Anda di halaman 1dari 42

TUGAS MAKALAH

MANAJEMEN KUALITAS TOTAL

“PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MENGENAI KUALITAS”

DOSEN PENGAMPU

Dra. Titi Nurfitri, MM

DISUSUN OLEH

Dewangga Gilang C.S. (C1B019001) Nonita Happy Natalis (C1B019007)

Nurasiyah (C1B019002) Indira Ayu Ramadhani (C1B019008)

Zulfa Khoeriyah (C1B019003) Aulia Dian Saputri (C1B019009)

Rosiana Dewi (C1B019004) Putri Ari Cahyani (C1B019010)

Ela Misluha (C1B019005) Fajar Mei Fina (C1B019011)

Ayu Suratmi (C1B019006) Amalia Riyandini (C1B019012)

Shafira Diena Azkia P. (C1B019013)

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MANAJEMEN

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Perkembangan Pemikiran Mengenai
Kualitas”.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Purwokerto, 04 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.................................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................2

C. TUJUAN PENULISAN................................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

A. PERSPEKTIF TERHADAP KUALITAS....................................................................3

B. DIMENSI KUALITAS.................................................................................................4

C. SEJARAH SINGKAT MENGENAI KUALITAS....................................................... 6

D. SUMBER KUALITAS.............................................................................................. 11

E. DEFINISI DAN PANDANGAN TERHADAP BIAYA KUALITAS...................... 12

F. PERILAKU BIAYA KUALITAS..............................................................................19

G. PANDANGAN TERHADAP JUMLAH KESALAHAN OPTIMUM..................... 21

H. PENGUKURAN KUALITAS................................................................................... 22

I. PEMIKIRAN BEBERAPA PAKAR KUALITAS..................................................... 23

BAB III................................................................................................................................... 35

PENUTUP.............................................................................................................................. 35

A. KESIMPULAN.......................................................................................................... 35

ii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 38

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kualitas merupakan faktor utama bagi konsumen sebelum memutuskan


membeli suatu produk baik barang atau jasa. Produk dengan dengan kualitas baik,
tahan lama, dan handal akan menjadi referensi utama bagi pelanggan ketika
pelanggan tersebut atau temannya ingin memiliki produk sejenis. Sebuah Brand(Merk)
perusahaan akan meningkat dan semakin dikenal masyarakat apabila memiliku
kualitas yang baik. Sebaliknya, pengalaman seseorang membeli produk dengan mutu
yang mengecewakan dapat menjadi ”iklan negatif” yang sangat tidak menguntungkan
pihak produsen atau perusahaan. Cepat atau lambat, produk yang berkualitas rendah
akan ditinggalkan oleh konsumen.

Terlebih lagi tingkat/standar konsumen akan kualitas suatu produk bersifat


dinamis atau dapat berubah dari waktu ke waktu dengan tren yang terus meningkat, di
mana konsumen semakin selektif dan kritis. Pilihan merek produk yang banyak bisa
saja menjadi salah satu penyebabnya. Ketika seorang konsumen pernah kecewa pada
suatu barang tertentu, maka sangat tersedia banyak pilihan untuk beralih dan mencoba
produk merek lain. Selain harga jual yang kompetitif dan ketersediaan barang/produk
ketika calon konsumen ingin membeli, maka faktor kualitas/mutu adalah hal yang
sangat diperhatikan oleh setiap produsen baik yang bergerak pada industri elektronik,
otomotif, makanan, layanan jasa atau industri apa saja pun.

Hampir setiap perusahaan khususnya bidang manufaktur memiliki bagian


quality control atau quality assurance. Bagian atau departemen ini bertanggung jawab
terhadap output produk yang dihasilkan dan dijual di pasar.


B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perspektif terhadap kualitas?


2. Apa saja yang terdapat dalam dimensi kualitas?
3. Bagaimana sejarah singkat mengenai kualitas?
4. Apa saja yang terdapat dalam sumber kualitas?
5. Apa definisi dan pandangan terhadap biaya kualitas?
6. Bagaimana perilaku terhadap biaya kualitas?
7. Bagaimana pandangan terhadap jumlah kesalahan optimum?
8. Bagaimana pengukuran terhadap kualitas?
9. Bagaimana pemikiran beberapa pakar mengenai kualitas?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui perspektif terhadap kualitas


2. Untuk mengetahui dimensi kualitas
3. Untuk mengetahui sejarah singkat mengenai kualitas
4. Untuk mengetahui sumber kualitas
5. Untuk mengetahui definisi dan pandangan terhadap biaya kualitas
6. Untuk mengetahui perilaku terhadap biaya kualitas
7. Untuk mengetahui pandangan terhadap jumlah kesalahan optimum
8. Untuk mengetahui pengukuran terhadap kualitas
9. Untuk mengetahui pemikiran beberapa pakar mengenai kualitas


BAB II

PEMBAHASAN

A. PERSPEKTIF TERHADAP KUALITAS

David Garvin (dalam Lovelock, 1994, hlm. 98-99; Ross, 1994 hlm. 97-98)
Menunjukkan adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transcendental Approach (Pendekatan Transendental Kualitas)
Dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam
musik seni, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat
mendukung produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja
yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik),
kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian
fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali
menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product-based Approach (Pendekatan Berbasis Produk)
Yaitu menganggap kualitas sebagai faktor atau atribut yang dapat
dikuantifikasikan dan dapat dinilai. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan
perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.
Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak menjelaskan definisi dalam
selera, kebutuhan, dan preferensi individu.
3. User-based Approach (Pendekatan Berbasis Pengguna)
Pendekatan ini berdasarkan pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan seseorang
(misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
Perspektif yang subjektif dan berorientasi pada permintaan ini juga menyatakan
bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda
pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan yang
dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach (Pendekatan Berbasis Manufaktur)


Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-
praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
sama dengan persyaratannya (kesesuaian dengan persyaratan).

5. Value-based Approach (Pendekatan Berbasis Nilai)


Memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan
trade off antara kinerja dan juga harga. Kualitas sendiri di definisikan sebagai
"Affordable Excellence". Kualitas dalam prespektif ini bersifat relatif. Sehingga
produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling
bernilai. Tetapi produk yang paling bernilai merupakan produk/ jaya yang tepat
untuk dibeli (best buy)

Perbedaan pandangan terhadap kualitas tersebut dapat bermanfaat dalam


mengatasi konflik yang terjadi diantara manajer dalam departemen fungsional yang
berbeda.

Contoh Konflik antar Departemen Fungsional:

Fungsi Aspek Kualitas yang Mendapat Perhatian Utama


Pemasaran Kinerja, keistimewaan, pelayanan, fokus pada
perhatian pelanggan

Menekankan pendekatan user based yang dapat


menaikan biaya
Perekayasaan Spesifikasi

Menekankan pada pendekatan Product-based


Pemanufakturan Sama dengan spesifikasi

Pengurangan biaya

B. DIMENSI KUALITAS

Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat


digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk
produk manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah:


1. Kinerja (kinerja) yang merupakan operasi pokok dari produk inti.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (fitur), yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap.
3. Kehandalan (keandalan), kemungkinan kecil akan meng-kerusakan atau gagal
dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana
standar desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan.
6. Kemudahan servis, termasuk kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan
direparasi; penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
8. Kualitas yang dipersepsikan (persepsi kualitas), yaitu citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadap- 3. nya.

Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan


manufaktur, maka berdasarkan penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Zeithaml,
Berry dan Parasuraman (1985) berhasil diidentifikasi lima kelompok yang digunakan
oleh para pelanggan dalam kualitas jasa, yaitu :

1. Bukti langsung (tangibles), termasuk fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan


sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, dan sifat yang tidak dapat dipercaya
yang dimiliki para staf; dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5. Empati, termasuk dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, dan
memahami kebutuhan para pelanggan.


C. SEJARAH SINGKAT MENGENAI KUALITAS

Dalam buku “Managing Quality”, Garvin (dalam Bounds, et al., 1994, pp. 46-
84; Lovelock, 1994, pp. 101-107) mengungkapkan bahwa kualitas sebagai suatu
konsep sudah lama dikenal, tetapi kemunculannya sebagai fungsi manajemen baru
terjadi akhir-akhir ini. Ia membagi pendekatan modern terhadap kualitas ke dalam 4
era, yaitu inspeksi, pengendalian kualitas statistikal, jaminan kualitas dan manajemen
kualitas strategik.

1. Inspeksi

Pendekatan ini mulai diterapkan pada permulaan abad 19.


Pengendalian kualitas mencakup beberapa model yang seragam dari suatu
produk untuk mengukur kinerja sesungguhnya. Keseragaman seperti itu
dimungkinkan pada pemanufakturan yang dilengkapi dengan pengembangan
peralatan, yang dirancang untuk menjamin operasi mesin-mesin agar
menghasilkan bagian-bagian yang identik sehingga dapat saling menggantikan.
Inspeksi terhadap output dilakukan langsung dan dapat pula dengan bantuan
alat tertentu, yang dirancang untuk mengukur output fisik dibandingkan
dengan standar yang seragam. Sejak awal abad ke 20, kegiatan inspeksi
dikaitkan secara lebih formal dengan pengendalian kualitas dan kualitas itu
sendiri dipandang sebagai fungsi manajemen yang berbeda.

2. Pengendalian Kualitas Statistikal

Gerakan kualitas menggunakan pendekatan ilmiah untuk pertama


kalinya pada tahun 1931 dengan dipublikasikannya hasil karya W.A. Shewhart,
seorang peneliti kualitas dari Bell Telephone Laboratories. Ia menyatakan
bahwa variabilitas merupakan suatu kenyataan dalam industry dan hal ini
dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan statistic. Kontribusi
utamanya adalah bagan pengendalian proses untuk merencanakan nilai
produksi guna menentukan apakah nilai tersebut masuk dalam range yang
dikehendaki.


Dua rekan Shewhart mengembangkan teknik statistik untuk melakukan
sampling sejumlah item yang terbatas di setiap kelompok produksi.
Sasarannya adalah untuk melakukan trade-off antara biaya tinggi akibat
inspeksi 100% dengan risiko dari salah satu keadaan berikut :

 Menerima suatu kelompok produksi yang sesungguhnya terdiri dari item-


item yang rusak dalam persentase tinggi
 Menolak suatu kelompok produk yang sesungguhnya memenuhi standar
kualitas.

Perbaikan dalam skala besar terhadap teknik statistik dilakukan semasa


Perang Dunia II untuk mempercepat produksi dan penyerahan perbekalan
militer untuk menghindari inspeksi yang membuang waktu, tenaga dan biaya.

3. Jaminan Kualitas

Dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting
yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu (total quality control),
reliability engineering dan Zero defect.

a. Biaya Kualitas

Menurut Juran, biaya untuk mencapai tingkat kualitas tertentu


dapat dibagi menjadi biaya yang dapat dihindari dan biaya yang tidak
dapat dihindari. Biaya yang tidak dapat dihindari dapat dikaitkan
dengan inspeksi dan pengendalian kualitas yang dirancang untuk
mencegah terjadinya kerusakan (defect). Biaya yang dapat dihindari
adalah biaya kegagalan produk yang meliputi bahan baku yang rusak,
jam kerja yang dipergunakan untuk pengerjaan ulang dan perbaikan,
pemrosesan keluhan, dan kerugian finansial akibat pelanggan yang
kecewa. Impikasi manajemen dari pandangan Juran ini adalah bahwa
pengeluaran tambahan untuk perbaikan kualitas dapat dijustifikasi
selama biaya kegagalan masih tinggi.

b. Pengendalian Kualitas Terpadu (Total Quality Control)


Menurut Armand Feigenbaum (1956), bahwa pengendalian
harus dimulai dari perancangan produk dan berakhir hanya jika produk
telah sampai ke tangan pelanggan yang puas. Ia juga mengatakan
bahwa kegiatan kualitas dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori,
yaitu pengendalian rancangan baru, pengendalian bahan baku yang baru
datang, dan pengendalian product/shoop floor. Sistem kualitas saat ini
juga memasukkan pengembangan produk baru, seleksi pemasok dan
pelayanan pelanggan.

c. Reliability Engineering

Muncul pada tahun 1950an, yang didorong oleh kebutuhan


Angkatan Bersenjata Amerika untuk memiliki peralatan elektronik dan
senjata udara yang dapat diandalkan, bekerja dengan baik, serta
menghindari kebutuhan untuk penggantian suku cadang yang mahal.

d. Zero defect

Pertama kali dimunculkan oleh Martin Company pada tahun


1961-1962. Konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan militer
akan produk yang tidak hanya bekerja baik saat pertama kali, tetapi
juga diserahkan tepat waktu. Konsep zero defect lebih dipusatkan pada
harapan manajemen dan hubungan antar pribadi daripada keterampilan
rekayasa. Tujuan utamanya adalah mengharapkan kesempurnaan pada
saat pertama dan fokusnya pada identifikasi masalah pada sumbernya
dengan perhatian khusus untuk mengoreksi penyebab umu kesalahan
seperti:

- Kurangnya pengetahuan
- Kurangnya fasilitas yang tepat
- Kurangnya perhatian, kesadaran dan motivasi karyawan
Menurut konsep zero defect, kesalahan yang disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan dapat diatasi dengan menggunakan teknik-
teknik pelatihan modern. Kesalahan karena kurangnya fasilitas yang
memadai dapat diatasi dengan survei pabrik dan peralatan secara


periodik. Sedangkan kesalahan yang disebabkan kurangnya perhatian
merupakan kesalahan yang paling sulit dideteksi. Oleh karena itu perlu
diatasi dengan program zero effect.

4. Manajemen Kualitas Strategis


a. Pengalaman Perusahaan-Perusahaan Jepang

Gerakan kualitas di Jepang maju pesat dengan perspektif


strategis. W.Edward Deming adalah orang yang pertama kali
mengajarkan pentingnya pendekatan yang tepat, sistematis serta
pendekatan dengan dasar statistic untuk memecahkan masalah kualitas.
Ia memisahkan antara penyebab khusus (karena operator atau mesin)
dan penyebab umum (yang merupakan tanggung jawab manajemen).
Ia juga mendorong adopsi pendekatan sistematis dalam pemecahan
masalah, yaitu Siklus Deming yang terdiri atas Plan, Do, Check,
Action. Selain itu Edwards juga mengenalkan metode modern dalam
riset pelanggan kepada para manajer Jepang.

