Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ADVOKASI
Advokasi adalah upaya mendekati, mendampingi, dan memengaruhi para
pembuat kebijakan secara bijak, sehingga mereka sepakat untuk memberi
dukungan terhadap pembangunan kesehatan. Advokasi merupakan upaya
pendekatan (approach) atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak yang terkait (stake holders).
WHO (1989) dikutip dalam UNFPA dan BKKBN (2002) menggunakan
"advocacy is a combination of individual and social action designed to gain
political commitment, policy support social acceptance and systems support for
particular health goal or programme" Istilah advokasi digunakan pertama sekali
oleh WHO tahun 1984, untuk mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan
digunakan 3 strategi pokok yaitu :
1. Advokasi (advocacy)
melakukan pendekatan atau lobi dengan para pembuat keputusan
setempat, agar mereka menerima dan bersedia mengeluarkan kebijakan
dan keputusan untuk membantu program tersebut. Pembuat keputusan di
tingkat pusat atau daerah, sebagai sasaran tersier.
2. Dukungan sosial (social support)
melakukan pendekatan pada Toma (tokoh masyarakat) formal
maupun informal setempat agar tokoh masyarakat mampu menyebarkan
informasi tentang program kesehatan dan membantu melakukan
penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan ini sebagai sasaran sekunder.
3. Pemberdayaan (empowerment)
yaitu memampukan masyarakat atau memberdayakan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan adalah memberikan penyuluhan dan konseling
sehingga pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan
meningkat.
Jadi advokasi adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang
dirancang untuk memperoleh komitmen, dukungan kebijakan, penerimaan
sosial, dan sistem yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu.
Advokasi kesehatan adalah upaya pendekatan kepada pemimpin atau
pengambil keputusan supaya dapat memberikan dukungan, kemudahan dan
semacamnya pada upaya pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, sasaran
advokasi adalah para pemimpin, swasta, organisasi swasta, atau pemerintah
yang memiliki pengaruh di masyarakat.
Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip
kemitraan, yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum
kerjasama. Pengembangan kemitraan adalah upaya membangun hubungan
para mitra kerja berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling memberi
manfaat. Sehingga advokasi kemitraan berarti mempertahankan, berbicara
serta mendukung seseorang untuk mempertahankan ide dan kerja sama
dengan berbagai pihak.

2.2 TUJUAN
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), tujuan advokasi
adalah :
1. Tujuan Umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik
berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikutsertaan dalam
kegiatan maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.
2. Tujuan Khusus
a. Adanya pengenalan atau kesadaran.
b. Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.
c. Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk
membantu dan menerima perubahan.
d. Adanya tindakan, perbuatan, kegiatan yang nyata (yang
diperlukan).
e. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan).
2.3 Sasaran dan Pelaku
Sasaran advokasi adalah berbagai pihak yang diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya para pengambil
keputusan dan penentu kebijakan di pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat,
mitra di kalangan pengusaha atau swasta, badan penyandang dana, media massa,
organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
tokoh masyarakat yang berpengaruh serta kelompok potensial lainnya
dimasyarakat Semuanya bukan hanya berpotensi mendukung, tetapi juga
menentang, berlawanan atau merugikan kesehatan (misalnya industri rokok).
Di tingkat pemerintah daerah (local government) baik propinsi maupun
kabupaten (district) dan kota, advokasi kesehatan dapat dilakukan terhadap para
pejabat daerah. Seperti di tingkat pusat. advokasi di tingkat daerah ini dilakukan
oleh para pejabat sektor kesehatan propinsi atau distrik. Tujuan utama advokasi di
tingkat ini adalah agar program kesehatan memperoleh prioritas tinggi dalam
pembangunan daerah yang bersangkutan. Implikasinya alokasi sumber daya,
terutama anggaran kesehatan untuk daerah tersebut meningkat Demikian pula
dalam pengembangan sumber daya manusia atau petugas kesehatan seperti
pelatihan dan pendidikan lanjut, maka untuk sektor kesehatan juga mendapat
prioritas.
Pelaku advokasi kesehatan adalah siapa saja yang peduli terhadap upaya
kesehatan dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut.
Pelaku advokasi dapat berasal kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi,
organisasi profesi, organisasi berbasis masyarakat (agama), LSM dan tokoh yang
berpengaruh. Advokasi dilakukan untuk menjalin kemitraan (patnership) sehingga
terbentuk kemitraan antara sektor kesehatan dengan para pengusaha dan LSM.
Melalui kemitraan ini diharapkan para pengusaha dan LSM memberikan
dukungan program kesehatan baik berupa dana, sarana, prasarana dan bantuan
teknis lainnya.
Advokasi kebijakan (Policy Advocacy) secara khusus berhubungan
dengan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dengan
menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi maupun aktivitas
politik. Kebijakan ialah serangkaian keputusan yang dipilih oleh pemerintah atau
elit politik, untuk menetapkan, melaksanakan, atau tidak melaksanakan, dalam
kaitannya dengan adanya suatu permasalahan guna kebaikan bersama masyarakat.
Kebijakan publik, tidak lain merupakan serangkaian pilihan tindakan pemerintah
untuk menangani masalah yang ada di kehidupan masyarakat.

