Anda di halaman 1dari 52

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENDAHULUAN
1. Sifat-Sifat Mesin Jet
Mesin jet dibagi dalam dua jenis yaitu Turbo Jet dan Turbo Fan.
Mesin Turbo Jet terdiri dari compressor,kamar bakar (combustion-
chamber) dan turbin dibagian belakang mesin.Turbo Fan pada dasarnya
adalah mesin Turbo Jet, kepadanya ditambahkan sudu-sudu,biasanya
ditempatkan dibagian depan dari Compressor. Sudu-sudu ini dinamakan
“Fan” sudu baris tunggal dinamakan “single stage”, dua baris sudu disebut
“Multi Stage”. Pesawat-pesawat mesin Turbo yang dilengkapi dengan air
jika akan leps landas disebut “Mesin Basah” untuk mesin turbin tanpa air
disebut “Mesin Kering”.
Pembasahan dengan air pada pesawat turbin dimaksudkan bisa
bekerja pada temperature yang lebih tinggi sehingga menambah daya
dorong. Pada waktu lepas landas dibutuhkan tenaga daya dorong yang
lebih besar. Daya dorong (Thrust) yang dipakai pada saat pesawat sedang
terbang dengan kecepatan tetap (Cruising) adalah 1/5 – ¼ tenaga yang
dipakai pada waktu lepas landas.

3
4
a. Turbo Jet
Gerak pesawat bukan didapati oleh putaran baling-baling,
melainkan oleh daya dorong semburan jet. Pesawat yang digerakan
oleh Turbo Jet sangat boros bahan bakar.

b. Turbo Fan
Ditambahkan kipas (Fan) didepan atau dibelakang turbinnya,
sehingga dengan bakar yang sama dengan Turbo Jet, didapat tenaga
penggerak yang lebih besar. Fan biasanya ditempatkan didepan dari
turbin induk. Sebagian besar peswat komersial yang sekarang
beroperasi kebanyakan dari jenis Turbo Fan.
Perlu dijelaskan beberapa besaran seperti “Operating Weight
Empty” kapasitas penumpang dan perhitungannya dipengaruhi oleh
beberapa aspek. Pesawat terbang yang digunakan dalam operasi
penerbangan mempunyai kapasitas bervariasi mulai dari 10 sampai
dengan 500 penumpang.
Pesawat-pesawat terbang (General Aviation) dikategorikan semua
pesawat-pesawat terbang kecil yang bisa mengangkutpenumpang atau
barang kurang dari 20 orang dan pengaturannya seperti kendaraan atau
mobil pribadi untuk memberikan gambaran macam-macam pesawat
terbang yang melayani penerbangan komersial.
Data pada tabel 1-1 sangat perlu untuk perencanaan lapangan
terbang. Untuk lebih mendetail dapat dilihat pada F.A.A Advisory
Circular No.AC.150/5325-4 atau Aerodrome Design Manual Fart 1 &
2 dari ICAO.

5
KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG KOMERSIL

WINGSPAN MAX MAX OPERATING PAY PANJANG ZERRO


PANJANG (m) WHELL BASE (m) WHELL
(m) STRUCTURAL LANDING WT LOAD RUN FUEL
JENIS
PABRIK WAY
PESAWAT BENTANG BADAN TRACK TAKE OF WEIGHT EMPTY (Kg) WEIGHT
JARAK RODA (U) LANDAS
SAYAP PESAWAT (m) WEIGHT (Kg) (Kg) Y (Kg)
PACU (D)
DC,9-32 Douglas 28,45 36,37 16,22 5 48,998,8 44,906,4 25,789 115-127 2,286 39463,2
DC,9-50 Douglas 28,45 40,23 18,57 5 54,432 49,896 27,726 130 2164,08 44452,8
DC,8-61 Douglas 45,24 57,12 23,62 6,35 147,420 108,864 68,893 196-259 3352,8 101606,4
DC,8-62 Douglas 45,24 46,16 18,54 6,35 158,76 108,864 64,980 189 3505,2 8845200
DC,8-63 Douglas 45,24 57,12 23,62 6,35 161,028 117,082,8 72,004 196-259 3627,12 104328
DC,10-10 Douglas 47,35 55,35 22,07 10,67 19,5048 164,883,6 106,444 270-354 2743,2 151956
DC,10-30 Douglas 49,17 55,34 22,07 10,67 25,1748 182,800,8 118,432 270-354 3352,8 166924,8
B-737-200 BOEING 28,35 30,48 11,38 5,23 45,586,8 44,452,8 22,197 86-125 1706,88 38556
B-727-201 BOEING 32,92 46,69 19,28 5,72 76,685,4 68,04 44,181 134-163 2621,28 62596,8
B-720-B BOEING 39,88 41,68 15,44 6,43 106,278,48 79,38 52,164 131-149 1859,28 70761,6
B-707-320B BOEING 43,41 46,61 17,98 6,73 151,320,96 97,524 67,496 137-174 2286 77112
B-747-B BOEING 59,66 69,85 25,6 11 35,1540 255,83 165,927 362-490 2438,4 185976
B-747-B BOEING 59,66 53,82 20,52 11 29,4840 204,12 139,890 288-364 2438,4 185976
L-1011 LOOKHEED 47,35 53,75 21,34 10,98 19,5048 162,338,8 108,864 256-330 2286 147420
CROVELE B AEROSPSTIALE 34,29 32,99 12,50 5,18 56,001,46 49,501,4 30,056 86-104 2087,88 39499,49
HOWKER
TRIDENT 2E 29,87 34,98 13,41 5,81 65,091,6 51,526,8 33,204 82-115 2286 45360
SIDDELEY
BAC-111-200 BAC 26,97 28,19 10,08 4,34 35,834,4 31,298,4 21,049 65-79 2087,88 29030,4

6
SUPER VC-10 BAC 42,67 52,32 21,99 6,53 151,956 107,503,2 66,679 100-163 2499,36 97524
AIRBUS
A-300 44,83 53,62 18,62 9,6 136,987,2 127,506,96 84,737 255-345 1981,22 116498,01
INDUSTRI
BAC
CONCORDE 25,55 61,65 18,18 7,72 176,460,4 108,864 79,380 108-128 3429 90720
AEROSPATALE
MERCURE DASSAULT 30,53 33,99 11,91 6,2 52,000,7 49,002,4 25,865 124-134 1981,22 44997,12
ILYUSHIN 60 U.S.S.R 43,21 53,11 24,49 6,78 161,935,2 105,235,2 69,401 168-186 3429,17 93441,6
TUPOLEV 154 U.S.S.R 37,54 47,9 18,92 11,51 90,001,48 84,001,28 43,500 128-158 2100,07 63501,28

KETERANGAN Y = KIRA-KIRA TERGANTUNG KONFIGURASIKURSI


U = PERKIRAAN JUMLAH PENUMPANG SESUNGGUHNYA TERGANTUNG DENGAN JUMLAH KURSI
D = PADA TINGGI MUKA LAUT TIDAK ADA ANGIN BERTIUP (STANDAR)

7
2. Macam-Macam Istilah Berat Pesawat
Data yang diberikan pada tabel 1-1 digunakan untuk merencanakan
dimensi landas pacu , untuk lebih jelasnya bagi perencanaan perlu
mengetahui macam-macam istilah berat pesawat selama lepas
landas,mendarat,Taxing dan sebagainya.
Berat pesawat dan komponen-komponen berat dalam yang paling
menentukan dalam perhitungan panjang landas pacu,dan kekuatan
perkerasan. Ada 6 macam pengertian berat pesawat yaitu :

a. Operating Weight Empty


Adalah berat dasar pesawat ,termasuk didalamnya crew
dan peralatan pesawat yang biasa disebut “ No Go Item” tetapi
tidak termasuk bahan bakar dan penumpang /barang yang
membayar . Operating Weight Empty tidak tetap untuk
pesawat-pesawat komersial, besarnya tergantung konfigurasi
tempat duduk.

b. Pay Load
Adalah produksi muatan besar barang/penumpang yang
membayar, diperhitung kanmenghasilkan pendapatan bagi
perusahaan.Termasuk didalamnya,penumpang,barang-
barang,surat,paket-paket,Excessbagasi.
Maximum Structural Pay Load adalah muatan maximum
yang diizinkan untuk type pesawat itu oleh direktorat jendal
perhubungan udara, sertifikat muatan maximum yang
diizinkan bisa untuk penumpang/barang , bisa campuran
keduanya, tercantum dalam izin yang dikeluarkan. Maximu
Pay Load yang dibawa biasanya lebih kecil dari Maximum
Structural Pay Load, mengingat batasan-batasan ruangan.

