Anda di halaman 1dari 8

TERORISME DALAM ERA GLOBALISASI.

HANYA SEBUAH CATATAN BEKAS TUGAS SAJA


SEMOGA ADA MANFAAT
1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Awal munculnya globalisasi berawal dari kebosanan manusia yang terkekang oleh batas-
batas territorial. Menurut Emanuel Ritcher, arti globalisasi adalah suatu jaringan kerja global
yang mempersatukan masyarakat secara bersamaan yang sebelumnya tersebar menjadi terisolasi
ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia. (Nofantoro)

Cepatnya proses globalisasi yang terjadi pada era saat ini ditopang dengan kemajuan
teknologi informasi serta transportasi. Dahulu orang bertukar informasi melalui surat dengan
waktu pengiriman tidak instan. Saat ini ada teknologi internet, telepon. Yang membuat orang
dapat terhubung dengan cepat seakan-akan tidak ada batas. Dan hal ini membuat pertukaran
informasi terjadi begitu cepat. Sehingga manusia di berbagai belahan dunia dapat saling melihat
budaya masing-masing. Berdasarkan Digital 2020 terungkap bahwa pengguna internet di seluruh
dunia telah mencapai angka 4,5 milyar orang. Angka ini menunjukkan bahwa pengguna internet
telah mencapai lebih dari 60 persen penduduk dunia atau lebih dari separuh populasi bumi.(Bagus
Ramadhan, 2020)

Dilihat dari data diatas dapat dibilang bahwa globalisasi pada era ini tidak dapat
dihindari, Tentu dengan adanya globalisasi ini, muncul isu-isu yang membawa dampak negatif
dan positif. Dampak positifnya membawa kemajuan teknologi, informasi, komunikasi, dan
ekonomi. Sedangkan dampak negatif dapat membawa kemunduran bagi suatu masyarakat,
seperti bidang budayanya. Dan hal ini menarik untuk dikaji, sehingga suatu masyarakat dapat
bertindak dengan tepat terhadap isu globalisasi yang terjadi. Salah satu yang terjadi akibat
globalisasi ialah terorisme. Karena globalisasi hamper menyentuh seluruh penduduk dunia maka
perkembangan terorisme tentu akan mudah terjadi.

I.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara terorisme dengan globalisasi?

I.3 Tujuan

Tujuan dari ditulisnya gagasan ini yaitu :

1. Memahami bagaimana korelasi terorisme dalam Globalisasi.


PEMBAHASAN
2

II. Terorisme

Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman untuk melakukan suatu tindakan
kekerasan yang ditunjukkan kepada sasaran acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku)
yang berakibat kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian, dan keputusasaan massal.
Terorisme ini sudah ada sejak zaman manusia mengenal kebudayaan dengan berbagai bentuk
dan motivasinya. Semakin lama intensitas terorisme semakin sering menghiasi wacana global.
Contohnya adalah ISIS yang merupakan kelompok radikal yang menebarkan kekerasan untuk
tujuan tertentu. Organisasi ini dipimpin oleh Abu Bakr Al-Baghdadi yang telah berdiri sejak
tahun 2013 di Irak, Suriah. Organisasi ini merekrut anggotanya dengan iming-iming tertentu.
biasanya mengajak dalam berjihad untuk mewujudkan kekhalifahan Islam. Namun, jika dilihat
dari caranya, organisasi ini mempraktikkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam ke-Islaman. Dalam berbagai wujud dan motivasi, intensitas tersebut diperkuat
dengan maraknya faham radikalisme yang alergi terhadap perbedaan, baik dalam hal agama,
ekonomi, bahkan sampai politik. (M. Sholeh, 2019)