Pada waktu itu pula Juran dan Feigenbaum mengajukan


beberapa aspek manajemen kualitas yang tidak terlalu bersifat statistik.
Juran mengajarkan perencanaan, penetapan sasaran, isu-isu organisasi
kebutuhan akan penetapan tujuan dan sasaran untuk perbaikan, dan
tanggung jawab manajemen terhadap kualitas. Sedangkan Feigenbaum
mengusulkan pendekatan sistem (menyeluruh) terhadap kualitas.

Beberapa inovasi dilakukan oleh para ahli Jepang sendiri,


seperti diagram sebab akibat dari Kaoru Ishikawa (digunakan pertama
kali pada tahun 1952), gugus kendali mutu (1962), Company Wide
Quality Control (1968) dan Quality Function Deployment (1972).

Gugus kendali mutu terdiri atas kelompok-kelompok kecil


karyawan yang dilatih keterampilan dalam penanganan kualitas.
Mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam mengidentifikasi
dan memecahkan masalah serta mengusulkan perbaikan pada
manajemen.


Company-wide quality control merupakan perluasan dari ide
TQC (Total Quality Control) yang dikemukakan oleh Feigenbaum.
Komponen-komponennya adalah sebagai berikut:

 Keterlibatan semua fungsi dalam kegiatan kualitas.


 Keterlibatan semua level dari manajemen puncak sampai karyawan
front-line dalam memperhatikan kualitas.
 Filosofi perbaikan berkesinambungan.
 Orientasi pada pelanggan yang kuat, di mana kualitas ditentukan
dari sudut pandang pelanggan.

(QFD) merupakan serangkaian aktivitas perencanaan dan


komunikasi yang digunakan pertama kali di galangan kapal Mitsubishi
di Kobe. QFD berfokus pada pengembangan keterampilan untuk
merancang, menciptakan dan memasarkan produk yang dibutuhkan
yang disebut House of Quality. perancangan tersebut diawali dengan
melakukan riset pemasaran untuk menentukan atribut produk spesifik
yang diinginkan pelanggan dari segmen pasar yang telah ditetapkan,
derajat kepentingan relatif masing-masing atribut, dan menentukan
persepsi pelanggan terhadap produk-produk pesaing dan produk
perusahaan pada masing-masing atribut yang ada.

b. Pengalaman Perusahaan-Perusahaan Amerika Dan Eropa

Menjelang awal 1980-an mulai banyak perusahaan Amerika


dan Eropa yang menyadari peranan strategis kualitas yang telah
diadopsi Jepang selama lebih dari satu dekade sebelumnya. Kesadaran
ini muncul terutama karena tekanan persaingan dari pemanufaktur
Jepang yang memiliki keunggulan dalam kualitas dan keandalan.
Gerakan konsumerisme juga mendorong perubahan-perubahan tersebut.

Setidaknya ada 3 buku yang mendapat perhatian publik dan


meningkatkan perhatian dan minat manajemen terhadap kualitas
selama dekade 1980-an. Yang pertama adalah buku berjudul Quality Is
Free (1979) dari Philip Crosby yang menyatakan bahwa kualitas yang

10
sempurna mencakup dua hal yaitu tepat secara teknis dan layak secara
ekonomi.

Buku kedua adalah In Search Of Excellence (1982) oleh Tom


Peters dan Robert Waterman. Yang terakhir adalah Managing Quality
(1988) yang ditulis oleh David Garv in yang memberikan tinjauan
terhadap evolusi sejarah kualitas, memberikan pemahaman
menyeluruh mengenai kualitas dari perspektif filosofi ekonomi,
pemasaran, dan operasi serta menyajikan contoh-contoh penting dari
industri yang berbeda.

Selain keempat era yang dikemukakan oleh Calvin tersebut,


Christopher Loyelock menambahkan era kelima yaitu obsesi kualitas
menyeluruh (Total Quality Obsesion).

 Obsesi Kualitas Menyeluruh

Tahun 1987 dipandang sebagai awal dari era kualitas ke 5.


pada bulan Agustus 1987 kongres Amerika memberikan
penghargaan Malcolm Baldrige National Quality Award kepada
masing-masing 2 perusahaan pada setiap kategori : manufaktur,
jasa, dan usaha kecil. sasaran utama penghargaan ini adalah untuk
meningkatkan kesadaran akan kualitas, mengetahui sejauh mana
pencapaian kualitas pada perusahaan-perusahaan Amerika dan
mempublikasikan keberhasilan strategi kualitas.

Hal yang mendasari era kelima ini adalah konsep kualitas


absolut dari Zero defect yang juga disebut kualitas menyeluruh
(Total Quality) titik jalan satu-satunya untuk mencapai keabsolutan
tersebut adalah Total Quality Control yang didorong oleh Total
Quality Management (TQM).

D. SUMBER KUALITAS

Terdapat lima sumber kualitas yang biasa dijumpai, yaitu:

11
1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen
puncak
2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan baik pada waktu maupun detail
3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk
sebelum dilepas ke pasar
4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang
terpelihara baik, pekerja yang terlatih baik dan penemuan penyimpangan secara
cepat
5. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama

E. DEFINISI DAN PANDANGAN TERHADAP BIAYA KUALITAS

Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena
kualitas yang buruk. Jadi, biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan
penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan.

Tabel 2-2 empat Era Kualitas Menurut Darvin

Tahap Gerakan Kualitas


Karakteristik Inspeksi Pengendalian Jaminan Kualitas Manajemen
Kualitas Statistikal (1950an) Kualitas
(1800an)
(1930an) Strategik
(1980an)
Perhatian Deteksi Pengendalian Koordinasi Pengaruh
utama strategik
Pandangan Suatu Suatu masalah Suatu masalah Peluang
terhadap masalah untuk dipecahkan untuk dipecahkan kompetitif
kualitas untuk tetapi diatasi
dipecahkan secara proaktif
Penekanan Keseragaman Keseragaman Jaringan produk Kebutuhan
produk produk dengan keseluruhan, dari pasar dan
pengurangan desain sampai konsumen
inspeksi pasar dan
kontribusi dari

12
semua kelompok
fungsional untuk
mencegah
kegagalan
kualitas
Metode Penaksiran Alat dan teknik Program dan Perencanaa
dan statistik sistem n strategik,
pengukuran perencanaa
n tujuan
dan
pengerahan
organisasi
Peranan Inspeksi, Mencari dan Pengukuran Penetapan
profesional penyortiran, memecahkan kualitas, tujuan,
kualitas perhitungan masalah dan perencanaan pendidikan
dan penerapan metode kualitas dan dan
penggolonga statistik perancangan pelatihan,
n program kerja sama
antar
departemen
dan
perancanga
n program
Yang Departemen Departemen Semua Setiap
bertanggung inspeksi pemanufakturan & departemen orang
jawan atas perekayasaan dalam
kualitas organisasi
dengan
kepemimpi
nan yang
kuat dari
manajemen
puncak