8
c. Zero Fuel Weight
Adalah batasan berat spesifik pada setiap jenis pesawat,
diatas batasan berat itu tambahan berat harus berupa bahan
bakar , sehingga pada waktu pesawat sedang terbang tidak
terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan badan
pesawat.
Sayap pesawat berupa rongga-rongga yang berhubungan
seperti bejana berhubungan,wktu pesawat sedang miring
kesamping,cairan bahan bakar tidak terkumpul kesatu sisi
melainkan tetap terbagi rata.

d. Maximum Ramp Weight


Berat maximum pasawat yang diizinkan untuk taxi pada
pesawat Taxing dari Apron menuju ujung landas pacu dia
berjalan dengan kekuatannya sendiri, membakar bahan bakar
sehingga kehilangan berat.elisih dan prbedaan Maximum
Ramp Weight sangat sedikit, hanya beberapa ratus kilogram
saja.

e. Maximum Structural Landing Weight


Adalah kemampuan Structural pesawat waktu mendarat.
Main Gear (Roda Pendaratan) utama yang strukturnya
direncanakan untuk menyerap gaya yang lebih besar tentu
harus dengan Gear yang lebih kuat. Selma penerbangan
pesawat akan kehilangan berat dengan dibakarnya bahan bakar
lebih-lebih untuk pesawat-pesawat yang baru menerbangi rute-
rute/jarak jauh.
Bila dimengerti bila main Gear direncanakan untuk menahan
berat yang lebih kecil dari Maximum Structural Take Off
Weight terutama pada pesawat-pesawat transport.

9
f. Maximum Structural Take Off Weight
Adalah berat maximum pesawat termasuk crew,berat
pesawat kosong,bahan bakar,pay load,yang diizinkan oleh
pabrik, sehingga momen tekuk yang terjadi pada badan
pesawat , rata-rata masih dalam batas kemampuan pembentuk
pesawat.
Bahan bakar pesawat terdiri dari dua komponen, yaitu :
- Bahan bakar yang diperlukan untuk perjalanan
- Bahan bakar yang digunakan untuk cadangan
menerbangi lapangan terbang alternative, bahan
bakar (b) jumlahnya ditentukan oleh Direktorat
Jendral Perhubungan Udara di Indonesia atau
Federal Aviation Regulation / FAR di Amerika.
Bahan bakar (a) tergantung jarak yang akan
ditempuh pesawat ketinggian yang akan dijelajahi
dan Pay Load.

Bahan bakar cadangan tergantung jarak lapangan terbang


alternative,waktu tunggu untuk mendarat, jarak penerbangan
kembali kelapangan terbang asal (untuk penerbangan
international).
Dan dapat dilihat bahwa berat pesawat terdiri dari
Operating Weight Empty dan 3 komponen yaitu:
- Pay Load
- Bahan bakar perjalanan
- Bahan bakar cadangan

3. Pay Load Dan Range (Jarak Tempuh)


Pertanyaan yang sering muncul beberapa jauh pesawat bisa terbang, jarak
yang bisa ditempuh pesawat tersebut (Range). Banyak factor yang
mempengaruhi jarak tempuh pesawat, yang paling penting adalah Pay Load.

10
Pada dasarnya Pay Load bertambah, jarak tempuh berkurang atau sebaliknya
Pay Load berkurang jarak jarak tempuh bertambah..

4. Berat Statik Pada Main Gear Dan Nose Gear


Pembagian beban statik antar roda kendaraan utama Main Gear dan Nose
Gear, tergantung ada type pesawat untuk menjaga keseimbangan, bagian
muatan harus sedemikian rupa sehingga pusat gravitasi tidak melampaui batas
maximum kebagian depan maupun maximum kebelakang pesawat. Batas-
batas dan pembagian beban tersebut dijelaskan dalam buku petunjuk , tiapn-
tiap jenis pesawat mempunyai perhitungan,sedangkan yang lain ditentukan
oleh pabrik.
Dengan kesempatan muatan yang ada dalam batas-batas pesawat gravitasi
kedepan maupun kebelakang badan pesawat , maka distribusi beban kepada
Main Gear dan Nose Gear akan konstan. Untuk merencanakan kekuatan
landasan dianggap bahwa 5% beban diberikan pada Nose Gear, sedangkan
yang 95% dibebankan pada Main Gear. Bila ada dua Main Gear masing-
masing Gear menahan 47,5% beban pesawat. Pada Main Gear yang
mempunyai lebih dari dua Gear seperti B.747 dibuat sumbu tengah antara dua
Gear.
Dicontohkan berat pesawat pada waktu lepas landas 150 Ton (300.00 lbs)
untuk pesawat dengan dua Gear. Masing-masing Gear dihitung menahan
142.500 lbs. Bila masing-masing Gear dianggap mempunyai 4 roda, maka
masing-masing roda dihitung menahan 35.625 lbs.

5. Pusaran Angin
Pada saat sayap mengangkat pesawat ,timbul pusaran angin diujung-ujung
sayap. Pusaran angin terbentuk oleh dua silinder massa udara yang berputar
berlawanan sepanjang sayap, meluas dan memanjang dibelakang pesawat
sepanjang garis terbang.
Kecepatan silinder ngin yang terbentuk dibelakang pesawat akan
membahayakan pesawat yang terbang dibelakangnya,terutama bahaya bagi

11
pesawat kecil yang mengikuti jalur pesawat-pesawat besar,pusaran angin
yang terbentuk oleh pesawat disebut “Wake Turbulance”. Seketika pusaran
angin terbentuk dia bergerak kebawah dan kemudian dilanjutkan kesamping
searah tiupan angin. Lamanya pusaran angin terbentuk dan mengarah
kebawah tergantung kepada berat pesawat, semakin berat pesawat semakin
cepat pusaran angin.Bila sayap-sayap pesawat sudah cukup tinggi dari tanah,
pusaran angin akan mulai mengalir kesamping menjauhi garis terbang
pesawat.
Silinder pusaran angin akan bertahan lama, bila tidak ada angin bisa lebih
dari 2 menit, tetapi akan segera ditiup oleh angin bila ada aliran angin.
Bahaya pusaran angin dirasakan ketik pesawat berbadan besar B.747 mulai
beroperasi dilapangan terbang, pengaruhnya bagi pesawat-pesawat yang lebih
kecil sangat membahayakan.
Untuk mengatasi pusaran angin , FAA (Federal Aviation Agency)
membagi pesawat menjadi dua macam :
- Pesawat Ringan
Adalah pesawat-pesawat yang mempunyai Maximum Take Off
Weight lebih kecil dari 300.000 lbs (150 Ton) Pesawat-pesawat
ringan seperti ; DC 9 ; B 737 ; F 28 ; Pesawat-pesawat propeller
- Pesawat Berat
Adalah pesawat-pesawat yang mempunyai berat diatas 300.000
lbs (150 Ton) Pesawat-pesawat berat seperti ; B 747 ; 320 B; DC 8-
61 dan Pesawat-pesawat berbadan lebar Boeing 747 ; DC 10 ; Air
Bus 300.

2.2 KONFIGURASI LAPANGAN TERBANG


1. Konfigurasi
Konfigurasi Lapangan Terbang adalah jumlah dan arah (Orientasi)

dari landasan serta pnenmpatan bangunan terminal termasuk lapangan

parkirnya yang berkaitan dengan landasan itu.

12
Jumlah landasan tergantung pada volume lalu lintas dan orientasi

landasan tergantung arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang-

kadang juga luas tanah yang tersedia berpengaruh bagi pengembangan

berikutnya. Bangunan terminal ditempatkan sedemikian rupa sehingga

penumpang mudah dan cepat mencapai landasan.

2. Landasan Pacu
Pada dasarnya landasan dan penghubungnya Taxiway diatur

sedemikian rupa sehingga :

a. Memenuhi persyaratan “Separation” pemisahan lalu lintas


udara.
b. Gangguan operasi satu pesawat dengan lainnya,serta penundaan
didalam pendaratan,Taxiway serta lepas landas miniml.
c. Pembuatan Taxiway dari bangunan terminal menuju ujung
landasan untuk lepas landas dipilih yang paling pendek.
d. Pembuatan Taxiway memenuhi kebutuhan hingga pendaratan
pesawat dapat secepatnya mencapai bangunan terminal.
Pada lapangan terbang yang sibuk , dibuat area Holding atau Apron

Run Up berbatasan dengan ujung landasan untuk siap lepas landas

(Holding Bay). Apron ini direncanakan untuk melayani tiga sampai

empat pesawat dari urutan terbesar yang diramalkan akan mendarat

dilapangan terbang ini, dengan jalan yang cukup lebarnya bagi pesawat

lain yang melintas.

13
3. Taxiway
Fungsi utama Taxiway adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat

dari landasan pacu kebangunan terminal dan sebaliknya atau dari

landasan pacu ke hanggar pemeliharaan.

Taxiway diatur sedemikian rupa agar pesawat yang baru mendarat,

tidak mengganggu peswat lain yang sedng taxi,siap menuju ujung lepas

landas. Dipelabuhan udara yang sibuk dimana lalu lintas pesawat taxi

diperkirakan bergerak sama banyak dari dua arah, harus dibuat paralel

taxiway tehadap landasan untuk taxi satu arah, rutenya dipilih jarak

terpendek dari bangunan terminal menuju landasan yang dipakai untuk

awal lepas landas.

Dilihat dari segi pendaratan, pembuatan taxiway harus bisa dipakai

oleh pesawat secepatnya keluar landasan, sehingga landasan bisa dipakai

mendarat oleh pesaat lain tanpa menunggu lama. Taxiway ini disebut

“Exit Taxiway” atau Turn Off.

