Anda di halaman 1dari 8

1.

Pengertian Lobbying
Menurut Anwar (1997) definisi yang lebih luas adalah suatu upaya informal dan
persuasif yang dilakukan oleh satu pihak (perorangan, kelompok, Swasta,
pemerintah) yang memiliki kepentingan tertentu untuk menarik dukungan dari
pihak pihak yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang, sehingga target
yang diinginkan tercapai.
Pendekatan secara persuasif menurut pendapat ini lebih dikemukakan pada pihak
pelobi dengan demikian dibutuhkan keaktifan untuk pelobi untuk menunjang
kegiatan tersebut

Menurut Pramono (1997) lobi merupakan suatu pressure group yang


mempraktekkan kiat-kiat untuk mempengaruhi orang-orang dan berupaya
mendapatkan relasi yang bermanfaat.
Pola ini lebih menekankan bahwa lobby untuk membangun koalisi dengan
organisasi- organisasi lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan untuk
melakukan usaha bersama. Digunakan pula untuk membangun akses guna
mengumpulkan informasi dalam isu-isu penting dan melakukan kontak dengan
individu yang berpengaruh.

Maschab (1997) lebih menekankan bahwa lobbying adalah segala bentuk upaya
yang dilakukan oleh suatu pihak untuk menarik atau memperoleh dukungan pihak
lain.

Pandangan ini mengetengahkan ada dua pihak atau lebih yang berkepentingan
atau yang terkait pada suatu obyek, tetapi kedudukan mereka tidak sama. Dalam
arti ada satu pihak yang merasa paling berkepentingan atau atau paling
membutuhkan, sehingga kemudian melakukan upaya yang lebih dari yang lain
untuk memcapai sasran atau obyek yang diinginkan. Pihak yang paling
berkepentingan inilah yang akan aktif melakukan berbagai cara untuk mencapai
obyek tersebut dengan salah satu caranya melakukan lobbying.

Dengan demikian ada upaya dari pihak yang berkepentingan untuk


aktif melakukan pendekatan kepada pihak lain agar bisa memahami pandangan
atau keinginanmya dan kemudian menerima dan mendukung apa yang diharapkan
oleh pelaku lobbying.
Meskipun betuknya berbeda, pada esensinya lobbying dan negosiasi mempunyai
tujuan yang sama yaitu menggunakan tehnik komunikasi untuk mencapat target
tertentu. Dibandingkan dengan negosiasi yang merupakan suatu proses resmi atau
formal, lobbying merupakan suatu pendekatan informal.

3 Karakteristik Lobbying
1. Bersifat tidak resmi/ Informal dapat dilakukan diluar forum atau
perundingan yang secara resmi disepakati .
2. Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa,
atau dengan surat
3. Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas dalam kondisi wajar
atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih atau dipergunakan dapat
mendukung dan menciptakan suasan yang menyenangkan, sehingga orang dapat
bersikap rilek dan
4. Pelaku /aktor atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa
saja yakni pihak yang bekepentingan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan,
pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau ormas, atau
pihak lain yang terkait pada obyek lobby.
5. Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk perantara
6. Arah pendekatan dapat bersifat satu arah pihak yang melobi harus aktif
mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif atau
menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian.

4 Target Kegiatan Lobi :


· Mempengaruhi kebijakan.
· Menarik dukungan
· Memenangkan prasyarat kontrak/ dalam kegiatan /bisnis
· Memudahkan urusan
· Memperoleh akses untuk kegiatan berikutnya.
· Menyampaikan informasi untuk memperjelas kegiatan.

2. Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada


masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu
kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain
diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.
Dengan demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan atau
mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-
undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi kesehatan
masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat dan
sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para
pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau
LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa
lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau
informal terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau
masalah-masalah kesehatan yang mempengarui kesehatan masyarakat
setempat, dan seminar-seminar kesehatan. .( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul
Chayantin2009 ).
Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil
kebijakan agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan perlindungan
pada upaya kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika Foss dan Foss et.
All 1980, Toulmin 1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu upaya persuasif yang
mencakup kegiatan-kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan
rekomendasi tindak lanjut mngenai sesuatu.
Organisasi non pemerintah (Ornop) mendefensisikan Advokasi sebagai upaya
penyadaran kelompok masyarakat marjinal yang sering dilanggar hak-haknya
(hukum dan azasi). Yang dilakukan dengan kampanye guna membentuk opini
public dan pendidikan massa lewat aksi kelas (class action) atau unjuk rasa.
1) Tujuan Advokasi
Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat suatu
perubahan dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis
dukungan sebanyak mungkin.
2) Fungsi Advokasi
Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam kebijakan
program atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak lain.
3) Persyaratan untuk Advokasi
a) Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat
meyakinkan para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena itu
harus didukung akurasi data dan masalah.
b) Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan
secara tejhnik prolitik maupun sosial.
c) Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)
d) Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus mempunyai
prioritas tinggi
4). Pendekatan kunci Advokasi
a). Melibatkan para pemimpin/ pengambil keputusan
b). Menjalin kemitraan
c). Memobilisasi kelompok peduli.

Pengertian Advocacy
Advocacy adalah proses komunikasi yang berbeda dengan penyuluhan aatau
edukasi(Komunikasi Informasi dan Edukasi atau KIE). Advokasi lebih dari KIE.
1. Advocacy mencari dukungan, komitmen, pengakuan mengenai sebuah
masalah tertentu dari para pengambil keputusan maupun masyarakat luas.
2. Advocacy mencari pemecahan masalah. Pelaksanaan advocacy di bidang
kesehatan reproduksi perlu didasarkan atas data menyangkut masalah tersebut.
Untuk itu diperlukan analisis situasi dan kajian “baseline” mengenai permasalahan
konkrit untuk mendukung advocacy. Misalnya hasil survey mengenai perilaku
seksual remaja, jumlah remaja yang tertular HIV/AIDS, dst.
3. Advocacy harus diarahkan pada pihak-pihak berwenang agar
menyediakankepemimpinan, dukungan politik dan komitmen yang sejalan dengan
upaya menyelesaikan persoalan.
Tujuan Advocacy
1. meningkatkan kesadaran mengenai besar dan seriusnya permasalahan
2. mengurangi dan menghilangkan praktek-praktek diskrimitatif dan
hambatanhambatan kebijakan yang menghalangi upaya-upaya pencegahan dan
pengobatan (kesehatan reproduksi remaja)
3. kampanye untuk aksi yang efektif dan berkelanjutan

A. PENGERTIAN ADVOCACY
Istilah advocacy (adpokasi) mulai digunakan dalam program kesehatan
masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi
global pendidikan atau promosi kesehatan. WHO merumuskan, bahwa dalam
mewujudkan visi dan misi pendidikan/promosi kesehatan secara efektif
menggunakan 3 strategi pokok, yaitu:
a. Advocacy (advokasi)
b. Social support (dukungan social)
c. Empowerment (pemberdayaan masyarakat)
Strategi global ini dimaksudkan bahwa, pelaksanaan program kesehatan
masyarakat antara lain sebagai berikut :
1. Melakukan pendekatan lobying dengan para pembuat keputusan setempat, agar
mereka menerima commited, dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan
kebijakan, atau keputusan-keputusan untuk membantu atau mendukung program
tersebut. Dalam pendidikan kesehatan para pembuat keputusan, baik di tingkat
pusat maupun daerah, disebut sasaran tersier.
2. Melakukan pendekatan dan pelatihan-pelatihan kepada tokoh para masyarakat
setempat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuannya agar para
tokoh masyarakat setempat mempunyai kemampuan seperti yang diharapkan
program, dan dapat membantu menyebarkan informasi program atau melakukan
penyuluhan kepada masyarakat dan agar para toma berfikir positif sehingga dapat
dicontoh oleh masyarakat dan hal ini merupakan sasaran sekunder pendidikan
kesehatan.
3. Petugas kesehatan bersama-sama tokoh masyarakat melakukan kegiatan
penyuluhan kesehatan, konseling melalui berbagai kesempatan dan media. Tujuan
dari kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
untuk hidup sehat. Oleh sebab itu kegiatan ini disebut pemberdayaan atau
empowerment. Masyarakat umum yang menjadi sasaran utama dalam setriap
program kesehatan ini disebut sasaran primer.