13
Orientasi Kualitas Kualitas yang Kualitas builds in Kualitas
dan inspects in controls in manage in
pendekatan

Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu:

1. Biaya pencegahan (prevention cost)


2. Biaya deteksi/penilaian (detection/appraisal cost)
3. Biaya kegagalan internal (internal failure cost)
4. Biaya kegagalan eksternal (exsternal failure cost)

 Biaya Pencegahan
Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan
produk yang dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang berhubungan dengan
perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem kualitas.
Ada beberapa macam biaya yang termasuk dalam kelompok biaya
pencegahan, yaitu :
1. Teknik dan Perencanaan Kualitas
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang
berkaitan dengan patokan rencana kualitas produk yang dihasilkan, rencana
tentang keandalan, rencana pemeriksaan, sistem data, dan rencana khusus
dari jaminan kualitas.
2. Tinjauan Produk Baru
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan usulan tawaran,
penilaian rancangan baru dari segi kualitas, penyiapan program percobaan
dan pengujian untuk menilai penampilan produk baru dan aktivitas-aktivitas
kualitas lainnya selama tahap pengembangan dan pra-produksi dari
rancangan produk baru.
3. Rancangan Proses atau Produk
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada waktu perancangan produk atau
pemilihan proses produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan
keseluruhan kualitas produk tersebut.
4. Pengendalian Proses

14
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk teknik pengendalian proses,
seperti grafik pengendalian yang memantau proses pembuatan dalam usaha
mencapai kualitas produksi yang dikehendaki.
5. Pelatihan
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan, penyiapan,
pelaksanaan, penyelenggaraan, dan pemeliharaan program latihan formal
masalah kualitas.
6. Audit Kualitas
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang
telah dilakukan terhadap rencana kualitas keseluruhan.

 Biaya Deteksi/Penilaian

Biaya deteksi adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah


produksi dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas. Tujuan utama
fungsi deteksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan
sepanjang proses perusahaan, misalnya mencegah pengiriman barang-barang
yang tidak sesuai dengan persyaratan kepada para pelanggan.

Yang termasuk dalam jenis kualitas ini antara lain adalah :

1. Pemeriksaan dan pengujian bahan baku yang dibeli

Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memeriksa


dan menguji kesesuaian bahan baku yang dibeli dengan kualifikasi
yang tercantum dalam pesanan.

2. Pemeriksaan dan pengujian produk

Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk meneliti kesesuaian


hasil produksi dengan standar perusahaan, termasuk meneliti
pengepakan dan pengiriman.

3. Pemeriksaan kualitas produk

15
Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan pemeriksaan
kualitas produk dalam proses maupun produk jadi.

4. Evaluasi persediaan

Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk menguji produk di


gudang, dengan untuk mendeteksi terjadinya penurunan kualitas produk.

 Biaya kegagalan Internal

Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada


ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa
tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan). Pengukuran biaya kegagalan
internal dilakukan dengan menghitung kerusakan produk sebelum meninggalkan
pabrik.

Biaya kegagalan internal terdiri atas beberapa jenis biaya, yaitu:

1. Sisa bahan (Scrap)

Biaya ini adalah kerugian yang ditimbulkan karena adanya sisa


bahan baku yang tidak terpakai dalam upaya memenuhi tingkat kualitas
yang dikehendaki.

2. Pengerjaan ulang

Biaya ini meliputi biaya ekstra yang dikeluarkan untuk melakukan


proses pengerjaan ulang agar dapat memenuhi standar kualitas yang
disyaratkan.

3. Biaya untuk memperoleh material (bahan baku)

Biaya ini meliputi biaya-biaya tambahan yang timbul karena adanya


aktivitas menangani penolakan (rejects) dan pengaduan (complaints)
terhadap bahan baku yang telah dibeli.

4. Factory contact engineering

16
Biaya ini merupakan biaya yang berhubungan dengan waktu yang
digunakan oleh para ahli produk atau produksi yang terlibat dalam masalah-
masalah produksi yang menyangkut kualitas. Misalnya, bila komponen atau
bahan baku suatu produk tidak memenuhi spesifikasi kualitas, maka ahli
produk atau produksi akan diminta untuk menilai kelayakan perubahan
spesifikasi produk.

 Biaya Kegagalan Eksternal

Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi karena produk atau
jasa gagal memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk
tersebut dikirimkan kepada pelanggan. Biaya ini merupakan biaya yang
membahayakan karena dapat menyebabkan reputasi yang buruk, kehilangan
pelanggan dan penurunan pangsa pasar.

Biaya kegagalan eksternal terdiri atas beberapa macam biaya,


diantaranya adalah:

1. Biaya penanganan keluhan selama masa garansi

Biaya ini meliputi semua biaya yang ditimbulkan karena adanya


keluhan-keluhan tertentu, sehingga diperlukan pemeriksaan, reparasi atau
penggantian/penukaran produk.

2. Biaya penanganan keluhan di luar masa garansi

Biaya ini merupakan biaya-biaya yang berkaitan dengan keluhan-


keluhan yang timbul setelah berlalunya masa garansi.

3. Pelayanan (servis) produk

Biaya ini adalah biaya keseluruhan biaya servis produk yang


diakibatkan oleh usaha untuk memperbaiki ketidaksempurnaan atau
pengujian khusus, atau untuk memperbaiki cacat yang bukan disebabkan
oleh adanya keluhan pelanggan.

4. Product liability

17
Biaya ini merupakan biaya yang timbul sehubungan dengan jaminan
atau pertanggungjawaban atas kegagalan memenuhi standar kualitas
(quality failures).

5. Biaya penarikan kembali produk

Biaya ini timbul karena adanya penarikan kembali suatu produk atau
komponen produk tertentu.

Biaya kegagalan internal dan eksternal tidak perlu terjadi bila tidak ada
kerusakan. Contoh laporan biaya kualitas tersaji pada Tabel 2-3

Tabel 2-3 Contoh Laporan Biaya Kualitas

Informasi biaya kualitas dapat memberikan berbagai macam manfaat,


antara lain dapat digunakan untuk:

1. Mengidentifikasi peluang laba (penghematan biaya dapat meningkatkan


laba).
2. Mengambil keputusan capital budgeting dan keputusan investasi lainnya.
3. Menekan biaya pembelian dan biaya yang berkaitan dengan pemasok.
4. Mengidentifikasi pemborosan dalam aktivitas yang tidak dikehendaki para
pelanggan.
5. Mengidentifikasi sistem yang berlebihan.
6. Menentukan apakah biaya-biaya kualitas telah didistribusikan secara tepat.

18
7. Penentuan tujuan dalam anggaran dan perencanaan laba.
8. Mengidentifikasi masalah-masalah kualitas.
9. Dijadikan sebagai salah satu alat analisis Pareto untuk mengalokasikan
antara vital few & trivial many.
10. Dijadikan sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.