Hindari sejauh mungkin membuat taxiway dengan rute melintasi

landasan aktif selama lalu lintas puncak, yaitu ketika pesawat yang harus

dilayani landasan berkesinambungan (continous) kapasitas landasan

tergantung sepenuhnya kepada seberapa cepat pesawat mendarat dapat

dikeluarkan dari landasan.

Hal ini memudahkan mengatur lalu linta udara (PLLU) atau Air

Traffic Controll (ATC) memberijarak yng lebih dekat satu pesawat

kepada pesawat yang lain, sehingga kapasitas landasan meningkt, atau

14
dalam pemanfaatan waktu pesawat yang akan lepas landas bisa

ditempatkan diantara dua pesawat yang berurutan akan mendarat.

4. Konfigurasi Landas Pacu


Banyak konfigurasi landas pacu, sebagian konfigurasi adalah

kombinasi dari konfigurasi dasar.

Konfigurasi dasar adalah :

- Landasan Tunggal

Adalah konfigurasi paling sederhana, sebagian besar

lapangan terbang di Indonesia adalah landasan tunggal.

Telah diadakan perhitungan bahwa kapasitas landasan

tunggal dalam kondisi Visuil Flight Rule (VFR) antara 45-100

gerakan tiap jam,sedangkan dalam kondisi Instrumen Flight Rule

(IFR) kpasitasnya berkurang 45-50 gerakan tergantung kepada

komposisi campuran dan tersedianya alat bantu navigasi.

- Landasan Paralel

Kapasitas landasan sejajar terutama tergantung kepada

jumlah landasan dan pemisahan/penjarakan antara dua landasan.

Yang biasa adalah dua landasan sejajar (Cengkareng) atau empat

landasan sejajar.

Jarang ada landasan sejajar tiga, sampai saat ini belum ada

landasan sejajar lebih dari empat, tampaknya orang juga tidak akan

membangun landasan sejajar lima atau enam karena membutuhkan

tanah yang luas dan dengan landasan sejajar empat orang masih

15
bisa mengatur lalu lintas udara betapapun sibuknya. Dilain pihak

bila ada lima atau enam landasan sejajar, pengaturan lalu lintas

udara akan semakin rumit serta ruang udara yang diperlukan untuk

“Holding” sangat luas.

Jarak antara dua landasan sejajar sangat bermacam-macam.

Penjarakan landasan dibagi menjadi tiga :

a. Berdekatan (Cloos)
Landasan sejajar berdekatan (Cloos) mempunyai jarak
sumbu ke sumbu 700 ft = 213 m (untuk lapangan terbang
transport). Minimum ampai 3500 ft = 1067 m. dalam kondisi
IFR operasi penerbangan pada satu landasan lain.
b. Menengah (Intermediate)
Landasan sejajar menengah dipisahkan dengan jarak 3500
ft = 1067 m sampai 5000 ft = 1524 m. Dalam kondisi IFR
kedatangan pada satu landasan tidak tergantung kepada
keberangkatan pada landasan lain.
c. Jauh (Far)
Landasan sejajar jauh dipisahkan dengan jarak 4300 ft =
1310 m atau lebih. Dalam kondisi IFR dua landasan dapat di
operasikan tanpa tergantung satu sama lain untuk kedatangan
/ keberangkatan. Dengan kemajuan teknologi, dimasa depan
pemisahan untuk operasi bersama penerbangan pada landasan
sejajar dapat dikurangi.
Apalagi bangunan terminal ditempatkan diantara dua
landasan sejajar, landasan dipisahkan jauh sehingga tersedia
ruang untuk bangunan apron didepan terminal dan taxiway
penghubung. Untuk landasan sejajar empat,pasangan-
pasangan dibuat cloos (berdekatan). Dari dua pasangan yang

16
cloos dipisahkan jauh (Far) untuk menempatkan bangunan
terminal diantaranya.
Kapasitas landasan setiap jam nya dari pemisahan
cloos,intermediate dan far dapat bervariasi dari 100 gerakan
pesawat sampai 200 gerakan dalam kondisi VFR, tergantung
kepada komposisi campuran pesawat general
aviation.pemisahan/penjarakan tidak mepengaruhi kapasitas
dalam penerbangan kondisi VFR, kecuali kalau ada pesawat-
pesawat besar.
Keterangan mengenai ini bisa dibaca dalam bab peraturan
tentang lalu lintas udara pada terbitan ICAO Annex 11 Air
Traffic Service. Dalam kondisi penerbangan IFR kapasitas
landasan sejajar dengan pemisahan cloos bervariasi antara 50-
60 gerakan tiap jam, tergantung kepada komposisi pesawat
campuran ; untuk pemisahan
Intermediated kapasitasnya 75-80 gerakan per jam, dan
pemisahan jauh variasi antara 85-105 gerakan tiap jam. Pada
suatu saat karena alasan tertentu, mungkin kita perlu
mengadakan pergeseran threshold landasan sejajar, sehingga
ujung landasan tidak pada satu garis. Alasan pergeseran bias
bermacam-macam, antara lain bentuk tanah yang tersedia
untuk membangun landasan atau tempat untuk memperkecil
jarak taxi ke pesawat mendarat dan lepas landas. Usaha
memperpendek jarak taxi di dasarkan pada penalaran bahwa
suatu landasan yang di pakai semata-mata hanya untuk lepas
landas dan yang lain untuk pendaratan.
Dalam keadaan ini, maka bangunan terminal di tempatkan
sehingga jarak taxi untuk masing-masing tipe operasi
(mendarat atau lepas landas) adalah minimal.

17
KONFIGURASI LANDASAN PACU

1. Landasan Pacu Tunggal

2. Landasan Pacu Sejajar

18
3. Landasan Pacu Dua Jalur

4. Landasan Pacu Bersilang

5. Landasan Pacu V Terbuka

19
L = Landing= Mendarat
TO = Take Off=Lepas Landas
a. Landasan Tunggal
b. Landasan Sejajar
c. Landasan Sejajar Thnreshold (Stranggger)
d. Landasan Empat Sejajar
e. Landasan Berpotongan
f. Landasan Berpotongan
g. Landasan V Terbuka

Landasan dua jalur terdiri dari dua landasan yang sejajar di pisahkan
berdekatan (700 ft -2.2499 ft) dengan exit taxiway secukupnya. Walaupun
kedua landasan dapat di pakai untuk operasi penerbangan campuran, tetapi di
inginkan operasi diaturnya, landasan terdekat dengan terminal untuk
keberangkatan pesawat.
Di perhitungkan bahwa landasan dua jalur dapat melayani 70% lalu
lintas lebih banyak daripada landasan tunggal dalam kondisi VFR dan sekitar
60% lebih banyak lalu lintas pesawat dari pada landasan tunggal dalam
kondisi IFR. Di dapat kenyataan bahwa kapasitas landasan untuk pendaratan
dan lepas landas tidak begitu peka terhadap pemisahan sumbu landasan antara
dua landasan bila pemisah antara 1000-2.499 ft. Maka di anjurkan untuk
memisahkan dua landasan dengan jarak tidak kurang dari 1000 ft, bila di situ
akan di pakai untuk melayani pesawat-pesawat komersil. Dengan jarak ini di
mungkinkan pemberhentian pesawat di taxiway antara dua landasan tanpa
menggagu operasi gerakan pesawat di landasan.Untuk memperlancar bias
juga di bangun taxiway sejajar, namun tidak terlalu pokok. Keuntungan utama
dari landasan dua jalur adalah dapat meningkatkan kapasitas dalam kondisi
IFR menambah luas tanah.

20
 Landasan Bersilangan
Banyak lapangan terbang diluar negeri mempunyai dua atau
tiga landasan dengan arah (direction) berlainan, berpotongan satu
dengan yang lain, landasan demikian mempunyai patron
“persilangan”. Landasan persilangan di perlukan jika angin yang
bertiup keras lebih dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan
angin.
Pada suatu saat angin bertiup kencang satu arah maka hanya
satu landasan dari dua landasan yng bersilangan yang di gunakan,
ini memang mengurangi kapasitas , tetapi lebih baik daripada
pesawat tidak bisa mendarat di situ. Bila angin bertiup lemah
(kurang dari 20 knots atau 13 knots) maka kedua landasan bisa di
pakai bersama-sama. Kapasitas dua landasan yang bersilangan
tergantung sepenuhnya di bagian mana landasan itu bersilangan (di
tengah, di ujung) serta cara operasi penerbangan yaitu strategi dari
pendaratan dan lepas landas.
Kapasitas terbesar di peroleh bila persilangan sedekat
mungkin kepada ujung awal lepas landas dan threshold pendaratan.
Sejauh ini di harapkan perancang menghindari perencanaan
landasan persilangan.

 Landasan terbuka V
Landasan dengan arah divergen, tetapi tidak saling
berpotongan di sebut landasan V terbuka. Konfigurasi dapat di lihat
pada gambar 3.1h, seperti halnya pada landasan bersilangan,
landasan V terbuka di bentuk karena arah angin keras dari banyak
arah, sehingga harus membuat landasan dengan dua arah. Ketika
angin bertiup kencang dari satu arah, maka landasan bisa di
operasikan satu arah saja, sedangkan pada keadaan angin bertiup
lembut kedua landasan dapat di guakan secara bersama-sama.