2.4 Prinsip Advokasi


Beberapa prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman dalam melakukan
advokasi sebagai berikut :
1. Realitas
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita untuk
sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
2. Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi
semenarik mungkin dan libatkan media yang aktif.
3. Taktis
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi terhadap
sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling
percaya.
4. Strategis
Kita dapat melakukan perubahan untuk masyarakat dengan membuat
strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses.
5. Berani
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada
agenda bersama.

2.5 Pendekatan dalam Advokasi


Dengan pendekatan persuasif secara dewasa dan bijak sesua keadaan yang
memungkinkan tukar fikiran secara baik (free choice). Menurut BKKBN 2002,
terdapat lima pendekatan utama dalam advokas yaitu : melibatkan para pemimpin,
bekerja dengan media massa membangun kemitraan, mobilisasi massa, dan
membangun kapasitas. Strategi advokasi dapat dilakukan melalui pembentukan
koalis pengembangan jaringan kerja, pembangunan institusi, pembuatan forum
dan kerjasama bilateral.
1. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang mereka yang terlibat dalam
penyusunan hukum, peraturan maupun pemimpin politik, yaitu mereka
yang menetapkan kebijakan publik sangat berpengaruh dalam menciptakan
perubahan yang terkait dengan masalah sosial termasuk kesehatan dan
kependudukan. Oleh karena itu sangat penting melibatkan mereka
semaksimal mungkin dalam isu yang akan diadvokasikan.
2. Bekerja dengan media massa
Media massa sangat penting berperan dalam membentuk opini
publik. Media juga sangat kuat dalam memengaruhi persepsi publik 114
atas isu atau masalah tertentu. Mengenal, membangun dan menjaga
kemitraan dengan media massa sangat penting dalam proses advokasi.
3. Membangun kemitraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan,
kemitraan yang berkelanjutan dengan individu, organisasi dan sektor lain
yang bergerak dalam isu yang sama. Kemitraan ini dibentuk oleh individu,
kelompok yang bekerja sama yang bertujuan untuk mencapai tujuan
umum yang sama (hampir sama).
4. Memobilisasi massa
Memobilisasi massa merupakan suatu proses mengorganisasikan
individu yang telah termotivasi ke dalam kelompok atau
mengorganisasikan kelompok yang sudah ada. Dengan mobilisasi
dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi tindakan
kolektif.
5. Membangun kapasitas
Membangun kapasitas di sini dimaksudkan melembagakan
kemampuan untuk mengembangkan dan mengelola program yang
komprehensif serta membangun critical moss pendukung yang memiliki
keterampilan advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasi dari LSM
tertentu, kelompok profesi serta kelompok lain.