 Pandangan terhadap Biaya Kualitas


Dewasa ini ada tiga kategori pandangan yang berkembang di antara para
praktisi mengenai biaya kualitas.
1. Kualitas yang makin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi pula.
Atribut kualitas seperti kinerja dan karakteristik tambahan
menimbulkan biaya yang lebih besar dalam hal tenaga kerja, bahan baku,
desain dan sumber daya ekonomis lainnya.
2. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah daripada penghematan yang
dihasilkan.
Pandangan ini dikemukakan pertama kali oleh Deming dan dianut oleh
para pemanufaktur Jepang. Penghematan dihasilkan dari berkurangnya
tingkat pengerjaan ulang, produk cacat, dan biaya langsung lainnya yang
berkaitan dengan kerusakan.
3. Biaya kualitas merupakan biaya yang besarnya melebihi biaya yang terjadi
bila produk atau jasa dihasilkan secara benar sejak awal (exactly right the
first time).
Pandangan ini dianut oleh para pendukung filosofi TQM biaya tidak
hanya mencangkup biaya langsung, tetapi juga biaya akibat kehilangan
pelanggan, kehilangan pangsa pasar, dan banyak biaya tersembunyi
lainnya serta peluang yang hilang dan tidak teridentifikasi oleh sistem
akuntansi biaya modern.

F. PERILAKU BIAYA KUALITAS

Menurut para pakar kualitas, suatu perusahaan dengan program pengelolaan


kualitas yang berjalan baik, biaya kualitasnya tidak lebih besar dari 2,5% dari
penjualan. Setiap perusahaan dapat menyusun anggaran untuk menentukan besarnya
standar biaya kualitas setiap kelompok atau elemen secara individual sehingga biaya

19
kualitas total yang dianggarkan tidak lebih dari 2,5% dari penjualan. Agar standar
tersebut tercapai, maka perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap
elemen biaya kualitas secara individual. Sebagian biaya kualitas bervariasi dengan
penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar laporan kinerja kualitas dapat
bermanfaat, maka:

1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap
dihubungkan dengan penjualan.
2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh pengurangan
rasio biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat menggunakan salah satu dari dua
cara sebagai berikut:
3. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat digunakan
untuk menghitung penghematan biaya sesungguhnya, atau kenaikan biaya
sesungguhnya.
4. Rasio biaya yang dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga digunakan
untuk mengukur kemajuan kearah pencapaian sasaran periodik.
5. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh perubahan
absolut jumlah biaya tetap.

Biaya kualitas dievaluasi dengan membandingkan biaya sesungguhnya


dengan biaya yang dianggarkan. Pembandingan biaya kualitas tetap menggunakan
jumlah absolut biaya yang sesungguhnya dibelanjakan dengan yang dianggarkan.
Pembandingan biaya dengan menggunakan persentase dari penjualan tidak
bermanfaat, karena penjualan yang dianggarkan belum tentu sama dengan penjualan
sesungguhnya.

Sedangkan biaya kualitas variabel dapat dibandingkan dengan menggunakan


persentase dari penjualan, atau jumlah rupiah biaya, atau kedua-duanya. Apabila
para manajer terbiasa berhadapan dengan jumlah absolut atau jumlah rupiah, maka
pendekatan yang terbaik adalah dengan membandingkan jumlah rupiah dengan
dilengkapi ukuran persentase. Selanjutnya perhitungan persentase secara
keseluruhan dengan menggunakan biaya variabel dan biaya tetap juga dapat
disarankan. Perhitungan persentase secara keseluruhan ini dapat memberikan
informasi pada manajemen mengenai seberapa baik standar kualitas sebesar 2,5%
dapat tercapai.
20
G. PANDANGAN TERHADAP JUMLAH KESALAHAN OPTIMUM

Menurut Juran, struktur biaya kualitas sangat dipengaruhi oleh interaksi antara
keempat jenis biaya kualitas, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya
kerusakan internal, dan biaya kerusakan eksternal. Biaya pengendalian (pencegahan
dan penilaian) meningkat seiring dengan peningkatan kualitas, sedangkan biaya
kegagalan (internal dan eksternal) menurun seiring peningkatan kualitas. Hubungan
ini apabila digambarkan akan menjadi kurva biaya kualitas total yang berbentuk huruf
U. Juran menyarankan agar manajemen dapat menemukan level atau tingkat kualitas
(jumlah defect) yang tepat sehingga akan meminimumkan biaya kualitas total.

Gambar 2-1 Pandangan Tradisional Gambar 2-2 Pandangan Tradisional versus TQM

Secara konseptual dan praktikal tidak diketahui alasan mengapa posisi biaya
total minimum pada model ini bukannya pencapaian kualitas 100% (lihat gambar 2-1).
Pada gambar tersebut terlihat bahwa setelah titik optimum apabila kita akan
meningkatkan kualitas, biaya yang terjadi akan semakin meningkat. Paradigma yang
diungkapkan oleh Juran tersebut disebut sebagai paradigma tradisional. Hal ini
dikarenakan paradigma tersebut beranggapan bahwa kesalahan tidak dapat dihindari
dan oleh karena itu sangatlah mahal biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki
semua defect. Sebaliknya TQM berpendapat bahwa zero defect seharusnya menjadi
sasaran perusahaan. Perusahaan seharusnya menganalisismpenyebab semua kesalahan
dan mengambil tindakan untuk memperbaikinya.

21
Gambar 2-2 memperlihatkan perbedaan pandangan terhadap jumlah defect
optimum antara paradigma tradisional dan TQM. Berdasarkan pendekatan tradisional
biaya terendah dicapai pada level non zero defect. Pendukung pandangan ini
berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan meningkat dengan semakin
banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang apabila ada sedikit kesalahan
yang dibiarkan.

Sebaliknya TQM berpendapat bahwa biaya terendah dicapai pada level zero
defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa meskipun kesalahan yang ada
itu jumlahnya besar, tetapi hal ini tidak memerlukan lebih banyak biaya untuk
memperbaiki kesalahan yang terakhir tersebut dibandingkan dengan mengoreksi
kesalahan yang pertama. Oleh karena itu biaya total menurun terus sampai kesalahan
terakhir diatasi. Dalam hal ini TQM berpendapat bahwa quality is free.

H. PENGUKURAN KUALITAS

Selain melalui perhitungan biaya, kualitas juga dapat diukur melalui penelitian
konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk atau
perusahaan. Penelitian konsumen tersebut menggunakan berbagai macam metode,
misalnya sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, maupun
dengan survei pelanggan.

Dimensi yang dapat digunakan beraneka ragam, diantaranya adalah dimensi


yang dikemukakan David Garvin untuk kualitas produk dan dimensi dari Parasuraman
dan kawan-kawan untuk kualitas jasa. Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa
atau produk hampir sama dengan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan
oleh variabel harapan dan kinerja yang dirasakan. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
merumuskan model kualitas jasa yang menyoroti persyaratan-persyaratan utama
untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Model ini mengidentifikasi 5 gap
yang menyebabkan kegagalan delivery jasa, kelima gap yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu
dapat merasakan apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat.
2. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Mungkin
manajemen mampu merasakan secara tepat apa yang diinginkan oleh para

22
pelanggan, tetapi pihak manajemen tersebut tidak menyusun suatu standar
kinerja tertentu.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Karyawan
perusahaan mungkin kurang dilatih atau bekerja melampaui batas dan tidak
dapat atau tidak mau memenuhi standar. Atau mereka mungkin dihadapkan
pada standar yang bertentangan.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan konsumen
dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh wakil dan iklan
perusahaan.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Ini terjadi bila
konsumen mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang
berlainan dan salah dalam memersepsikan kualitas jasa tersebut.