21
Strategi yang menghasilkan kapasitas terbesar bila operasi
penerbangan divergen dalam IFR kapasitasnya antara 60-70 gerakan
per jam, tergantung kepada campuran pesawat dalam VFR
kapasitasnya 80-200 gerakan per jam. Bila operasi mengarah
konvargen kapasitasnya sangat berkurang menjadi 50-60 gerakan
per jam dalam IFR dan 50-100 gerakan per jam dalam VFR.

2.3 Rancangan Lapangan Terbang


1. Sistem Lapangan Terbang
Rancangan sebuah lapangan terbang adalah suatu proses yang
rumit saling kait mengait, sehingga analisa dari suatu kegiatan tanpa
memperhitungkan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain, bukan
merupakan kegiatan yang memuaskan. Sebuah lapangan terbang meliputi
kegiatan yang sangat luas yang mempunyai kebutuhan yang sangat
berbeda, bahkan kadang-kadang berlawanan, seperti halnya kegiatan
keamanan, membatasi sedikit mungkin (pintu-pintu) antara land side dan
air side, sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin
pintu terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.
Sistem lapangan terbang di bagi menjadi 2, yaitu:
a. Land Side
b. Air Side
Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat (land
side) dan kendaraan udara (air side) mempunyai pengaruh yang sangat
kuat kepada rancangan. Penumpang dan pengirim barang berkepentingan
terhadap waktu yang di jalani mulai dari keluar rumah sampai ke tempat
tujuan, mereka tidak berkepentingan kepada lamanya waktu perjalanan
darat maupun udara.
Dengan alasan lain banyak jalan masuk jalan masuk menuju
lapangan terbang perlu mendapat perhatian dalam membuat rancangannya.
Hubungan lapangan terbang dengan masyarakat sekelilingnya. Persoalan
yang di timbulkan oleh beroperasinya lapangan terbang, dewasa ini sudah

22
sangat kompleks. Pada masa lalau awal kegiatan penerbangan, lapangan
terbang terletak jauh dari kota. Tanah murah, penduduk jarang, bangunan
tidak berdesakan, dan mudah di atur sehingga halangan terhadap operasi
pesawat (Obstraction) tidak merupakan persoalan, begitu juga terhadap
masyarakat, operasi penerbangan masih jarang, pesawat masih kecil,
sehinggan suara pesawat tidak menggagu kehidupan. Kehidupan
masyarakat dan operasi penerbangan berjalan dengan damai,
keseimbangan lingkungan menjadi goyah setelah penduduk bertambah,
industry membutuhkan tanah murah yang umumnya di luar kota.
Tanah demikian hanya ada di alokasi lapangan terbang, selanjutnya
perkembangan industri mengundang masuk pekerja untuk bertempat
tinggal di sekitar pabrik, di perlikan pasar, perlu pertumbuhan jalan dan
arusnya, dari sudut operasi penerbangannya sendiri untuk melayani
kepentingan penduduk kota, frekuensi penerbangan bertambah, pesawat
yang
beroperasi semakin besar apalagi setelah pesawat jet beroperasi,
penumpang yang di angkut bertambah banyak, penggunaan pesawat yang
besar tentu membutuhkan mesin yang lebih besar dengan resiko suara
semakin bising. Akibatnya pengaturan kota dan lapangan terbang
menghadapi persoalan yang lebih komplek. Maka berkembanglah
kebutuhan baru, lapangan terbang di atur rapi, di rancang dan di
rencanakan sehingga semua kegiatan mendapat tempat yang selayakny,
perlu Air Port Master Planning dan perlu Air Port Master Planner.

2. Rancangan Induk Lapangan Terbang


Rancangan induk adalah konsep pengembangan lapangan terbang
ultimate, pengertian pengembangan bukan saja di dalam lingkungn
lapangan terbang tetapi seluruh area lapangan terbang di dalam dan di
luar, di sekitar operasi penerbangan dan tata guna lahan sekitarnya (Air
Port Master Plant FAA No. AC 150/5070/-6 dan ICAO Air Port Planning
manual part 1 Dokumen No. 9184 Edisi Tahun 1977).

23
Tujuan umum dari rancangan induk adalah untuk memberikan
pedoman untuk pengembangan di kemudian hari yang memadai bagi
operasi penerbangan yang selaras dengan lingkungan dan pengembangan
masyarakat serta modal transportasi yang lain.
Lebih detail rancangan induk memberikan pedoman untuk:
1. Pengembangan fasilitas fisik sebuah lapangan terbang.
2. Tata guna lahan dan pengembangannya di dalam dan di
sekitar lapangan terbang.
3. Menentukan pengaruh lingkungan dari pembangunan
lapangan terbang dan operasi penerbangan.
4. Pembangunan untuk kebutuhan jalan masuk.
5. Pembangunan kegiatan ekomoni dan kegiatan lainnya yang
menghasilkan uang bagi pelabuhan udara yang bisa di
kerjakan.
6. Pembahian fase dan kegiatan prioritas yang bisa di
laksanakan sesuai rancangan induk.
Rancangan lapangan terbang di susun berdasarkan banyak sekali
kriteria dan prosedur. Untuk pengevaluasian banyak daripadanya masih
merupakan hasil pemikiran-pemikiran yang logis, penyusuna urutan
prioritas dan kemungkinan (alternatif) serta pertimbangan dari alternatif
yang terpilih.
Pada masa awal penyusunan rancangan induk di kenal, kebanyakan
rancangan induk merupakan perancangan teknis semata, terutama hanya
untuk keperluan operasi penerbangan Namun dewasa ini rancangan induk
mendapat pengaruh dari segi mempertimbangkan banyak kepentingan
seperti teknis operasi penerbangan, ekonomi, keuangan dan politis,
terutama kesejahteraan lingkungan, keseimbangan masyarakat sekeliling
mendapat perhatian dan pengaruh kuat atas rancangan induk sehingga
rancangan induk yang di buat dewasa ini tidak selalu terbaik dari segi
operasi penerbangan. Rancangan merupakan hasil kompromi dari
kebutuhan fisik maupun non fisik.

24
Walaupun rancangan induk lapangan terbang mempunyai isi yang
berbeda untuk setiap lokasi dan rencana, namun paling kurang harus
mendukung:
- Ramalan Kebutuhan /Permintaan.
Ramalan harus termasuk operasi penerbangan, jumlah
penumpang, volume barang dan lalu lintas darat. Ramalannya di
buat tidak hanya ramalaan tahunan tetapi juga jam-jam tersibuk
harian.
- Alternatif Pemecah Persoalan.
Dari kebutuhan yang di ramalkan secara memadai dan
memuaskan. Setiap alternatif pemecah persoalan harus
memperhatikan pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan
keselamatan dan ekonomi.
- Analisa Biaya Investasi
Tinjauan terhadap biaya pembanguan apakah dana yang di
keluarkan untuk suatu fasilitas bermanfaat, apakah manfaatnya:
Suatu contoh hubungannya dengan kebisingan; bila di
bangun landas pacu sejajar pengaruhnya sangat besar terhadap
penduduk sepanjang AS landasan, maka lebih baik meningkatkan
kemampuan landas pacu tunggal dari pada pembangunan landasan
sejajar.
Analisa biaya investasi serta keuntungannya haruslah
termasuk dalam keuntungan langsung maupun tidak langsung
sehingga memberikan banyak pilihan bagi pimpinan atau
pengambil keputusan untuk mempertimbangkan.
- Pengaruh Lingkungan Dan Alternatif Mengatasinya.
Setiap pembahasan dari rancangan tentu mangandung
resiko antara keuangan, teknis, pengaruhnya terhadap lingkungan.
Pengembangan sebuah lapangan terbang tentu akan
mengundang penduduk untuk membangun perumahan sepanjang
jalan masuk, membangun fasilitas kehidupan. Pengembangan

25
sebuah lapangan terbang tentu akan mengundang minat kalangan
luas, pemakai lapangan, penyediaan jasa, pengelola lapangan dan
sebagainya. Dalam tahap penyususnan rancangan induk, pihak-
pihak yang berkaitan dengannya haruslah di ajak berkonsultasi
agar tidak terjadi ketimpangan pada rancangan induknya.

3. Kebutuhan Sebuah Lapangan Terbang.


Langkah awal dalam mempersiapkan rancangan induk adalah
pengumpulan data dari fasilitas lapangan terbang yang sudah dan usaha-
usaha merancang pada daerah yang luas. Konsultasi harus dengan pihak-
pihak yang terkait tidak hanya dengan perhubungan udara tetapi dengan
pemerintah daerah. Perusahaan penerbangan dan penggunaan lapangan
terbang lainnya.
Data-data bisa di dapat dari perhubungan udara Operasi Data
Centere (ODC) terutama data lalu lintas penumpang maupun barang dan
pos, serta lalu lintas pesawat. Aturan-aturan dari sebuah lapangan terbang
bisa di dapat dari badan-badan internasional semacam Federal Aviation
Agency (FAA),International Civil Aviation Organization (ICAO).
Perancang harus mengenali semua fasilitas fisik yang telah ada pada
lapangan terbang itu, serta pengunaan-penggunaannya dan penggunaan
lalu lintas lapangan terbang.
Perencana harus mengenali fasilitas navigasi dan telekomunikasi
udara, pemanfaatan fasilitas itu, penggunaan area udara. Untuk
kepentingan keseimbangan lingkungan, perancang harus mengenali
penggunaan tanah sekitar lapangan terbang, perancang harus mengingat
pengaruh terhadap keseimbangan lingkungan.
Pengumpulan data sisi ekonomi, jumlah penduduk, aktivitas
ekonomi, tata guna daerah, itu bisa di dapatkan dari badan perencana
daerah (Bapeda) untuk di pakai sebagai dasar ramalan permintaan fasilitas
apa saja yang harus ada dan berapa besarnya pada lapangan terbang ini.