II.2 Definisi Terorisme

Definisi terorisme biasanya kompleks dan kontroversial, karena kekerasan yang melekat
pada terorisme, istilah dalam penggunaan populernya telah mengembangkan stigma yang kuat.
Istilah ini pertama kali diciptakan pada 1790-an untuk merujuk pada teror yang digunakan
selama Revolusi Prancis oleh kaum revolusioner ketika melawan lawan mereka. Partai Jacobin
dari Maximilien Robespierre menjalankan pemerintahan bernuansa teror yang melibatkan
eksekusi massal dengan guillotine. Meskipun terorisme dalam penggunaan ini menyiratkan
tindakan kekerasan oleh suatu negara terhadap musuh-musuh domestiknya, namun sejak abad
ke-20 istilah tersebut paling sering diterapkan pada kekerasan yang ditujukan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, kepada pemerintah dalam upaya untuk mempengaruhi
kebijakan atau menggulingkan rezim yang ada. (John Philip Jenkins, 2020)

Untuk menarik dan mempertahankan publisitas yang diperlukan untuk menimbulkan


ketakutan yang meluas, teroris harus terlibat dalam serangan yang semakin dramatis, kejam, dan
terkenal. Ini termasuk pembajakan, penyanderaan, penculikan, penembakan massal, pemboman
mobil, dan, seringkali, pemboman bunuh diri. Meski tampak acak, korban dan lokasi serangan
teroris seringkali dipilih dengan cermat karena nilai kejutannya. Sekolah, pusat perbelanjaan,
3

stasiun bus dan kereta api, serta restoran dan klub malam telah menjadi sasaran karena menarik
banyak orang dan karena tempat tersebut merupakan tempat yang akrab bagi anggota masyarakat
sipil dan mereka merasa nyaman. Tujuan terorisme secara umum adalah untuk menghancurkan
rasa aman publik di tempat yang paling mereka kenal. Sasaran utama terkadang juga mencakup
bangunan atau lokasi lain yang merupakan simbol ekonomi atau politik penting, seperti kedutaan
atau instalasi militer. Harapan teroris adalah bahwa rasa teror yang ditimbulkan oleh tindakan ini
akan mendorong penduduk untuk menekan pemimpin politik menuju tujuan politik tertentu.

II.3 Sejarah Terorisme

Teror telah dipraktikkan oleh aktor negara dan non-negara sepanjang sejarah dan di
seluruh dunia. Sejarawan Yunani kuno Xenophon (431 – 350 SM) menulis tentang keefektifan
perang psikologis melawan populasi musuh. Kaisar Romawi seperti Tiberius (memerintah 14–37
M) dan Caligula (memerintah 37–41 M) menggunakan pengusiran, pengambilalihan properti,
dan eksekusi sebagai cara untuk mencegah penentangan terhadap pemerintahan mereka.

Namun, contoh teror awal yang paling sering dikutip adalah aktivitas Zelot Yahudi, yang
sering dikenal sebagai Sicarii. Sekelompok yang sering melakukan serangan kekerasan terhadap
sesama orang Ibrani yang dicurigai berkolusi dengan otoritas Romawi. Demikian pula,
penggunaan teror secara terbuka diadvokasi oleh Robespierre selama Revolusi Prancis, dan
Inkuisisi Spanyol menggunakan penangkapan, penyiksaan, dan eksekusi sewenang-wenang
untuk menghukum apa yang dipandang sebagai bid'ah agama. Setelah Perang Saudara Amerika
(1861–1865), orang Selatan yang memberontak membentuk Ku Klux Klan untuk mengintimidasi
para pendukung Rekonstruksi (1865–77) dan mantan budak yang baru dibebaskan. Pada paruh
kedua abad ke-19, teror diadopsi di Eropa Barat, Rusia, dan Amerika Serikat oleh penganut
anarkisme, yang percaya bahwa cara terbaik untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang
revolusioner adalah dengan membunuh orang-orang yang berkuasa. Dari tahun 1865 hingga
1905 sejumlah raja, presiden, perdana menteri, dan pejabat pemerintah lainnya dibunuh oleh
senjata atau bom anarkis. (John Philip Jenkins, 2020)

