Anda di halaman 1dari 1

Nalar warga Dan Nalar Kekuasaan

Nanggroe Aceh Darussalam yang oleh kekuasaan dilakabkan dengan embel-embel “Serambi
Mekah”. Sebuah nama yang tidak main-main, kabarnya ada aroma peradaban hendak ditegakkan
disana. Serambi Mekah adalah penebalan dari kisah panjang perjalanan manusia, dari “Jahiliyah”
menuju “beradab” dari membunuh,melecehkan,dan merendah kan manusia kepada meninggikan,
dan memuliakan sesama manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Alkisah , Negeri yang berdiri tegak karena kasih sayang dunia ini, keasliannya semakin
bersianr dengan seringanya mati lampu,macetnay air bersih, seringnya hiburan gratis akhir tahun
yaitu mencambuk manusia dikeramaian ,seringnya membatsi kebebasan sipil, dan yang paling titik
nadir/wajar adalah kekuasaan memengimmi bahwa ruang-ruang publik bagi warga adalah sarang
maksiat, petaka syariat, sehingga harus diawasi dengan ketat, dicurigai secara berlebihan, bahkan
ditutup.

Air bersih lancar, listrik tidak sering padam, ruang publik yang nyyaman dan aman,
kebebasan sipil, bioskop, adalah “nalar warga”. Disetiap nalar warga, kekuasaan tidak menjawabnya
dengan “Nalar Warga”, tapi menjawabnya dengan “Nalar Agama”. Nalar warga sejatinya harus
dijawab oleh kekuasaan sebagai kewajiban “pelayanan publik” terhadap warga

Bioskop adalah “Nalar Warga”, kebudayaan warga. Fitrag kebudayaan makhluk yang
bernama manusia. Kekuasaan menjawabnya dengan “Nalar Agama”. Bioskop dianggap sebagai
negosiasi dalam makna “ Demokrasi Deliberatif”

Mendapati fenomena ini, para syaitan yang ada dikota Serambi Mekah pun tertawa. Dengan
setengah berbisik, syitan yang juga menyamar memakai sorban pun berkata. “ Maksiat itu dimana-
mana kawan!kenapa Cuma bioskop? Maksiat bahkan diatas minbar khutbah, dikantor-kantor
pemerintah diruang pejabat!” ketika sedetik saja manisia tidak ada tuhan dalam dadnya, maka detik
itu par syaitan akan masuk dan dengan mydahnya memaksiatkan manusia.

Dinegeri yang fondasi makrifatnya dibangun oleh hamzam fansuri ini, ketika warganya
berbicara “Nalar Warga”, makakakuasaan akan segera maninjaunya dengan “anti syariat Islam”,
“musuh syariat Islam” ketika warga mempersoalkan kebebasan yang direnggut kekuasaan, maka
kekuasaan segera menghadap warganya pada “anti syariat” dan “pro syariat”.

Ketika warga menuntut

Anda mungkin juga menyukai