OLEH KELOMPOK 12
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini yang berjudul “Kualitas Pelayanan, Total
Quality Management Dan Benchmarking” .
Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan Makalah ini. Ucapan terimakasih diberikan kepada :
1. Ns. G Nur Widya Putra .,S.Kep.,M.Kep, selaku Koordinator Mata Kuliah Manajemen
Keperawatan, sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
2. Ns. Made Yos Kresnayana.,S.Kep.,M.Kep, selaku Dosen pengajar Mata Kuliah
Manajemen Keperawatan yang telah memeberikan pengarahan dalam pembuatan
Makalah ini.
3. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2018 serta sahabat yang selalu mendukung dan
memberikan saran saat penyusunan Literatur Review.
Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga mampu
memaksimalkan Makalah ini dengan baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ii
2.12 Prinsip – Prinsip Pelaksanaan Benchmarking .......................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kompetensi dan kewenangan perawat dengan memperhatikan keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang. Parameter yang
paling penting untuk menilai kualitas pelayanan yang disediakan oleh penyedia layanan
kepada pelanggan adalah kepuasan pelanggan atau pasien(Suratri et al., 2018).
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut didapatkan beberapa tujuan yaitu:
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam
mengenai kualitas pelayanan Kesehatan maupun prinsip benchmarking.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari kualitas pelayanan
b. Untuk mengetahui apa saja macam-macam dari kualitas pelayanan
c. Untuk mengetahui prinsip dari benchmarking
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu dapat mengetahui dan memahami lebih dalam
mengenai kualitas pelayanan kesehatan dan benchmarking, serta dapat digunakan sebagai
sumber literatur atau informasi dalam proses pembelajaran bagi pembaca.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kualitas : Kualitas menurut Goetsh & Davis (dalam Yamit; 2002) adalah suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan, kualitas jugamerupakan suatu
kondisi dimana hasil dari produk dan jasa mencapai tingkat kesempurnaan yang sesuai
dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tujuan.
Pelayanan : Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang
atau jasa. Jasa diartikan sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan
(Supranto, 2001). Menurut Kotler (dalam Tjiptono; 2007) mendefinisikan jasa sebagai
setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain
yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu, pelayanan juga merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memberikan layanan kepada pihak lain yang mempunyai sifat tidak berwujud, tidak
dapat dipisahkan, bervariasi, dan tidak tahan lama, sehingga pelayanan hanya dapat
dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan.
Sugiarto (dalam Hadjam dan Arida; 2002) mengungkapkan bahwa layanan yang baik
adalah layanan yang sangat memperhatikan individu sebagai pribadi yang unik dan
menarik. Kotler (dalam Tjiptono; 2007) menjelaskan karakteristik dari pelayanan
sebagai berikut:
3
b) Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan
dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk
diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan
tersebut. Dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi atau
dirasakan secara bersamaan. Misalnya: pelayanan keperawatan yang diberikan
pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c) Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena
merupakan non standardized dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari
siapa pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi di mana serta kapan
pelayanan tersebut diberikan. Misalnya: pelayanan yang diberikan kepada pasien
di ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d) Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang
tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya: jam tertentu tanpa 14 ada
pasien di ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang
begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Menurut Tjiptono (2001), ada empat unsur pokok yang terkandung dalam
pelayanan yang prima, yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan.
Keempat komponen ini merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi, dalam arti jika ada
salah satu komponen yang kurang, maka pelayanan tidak akan prima. Setelah
menggunakan pelayanan perawat tersebut, pasien membandingkan kualitas yang
4
diharapkan dengan apa yang benar-benar pasien terima. Pelayanan perawat yang
mengejutkan dan menyenangkan pasien, yang berada di atas tingkat pelayanan yang
pasien inginkan, akan dipandang memiliki kualitas yang lebih tinggi. Kualitas pelayanan
perawat adalah tingkat keunggulan atau sejauhmana perawat dapat memenuhi atau
melampaui harapan pasien dalam proses pemberian layanan, guna untuk memenuhi
keinginan pasien dan keluarga pasien.