26
4. Ramalan
Rancangan induk lapangan terbang di kembangkan berdasarkan
kepada ramalan dan permintaan (Forecast and Demand).
Ramalan bisa di bagi dalam :
 Ramalan jangka pendek, yaitu sekitar 5 tahun
 Ramalan jangka menengah, yaitu sekitar 10 tahun.
 Ramalan jangka panjang, yaitu sekitar 29 tahun s/d 50 tahun.
Jangka ramalan makin jauh, ketepatan dan ketelitiannya semakin
menyusut maka perlu di sadari bahwa ramalan jangka panjang hanyalah
pendekatan. Telah dikemukakan bahwa beberapa kegiatan seperti ramalan,
pergerakan pesawat, jumlah penumpang tahunan maupun jam-jam sibuk,
sangat di perlukan, akan tetapi untuk barang dan pos cukup ramalan
tahunan saja.
Ada beberapa cara untuk meramal permintaan di waktu yang akan
dating. Tiap-tiap metode ramalan bisa mempunyai perbedaan yang sangat
besar. Ada metode ramalan yang sangat rumit, tetapi mempunyai tingkat
keakuratan relatif baik, ada metode memuaskan untuk ramalan jangka
panjang.
Teknik ramalan yang paling sederhana adalah meramal
kecenderungan volume lalu lintas di masa depan dan ramalan yang lebih
kompleks, rumit adalah meramal yang berhubungan dengan permintaan
dengan mengindahkan faktor-faktor sosial, ekonomi, teknologi, selera
yang mempengaruhi transportasi udara.
Hubungan antara variabel ekonomi, social dan teknologi di satu
sisi dengan permintaan transportasi di pihak lain di sebut Model
Permintaan Penggunaan dan Pengembangan yang di terapkan sebagai
berikut:

27
- Tinjau dan amati kecenderungan dari permintaan perjalanan
udara (air travel) di masa lalu.
- Perhatikan dan perinci pengaruh berbagai faktor variasi
ekonomi sosial dan teknologi terhadap permintaan perjalanan
udara.
- Buatlah model-model hubungan antara permintaan transport
udara dan faktor butir 2.
- Proyeksikan harga-harga butir 3 ke masa depan.
- Pakailah model dari butir 3 dan ramalan dari butir 4 untuk
mendapatkan harga ramalan dari permintaan transport udara
di masa depan.

5. Fasilitas-Fasilitas Yang Dibutuhkan


Kebutuhan akan adanya landasan pacu, taxiway, apron, bangunan
terminal, jalan masuk dan tempat parker, di kembangkan dari analisa
permintaan dari rencana geometri dan standar-standar yang menentukan
perencanaan dari lapangan terbang.
Standar yang di keluarkan FAA (Federal Aviation), Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (CAO) badan PPP mengatur berbagai
komponen lapangan terbang, landasan pacu, jumlah, panjang, taxiway,
bangunan terminal, bangunan cargo, konfigurasi dan fasilitas untuk
pesawat General Aviatin. Dengan memakai standar ini mempermudah
rencana untuk mendapatkan pendekatan pertama dari bentuk kasar dan
ukuran tiap-tiap komponen lapangan terbang, baik untuk lapangan terbang
baru maupun lapangan terbang yang sudah ada.

6. Pemilihan Lokasi Lapangan Terbang.


Seorang yang bertanggung jawab untuk menentukan pemilihan
lokasi lapangan terbang baru, pertama-tama harus membuat kriteria
sebagai pedoman dalam penentuan lokasi yang sepatutnya untuk

28
pengembangan di masa depan. Sebagian besar kriteria di bawah ini bisa
juga di gunakan untuk pengembangan lapangan terbang yang telah ada.
Lokasi lapangan terbang di pengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain
sebagai berikut:

a. Tipe Pengembangan Lingkungan Sekitar


Adalah merupakan faktor yang sangat penting, sebab
kegiatan sebuah lapangan terbang terutama di lihat dari tingkat
kebisingan, inilah pasal yang paling banyak mengganggu
lingkungan dari sebuah lapangan terbang. Makan penelitian,
pengamatan terhadap penggunaan tanah sekitar lapangan
terbang sangat perlu. Proritas di berikan kepada pengembang
lingkungan yang selaras dengan aktifitas lapangan terbang.Bila
mungkin pemilihan lokasi menjadi daerah pemukiman
penduduk dan sekolah. Untuk lokasi terpilih yang masih
mempunyai daerah pemukiman belum rapat, sangat baik untuk
di keluarkan peraturan daerah yang mengatur tata ruang sekitar
lapangan terbang semacam koordinasi tat ruang, akan sangat
membantu pengembangan lapangan udara maupun lingkungan
sekitar sehingga tidak ada konflik di kemudian hari. Pelabuhan
udara sangat esensial bagi transport sebuah lingkungan
masyarakat, karena memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi
dan dia merupakan bagian integral dari masyarakat itu.
Karenanya lapangan terbang perlu adanya pengembangan, tapi
tentu masyarakat juga perlu berkembang, jadi di tuntut
pengaturan sebaik-baiknya koordinasi pengembangan dari
keduannya. Agar kegiatan operasi penerbangan gangguannya
bagi kehidupan masyarakat bisa di tekan sekecil mungkin dan
diinginkan adanya jalur hijau antara landas pacu, taxiway,
apron, dan bangunan terminal sebagai pembatas.

29
b. Kondisi Atmosfer
Adanya kabut, asap kebakaran mengurangi jarak pandang pilot,
kabut (flog) dan asap (smoke), campuran keduanya mempunyai jarak
pandang bahkan sampai ketinggian muka laut, campuran ini sangat
membahayakan dinamakan SMOG. Hambatan jenis ini mempunyai
pengaruh kepada menurunnya kapasitas lalu lintas penerbangan.
Jeleknya jarak pandang (Visibility) mengurangi kemampuan pesawat
terbang di banding visibility yang jauh.
Hanya pesawat-pesawat yang mempunyai instrument yang khusus
bisa terbang pada visibility 0, biasa disebut Instrument Flight Rule
(IFR) yaitu pada kondisi IMC (Instrument Metereologi Condition)
kabut yang mempunyai kecenderungan bertahan pada suatu daerah
yang tiupan anginnya kecil.
c. Kemudahan Untuk Mendapatkan Transportasi Darat.
Waktu yang di butuhkan untuk keluar dari tempat penumpang
berangkat ke pelabuhan udara merupakan hal yang perlu di pelajari.
Dikota-kota besar waktu di darat lebih banyak dari pada di udara
dalam suatu perjalanan. Jalan macet, mencari tempat parkir, lapor
berangkat, menunggu naik pesawat lebih lama dari perjalanan
pelabuhan udara ke darat.Sesudah di kenal penerbangan dengan
pesawat jet, untuk perjalanan kurang dari (400 nmi=644 km) antara
dua pelabuhan udara di kota besar, waktu di darat bisa dua kali lipat
waktu di udara dalam perjalanan itu. Kecenderungan di Indonesia
penumpang mencapai pelabuhan udara dan keluar dari pelabuhan
udara adalah dengan mengendarai mobil pribadi. Sampai suatu titik
perkembangan tertentu penggunaan mobil pribadi dari jalan ke
pelabuhan udara masih bisa di tampung oleh jalan masuk dan tempat
parkir pelabuhan udara , tetapi sesudah titik itu di lewati perlu di
pikirkan transport darat masal untuk transit dari lapangan terbang ke
pusat kota.