I. PEMIKIRAN BEBERAPA PAKAR KUALITAS

1. W. Edward Deming

Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan


total quality management. Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin
revolusi kualitas di jepang, yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik
pemecahan masalah dan pengendalian proses statistik (statistical process
control). Atas jasanya yang besar bagi industri Jepang, maka setiap tahun
diberikan penghargaan bernama Deming Prize kepada setiap perusahaan yang
berprestasi dalam hal kualitas. Deming Prize sendiri terbagi dalam dua
kategori, yaitu hadiah Deming bagi individual yang berjasa dalam
pengendalian kualitas dan metode statistika jepang serta Deming Application
Prize yang diberikan kepada perusahaan yang melaksanakan dengan baik
pengendalian kualitas perusahaannya dan pengendalian mutu statistiknya.

Deming menganjurkan penggunaan SPC (yang dikembangkan


pertama kali oleh Shewhart) agar perusahaan dapat membedakan penyebab
sistematik dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia berkeyakinan
bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang dapat dihindari
dalam kehidupan industri. Kontribusi utama yang membuatnya terkenal adalah
Deming Cycle, Deming Fourteen Points, dan Seven Deadly Diseases.

23
 Siklus Deming (Deming Cycle)

Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan


antara produksi suatu produk dengan kebutuhan pelanggan, dan
memfokuskan sumber daya semua departemen (riset, desain,
produksi, pemasaran) dalam suatu usaha kerja untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.

Tahap-tahap dalam siklus deming terdiri dari:

1) Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam


perencanaan produk
2) Menghasilkan produk
3) Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan
rencana
4) Memasarkan produk tersebut.
5) Menganalisis Bagaimana produk tersebut diterima di pasar
dalam hal kualitas, biaya, dan kriteria lainnya.

 Empat Belas Poin Deming (Deming’s Fourteen Points)

Empat belas poin deming ini merupakan ringkasan dari


keseluruhan pandangan W. Edwards deming terhadap apa yang
harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melakukan transisi
positif dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis
berkualitas tingkat dunia. Berikut ini adalah ringkasan dari keempat
belas poin deming.

1) Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan


jasa, dapat bersaing, tetap berada dalam bisnis, dan untuk
menciptakan lapangan kerja.
2) Adopsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya
era ekonomi baru dan siap menghadapi tantangan, belajar
bertanggung jawab, dan mengambil alih kepemimpinan guna
menghadapi perubahan

24
3) Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu
produk. Bentuklah mutu sejak awal.
4) Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang
rendah.
5) Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan
jasa untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas, yang pada
gilirannya secara konstan menurunkan.
6) Lembagakan on the job training.
7) Lembagakan kepemimpinan tujuan dari kepemimpinan haruslah
untuk membantu orang dan teknologi dapat bekerja dengan
lebih baik.
8) Hapuskan rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara
efektif.
9) Hilangkan Dinding Pemisah antar Departemen sehingga orang
dapat bekerja sebagai suatu tim.
10) Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja. Hal-hal
tersebut dapat menciptakan permusuhan.
11) Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran. Gantikan
dengan kepemimpinan.
12) Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggaan
karyawan atas keahliannya.
13) Giatkan program pendidikan dan self improvement.
14) Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap
orang untuk mengerjakannya.

 Deming ‘s Seven Deadly Diseases

Deming’s Seven Deadly diseases ini merupakan ringkasan


dari pandangan deming terhadap faktor-faktor yang dapat
merintangi transformasi menuju bisnis berkualitas tingkat dunia. 7
faktor tersebut yaitu:

1) Kurangnya ke Ajengan tujuan untuk merencanakan produk dan


jasa yang memiliki pasar yang cukup untuk dapat

25
mempertahankan perusahaan dalam bisnis dan menyediakan
lapangan kerja.
2) Penekanan pada laba jangka pendek: pemikiran jangka pendek
yang didorong oleh ketakutan akan usaha-usaha mengambil-alih
dan tekanan dari bankir dan pemilik saham untuk menghasilkan
dividen.
3) Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen
berdasarkan sasaran tanpa menyediakan metode-metode atau
sumber daya untuk mencapai sasaran tersebut. evaluasi prestasi,
merit ratings, dan penilaian tahunan merupakan bagian dari
penyakit ini.
4) Job hopping oleh para manajer.
5) Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam
pengembalian keputusan hanya memberikan sedikit
pertimbangan atau bahkan tidak sama sekali terhadap apa yang
tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
6) Biaya medis yang terlalu berlebihan.
7) Biaya hutang yang berlebihan, yang dikarenakan para pengacara
yang bekerja berdasarkan tarif kontingensi.

2. Joseph M. Juran

Juran yang memiliki dua gelar kesarjanaan ( teknik dan hukum) ini
merupakan pendiri dari jurusan Institut, Inc. di Wilton, connecticut. ini
bergerak dalam bidang pelatihan penelitian, dan konsultasi manajemen
kualitas.

Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok atau sesuai untuk


digunakan, yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus
dapat memenuhi Apa yang diharapkan oleh pemakainya. pengertian cocok
untuk digunakan Ini mengandung 5 dimensi utama, yaitu kualitas desain,
kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field use.

Juran pernah mendapat penghargaan dari kaisar Jepang berupa medali


order off Sacred Treasure atas usahanya dalam mengembangkan kualitas di

26
Jepang dan membina persahabatan antara Jepang dan Amerika
Serikat. kontribusi juran yang paling terkenal antara lain juran’s three basic
steps to progress, juran’s ten steps to qualify improvement, the pareto
principle, dan the juran trilogy. Selain itu juran juga mengembangkan konsep
managing bisnis proses quality, yang merupakan suatu teknik untuk
melaksanakan penyempurnaan kualitas secara fungsional silang.

 Juran’s Three Besic Steps To Progress

Menurut Juran tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang


harus diambil perusahaan bila Mereka ingin mencapai kualitas tingkat
dunia. Juran juga yakin bahwa ada titik Diminishing return dalam
hubungan antara kualitas dan daya saing. ke 3 langkah tersebut terdiri
dari:

1) Mencapai perbaikan struktur atas dasar kesinambungan yang


dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
2) Mengadakan program pelatihan secara luas
3) Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen
yang lebih tinggi.

 Juran’s Ten Step To Quality Improvement

Langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran meliputi:

1) Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan


peluang untuk melakukan perbaikan.
2) Menetapkan tujuan perbaikan.
3) Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4) Menyediakan pelatihan.
5) Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan
masalah.
6) Melaporkan perkembangan.
7) Memberikan penghargaan.
8) Mengkomunikasikan hasil-hasil.

27
9) Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
10) Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam
sistem reguler perusahaan.