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, beberapa organisasi paling ekstrem dan
merusak yang terlibat dalam terorisme memiliki ideologi berkedok agama fundamentalis
(misalnya, Hamas dan al-Qaeda). Beberapa kelompok, termasuk Macan Pembebasan Tamil
Eelam dan Hamas, mengadopsi taktik bom bunuh diri, di mana pelakunya berusaha
4

menghancurkan target ekonomi, militer, politik, atau simbolis penting dengan meledakkan bom
di tubuh mereka. Pada paruh kedua abad ke-20, kelompok paling menonjol yang menggunakan
taktik teroris adalah Fraksi Tentara Merah, Tentara Merah Jepang, Brigade Merah, FALN Puerto
Rico, Fatah dan kelompok lain yang terkait dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO),
Shining Path, dan Liberation Tigers. Kelompok paling menonjol di awal abad ke-21 adalah al-
Qaeda, pemberontakan Taliban di Afghanistan, dan ISIL.

Serangan teroris paling mematikan hingga saat ini adalah serangan 11 September (2001),
di mana teroris bunuh diri yang terkait dengan al-Qaeda membajak empat pesawat komersial,
menabrakkan dua pesawat di antaranya ke menara kembar kompleks World Trade Center di kota
New York dan yang ketiga ke gedung Pentagon dekat Washington, DC; pesawat keempat jatuh
di dekat Pittsburgh, Pennsylvania. Kecelakaan itu menghancurkan sebagian besar kompleks
World Trade Center dan sebagian besar satu sisi Pentagon dan menewaskan lebih dari 3.000
orang.

II.4 Dampak Globalisasi terhadap Terorisme

Kemajuan dalam komunikasi dan teknologi informasi telah memfasilitasi operasi teroris
di seluruh dunia seperti halnya perdagangan normal. Telepon satelit sekarang menjadi
perlengkapan standar bagi para pemimpin teroris, yang dapat diakses di tempat seperti
Afghanistan sambil mempengaruhi peristiwa ribuan mil jauhnya. Teroris juga menggunakan
Internet untuk pengarahan operasional jarak jauh, dengan beberapa kelompok yang lebih besar
menggunakannya untuk propaganda dan dakwah juga.

Penggunaan Internet oleh teroris telah memicu dua kekhawatiran. Yang pertama adalah
bahwa Internet dapat memberikan informasi tentang biologis, kimiawi, atau agen non-
konvensional lainnya yang dapat digunakan oleh teroris. Kedua, teroris dapat menggunakannya
untuk menonaktifkan infrastruktur elektronik. Keduanya adalah kekhawatiran yang sah,
meskipun mungkin tidak ada ancaman besar yang umumnya ditakuti. Teroris pasti telah
menemukan informasi berguna tentang senjata di Internet, tetapi sedikit yang tidak dapat mereka
temukan di tempat lain. Dan beberapa serangan terorisme dunia maya internasional sejauh ini
bersifat kasar dan berdampak kecil. Dampak terbesar teknologi informasi terhadap teroris telah
melibatkan tugas sehari-hari dalam mengatur dan berkomunikasi, bukan metode serangan
mereka. (Paul R. Pillar, 2001)
5

Globalisasi yang berdampak pada terjangkaunya kemajuan teknologi di berbagai belahan


dunia tentu menjadi sarana propaganda oleh organisasi teroris. Bagaimana mungkin mereka
dapat membujuk orang-orang dari berbagai belahan dunia untuk mendapat simpatisan atau
sukarelawan yang rela pergi bergabung dengan kelompok teroris jika tidak memanfaatkan
teknologi seperti internet. Dan sudah menjadi rahasia umum dimana organisasi teroris
menggunakan media sosial seperti telegram contohnya, untuk menyebar luaskan paham mereka.

PENUTUP

III. Kesimpulan
6

Pada era ini globalisasi berganti wujud dalam perkembangan teknologi informasi. Hal ini
ditandai dengan adanya jaringan internet, serta transportasi yang semakin canggih. Hal ini
menjadikan pertukaran budaya dan ide gagasan di berbagai belahan dunia berlangsung dengan
cepat. Dengan adanya globalisasi cakupan perdagangan pun semakin luas, dan pendistribusian
barang semakin cepat. Jika dulu waktu pengiriman dan pemesanan memerlukan waktu yang
lama, saat ini terjadi begitu cepat. Seseorang dapat memesan barang melalui internet dan barang
dapat dikirim dengan cepat melalui transportasi modern.