Total Quality Management secara harfiah berasal dari kata “total” yang berarti
keseluruhan atau terpadu, “quality” yang berarti kualitas, dan ”management” telah
disamakan dengan manajemen dalam bahasa Indonesia yang diartikan dengan
pengelolaan. Jadi dari asal katanya “Total Quality Management” dapat diartikan
manajemen mutu terpadu atau manajemen kualitas terpadu.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada
pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematik dan
perbaikan terus menerus terhadap proses, produk dan pelyanan suatu organisasi.
Pengertian lain menjelaskan bahwa TQM adalah perluasan dan pengembangan dari
5
jaminan mutu. Mutu terpadu adalah usaha menciptakan sebuah kultur mutu yang
mendorong semua anggota pekerjaannya untuk memuaskan para pelanggan.
Menurut Organization for Standarizasion pada tahun 2012 menyatakan bahwa TQM
adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berpusat pada kualitas,
berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka
panjang melalui kepuasan pelanggan, dan manfaat bagi semua anggota organisasi dan
masyarakat.
1. Kepuasan pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak
hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi
ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan
pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam
segala aspek termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh
karena itu, segala aktivitas perushaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para
pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang
diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Makin tinggi
nilai yang diberikan, maka besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan
dipandang sebagi individu yang memilki talenta dan kreativitas yang khas.Dengan
demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling dinilai. Oleh
6
karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan bail dan diberi
kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan
selalu didasarkan pada data, bukan sekedar perasaan. Ada dua konsep fokus yang
berkaitan dengan hal ini. Konsep pertama yaitu prioritas yakni suatu konsep bahwa
perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan
menggunakan data, manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan
usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua yaitu variasi atau
variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai
variabilitas yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen
dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini
adalah siklus PDCAA (plan do check act analyze) yang terdiri atas langkah–
langkah perencanaan dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang
diperoleh. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan
denganmenggunakan berbagai macam alat yaitu menggunakan total quality
manajement (TQM) dan akreditasi.
Dalam penerapan MMT di institusi manapun, Goetsch dan Davis (1994, 14) menegaskan
perlunya aktualisasi dari 10 ajaran utamanya,yaitu :
1. Fokus Pelanggan
7
mutu produk/jasa ditujukan. Hal ini berlaku untuk pelanggan eksternal maupun
pelanggan internal. Pelanngan eksternal menentukan mutu produk/jasa yang diharapkan,
sedangkan pelanggan internal membantu menentukan mutu personil, proses, dan
lingkungan yang diperlukan untuk menghasilakn produk/jasa yang diharapkan.
2. Obsesi Mutu
Dalam seting MMT, pelanggan eksternal dan internal adalah penentu mutu. Dengan
mutu yang tertentu tersebut, institusi harus berobsesi untuk memenuhi bahkan
melampaui standar mutu yang ditentukan tersebut. Ini artinya semua individu di institusi
pada semua level melakukan tugas dan kewajiban masing-masing dan berupaya
bagaimana dapat bekerja lebih baik. Ketika institusi terobsesi dengan mutu maka mereka
akan bersemboyan: “good enough is never good enough”.
3. Pendekatan Ilmiah
Makna utama dari pendekatan ilmiah adalah pengambilan kesimpulan berdasarkan data.
Pada organisasi pada umumnya, pengambilan keputusan biasanya ditetapkan lebih
dominan berdasarkan keinginan atau intuisi pimpinan. Dalam penerapan MMT biasanya
MMT merupakan hal yang baru, sehingga hal tersebut perlu disosialisasikan dan di
internalisasikan kepada seluruh orang-orang di organisasi. Mereka perlu peningkatan
pengetahuan, ketrampilan, keterlibatan, dan pemberdayaan untuk mampu menerapkan
MMT.
Institusi yang menerapkan MMT biasanya setelah mereka mengikuti seminar atau
mendapat saran dari staf sering gagal dalam menerapkan model manajemen ini. Hal ini
disebabkan institusi tersebut mengadopsinya seperti mengadopsi inovasi teknologi tidak
diinternalisasikan bahwa MMT adalah sebagai “falsafah” kerja yang memerlukan
perubahan budaya baru dari seluruh organisasi.