 The Pareto Principle

Juran merupakan prinsip yang dikemukakan oleh vilfredo


pareto ke dalam manajemen. prinsip ini kadang kala disebut pula
kaidah 80/20, yang bunyinya "80% of the trouble comes from Om
20% of the problems". Menurut prinsip ini, organisasi harus
memusatkan energinya pada penyisihan sumber masalah yang
sedikit tetapi vital yang menyebabkan sebagian besar masalah. baik
juran maupun deming yakin bahwa sistem yang dikendalikan oleh
manajemen merupakan sistem di mana sebagian besar masalah
terjadi.

 The Juran Trilogi

The juran Trilogy merupakan ringkasan dari tiga fungsi


manajerial yang utama. Pandangan juran terhadap fungsi-fungsi ini
dijelaskan sebagai berikut:

Perencanaan kualitas. Perencanaan kualitas meliputi


pengembangan produk, sistem, dan proses yang dibutuhkan untuk
memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. langkah-langkah
yang dibutuhkan untuk itu adalah :

1) Menentukan siapa yang menjadi pelanggan.


2) Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan
3) Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan.
4) Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan
organisasi untuk menghasilkan keistimewaan tersebut.
5) Menyebarkan rencana kepada level operasional.

Pengendalian kualitas. Langkah-langkah pengendalian kualitas :

28
1) Menilai kinerja kualitas aktual
2) Membandingkan kinerja dengan tujuan
3) Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan

Perbaikan kualitas. Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on


going dan terus menerus. langkah-langkah yang dapat dilakukan
adalah:

1) Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan


perbaikan kualitas setiap tahun.
2) Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan
lakukan proyek perbaikan.
3) Membentuk suatu tim proyek yang bertanggung jawab dalam
menyelesaikan setiap proyek perbaikan.
4) Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar
dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab
utama memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan
mempertahankan Keuntungan yang diperoleh.

3. Philip B. Crosby

Crosby terkenal dengan anjuran manajemen Zero defect dan


pencegahan, yang menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara
statistik. Ia juga dikenal dengan quality vaccine dan crosby’s fourteen quality
improvement.

Pandangan-pandangan Crosyi dirangkum dalam ringkasan yang ia


sebut sebagai dalil-dalil manajemen kualitas dalil-dalil itu dikemukakan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok berikut:

1) Apa yang dimaksud dengan kualitas?


2) Sistem seperti apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas?
3) Standar kinerja Bagaimana yang harus digunakan?
4) Sistem pengukuran seperti apa yang dibutuhkan?

 Dalil pertama: definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan

29
Dulu kualitas diterjemahkan sebagai tingkat Kebagusan atau
kebaikan. Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara
spesifik baik atau bagus itu bagaimana. Misalnya sandi menginginkan
sepeda motor yang bagus. Ini sangatlah subjektif bagus itu seperti apa
Apakah kriterianya? bagaimana kecepatannya? modelnya yang Sportif?
hemat BBM? suku cadang yang mudah didapatkan? yang tidak cepat rusak?
semuanya ini tidak jelas.

Definisi kualitas menurut crosby adalah memenuhi atau


persyaratannya. Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka suatu
produk atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat
berubah sesuai dengan keinginan pelanggan kebutuhan organisasi pemasok
dan sumber, pemerintah, teknologi serta pasar atau persaingan.

 Dalil kedua: sistem kualitas adalah pencegahan

Pada masa lalu sistem kualitas adalah penilaian. misalnya di


pabrik TV pada akhir proses dinyatakan Apakah TV yang dihasilkan
tergolong buruk atau bagus. Penilaian akhir hanya menyatakan bahwa
apabila baik maka akan diserahkan kepada distributor sedangkan bila
buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan
masalah karena yang buruk akan selalu ada. Mengapa tidak dilakukan
pencegahan sejak awal hingga outputnya dijamin bagus serta hemat
biaya dan waktu. dalam hal ini dikenal the law of tens. Maksudnya bila
kita menemukan suatu kesalahan di awal proses, biayanya cuma Rupiah.
Tetapi bila ditemukan di proses kedua, maka biayanya menjadi 10
rupiah. Diketemukan di proses berikutnya lagi nilainya menjadi 100
rupiah. Jadi sistem kualitas menurut crosby merupakan pencegahan.

Dalam suatu proses pasti ada input dan output. di dalam proses
kerja internal sendiri ada 4 kendali input dimana proses pencegahan
dapat dilakukan, yaitu:

1. Fasilitas dan perlengkapan.


2. Pelatihan dan pengetahuan.

30
3. Prosedur pedoman atau manual operasi standar, dan pedoman
standar kualitas.
4. Standar kinerja atau prestasi.

 Dalil ketiga: merupakan standar kinerja yang harus digunakan

Konsep yang berlaku di masa lalu yaitu konsep mendekati


misalnya efisiensi mesin mendekati 95%. tetapi coba dihitung Berapa
besarnya inefisiensi 5% dikalikan penjualan. Besar sekali nilainya. orang
sering terjebak dengan nilai persentase sehingga krosby mengajukan
konsep kerusakan nol yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan
melakukan sesuatu secara benar semenjak pertama kali dan setiap kali.

 Dalil keempat : ukuran kualitas adalah price of non conformance

Biaya mutu merupakan penjumlahan antara Price of Non


Konfirmance dan Price of Confirmance.

 Crosby’s Quality Vaccine

Crosby quality vaccine terdiri atas 3 unsur determinasi, pendidikan, dan


pelaksanaan. determinasi adalah suatu sikap dari manajemen untuk tidak
menerima proses produk atau jasa yang tidak memenuhi persyaratan
seperti reject, scrap, lead delivery, wrong shipment, dan lain-lain.

Menurut crosby, Setiap perusahaan harus divaksinisasi agar


memiliki antibodi untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan.
Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan
dihilangkan. dalam menyiapkan vaksinisasi, suatu perusahaan perlu
membuat 5 unsur yaitu:

1. Integritas

CEO harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima


apa yang telah dijanjikan, seperti kualitas produk atau jasa,
kualitas penyampaian, keamanan, dan lain-lain. CEO

31
(chief operating officer) Arif memiliki pemikiran bahwa
kualitas di atas segalanya.

2. Sistem

Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan


individu di dalam tim untuk menjamin kualitas. Untuk itu
diperlukan pendidikan kualitas yang merupakan proses untuk
membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama Dalam
kualitas dan mengerti peran mereka dalam upaya peningkatan
kualitas.

3. Komunikasi

Setelah memiliki bahasa yang sama maka komunikasi


akan lebih mudah terjalin. Komunikasi disini adalah proses
mengirim dan menerima informasi mengenai kualitas dari
mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi mengenai
usaha peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh
karyawan.

4. Operasi

Operasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan


organisasi untuk menjaga agar tetap berfungsi hal ini
dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar mengirim produk
dan jasa sesuai dengan persyaratan. Selain itu
prosedur, produk dan sistem dikualifikasi dan dibuktikan
sebelum pelaksanaan dan diuji secara terus-menerus.

5. Kebijakan

Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan pengarahan dari


manajemen yang memperjelas gimana Mereka berdiri dan
menentukan sikap tentang kualitas. kebijakan harus jelas dan
tidak ragu-ragu.