B. PRINSIP-PRINSIP ADVOKASI
Advokasi tidak hanya sekedar melakukan lobby politik,tetapi mencakup kegiatan
persuasif ,memberikan semangat dan bahkan sampai memberikan pressure atau
tekanan kepada para pemimpin institusi.Advokasi tidak hanya dilakukan
individu,tetapi juga oleh kelompok atau organisasi,maupun masyarakat.Tujuan
utama advokasi adalah untuk mendorong kebijakan publik seperti dukungan
tentang kesehatan.
Dengan demikian dapat disimpuilkan bahwa advokasi adalah kombinasi antara
pendekatan atau kegiatan individu dan social,untuk memperoleh komitmen
politik,dukungan kebijakan ,penerimaan social, dan adanya sistem yang
mendukung terhadap suatu program atau kegiatan
1. TUJUAN ADVOKASI
a. Komitmen politik ( Political commitment )
Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan sangat penting untuk
mendukung atau mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat,misalnya untuk pembahasan kenaikan anggaran
kesehatan,contoh konkrit pencanangan Indonesia Sehat 2010 oleh presiden.Untuk
meningkatkan komitmen ini sangat dibutuhkan advokasi yang baik.
b. Dukungan kebijakan ( Policy support )
Adanya komitmen politik dari para eksekuti,maka perlu ditindaklanjuti dengan
advokasi lagi agar dikeluarkan kebijakan untuk mendukung program yang telah
memperoleh komitmen politik tersebut.
c. Penerimaan sosial ( Social acceptance )
Penerimaan sosial artinya diterimanya suatu program oleh masyarakat.Suatu
program kesehatan yang telah memperoleh komitmen dan dukungan
kebijakan,maka langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan program tersebut
untuk memperoleh dukungan masyarakat.
d. Dukungan sistem ( System support )
Agar suatu program kesehatan berjalan baik maka perlunya sistem atau prosedur
kerja yang jelas mendukung. Mengingat bahwa masalah kesehatan merupakan
dampak dari berbagai sektor, maka program untuk pemecahanya atau
penangulanganya harus bersama-sama dengan sektor lain.