5. Kerja tim
8
Dalam organisasi tradisional umumnya persaingan terjadi antar departemen untuk
meningkatkan daya saing. Namun hal ini justru merugikan organisasi dalam persaingan
dengan organisasi eksternal lainnya. Organisasi dengan menerapkan MMT membangun
kerja tim antar departemen, kemitraan juga dibangun dengan pemasok, instansi
pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sebagai pelanggan.
Setiap produk/jasa dihasilkan dalam suatu lingkungan yang dirancang sedemikian pula
sehingga dapat dihasilkan produk/jasa dengan mutu yang terbaik. Lingkungan yang
dirancang tersebut adalah bagian dari satu sistim yang harus ditingkatan untuk
menghasilkan mutu produk/jasa yang maksimal.
Pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang esensial dalam MMT karena hal ini
merupakan cara peningkatan karyawan selaras dengan prinsip peningkatan mutu yang
berkesinambungan. Dalam seting MMT, manajer memprioritaskan setiap karyawan
untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilannya sehingga mereka menjadi karyawan
yang cerdas, terampil, dan mempunyai semangat bekerja yang tinggi.
9
9. Kesatuan Tujuan
Ditinjau dari sejarah di industri, hubungan manajer dan karyawan umumnya selalu
berselisih bahkan bertolak belakang. Manejer berharap karyawan bekerja maksimum
dengan gaji yang seminimum mungkin agar biaya produksi menjadi rendah
dankeuntungan yang diperoleh menjadi maksimum. Sebaliknya, karyawan berharap jam
kerja yang minimum, fasilitas dengan kompensasi dan gaji yang tinggi.
Sebagaimana dijelaskan pelibatan dan pemberdayaan adalah ajaran utama dalam MMT.
Keuntungan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Pertama, keputusan
menjadi lebih baik karena lebih banyak individu terlibat di dalamnya. Hal ini tentu harus
simultan diimbangi dengan peningkatan kapasitas karyawan sehingga mereka dapat
berkontribusi dalam keterlibatannya. Kedua, meningkatkan rasa memiliki karyawan
sehingga mereka secara internal akan lebih komitmen melaksanakan keputusan yang
diambil bersama.
Tidak hanya meningkatkan kualitas jasa pelayanan kesehatan, berikut adalah manfaat
TQM/MMT menurut (Lesman, 2020):
a) Membantu organisasi mencapai konsistensi yang lebih besar dalam tugas dan
kegiatan yang terlibat dalam produksi produk dan layanan.
b) Meningkatkan efisiensi dalam proses, mengurangi pemborosan dan meningkatkan
penggunaan waktu dan sumber daya lainnya.
c) Membantu meningkatkan kepuasan pasien
d) Membantu rumah sakit dalam promosi jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat
secara efektif.
e) Memudahkan rumah sakit dalam mengintegrasikan staf atau tenaga kesehatan yang
baru untuk ikut dalam pengembangan rumah sakit.
f) Meningkatkan motivasi, moral dan kinerja staf
10
g) Meningkatkan image positif perusahaan.
h) Meningkatkan komunikasi internal.
Jadi, tujuan yang paling utama dari melakukan benchmarking adalah demi
meningkatkan nilai lebih perusahaan dengan cara memperbaiki performa usaha,
11
meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas produk dan pelayanan, serta hal
lainnya dengan memanfaat performa dari kompetitor lain yang dianggap lebih baik.
12
5) Process Benchmarking yaitu memfokuskan pada proses kerja atau sistem operasi
tertentu (misal pembayaran, rekruitmen, komplain pelanggan, pengadaan) untuk
menghasilkan hasil pada bottom line results, seperti peningkatan produktivitas,
mengurangi waktu siklus produk, pengurangan biaya, peningkatan penjualan,
mengurangi laju kesalahan produksi, dan peningkatan keuntungan.
