1. Apa yang dimaksud dengan gagasan Antonin Artaud: “Teater dan Kembarannya” (Theatre
and Its Double?) Berikan contohnya. Bisa mengutip dari internet, buku, dan materi ajar. (tuliskan
kutipannya)
Jawab ;
2. Pahami gagasan eksistensialisme dan absurdisme dengan melihat kejadian yang kalian alami
sehari-hari, atau kejadian yang dialami oleh orang lain melalui berita dari surat kabar/medsos.
Pilih salah satu.
Jawab :
Bayak hal yang terjadi terkait eksistensialisme dan absurdisme disekitar kita, tidak hanya
hal kecil tapi hal besar yang bahakan diberitakan melalui media, saya sudah mendapat berita dari
internet yang diposting oleh kumparan pada 16 agustus 2020 dengan judul “Absurdisme,
Eksistensialisme, dan Kesalahan Sistematik di Indonesia” sang penulis (Firdza Radiany)
membicarakan hal-hal absurd seperti Meributkan ilusi simbol salib di logo Dirgahayu, Mendadak
semua orang memiliki hobi yang sama, bersepeda, Memakai masker saat pandemi, namun
membuka masker saat berbicara, Ibu-ibu melarang anak bersekolah saat pandemi, namun disaat
bersamaan juga membiarkan anak-anaknya bermain bersama di ujung komplek, Seorang
Presiden berpidato menggunakan pakaian adat daerah, namun kebijakannya tidak pro ke rakyat /
daerah. Berikut sedikit kutipan isi beritanya.
“Umat muslim di Indonesia mungkin adalah penganut agama paling insecure dan posesif.
Sampai-sampai jika saat bulan puasa harus melakukan patroli ke warung dan rumah makan agar
menutup bagian depan dengan kain putih.
Umat muslim di Indonesia kini mengkritik logo Dirgahayu RI ke 75, karena terdapat (ilusi) logo
salib. Seharusnya, energi ini dimanfaatkan misal agar suara speaker masjid tidak terlalu nyaring
sehingga mengganggu kenyamanan kaum minoritas. Toleransi.
Namun konsep toleransi beragama di Indonesia adalah menggunakan rumus "yang banyak
adalah yang menang". Umat Muslim pasti tidak akan paham betapa sakralnya sebuah simbol
salib bagi Umat Kristen. Begitu juga sebaliknya Umat Kristen tidak akan paham kenapa Umat
Muslim rela berputar-putar mengelilingi sebuah kotak kubus berlapis kain hitam bernama
Ka'bah”.
Yang dibicarakan oleh sang penulis adalah hillangnya toleransi terhadap minoritas di
Indonesia, karena mayoritas berkuasa atas apa yang terjadi, perkara yang sama bisa terjadi
kepada dua agama tetapi efek nya akan berbeda tergantu seseorang itu masuk dalam golongan
mayoritas atau minoritas. Contohnya, jika seseorang ingin membangun gereja maka ia harus
mendapat izin dari daerah setempat yang muslim, jika tidak ada izin maka gereja akan ditutup
oleh organisasi masyarakat tersebut. Sebaliknya jika ingin membuat masjid maka tidak ada izin
kepada yang non muslim dan tidak bisa diprotes atas perizinannya.
3. Silahkan baca cerpen/ novel/ nskh drama yang merepresentasikan gagasan eksistensialisme
dan absurdisme. Buat sinopsis ceritanya dan analisislah tema dan tokoh cerita dengan gagasan
eksistensialisme dan absurdisme)
Jawab :
Novel yang berjudul “Sampar” karya Albert camus yang terbit tahun 1947 adalah karya
sastra yang mengandung absurditas eksistensialisme, sebelumnya novel ini mengingatkan kita
pada kondisi pada saat ini yang memiliki beberapa kesamaan mulai dari wabah, pandemi sampai
lockdown nya kota-kota, itu semua ada dalam novel ini. Berikut sinopsis ceritanya.
Sinopsis cerita
“Novel ini menggambarkan suasana Perancis pada masa Nazi. Latar tempat novel ini adalah
kota Oran yang terserang penyakit sampar yang sangat hebat dan memicu penyingkiran dan
pengucilan. Dalam novel ini Albert Camus ingin menunjukkan bahwa manusia akan
mengeluarkan protesnya ketika berhadapan dengan kondisi-kondisi absurdnya. Semua dimulai
dengan kehadiran tikus yang mati di tempat terbuka. Awalnya tidak ada yang menganggap hal
itu sebagai hal yang penting. Dokter Rieux, salah satu dokter terkemuka di kota Oran pun hanya
menganggap kejadian tersebut sebagai kelalaian penjaga gedung apartemennya dan lebih
memilih untuk mengurusi keperluan istrinya yang akan segera pergi untuk berobat di rumah sakit
kota lain. Namun keadaan menjadi serius ketika setelah mengantar istrinya pergi, Rieux mulai
menemukan makin banyak tikus yang mati di jalanan, seolah-olah mereka sengaja keluar dari
gorong-gorong gelap untuk mati di depan manusia. Penduduk Oran mulai cemas ketika semakin
hari jumlah tikus yang mati semakin banyak, bahkan hingga mencapai ratusan ekor setiap
harinya. Prefek (pemerintahan kota) Oran sampai harus mendatangkan dinas pembasmi tikus
untuk menanggulangi masalah ini.