32
 Crosby’s Fourteen Steps To Quality Improvement

1. Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas


untuk jangka panjang.
2. Membentuk tim kualitas antar departemen.
3. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan
masalah potensial.
4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu
digunakan sebagai alat manajemen.
5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi
pada semua karyawan.
6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki
masalah-masalah yang telah diidentifikasi.
7. Mengadakan program Zero defect.
8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program
kualitas tersebut.
9. Mengadakan Zero defect day untuk meyakinkan seluruh
karyawan agar sadar akan adanya arah baru.
10. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan
perbaikan pribadi dan tim.
11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada
manajemen apa hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam
upaya mencapai tujuan kualitas.
12. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi
secara terus-menerus.
13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi
secara terus-menerus.
14. Mengulangi setiap tahap tersebut , karena perbaikan kualitas
adalah proses yang tidak pernah berakhir.

Pada bagian atas telah diuraikan beberapa pemikiran dari tiga


pakar kualitas. pada sejumlah kesamaan yang dikemukakan oleh
ketiga pakar tersebut, yaitu:

33
1. Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci untuk melaksanakan
perbaikan kualitas.
2. Keterlibatan dan kepemimpinan manajemen puncak sangat
penting dan esensial dalam menciptakan komitmen dan budaya
kualitas.
3. Program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh bagian atau
pihak dalam organisasi dan merupakan komitmen jangka
panjang. untuk itu dibutuhkan pula Pendidikan dan Pelatihan.
4. Kualitas merupakan faktor primer, sementara scheduling
merupakan faktor sekunder.

34
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

David Garvin (dalam Lovelock, 1994, hlm. 97-98) Menunjukkan adanya lima
alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu: Sudut pandang ini biasanya
diterapkan dalam musik seni, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan
dapat mendukung produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja
yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik),
kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Yaitu menganggap
kualitas sebagai faktor atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat dinilai.
Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur
atau atribut yang dimiliki produk. Pendekatan ini berdasarkan pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling
memuaskan seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan berorientasi pada permintaan
ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan
kepuasan yang dirasakannya.

Pengendalian kualitas mencakup beberapa model yang seragam dari suatu


produk untuk mengukur kinerja sesungguhnya. Gerakan kualitas menggunakan
pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya pada tahun 1931 dengan dipublikasikannya
hasil karya W.A. Kontribusi utamanya adalah bagan pengendalian proses untuk
merencanakan nilai produksi guna menentukan apakah nilai tersebut masuk dalam
range yang dikehendaki. Menurut Juran, biaya untuk mencapai tingkat kualitas
tertentu dapat dibagi menjadi biaya yang dapat dihindari dan biaya yang tidak dapat
dihindari. Menurut Armand Feigenbaum (1956), bahwa pengendalian harus dimulai
dari perancangan produk dan berakhir hanya jika produk telah sampai ke tangan
pelanggan yang puas. Pertama kali dimunculkan oleh Martin Company pada tahun
1961-1962. Konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan militer akan produk yang

35
tidak hanya bekerja baik saat pertama kali, tetapi juga diserahkan tepat waktu.
Kesalahan karena kurangnya fasilitas yang memadai dapat diatasi dengan survey
pabrik dan peralatan secara periodik. Sedangkan kesalahan yang disebabkan
kurangnya perhatian merupakan kesalahan yang paling sulit dideteksi. Company-wide
quality control merupakan perluasan dari ide TQC (Total Quality Control) yang
dikemukakan oleh Feigenbaum. (QFD) merupakan serangkaian aktivitas perencanaan
dan komunikasi yang digunakan pertama kali di galangan kapal Mitsubishi di Kobe.
QFD berfokus pada pengembangan keterampilan untuk merancang, menciptakan dan
memasarkan produk yang dibutuhkan yang disebut House of Quality. Pengukuran
kinerja dapat menggunakan salah satu dari dua cara sebagai berikut: Biaya kualitas
dievaluasi dengan membandingkan biaya sesungguhnya dengan biaya yang
dianggarkan. Sedangkan biaya kualitas variabel dapat dibandingkan dengan
menggunakan presentase dari penjualan, atau jumlah rupiah biaya, atau kedua-duanya.
Apabila para manajer terbiasa berhadapan dengan jumlah absolut atau jumlah rupiah,
maka pendekatan yang terbaik adalah dengan membandingkan jumlah rupiah dengan
dilengkapi ukuran presentase.

Menurut Juran, struktur biaya kualitas sangat dipengaruhi oleh interaksi antara
keempat jenis biaya kualitas, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya
kerusakan internal, dan biaya kerusakan eksternal. Hubungan ini apabila digambarkan
akan menjadi kurva biaya kualitas total yang berbentuk huruf U. Paradigma yang
diungkapkan oleh Juran tersebut disebut sebagai paradigma tradisisonal. Berdasarkan
pendekatan tradisional biaya terendah dicapai pada level non zero defect. Pendukung
pandangan ini berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan meningkat
dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang apabila ada
sedikit kesalahan yang dibiarkan. Sebaliknya TQM berpendapat bahwa biaya terendah
dicapai pada level zero defect. dimensi yang dikemukakan David Garvin untuk
kualitas produk dan dimensi dari Parasuraman dan kawan-kawan untuk kualitas jasa.
Crosby Quality Vaccine terdiri atas 3 unsur ku determinasi kan, kanpendidikan, dan
pelaksanaan. Determinasi adalah suatu sikap dari manajemen untuk tidak menerima
proses produk atau jasa yang tidak memenuhi persyaratan seperti reject, scrap, lead
delivery, wrong shipment, dan lain-lain. Menurut crosby, setiap perusahaan harus
divaksinisasi agar memiliki antibodi untuk melawan ketidaksesuaian terhadap
persyaratan. CEO harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima apa yang telah

36
dijanjikan, seperti kualitas produk atau jasa, kualitas penyampaian, keamanan, dan
lain-lain. Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim
untuk menjamin kualitas, untuk itu diperlukan pendidikan kualitas yang merupakan
proses untuk membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama dalam kualitas
dan mengerti peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas. Setelah memiliki
bahasa yang sama maka komunikasi akan lebih mudah terjalin.

Operasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga


agar tetap berfungsi hal ini dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar mengirim
produk dan jasa sesuai dengan persyaratan. Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan
pengarahan dari manajemen yang memperjelas bagaimana mereka berdiri dan
menentukan sikap tentang kualitas. Pada bagian atas telah diuraikan beberapa
pemikiran dari tiga pakar kualitas. Pada sejumlah kesamaan yang dikemukakan oleh
ketiga pakar tersebut yaitu: 3 program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh
bagian atau pihak dalam organisasi dan merupakan komitmen jangka panjang untuk
itu dibutuhkan pula Pendidikan dan Pelatihan kualitas merupakan faktor primer,
sementara scheduling merupakan faktor sekunder.

37
DAFTAR PUSTAKA

Tjiptono, F., & Diana, A. (2003). Total Quality Management Edisi Revisi. Yogyakarta:Andi.

Garvin dalam Boundns, G., et al. (1994), Beyond Total Quality Management:Toward the
Emerging Paradigm, New York: McGraw-Hill, Inc.,p.47.

38

Anda mungkin juga menyukai