6) Performance Benchmarking yaitu memfokuskan pada pembandingan produk atau
layanan seperti harga, kualitas teknis, fitur produk, kecepatan layanan, dan keandalan.
Beberapa alat manajemen untuk melakukan ini adalah reverse engineering,
pembandingan langsung produk dan layanan, ataupun analisis statistik pada sistem
operasi.
7) Strategic Benchmarking digunakan untuk menguji bagaimana korporasi dapat
bersaing dan fokus pada industri tertentu. Sasaran kuncinya adalah mengidentifikasi
strategi yang unggul untuk menjadi korporasi yang berhasil.
Dengan melakukan benchmarking, setidaknya ada enam manfaat utama yang bisa
perusahaan Anda rasakan, yaitu:
1. Analisis Kompetitif
Dengan membandingkan performa perusahaan saat ini dengan performa kompetitor lain,
maka perusahaan Anda akan mampu mengidentifikasi bagian mana yang harus Anda
tingkatkan atau Anda perbaiki. Selain itu, perusahaan Anda juga akan mendapatkan
benefit yang sangat strategis dari kompetitor Anda, serta mampu meningkatkan rata-rata
perkembangan perusahaan Anda.
2. Memantau Performa
13
kegiatan benchmarking ini perlu dilakukan secara berkala untuk bisa memantau
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Selain itu, dengan melakukan benchmarking juga Anda akan bisa meningkatkan
performa bisnis secara berkelanjutan. Hal tersebut memang sudah sepatutnya dilakukan
dari waktu ke waktunya.
Setelah Anda berhasil melakukan benchmarking, maka perusahaan Anda nantinya akan
mampu menentukan tujuan dan metrik performa untuk bisa meningkatkan kinerja
perusahaan. Nantinya, sasaran tersebut akan menjadi target baru yang lebih kompetitif,
namun perusahaan tetap harus menetapkan target yang realistis.
14
2.11. Prinsip Strategi Bechmarking
a. Formulasi Strategi
Formulasi strategi merupakan penentuan aktifitas-aktifitas yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan. Di mana pada tahap ini penekanan lebih difokuskan
pada aktivitas-aktivitas yang utama antara lain:
a) Menyiapkan strategi alternatif
b) Pemilihan strategi
c) Menetapkan strategi yang akan digunakan
Untuk dapat menetapkan formulasi strategi dengan baik, maka ada ketergantungan
yang erat dengan analisa lingkungan di mana formulasi strategi memerlukan data
dan informasi yang jelas dari analisa lingkungan.
b. Implementasi Strategi
Tahap ini merupakan tahapan di mana strategi yang telahdiformulasikan itu
kemudian dimplementasikan, di mana pada tahapan ini beberapa aktivitas kegiatan
yang memperoleh penekanan sebagai mana penjelasan Crown, antara lain: (1)
menetapkan tujuan tahunan, (2) Menetapkan tujuan, (3) memotivasi karyawan,
(4)mengembangkan budaya yang mendukung, (5) menetapkan struktur organisasi
yang efektif,(6) menyiapkan budget, (7)mendayagunakan system, (8)
menghubungkankompensasi karyawan dengan performance organisasi.
Namun satu hal yang perlu diingat bawa suatu strategi yang telah
diformulasikan dengan baik, belum bisa menjamin keberhasilan dalam
implementasinya sesuai dengan harapan yang diinginkan, karena tergantung dari
komitmen dan kesungguhan organisasi atau lembaga dalam menjalankan strategi
tersebut.