30
d. Tersediannya Tanah Untuk Pengembangan
Pada Pelita II secara garis besar perkembangan transportasi udara
rata-rata Nasional sebesar 14%, Pelita III rata-rata Nasional 16%,
begitu dinamisnya perkembangan angkutan udara barang tentu
pelabuhan udara juga harus menyesuaikan dengan permintaan, landas
pacu diperpanjang, taxiway diperlebar, apron diperluas, tempat parker
kendaraan diperluas dan bangunan terminal diperluas. Semua itu tentu
memerlukan tanah untuk pengembangan, baik untuk memperluas
fasilitas yang sudah ada maupun membangun fasilitas baru yang
dibutuhkan.
e. Adanya Lapangan Terbang Lain
Ketika mengadakan pilihan lokasi untuk menentukan sebuah
lapangan terbang baru atau menambah landas pacu perlu
dipertimbangkan adanya lapangan terbang lain yang berada
disekitarnya. Lapangan terbang harus mempunyai jarak yang cukup
jauh satu sama lain, agar ruang lingkup yang diperlukan cukup untuk
maneuver pada saat akan mendarat. Jarak minimum antara pelabuhan
udara tergantung kepada volume dan type lalu lintas serta apakah
pelabuhan udara itu mempunyai perlengkapan operasi lapangan
terbang dengan kondisi jarak pandang yang jelek. Jarak pelabuhan
udara yang terlalu dekat bukannya meningkatkan kapasitas landasan
untuk mendarat pesawat tetapi akan saling merintangi bahkan bila
pelabuhan udara itu mempunyai instrumen sekalipun akan berkurang
kapasitasnya.
f. Halangan Sekeliling (Surrounding Obstruction)
Lokasi pelabuhan udara harus dipilih sedemikian, sehingga kalau
diadakan pengembangan, bebas halangan atau halangan mudah
dihilangkan. Lapangan terbang harus dilindungi dengan peraturan
yang ketat agar orang tidak sembarang membangun apa saja yang
merupakan halangan bagi penerbangan terutama pada daerah
Approach area, pengawasan harus seketat – ketatnya.

31
Clesrebce yang dibutuhkan approach area pada perpanjangan As
landas pacu secara detail diberikan dalam :
a. FAA FAR Part 77 Obstruction Clereance Requicement
b. ICAO Annex 14
Pada daerah Approach area terdapat areal disebut daerah landasan
bersih halangan (Runway Clear Zone). Daerah ini sulit diawasi dari
pembuatan bangunan bila tidak dibebaskan walau ada larangan
melalui undang – undang.
Penerbangan peraturan daerah.Tetapi bila dana terbatas, tidak
cukup untuk membebaskan, bias daerah ini disewa untuk jangka
panjang, tidak dibangun apapun merupakan tanah kosong, ini untuk
pelabuhan dikota besar.

g. Pertimbangan Ekonomis
Penyajian rancangan induk tentu memberikan beberapa pilihan
kemungkinan lokasi, ada perbandingan – perbandingan ditinjau secara
ekonomis. Lokasi yang berada pada daerah tanah rendah, lebih rendah
dari sekelilingnya membutuhkan penimbunan dan seterusnya.
Berbagai alternative lengkap dengan perhitungan volume dan biaya
diberikan. Tentu saja pilihan likasi jatuh kepada tempat dengan
ongkos pembangunan yang murah.

h. Tersedianya Utilitas
Sebuah lapangan terbang terutama yang besar membutuhkan
utilitas yang besar pula, perlu tersedia air minum dan air gelontor,
tenaga listrik, sambungan telepon, bahan bakar minyak. Dalam
pembuatan rancangan induk tentu penyediaan utilitas harus
dipertimbangkan pula. Darimana air minum, darimana air gelontor,
WC, tenaga listrik selain dari PLN harus ada tenaga cadangan bila
sambungan PLN putus, padahal pelabuhan udara serta peralatannya
harus tetap operasi.

32
Bahan bakar bisa disalurkan melaui pipa – pipa dan keluar dari
apron merupakan hidran atau dibawa dengan truk tanki. Saluran
telpon harus ada dan air limbah harus dipikirkan pembuangannya

33
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perencanaan Geometri Sisi Udara


Dalam perencanaan geometric sisi udara terhadap Runway, Apron,,
Taxiway, dan Exit Taxiway, diuraikan sebagai berikut :
1. Perencanaan Runway
Dalam perencanaan pergerakan pesawat diambil satu sampel yaitu
pesawat LET L410 UPV-E yang akan digunakan sebagai pesawat
rencana.
Berikut data spesifikasi teknis dari pesawat rencana LET L410
UPV-E :
- Wingspan : 20 m
- Outer Main Gear Wheel Span : 4 m
- Overall take off Weight : 14,4 m
- Maximum Take Off Weight : 6600 kg
- Maximum Landing Weight : 6400 kg

Dalam merencanakan Runway, ada beberapa hal yang perlu


diperlahatikan diantaranya adalah maximum Take Off Weight,
Maximum Landing Weight, dan elevasi muka air laut dari bandara yang
akan direncanakan. Pada umumnya semakin berat dan besar pesawawt
yang beroperasi pada runway maka semakin panjang juga Runway yang
diperlukan, hal ini terjadi karena pesawat yang memiliki berat yang
lebih akan membutuhkan waktu yang lebih untuk melakukan Take Off
maupun Landing, tergantung dari Aircraft Performance. elevasi
bandara yang ditinjau juga penting karena semakin tinggi elevasi
bandara yang direncanakan, Runway yang akan direncanakan akan
semakin panjang.

34
a. Panjang Runway
LET L410 UPV-E yang digunakan sebagai pesawat rencana
memiliki ARFL sepanjang 920 m. dalam menentukan panjang
Runway harus dilakukan perhitungan koreksi ARFL pesawat
terhadap temperature, ketinggian (elevasi),, dan kemiringan
landasan ( Slope ), data-data yang diperlukan sebagai perencanaan
sebbagai berikut :
- Elevasi Local Dari Muka Air Laut (h) = 3,41 m
- Temperature Refrensi = 32⁰C
- Gradient Efektif ( Slope ) = 0.3%

Koreksi terhadap elevasi, Fe


= 1 + 0,07( )
300
.
= 1 + 0,07 = 1,000796

Koreksi terhadap temperature, Ft


= 1 + 0,01 ( − ( 15 − 0,0065 ℎ)

= 1 + 0,01 ( 32 − ( 15 − 0,0065 3.41 )

= 1,1702

Koreksi terhadap slope, Fs

= 1 + 0,1

= 1 + 0,1 ( 0,2% ) = 1,0003

Actual Runway Length = ARFL x Fe x Ft x Fs

= 920 x 1,000796 x 1,1702 x 1,0003


= 1567,56

Dimana panjang Runway yang direncanakan adalah 1650


m. tetap mampu untuk melayani pesawat LET L410 UPV-E

35
b. Lebar Runway
ICAO telah memberikan pedoman dalam menentukan lebar
Runway berdasarkan kode ARC ( Aerodrome Reference Code )
untuk pesawat LET L410 UPV-E dengan kode 2B yaitu 23 m,
dilengkapi dengan bahu Runway paling kurang 60 m pada setiap
sisi dari Runway Centerline atau garis tengah dari landasan pacu.

c. Arah Runway
Dalam merencanakan Runway angina merupakan salah satu
factor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan arah
Runway. ICAO menjelaskan bahwa Runway pada suatu bandara
sebisa mungkin harus searah dengan arah angina yang dominan
pada bandara tersebut.

d. Kemiringan Memanjang ( Longitudinal Slope ) Runway


ICAO menetapkan persyaratan kemiringan memanjang dari
Runway sesuai dengan kode angka 2 sebagai berikut :
- Kemiringan Memanjang efektif adalah 1%
- Kemiringan memanjang maksimum adalah 2,0%
- Apabila terdapat perubahan kemiringan, per 30 adalah
0,4%
- Kemiringan memanjang ¼ ujung landasan tidak boleh
melebihi 0,8%

e. Kemiringan Melintang ( Transversal Slope ) Runway


Untuk mengurangi resiko akumulassi air yang berlebih
diatas permukaan Runway, kemiringan melintang diperlukan
sebagai salah satu solusi yang memungkinkan air untuk mengalir.
ICAO memberikan ketentuan terhadap kemiringan melintang
Runway dengan kode huruf B sebesar 2%

36
f. Panjang, Lebar, Kemiringan, Dan Grading Runway Strip
ICAO memberikan ketentuan dimensi runway strip sebagai berikut
- Jarak minimum dari ujung landasan sebesar 60 m
- Lebar strip landasan instrument sebesar 200 m
- Kemiringan memanjang maksimum untuk luasan yang
diratakan sebesar 1,0%
- Kemiringan melintang dari area untuk luasan yang diratakan
sebesar 2,0%

g. Clearway Dan Stopway


Clearway adalah daerah bebas pandang yang terletak ujung
landasan dan berfungsi untuk melindungi pesawat saat Take Off
maupun Landing disaat kecepatan pesawat melebihi normal. Clearway
ditentukan dalam ICAO sebagai berikut :
- panjang dari Clearway tidak melebihi ½ dari panjang Runway
- lebar Clearway sebesar 75 dari garis tengah Runway pada
kedua sisi

Stopway adalah daerah yang terletak pada ujung landasan dan


hanya dapat digunakan sebagai tempat berhenti sementara apabila
pesawat melakukan gagal saat Take Off di landasan.

- Panjang dari stopway minimal 60 m


- Lebar dari stopwayy minima 30 m
- Kemiringan dari stopway tiap 30 m sebesar 0,3%
Akan digunakan stopway dengan dimensi 60 x 60 m

h. Runway Safety Area ( RESA )


Runway Safety Area didefinisikan sebagai daerah sekitar Runway
yang disediakan untuk mengurangi resiko kerusakan pada pesawat
apabila terjadi Undershoot, Overshoot,, maupun Overrun dari
permukaan Runway.

