= 1880.107
27
= 69.6336
5. Standard Deviasi
Pretest
𝑠 =
∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
√
𝑛−1
= √91.95767196
= 9.589456291
Posttest
𝑠 =
∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
√
𝑛−1
= √69.6336
= 8.344675
6. Quartil
Pretest
Data yang telah diurutkan
46, 47, 51, 51, 52, 53, 54, 54, 54, 56, 56, 56, 57, 58, 59, 60, 60, 62, 63, 63, 64,
65, 68, 73, 77, 77, 78, 82
54 + 54
𝑄1 = = 54
2
58 + 59
𝑄2 = = 58.5
2
64 + 65
𝑄3 = = 64.5
2
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑞𝑢𝑎𝑟𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 (𝐼𝑅) = 𝑄3 − 𝑄1 = 64.5 − 54 = 10.5
Posttest
Data yang telah diurutkan
50, 50, 52, 53, 55, 56, 57, 59, 59, 60, 60, 60, 60, 61, 62, 63, 63, 64, 64, 66, 66,
67, 68, 71, 73, 78, 80, 82
57 + 59
𝑄1 = = 58
2
61 + 62
𝑄2 = = 61.5
2
66 + 67
𝑄3 = = 66.5
2
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑞𝑢𝑎𝑟𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 (𝐼𝑅) = 𝑄3 − 𝑄1 = 66,5 − 58 = 8,5
7. Histogram
Pretest
Tabel distribusi data berkelompok (Pretest)
10
0
45.5-54.5 54.5-63.5 63.5-72.5 72.5-81.5 81.5-90.5
Posttest
Tabel distribusi data berkelompok (Posttest)
Histogram Posttest
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
49.5-55.5 55.5-61.5 61.5-67.5 67.5-73.5 73.5-79.5 79.5-85.5
8. Boxplot
Pretest
Boxplot Pretest
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Posttest
Boxplot Posttest
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
9. Uji T
Diketahui :
̅̅̅1 = 60.57143
𝑥 𝑛1 = 28
𝑥2 = 62.82143
̅̅̅ 𝑛2 = 28
𝛿 ̅ = ̅̅̅
𝑥2 − ̅̅̅
𝑥1 = 62.82143 − 60.57143 = 2.25
-2,052 2,052
> data <-c(73, 82, 56, 60, 64, 54, 63, 53, 54, 56, 51, 63, 56, 52, 59, 54, 78, 57, 60,
62, 77, 68, 65, 58, 46, 51, 47, 77)
> summary(data) # untuk menghitung data
Min. 1st Qu. Median Mean 3rd Qu. Max.
46.00 54.00 58.50 60.57 64.25 82.00
> var(data) # menghitung varians data
[1] 91.95767
> sd(data) # menghitung standard deviasi dari data.
[1] 9.589456
Posttest
data <-c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60, 66,
59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
summary(data) # untuk menghitung data
var(data) # menghitung varians data
sd(data) # menghitung standard deviasi dari data.
> data <-c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60,
66, 59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
> summary(data) # untuk menghitung data
Min. 1st Qu. Median Mean 3rd Qu. Max.
50.00 58.50 61.50 62.82 66.25 82.00
> var(data) # menghitung varians data
[1] 69.6336
> sd(data) # menghitung standard deviasi dari data.