3. Negosiasi
Negosiasi merupakan hal yang penring untuk dilakukan terkait dengan
aksi komunitas. Hal ini biasanya dilakukan anatara wakil-wakil dari
komunitas yang melakukan tuntutan dan wakil dari pihak yang dituntut.
Meskipun demikian, proses negosiasi bukanlah proses yang sederhana,
terutama bila sudah melibatkan berbagai macam kepentingan yang
tersembunyi. Proses negosiasi dapat pula tidak mencapai kata sepakat bila
masing-masing pihak tetap bersikeras dengan tuntutan dan keyakinan yang
mereka dimiliki.
Terkait dengan gaya bernegosiasi ini, Fisher dan Ury (1988:8-4) mencoba
membagi tiga gaya dalam bernegosiasi yang dimiliki negosiator. Bentuk
yang pertama adalah tipe yang “Lunak” (soft Style), yaitu tipe negosiator
yang lebih menekankan pada pentingnya mempertahankan dan
memelihara hubungan yang telah terbina selama ini serta sebisa mungkin
berusaha mencapai kesepakatan. Sebagai konsekueni, negosiasi yang
menggunakan endekatan ini cenderung lebih bersifat mengalah dan
menghindari berbagai bentuk konflik yang dapat mengancam keretakan
relasi antara kedua pihak yang terlibat dalm proses negosiasi ini.
Negosiator tipe ini mengamsusikan pihak lain sebagai teman mereka
sehingga mereka lebih memeilih proses negosiasi secara lunak da
bersahabat, yang kadangkala menjasi pihak yang terpaksa mengalah bila
harus bernegosiasi dengan negosiator yang bertipe keras (hard type).
Negosiator yang bertipe keras selalu ingin mengeksploitasi hubungan
mereka sehingga situasi yang muncul dalm proses negosiasi adalah situasi
kalah-menang (loss-win negotiation).
Gaya yang kedua dalam bernegosiasi dalam bernegosiasi adalah gaya yang
keras (hard style), yaitu gaya negosiasi yang lebih menekankan pada
kemenangan dalam bernegosiasi. Negosiator tipe ini cenderung melihat
ihak yang akan bernegosiasi dengan dirinya (kelompoknya) adalah
“musuh” mereka sehingga mereka selalu berusah bersikap “keras”
terhadap lawan negosiasinya ataupun isu yang dikemukakan mereka. Hal
ini antara lain karena merka tidak memercayai niat baik dari lawan
negosiasu mereka.bila mereka bernegosiasi dengan negosiator tipe “lunak”
maka proses yang terjadi adalah proses negosiasi menang-kalah (win-loss
negotiation), dimana mereka berusaha untuk menggplkan semua tuntutan
mereka, tanpa mau melihat kepentingan dari lawan negosiasi mereka.
Akan tetapi, bila merka menghadapi lawan negosiasi yang bertipe keras,
hal yang kemungkinan terjadi adalah muncul konflik yang berkepanjangan
ataupun kemacetan (dead-lock) dalam proses negosiasi dan tidak jarang
konflik yang terjadi malahan menjadi lebih besar dibandingkan sebelum
proses negosiasi terjadi.
Bentuk negosiasi yang ketiga adalah bentuk alternatif (alternative style)
atau juga dikenal sebagai tipe negosiator yang mementingkan kemenangan
pada kedua belah pihak yang bernegosiasi (win-win negotiation). Pilar dari
pendekatan ini adalah empat unsur utama dalam suatu proses negosiasi
yaitu:
a. Manusia (pihak yang bernegosiasi)
b. Kepentingan
c. Pilihan-pilihan (option)
d. Kriteria pembahasan
Dalam kaitan dengan unsur manusia (pihak yang bernegosiasi),
pendekatan alternatif dalam bernegosiasi mencoba memisahkan antara
yang bernegosiasi dan msalah yang sedang dinegosiasikan. Dengan
demikian, pembahasan diarahkan pada usaha penanganan masalah yang
sedang dihadapi, dan bukannya upya mendeskreditkan pihak tertentu
sebagai individu. Oleh karena itu, pendekatan ini mengasumsikan bahwa
pihak-pihak yang akan bernegosiasi (partisipan) sebagai orang-orang yang
berniat untuk memecahkan masalah ataupun isu yang sedang mereka
hadapi sehingga masing-masing pihak tidak menganggap partisipan yang
lain sebagai musuh dalam bernegosiasi. Oleh karena itu, negosiator tetap
bersikap bersahabat dengan pihak lain yang bernegosiasi dengan mereka,
tetapi tetap mempunyai ketegasan dan keseriuasan dalam upaya
pembahasan masalah.
Terkait dengan kepentingan-kepentingan yang ada, negosiator yang
mementingkan kemenangan kedua belah pihak (win-win negosiator)
mencoba untuk mengekplorasi berbagai kepentingan yang ada sehingga
tidak bersikeras pada satu kepentingan (interest) tertetu saja. Hal ini perlu
dilakukan karena dari masing-masing pihak yang bernegosiasi biasanya
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, baik kepentingan yang
terlihat secara nyata maupun yang tersembunyi.
Terkait dengan hal diatas, dalam proses negosiasi, negosiator tipe ini
mencoba mengembangkan berbagai pilihan (options) yang memungkinkan
untuk menjaring berbagai kepentingan sehingga keputusan yang diambil
diharapkan dapat menjadi keputusan yang terbaik yang dapat
dinegosiasikan pada saat itu. Dalam kriteria pembahasan, negosiator tipe
ini mencoba mengembangkan standar yang relatif obektif yang
dikembangkan bersama dengan pihak yang bernegosiasi dengannya. Oleh
karena itu, standar yang dikembangkan dalam pembahasan ini haruslah
merupakan standar yang disepakati bersama dan bukanlah standar yang
ditentukan secara sepihak.
Sebagai kesimpulan, Fisher dan Ury menggambarkan tiga gaya negosiasi
ini dalam tabel di bawah ini:

Anda mungkin juga menyukai