37
Dimana dalam perencanaan ini, berdasarjan ICAO diambil sebesar
90 m.

i. Kapasitas Runway
Kapasitas Runway dihitung dengan menentukan pesawat yang
dapat menggunakan landasan pacu. Didefinisikan dalam bentuk indeks
campuran ( Mix Index ). Indeks ini hanyalah indikasi tingkat operasi di
landasan pacu oleh pesawat besar dan berat.

2. Perencanaan Taxiway
Taxiway merupakan bagian dari bandara yang sangat penting, pesawat
yang akan menuju maupun keluar dari Runway dan apron pasti akan melewati
Taxiway, kecepatan pesawat saat di Taxiway tidak sebesar saat pesawat di
Runway maupun Apron, akan tetapi Taxiway harus di desain sebaik mungkin
agar pesawat dapat bergerak dengan baik saat keluar maupun memasuki
Taxiway dan tidak menyebabkan hambatan yang akan menambah waktu
Delay.
a. Dimensi Taxiway
ICAO memberikan ketentuan dengan memberikan nilai minimum
lebar Taxiway, pesawat LET L410 UPV-E termasuk dalam kode huruf
B memiliki roda dasar yang kurang dari 10,5 m, sehingga lebar yang
ditentukan dalam ICAO adalah 15 m dengan jarak bebas minimum
sebesar 2,25 m.

b. Taxiway Shoulder
Sama seperti Runway, Taxiway harus dilengkapi dengan bahu
pada kedua sisi, dalam menentukan Taxiway Shoulder, ICAO
memberikan ketentuan untuk pesawat dengan kode huruf B yaitu
sebesar 25 m, dimana besar runway shoulder sudah termasuk lebar 15
m dari Taxiway.

38
c. Taxiway Longitudinal Slope
Berdasarkan ketentuan yang diberikan ICAO, diperoleh
kemiringan memanjang maksimum Taxiway sebesar 3% dengan
perubahan kemiringan yang diperbolehkan sebesar 1% tiap 30 m, serta
jari-jari minimum sebesar 2500 m.

d. Taxiway Transversal Slope


Kemiringan melintang diperlukan untuk mencegah terjadinya
genangan air diatas permukaan Taxiway. menetapkan kemiringan
melintang Taxiway untuk kode huruf B yaitu sebesar 2%.

e. Taxiway Strip
Permukaan Taxiway Strip harus direncakan sebaik mungkin untuk
menghidari genangan air diatas permukaannya. Kemiringan pada
daerah yang diratakan yaitu sebesar 3% dan kemiringan kearah bawah
tidak mencapai 5%. Dengan lebar sebesar 12,5 m di kedua sisi dari
Taxiway Centerline. Jarak minimum antara Taxiway Centerline dengan
Runway Centerline adalah sebesar 25 m

f. Fillet Taxiway
Merupakan luasan tambahan yang ditambahkan pada lengkungan
agar pesawat tidak keluar dari jalur Taxiway yang diperkeras.
Untuk kode B, berdasarkan ketentuan SKEP 77-VI-2005 Dirjen
Perhubungan didapatkan ketenkuan sebagai berikut.
- Putaran Taxiway (R) sejauh 22,5 m
- Peralihan ke Fillet (L) sejauh 15 m

39
- Jari -jari tikungan sisi Taxiway dan Runway sejauh R1 = 41,5
meter; R2 = 30 meter; r0 = 42,,5 meter; r1 = 25-meter dan r2 =
30 meter

3. Perencanaan Apron
Apron merupakan tempat parkir untuk pesawat, dimana dalam tugas
ini akan direncanakan konfigurasi parkir Apron yaitu nose-in dan
menggunakan sistem lurus ( Linear ), hal ini mempertimbangkan ketersediaan
lahan, kenyamanan penumpang dan kemudahan dalam melakukan
pengembangan bandara dimasa yang akan datang.
a. Perencanaan Jumlah Gate Position
Dalam menghitung jumlah Gate yang diperlukan pada Apron,
data yang akan digunakan sebagai berikut:
- Pergerakan pesawat pada kondisi Peak Hour pada tahun
2030 sebanyak 31 pergerakan/jam ( Data Asumsi ).
- Waktu pemakaian/parkir di Gate (T), diperoleh berdasarkan
jenis pesawat dengan kisaran waktu 30 – 60 menit. Maka
waktu pemakaian/parkir Gate diasumsikan selama 40 menit.
- Faktor pemakaian Gate (U) yang dapat digunakan untuk
semua jenis perusahaan penerbangan adalah 0,6 – 0,8.
Dalam hal ini perencanaan akan digunakan faktor
pemakaian sebesar (U) = 0,6.

Sehingga didapatkan jumlah Gate yang diperlukan sebanyak:

40
31
= = 60 = 26 #$%ℎ
! 0,8
Pintu Apron Gate yang diperlukan sebanyak 26 buah untuk
pesawat kelas B

40
b. Perencanaan Luas Apron
Data-data yang diperlukan untuk mengitung luasan Apron adalah
sebagai berikut:
- Pergerakan pesawat saat Peak Hour tahun 2030. Jumlah
pergerakan pesawat disusun sesuai dengan Code Letter dari
pergerakan pesawat diklasifikaskan sebagai Code Letter B
- Karakterisitk pesawat yang diperlukan dalam perencanaan Apron
adalah Panjang badan pesawat, Wingspan, Wheel Base. Dimana
akan digunakan pesawat dengan dimensi dan Turning Radius
terbesar dengan Code Letter B.
- Radius (R) pesawat LET L410 UPV-E dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut.

()*+ ,%* (ℎ . #%
&=' -+' -
2 +60

20 12,1
& =' -+' -
2 +60

& = 17 /

- Clearance antar pesawat di Apron untuk Code B yaitu 3 m


- Perencanaan parkir pesawat menggunakan sistem linier.

Untuk mempermudah perhitungan luasan Apron, maka Apron dibagi


menjadi 2 area yang berbeda, dimana area A merupakan Parking Stand dan
Area B merupakan daerah Taxilane. Direncanakan perhitungan sebagai
berikut:

 Area A
Terdiri dari 30 buah Parking Stand (G) sejajar dan berhadapan
dengan Taxilane untuk tempat parkir pesawat tipe B. Berikut
merupakan perhitungan luasan adalah sebagai berikut:

41
0% = 2& + 1

0% = 26 (2 17 ) + 17 3

0% = 938 /

3% = 3 + 1 + (

3% = 14,475 + 3 + ( 290 0,3048 )

3% = 105,867 m2

3$% 45 % 4 = 0% 3%

3$% 45 % 4 = 938 105,867

3$% 45 % 4 = 993,03 m2

 Area B
Terdiri dari 1 Taxilane, berikut merupakan
perhitungan luasan adalah sebagai berikut:

0# = (

0# = 290 6 0,3048

0# = 88,392

3# = 0%

3# = 938 /

3$% 45 % # = 0% 37

3$% 45 % # = 88,392 938

42
3$% 45 % # = 829,117 m2

Maka luasan Apron saat Peak Hour tahun 2030 diapatkan dengan
menjumlahkan luasan A dan B diatas.

3$% 45 % = 3$% 45 % 4 + 3$% 45 % #

3$% 45 % = 993,03 + 829,117

3$% 45 % = 1822,147 m2

3.2 Perencanaan Geometri Sisi Darat


Dalam perencanaan geometri sisi darat didasarkan persyaratan teknik
pengoperasian fasilitas sisi darat Bandar udara menurut peraturan direktur
jendera perhubungan udara, nomor: SKEP/77/VI/2005.
1. Daerah Terminal Keberangkatan
a. Hall Keberangkatan
Hall atau ruang Keberangkatan harus cukup luas untuk
menampung penumpang datang pada waktu sibuk sebelum mereka
masuk menuju ke check-in area. ( Persyaratan Teknis Pengoperasian
Fasilitas Teknik Bandar Udara, SKEP/77/VI/2005 ).
Untuk menghitung luas hall keberangkatan dapat digunakan
rumus:
A = 0,75 { a ( 1 + f ) + b } + 10
A = 0,75 { 19 ( 1 + 2 ) + 2 } + 10
A = 54, 25

Adapun persayaratn luas hall keberangkatan berdasarkan


SKEP/77/VI/2005) digunakan besar terminal ukuran kecil, adapun
pada tabel berikut :

43
Besar Terminal Luas Keberangkatan ( m2 )
Kecil 132
Sedang 133 – 265
Menengah 265 - 1320
Besar 1321 - 3960

b. Ruang Tunggu Keberangkatan


Ruang Tunggu Keberangkatan harus cukup untuk menampung
penumpang waktu sibuk selama menunggu waktu check-in, dan selama
penumpang menunggu saat boarding setelah check in. Pada ruang
tunggu dapat disediakan fasilitas komersial bagi penumpang untuk
berbelanja selama waktu menunggu.
Untuk menghitung luas ruang tunggu keberangkatan dapat
digunakan rumus.

8.9:;.<
4=1− /² + 10%

> ? ,>:@ ? ,
4 = 25 − /² + 10%

4 = 21,24

Untuk mengetahui persyaratan luas ruang tunggu keberangkatan


digunakan ukuran besar terminal kecil adapun dapat dilihat pada tabel.