Untuk itu lembaga pendidikan yang telah menetapkan formulasi strategi
kemudian diimplementasikan, harus dapat mensosialisasikan strategi tersebut
15
kepada seluruh warga sekolah sehingga diharapkan seluruh warga sekolah
memiliki komitmen yang sama dan bersungguh- sungguh dalam menjalankan
strategi tersebut agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan maksimal.
c. Pengendalian Strategi
Dalam rangka mengetahui atau melihat seberapa jauh efektifitas dari
implementasi strategi, maka diperlukan tahapan selanjutnya yakni evalusi,
maksudnya mengevaluasi strategi yang telah dijalankan yang meliputi sebagai
berikut:
a) Mereview faktor internal dan eksternal yang merupakan dasar dari
strategi yang telah ada
b) Menilai performance strategi
c) Melakukan langkah koreksi
Drucker dalam Wahyudi mengatakan bahwa suatu organisasi untuk hidup
dan tumbuh harus melaksanakan operasional organisasi dengan efisien (do things
right) dan efektif (do the right things) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
keefisienan dan keefektifan suatu kinerja, maka diperlukan suatu evaluasi
terhadap hasil-hasil organisasiyang merupakan akibat dari keputusan masa lalu.
16
b. Analogi
Untuk memaksimalkan pertukaran informasi antara mitra benchmarking,
proses operasional yang dikaji haruslah komparatif atau analogis. Maksudnya,
tim yang melakukan benchmarking harus mampu menerjemahkan konteks
budaya, structural, dan setiap proses kerja dari perusahaan/organisasi sasaran
tersebut ke dalam organisasinya sendiri.Mereka juga harus mampu menunjukkan
bagaimana cara mengadaptasikan dan mengimplementasikan pelajaran yang
diperoleh. Keberhasilan membangun analogi ini yang pada akhirnya akan
menentukan keberhasilan sebuah perusahaan/organisasi untuk menemukan
peluang-peluang pengembangan proses di lembaganya sendiri.
c. Pengukuran
Benchmarking merupakan perbandingan kerja yang diukur di antara dua
perusahaan/organisasi atau lebih. Tujuannya adalah untuk memahamimengapa
terdapat perbedaan tingkat kinerja dalam suatu perusahaan dan bagaimana cara
untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih unggul tersebut. Jawaban tentang
persoalan mengapa dan bagaimana proses kinerja inilah yang disebut sebagai
faktor-faktor penentu proses. Selanjutnya, mengadaptasikan faktor-faktor
penentu proses yang telah diidentifikasikan tersebut ke dalam proses mereka
sendiri.
d. Validitas
Untuk mengamati dan mengaitkan faktor-faktor penentu proses yang
menyebabkan peningkatan kinerja dengan tolok ukur proses, fakta-fakta serta
data-data yang valid harus dikumpulkan dan digunakan sebagai perbandingan
proses. Karena tanpa adanya validasi bisa saja akan menjerumuskan kita pada
“perkiraan-perkiraan” yang tidak dapat diperanggungjawabkan secara ilmiah.
Suatu proses benchmarking harus mengikuti “manajemen berbasis fakta”, dan
tidak hanya sekadar mengandalkan intuisi. Hal tersebut dapatdikaitkan dengan
pentingnya penggunaan “Sistem Informasi Manajemen”, dalam sebuah
perusahaan/organisasi.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kualitas menurut Goetsh & Davis (dalam Yamit; 2002) adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan, kualitas jugamerupakan suatu kondisi
dimana hasil dari produk dan jasa mencapai tingkat kesempurnaan yang sesuai
dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tujuan. Pelayanan adalah
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa.
Jasa diartikan sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto,
2001).
Benchmarking adalah suatu standar atau tolak ukur yang dimanfaatkan untuk
membandingkan antara satu hal dengan hal lainnya yang sejenis. tujuan yang paling
utama dari melakukan benchmarking adalah demi meningkatkan nilai lebih
perusahaan dengan cara memperbaiki performa usaha, meningkatkan produktivitas,
memperbaiki kualitas produk dan pelayanan, serta hal lainnya dengan memanfaat
performa dari kompetitor lain yang dianggap lebih baik.
3.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Juharni. (2017). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (1 ed.). (G.
Karnaeni, & Sobirin, Eds.) Makasar: SAH MEDIA.
Djafri, Novianty dan Rahmat, Abdul. 2017. Buku Ajar Manajemen Mutu Terpadu.
Yogyakarta: Zahir Publishing.
Nasution. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Edisi ke-2.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hp, Sutarto. 2015. Manajemen Mutu Terpadu (MMT-TQM) Teori dan Penerapan di
Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.