2.6 Langkah Advokasi


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) terdapat lima
langkah kegiatan advokasi, antara lain :
1. Identifikasi dan analisis masalah atau isi yang memerlukan advokasi
Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau
fakta. Data sangat penting agar keputusan yang dibuat berdasarkan
informasi yang tepat dan benar. Data berbasis fakta sangat membantu
menetapkan masalah, mengidentifikasi solusi, dan menentukan tujuan
yang realistis.
2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat
keputusan (decision maker) atau penentu kebijakan (policy maker), baik di
bidang kesehatan maupun di luar sektor kesehatan yang berpengaruh
terhadap publik. Tujuannya agar pembuat keputusan mengeluarkan
kebijakan, antara lain dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi,
dan yang menguntungkan kesehatan. Dalam mengidentifikasi sasaran,
perlu ditetapkan siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu advokasi,
apa kecenderungannya dan apa harapan kita kepadanya.
3. Siapkan dan kemas bahan informasi
Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan
jika mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu.
Oleh sebab itu, penting diketahui pesan atau informasi apa yang
diperlukan agar sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang
mewakili kepentingan advokator. Kata kunci untuk bahan informasi ini
adalah informasi yang akurat, tepat dan menarik. Beberapa pertimbangan
dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi:
a. Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas,
latar belakang masalahnya, alternatif mengatasinya usulan peran
atau tindakan yang diharapkan, dan tindak lanjut penyelesaianya.
Bahan informasi juga minimal memuat tentang 5W + 1H (what,
why, who, where, when dan how) tentang permasalahan yang
diangkat
b. Dikemas menarik, ringkas, jelas, dan mengesankan.
c. Bahan informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertakan data
pendukung, ilustrasi contoh, gambar dan bagan.
d. Waktu dan tempat penyampaian bahan informasi, apakah sebelum,
saat, atau setelah pertemuan.

2.7 Kegiatan advokasi:


Kegiatan advokasi diharapkan untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan, bentuk dukungan dan komitmen tersebut seperti peraturan daerah,
undang-undang, surat keputusan, sarana, prasarana, anggaran kesehatan dan
sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan advokasi dilakukan dengan
cara :
1. Lobi politik
Berbicara secara informal menyampaikan informasi atau masalah
kesehatan dan program yang akan dilaksanakan dengan pejabat atau tokoh
politik. Lobi dilakukan dengan membawa dan menunjukkan data yang
akurat.
2. Seminar atau presentasi
Mengadakan seminar dan presentasi masalah kesehatan dan
program yang akan dilaksanakan disajikan secara menarik dengan gambar
atau grafik, sekaligus diskusi untuk membahas masalah tersebut secara
bersama
3. Media
Menggunakan media massa seperti media cetak dan elektronik
untuk menyajikan masalah kesehatan secara lisan, gambar, dalam bentuk
artikel berita, menyampaikan pendapat, diskusi dan sebagainya. Media
massa dapat memengaruhi masyarakat serta menjadi tekanan bagi penentu
kebijakan dan pengambil keputusan. Contoh saat sosialisaikan kesehatan
reproduksi anti-AIDS dengan 117 membagikan kondom gratis melalui
perguruan tinggi "masuk kampus" berbagai reaksi muncul protes, kecaman
dan demonstrasi yang tidak menyetujui kebijakan tersebut. Sehingga
program tersebut diberhentikan Perkumpulan asosiasi peminat
4. Asosiasi
atau perkumpulan orang yang mempunyai minat dan leterkaitan
terhadap masalah tertentu atau perkumpulan profesi juga merupakan
bentuk advokasi. Contoh kelompok masyarakat peduli AIDS adalah
kumpulan orang yang peduli terhadap masalah AIDS yang melanda
masyarakat. Kemudian kelompok ini melakukan kegiatan untuk
menaggulangi AIDS. Kegiatan ini disamping partisipasi menangani
masalah AIDS tetapi juga untuk menarik perhatian pejabat dan pembuat
kebijakan agar peduli terhadap AIDS.

2.8 Indikator hasil advokasi


Diharapkan menghasilkan suatu produk yaitu komitmen politik dan
dukungan kebijakan dari penentu kebijakan atau pembuat keputusan. Oleh karena
advokasi dalam bentuk kegiatan maka melalui: input-proses-output (keluaran).
Penilaian advokasi didasarkan pada indikator yang jelas Indikator komponen
evaluasi berikut ini:
1. Input
Kegiatan advokasi sangat ditentukan oleh orang yang melakukan
advokasi (advokator) serta bahan, informasi yang membantu atau
mendukung argumen advokasi. Indikator evaluasi terhadap advokator atau
tenaga kesehatan yang melakukan advokasi, antara lain:
1) Berapa kali petugas kesehatan, pejabat telah melakukan pelatihan
tentang komunikasi, pelatihan tentang advokasi dan hubungan
antar manusia
2) Dinas Kesehatan pusat dan daerah berkewajiban memfasilitas
petugas kesehatan melalui pelatihan advokasi
3) Data hasil studi, survollence atau laporan merupakan pendukung
informasi atau program yang akan dilaksanakan. Sehingga data
merupakan indikator evaluasi input dalam advokasi.