Besar Terminal Luas Ruang Tunggu ( m2 )


Kecil ≤ 75
Sedang 75 - 147
Menengah 147 - 734
Besar 734 - 2200

44
c. Check – in Area
Check-in area harus cukup untuk menampung penumpang waktu
sibuk selama mengantri untuk check-in.
Untuk menghitung luas check - in area dapat digunakan rumus .

A = 0,25 ( a + b ) m2 ( + 10% )

A = 0,25 ( 19 + 2 ) m2 ( + 10% )

A = 0,525

Untuk mengetahui persyaratan luas check – in Area dapat dilihat


pada tabel ( ukuran kecil ).

Besar Terminal Luas Check – In Area ( m2 )


Kecil ≤ 16
Sedang 16 - 33
Menengah 34 - 165
Besar 166 – 495

d. Check – in Counter
Meja check-in counter harus dirancang dengan untuk dapat
menampung segala peralatan yang dibutuhkan untuk check-in (
komputer,printer,dll ), dan memungkinkan gerakan petugas yang efisien.
Untuk menghitung jumlah meja pada check – in counter dapat
digunakan rumus.

%+7)
A=' - 1 1B$* 5 ( +10% )
60

19 + 2 )
A=' - 38 1B$* 5 ( +10% )
60

45
A = 1,33

Untuk mengetahui persyaratan jumlah check – in counter dapat


dilihat pada tabel. pada tabel ( ukuran kecil ).

Besar Terminal Luas Check – In Counter ( m2 )


Kecil ≤3
Sedang 3-5
Menengah 5 - 22
Besar 22 - 66

e. Tempat Duduk
Kebutuhan tempat duduk diperkirakan sebesar 1/3 penumpang
pada waktu sibuk. Untuk menghitung jumlah meja pada check – in
counter dapat digunakan rumus.
N = 1/3 x a
N = 1/3 x19
N = 6,4
Untuk mengetahui persyaratan jumlah tempat duduk dapat dilihat
pada tabel.

Besar Terminal Jumlah Tempat Duduk ( m2 )


Kecil ≤ 19
Sedang 20 - 37
Menengah 38 - 184
Besar 185 - 550

46
f. Fasilitas Umum ( Toilet )
Untuk toilet, diasumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu sibuk
menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang per orang ~ 1 m².
Penempatan toilet pada ruang tunggu, hall keberangkatan, hall
kedatangan. Untuk toilet para penyandang cacat besar pintu
mempertimbangkan lebar kursi roda. Toilet untuk usia lanjut perlu
dipasangi railing di dinding yang memudahkan para lansia berpegangan.
Untuk menghitung luasan toilet dapat digunakan rumus.
A = P x 0,2 x 1 m2 + 10%
A = 19 x 0,2 x 1 + 10%
A = 3,9

Untuk mengetahui persyaratan luasan toilet dapat dilihat pada


tabel.

Besar Terminal Luas Toilet ( m2 )


Kecil ≤ 19
Sedang 20 - 37
Menengah 38 - 184
Besar 185 - 550

g. Fasilitas Custom Imigration Quarantine


Pemeriksaan passport diperlukan untuk terminal penumpang
keberangkatan internasional/luar negeri serta pemeriksaan orang-orang
yang masuk dalam daftar cekal dari imigrasi. Untuk menghitung jumlah
meja pemeriksaan pada counter dapat digunakan rumus.
(%+7) 2
A=C D ( +10% )
60

47
( 19 + 2 )9,2
A=C D ( +10% )
60
A = 4,2
Untuk mengetahui persyaratan jumlah meja pemeriksaan dapat
dilihat pada tabel.

Besar Terminal Luas Toilet ( m2 )


Kecil ≤ 19
Sedang 20 - 37
Menengah 38 - 184
Besar 185- 550

2. Daerah Terminal Kedatangan


a. Bagasi Conveyor Belt
Bagasi conveyor belt tergantung dari jenis dan jumlah seat pesawat
udara yang dapat dilayani pada satu waktu. Idealnya satu baggage claim
tidak melayani 2 pesawat udara pada saat yang bersamaan.
Untuk menghitung panjang conveyor belt dapat digunakan rumus.
E, *
3=' - 20 / *)
60
3 1
3=' - 20 / *)
60
3 = 16

b. Bagasi Claim Area


Bagasi claim area atau ruang penerimaan bagasi dapat dihitung
luasannya dengan menggunakan rumus.

A = 0,9 c + 10%

A = 0,9 (30) + 10%

48
A = 27,1

Untuk mengetahui persyaratan luasan bagasi claim area dapat dilihat


pada tabel.

Besar Terminal Luas Bagasi Clain Area ( m2 )


Kecil ≤ 50
Sedang 51 - 99
Menengah 100 - 495
Besar 495 - 1485

c. Hall Kedatangan
Hall atau ruangan kedatangan harus cukup luas untuk menampung
penumpang serta penjemput penumpang pada waktu sibuk. Area ini dapat
pula mempunyai fasilitas komersial.
Untuk menghitung luas hall kedatangan dapat digunakan rumus.

A = 0,375 ( b + c + 2.c.f ) + 10 %

A = 0,375 ( 2 + 19 + 2.19.2 ) + 10 %

A = 36,47

Untuk mengetahui persyaratan luas hall kedatangan dapat dilihat pada


tabel.

Besar Terminal Luas Bagasi Clain Area ( m2 )


Kecil ≤ 108
Sedang 109 - 215
Menengah 216 - 1073
Besar 1074 - 3218

49
d. Fasilitas Umum ( Toilet )
Untuk toilet, diasumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu sibuk
menggunakan fasilitas toilet. Kebutuhan ruang per orang ~ 1 m².
Penempatan toilet pada ruang tunggu, hall keberangkatan, hall
kedatangan. Untuk toilet para penyandang cacat besar pintu
mempertimbangkan lebar kursi roda. Toilet untuk usia lanjut perlu
dipasangi railing di dinding yang memudahkan para lansia berpegangan.
Untuk menghitung luasan toilet dapat digunakan rumus.

A = P x 0,2 x 1 m² + 10 %

A = 19 x 0,2 x 1 m² + 10 %

A = 3,80

Untuk mengetahui persyaratan luasan toilet dapat dilihat pada tabel.

Besar Terminal Luas Toilet ( m2 )


Kecil 7
Sedang 7 – 14
Menengah 15 - 66
Besar 66 - 198

e. Fasilitas Custom Imigration Quarantine


Pemeriksaan passport dilayani oleh petugas imigrasi yang memeriksa
keaslian paspor dan maksud tujuan kedatangan penumpang, serta apakah
penumpang termasuk daftar notice dari kepolisian atau interpol, serta
pemeriksaan barang berharga atau terlarang yang dibawa penumpang serta
barang terkena bea masuk. Untuk menghitung jumlah meja pemeriksaan
pada counter ini dapat digunakan rumus.

50
(%+7) 2
A=C D ( +10% )
60

( 19 + 2 ) 2
A=C D ( +10% )
60

A=4

Untuk mengetahui perhitungan jumlah meja pemeriksaan


dapat dilihat pada tabel.

Besar Terminal Jumlah Meja Pemeriksaan ( m2 )


Kecil 1
Sedang 1-2
Menengah 2 -6
Besar 6 - 17

51
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam perencanaan Bandar udara ada banyak aspek yang perlu


diperhatikan dalam melakukan perencanaan bandara, Bandar udara adalah
salah satu sarana transportasi jenis transportasi udara yang dimana pesawat
menjadi alat transportasinya.

Perencanaan Bandar udara dipengaruhi oleh jenis pesawat yang akan


digunakan, banyaknya pesawat yang akan digunakan serta Bandar udara yang
akan dibangun akan diperuntukan sebagai apa, dalam perencanaan Bandar
udara terdapat 2 jenis fasilitas penunjang yaitu fasilitas sisi udara dan sisi
darat.

Adapun perencanaan dari fasilititas Bandar udara telah dibahas pada bab
III serta penulis dapat menyimpulkan bahwa jenis pesawat menentukan
bagaimana fasilitas Bandar udara akan dibangun serta banyak nya pesawat,
kegiatan pesawat, dan lain-lain mempengaruh rancangan fasilitias sisi udara
dan darat Bandar udara sebagai contoh pada bab III jenis pesawat yang
digunakan kelas 2B dengan data teknis sebagai berikut:

Berikut data spesifikasi teknis dari pesawat rencana LET L410


UPV-E :
- Wingspan : 20 m
- Outer Main Gear Wheel Span : 4 m
- Overall take off Weight : 14,4 m
- Maximum Take Off Weight : 6600 kg
- Maximum Landing Weight : 6400 kg

52
4.2 Saran

Dalam perencanaan Bandar udara perlu disesuaikan dengan jenis pesawat


yang akan beroperasi pada Bandar udara yang akan direncanakan karena akan
berpengaruh pada fasilitas sisi udara dan fasilitas sisi darat pada Bandar udara
tersebut, maka perlu untuk mempengaruhi data spesisikasi pesawat yang akan
direcanakan akan beroperasi pada Bandar udara yang direncanakan

53
54

Anda mungkin juga menyukai