Globalisasi memunculkan isu-isu di berbagai belahan dunia. Suatu permasalahan yang


awalnya hanya berdampak dalam lingkup lokal dengan adanya globalisasi dapat menjadi
ancaman juga di berbagai belahan dunia, bahkan dapat mengancam kedaulatan suatu negara.
Seperti terorisme. Kelompok ISIS bermarkas di Suriah tetapi dengan adanya globalisasi
kelompok tersebut dapat membujuk rayu individu dari berbagai belahan dunia melalui media
internet. Buktinya di Indonesia terdata 660 WNI WNI eks ISIS di Suriah.(BBC.com, 2020)

Tentu globalisasi membawa dampak negatif bagi suatu negara karena derasnya arus
budaya serta gagasan asing yang masuk kedalam negara tersebut. Globalisasi juga dapat menjadi
sarana eksploitasi sumber daya suatu negara, terutama sumber daya alam. Namun di sisi lain
globalisasi menawarkan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
menjadi pembangkit ekonomi suatu negara. Hal ini dapat terjadi bilamana individu dapat
beradaptasi terhadap globalisasi dengan mengembangkan kompetensi serta bakat yang dimiliki.
Sehingga individu dapat bersaing dalam tingkat global serta dapat mengelola sumber daya alam
negaranya sendiri dengan baik. Bila tidak demikian tentunya seorang individu dapat dirayu oleh
bujukan budaya asing yang merugikan, bahkan dapat dijadikan bahan eksploitasi negara lain.

Maka dapat disimpulkan bahwa globalisasi dapat mempercepat proses penyebaran paham
terorisme. Disinilah diperlukan kehati-hatian dalam menggunakan internet agar tidak mudah
terbujuk oleh ajakan paham terorisme yang seakan-akan membawa kedamaian namun dibalik itu
ternyata adalah penyebaran terror.

DAFTAR PUSTAKA
7

BBC News. Februari 2020. WNI eks ISIS di Suriah tidak akan dipulangkan, Mahfud MD: 'Kalau
mereka pulang, bisa menjadi virus baru'.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51460647 (Diakses 17 Desember 2020)

Globalization Partners, Februari 2020. Benefits and Challenges of Globalization.


https://www.globalization-partners.com/blog/benefits-and-challenges-of-
globalization/ (diakses 17 Desember 2020)

Jenkins, John Philip. Juli 2020. Terrorism. Encyclopædia Britannica.


https://www.britannica.com/topic/terrorism. (Diakses 14 Januari 2021)

Nofantoro. Pengertian Globalisasi https://made-blog.com/pengertian-globalisasi-n/ (Diakses 16


Desember 2020)

Pillar, Paul R. September 2001. Terrorism Goes Global: Extremist Groups Extend Their Reach
Worldwide. Brookings. https://www.brookings.edu/articles/terrorism-goes-global-
extremist-groups-extend-their-reach-worldwide/. (Diakses 14 Januari 2021)

Ramadhan, Bagus. Februari 2020. Ini Data Pengguna Internet di Seluruh Dunia Tahun 2020
Berdasarkan laporan Digital 2020 yang dilansir We Are Social dan Hootsuite.
https://teknoia.com/data-pengguna-internet-dunia-ac03abc7476 (Diakses 16
Desember 2020)

Sholeh, M. April 2019. Isu Global dan Tantangan Pembelajaran Pendidikan IPS.
https://doi.org/10.31227/osf.io/rhcyw (Diakses 16 Desember 2020)

UKEssays. November 2018. Globalization History Can Be Traced To Hellenistic Age


Economics Essay. https://www.ukessays.com/essays/economics/globalization-
history-can-be-traced-to-hellenistic-age-economics-essay.php?vref=1 (Diakses 16
December 2020).

Anda mungkin juga menyukai