2. Proses
Merupakan kegiatan untuk melakukan advokasi oleh sebab itu asi
proses advokasi harus sesuai dnegan bentuk kegiatan advokasi tersebut.
Indikator proses advokasi antara lain :
1) Berapa kali dilakukan lobi, kepada siapa lobi tersebut dilakukan.
2) Berapa kali menghadiri rapat atau pertemuan yang membahas masalah
dan progam pembangunan termasuk program kesehatan siapa yang
mengadakan rapat tersebut.
3) Berapa kali seminar atau lokakarya tentang masalah dan program
kesehatan diadakan, siapa yang diundang dalam acara tersebut.
4) Berapa kali pejabat menghadiri seminar atau lokakarya yang diadakan
sektor lain, dan membahas masalah dan program pembangunan yang
terkait dengan kesehatan
5) Seberapa sering media lokal termasuk media elektronik membahas
atau mengeluarkan artikel tentang kesehatan yang terkait dengan
masalah kesehatan,
3. Output
Output menghasilkan perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware). Indikator dalam perangkat lunak yakni :
a) Undang-undang
b) Peraturan pemerintah
c) Keputusan presiden
d) Keputusan menteri atau dirjen
e) Peraturan daerah
f) Surat keputusan gubernur, bupati, camat
Indikator output dalam bentuk perangkat keras antara lain :
a) Meningkatnya dana atau anggaran untuk pembangunan kesehatan
b) Tersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya
c) Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasarana kesehatan,
misalnya air bersih, jamban keluarga atau jamban umum, tempat
sampah, dan sebagainya.
d) Dilengkapinya peralatan kesehatan, seperti laboratorium, peralatan
pemeriksaan fisik dan sebagainya

2.9 NEGOSIASI
Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley,
dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan
yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan
bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Sedangkan
negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:
a. Senantiasa melibatkan orang (baik sebagai individu, perwakilan organisasi
atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok),
b. Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang
terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi
c. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu baik berupa tawar menawar
(bargain) maupun tukar menukar (barter)
d. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan,
gerak tubuh maupun ekspresi,
e. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang
belum terjadi dan kita inginkan terjadi,
f. Akhir dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua
belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat
untuk tidak sepakat.

2.10 Konsep Budaya dalam Negosiasi


Konsep budaya dapat dijelaskan sebagai fenomena pada tingkat grup,
seperti berbagi keyakinan, nilai-nilai, ekspektasi perilaku, keyakinan budaya, dan
harapan perilaku yang berbeda pada setiap negara. Kesalahan atribusi budaya juga
dapat terjadi pada proses negosiasi dimana terdapat kecenderungan untuk
mengabaikan faktor situasional mendukung dalam penjelasan budaya.
Kebudayaan adalah nilai-nilai bersama serta perbandingan lintas budaya yang
dibentuk dengan menetapkan norma-norma penting dan nilai-nilai yang
membedakan satu budaya dari yang lain dan kemudian memahami bagaimana
perbedaan-perbedaan ini akan mempengaruhi negosiasi.

2.11 Tujuan Negosiasi


Seperti pengertian negosiasi di atas, kita pastinya juga mengetahui negosiasi ini
terjadi untuk beberapa tujuan, yaitu:
a) Menghasilkan keputusan dan persetujuan bersama antara semua pihak
yang terlibat dalam proses negosiasi tersebut.
b) Mendapatkan jalan keluar untuk penyelesaian masalah yang sedang
dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses negosiasi.
c) Mencari dan menemukan solusi terbaik bagi pihak-pihak yang sedang
bernegosiasi.
d) Mendapatkan situasi paling baik untuk semua pihak yang terlibat dalam
proses negosiasi.