[1] 8.344675
>
2. Histogram
Pretest
data <-c(73, 82, 56, 60, 64, 54, 63, 53, 54, 56, 51, 63, 56, 52, 59, 54, 78, 57, 60, 62,
77, 68, 65, 58, 46, 51, 47, 77)
# histogram
hist(data)
# histogram yang kasar
hist(data)
### menggambar histogram dengan batas bawah 46
### dan lebar kelasnya adalah 9
### membuat kelas dengan memasukkan lebar kelas
bins <- seq(45,90,by=9)
### memasukkan nilai yang cocok kedalam kelas
interval<-cut(data,bins)
table(interval) ## table frekuensi
transform(table(interval)) ### tampilan table frekuensi
# memberikan judul pada histogram
hist(data,breaks=bins,main="Pretest",
xlab="Data skor Pretest ", col="blue")
> data <-c(73, 82, 56, 60, 64, 54, 63, 53, 54, 56, 51, 63, 56, 52, 59, 54, 78, 57, 60,
62, 77, 68, 65, 58, 46, 51, 47, 77)
> # histogram
> hist(data)
> # histogram yang kasar
> hist(data)
> ### menggambar histogram dengan batas bawah 46
> ### dan lebar kelasnya adalah 9
> ### membuat kelas dengan memasukkan lebar kelas
> bins <- seq(45,90,by=9)
> ### memasukkan nilai yang cocok kedalam kelas
> interval<-cut(data,bins)
> table(interval) ## table frekuensi
interval
(45,54] (54,63] (63,72] (72,81] (81,90]
9 11 3 4 1
> transform(table(interval)) ### tampilan table frekuensi
interval Freq
1 (45,54] 9
2 (54,63] 11
3 (63,72] 3
4 (72,81] 4
5 (81,90] 1
> # memberikan judul pada histogram
> hist(data,breaks=bins,main="Pretest",
+ xlab="Data skor Pretest ", col="blue")
Posttest
data <-c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60, 66,
59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
# histogram
hist(data)
# histogram yang kasar
hist(data)
### menggambar histogram dengan batas bawah 50
### dan lebar kelasnya adalah 6
### membuat kelas dengan memasukkan lebar kelas
bins <- seq(50,90,by=6)
### memasukkan nilai yang cocok kedalam kelas
interval<-cut(data,bins)
table(interval) ## table frekuensi
transform(table(interval)) ### tampilan table frekuensi
# memberikan judul pada histogram
hist(data,breaks=bins,main="Posttest",
xlab="Data skor Posttest ", col="purple")
> data <-c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60,
66, 59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
> # histogram
> hist(data)
> # histogram yang kasar
> hist(data)
> ### menggambar histogram dengan batas bawah 50
> ### dan lebar kelasnya adalah 6
> ### membuat kelas dengan memasukkan lebar kelas
> bins <- seq(50,90,by=6)
> ### memasukkan nilai yang cocok kedalam kelas
> interval<-cut(data,bins)
> table(interval) ## table frekuensi
interval
(50,56] (56,62] (62,68] (68,74] (74,80] (80,86]
4 9 8 2 2 1
> transform(table(interval)) ### tampilan table frekuensi
interval Freq
1 (50,56] 4
2 (56,62] 9
3 (62,68] 8
4 (68,74] 2
5 (74,80] 2
6 (80,86] 1
> # memberikan judul pada histogram
> hist(data,breaks=bins,main="Posttest",
+ xlab="Data skor Posttest ", col="purple")
3. Boxplot
Pretest
data <-c(73, 82, 56, 60, 64, 54, 63, 53, 54, 56, 51, 63, 56, 52, 59, 54, 78, 57, 60, 62,
77, 68, 65, 58, 46, 51, 47, 77)
boxplot(data)
boxplot(data,breaks=bins,main="Pretest",
xlab="Data skor Pretest ", col="blue")
Posttest
> data <-c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60,
66, 59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
boxplot(data)
boxplot(data,breaks=bins,main="Posttest",
xlab="Data skor Posttest ", col="purple")
4. Uji T
Script
library(TeachingDemos)
pre=c(73, 82, 56, 60, 64, 54, 63, 53, 54, 56, 51, 63, 56, 52, 59, 54, 78, 57, 60, 62, 77,
68, 65, 58, 46, 51, 47, 77)
post=c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60, 66,
59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
t.test(x=pre, y=post,
alternative = "two.sided",
mu = 0, paired = TRUE, var.equal = TRUE,
conf.level = 0.95)
Hasil
>
> library(TeachingDemos)
> pre=c(73, 82, 56, 60, 64, 54, 63, 53, 54, 56, 51, 63, 56, 52, 59, 54, 78, 57, 60, 62,
77, 68, 65, 58, 46, 51, 47, 77)
> post=c(66, 53, 61, 80, 50, 60, 73, 63, 67, 62, 63, 60, 60, 55, 64, 59, 56, 52, 60, 66,
59, 82, 50, 68, 57, 64, 78, 71)
> t.test(x=pre, y=post,
+ alternative = "two.sided",
+ mu = 0, paired = TRUE, var.equal = TRUE,
+ conf.level = 0.95)
Paired t-test
>
>