2.12 Manfaat Negosiasi


Manfaat yang diperoleh dari suatu proses negosiasi dalah hal ini yakni :
1. Terciptanya jalinan kerja sama antar institusi atau badan usaha atau pun
perorangan untuk melakukan suatu kegiatan atau usaha bersama atas dasar
saling pengertian. Dengan adanya jalinan kerjasama inilah maka tercipta
proses-proses transaksi bisnis dan kerja sama yang efektif.
2. bagi suatu perusahaan, proses negosiasi akan memberikan manfaat bagi
jalinan hubungan bisnis yang lebih luas dan pengembangan pasar

2.13 Unsur-Unsur Negosiasi


a) Keterlibatan Pihak Terkait
Negosiasi adalah sebuah proses hubungan komunikasi timbal balik
atau dua arah. Sehingga, harus ada setidaknya dua pihak yang melakukan
negosiasi tersebut. Keterlibatan dua pihak atau lebih ini bisa dinyatakan
sebagai salah satu ciri-ciri adanya sebuah negosiasi.
b) Masalah
Untuk memunculkan sebuah proses negosiasi, tentunya ada sebuah
tema atau masalah yang akan dinegosiasikan. Misalnya saja sebuah
masalah yang memberatkan salah satu pihak. Maka pihak tersebut akan
mencoba meminta jalan tengah yang lebih meringankan. Dengan adanya
sumber masalah ini, maka kesepakatan bersama akan diambil dan
diputuskan. Jadi, tanpa adanya permasalahan, maka negosiasi tidak akan
berlangsung, bukan?
c) Tujuan
Negosiasi memang tercipta agar kedua belah pihak mendapatkan
sebuah hasil atau tujuan bersama. Sehingga, tidak ada lagi pihak yang
merasa keberatan atau tidak terima dengan permasalahan yang mereka
hadapi. Tujuan merupakan hasil akhir yang dibutuhkan semua pihak.
d) Realisasi
Negosiasi juga terbentuk untuk membuat sebuah realisasi dari
permasalahan yang ada. Masalah yang tergolong abstrak harus
direalisasikan dengan adanya proses ini. Adanya tujuan akhir yang
menjadi realisasi dalam proses negosiasi merupakan ciri-cirinya. Sehingga,
masalah tersebut tidak lagi berwujud masalah, namun sudah ada solusi
yang diambil secara bersama-sama.
e) Dialog
Adanya percakapan atau dialog yang membuat kedua belah pihak
untuk berdiskusi juga merupakan ciri-ciri negosiasi. Jika tidak ada dialog
percakapan, maka bagaimana kedua belah pihak yang sedang bernegosiasi
mendapatkan hasilnya? Jadi, poin ini merupakan poin penting dalam
proses negosiasi.
f) Kepentingan Bersama
Negosiasi memiliki salah satu tujuan yakni untuk mencari jalan
keluar atas sebuah masalah. Dimana masalah ini melibatkan dua atau lebih
pihak yang harus melakukan negosiasi tersebut. Nah, negosiasi ini sangat
diharapkan untuk bisa menjadi jembatan menemukan tujuan bersama dari
semua pihak yang terlibat.
Sangat diharapkan agar semua pihak untuk mengemukakan
pendapat dan jalan keluar untuk bisa menyerukan kepentingan bersama
diatas kepentingan pribadi. Jadi, ini adalah contoh musyawarah untuk bisa
memberikan keputusan dan jalan keluar terbaik.

2.14 Strategi dan Teknik Negosiasi


Dalam melakukan negosiasi, kita perlu memilih strategi yang tepat,
sehingga mendapatkan hasil yang kita inginkan. Strategi negosiasi ini harus
ditentukan sebelum proses negosiasi dilakukan. Ada beberapa macam strategi
negosiasi yang dapat kita pilih, sebagai berkut :
1. Win-win
Strategi ini dipilih bila pihak pihak yang berselisih menginginkan
penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya menguntungkan kedua
belah pihak. Strategi ini juga dikenal dengan integrative negotiation.
2. Win-lose
Strategi ini dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin
mendapatkan hasil yang sebesar-besamya dari penyelesaian masalah yang
diambil. Dengan strategi ini pihak- pihak yang berselisih saling
berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang mereka. inginkan.
3. Lose-lose
Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari
pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Akibatnya pihak-pihak
yang berselisih, pada akhimya tidak mendapatkan sama sekali hasil yang
diharapkan.
4. Lose-win
Srategi ini dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah untuk
mendapatkan manfaat dengan kekalahan mereka.

Dalam uraian tahapan negosiasi diatas telah disebutkan, apabila


tahap awal telah dilalui maka tahap selanjutnya adalah tahap dimana
negosiasi memang diperlukan memasuki tahap berlangsungnya negosiasi.
Maka ketrampilan dan strategi dibutuhkan pada tahapan ini, untuk
melakukan negosiasi selain ketrampilan individu ada beberapa hal yang
harus diketahui atau disiapkan sebagai strategi oleh pelaku atau negosiator,
yaitu:
a. Pelaku atau negosiator harus tahu persis target yang ingin dicapai.
Seorang negosiator tidak selalu merupakan orang pertama atau
pimpinan, atau pengambil keputusan di lingkungannya, oleh karena
itu dia harus mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh
pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya. Adalah hal yang sangat
mengganggu atau tidak baik apabila dalam suatu negosiasi ada peserta
atau utusan/wakil pihak yang berundingharus sering meninggalkan
tempat atau bolak-balik harus berkonsultasi kepada pimpinannya atau
lembaga yang diwakilinya karena ketidaktahuannya mengenai apa
yang diinginkan pimpinan atau lembaga tersebut.

b. Pelaku harus memiliki wewenang untuk melakukan negosiasi.


Seseorang negosiator harus mempunyai wewenang untuk
menerima atau menolak keinginan lawan rundingoya dan membuat
kesepakatan dalam perundingan tersebut tidak boleh terjadi suatu
pandangan atau keinginan serta kesepakatan yang telah diterima oleh
para perunding kemudian ditolak oleh pimpinan dan lembaga yang
diwakilinya. Apabila terjadi hal begitu maka bukan saja akan merusak
kredibilitas para wakil atau perunding itu sendiri tetapi juga nama baik
lembaga yang bersangkutan.
c. Perlu mendalami masalah yang dirundingkan secara baik.
Setiap perunding harus menguasai atau memahami dengan
baik permasalahan yang dirundingkan. Pemahaman atas semua aspek
dari objek perundingan akan sangat membantu menumbuhkan
pengertian atau kesediaan tawar-menawar dengan pihak lain karena
dalam perundingan tidak ada pihak yang mau menang sendiri.

d. Perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik.


Seorang perunding juga perlu mengenali lawan rundingnya
dengan baik agar dia bisa menemukan cara untuk menarik perhatian,
memahami argumentasi yang diajukan dan kemudian menyetujuinya
Pengenalan lawan runding tersebut tidak hanya mengenai
kepribadiannya tetapi juga mengenai pengetahuan dan pandangannya
terhadap masalah yang sedang dirundingkan baik mengerai kekuatan
maupu kelemahannya. Meskipun suatu perundingan tidak sama
dengan peperangan, tetapi mungkin bisa dinalogkan dengan semacam
axioma yang menyatakan bahwa 'mengetahui kekuatan dan kelemahan
lawan adalah separuh kemenangan. Hal ini terasa sekali manfaatnya
apabila perundingan yang dilakukan melibatkan lebih dari 2 pihak,
karena penguasaan atas masalah dan pemahaman atas kekuatan dan
kelemahan lawan bisa dipergunakan untuk memperoleh dukungan dari
pihak ketiga atau yang lain sehingga secara bersama-sama kemudian
mendorong atau menekan lawan runding untuk menerima
keinginannya.

e. Perlu memahami mana hal-hal yang prinsip.


Seorang perunding diberi wewenang untuk menerima atau
memberikan persetujuan prinsip atau bukan usulan atau keinginan
lawan runding. Agar apa yang dilakukan tidak bertentangan atau
menyimpang dari kemauan pimpinannya atau lembaga yang
diwakilinya, maka perunding harus mengetahui hal-hal yang prinsip
bagi pihaknya dan hal-hal mana yang bukanprinsip Hal-hal yang
prinsip tentu saja tidak boleh dubakan apalagi dikorbankan dalam
perundingan. Dalam perundingan yang biasanya juga dilakukan tawar-
menawar untuk memberi dan menerima, maka yang boleh
dipertaruhkan adalah hal-hal yang tidak prinsip. Pelanggaran atas hal-
hal yang prinsip bisa mengakibatkan dibatalkannya kesepakatan yang
telah dicapai atau kalau dalam perjanjian-perjanjian internasional
maka ratifikasi atas bail persetujuan tersebut tidak dapat diberikan
sehingga perlu ditinjau kembali.

Anda mungkin juga menyukai