https://prancis.fib.ui.ac.id/portfolio/dari-idealistik-sampai-dengan-materialistik/
“Pertarungan Manusia dan Hantu dalam Film Horor Indonesia Bertema Legenda Urban:
Hantu Jeruk Purut” dalam Djoko Marihandono (ed), 2012. Dari Idealistik sampai
Materialistik. FIB UI, Depok.
Oleh
Suma Riella Rusdiarti
Pendahuluan
Dipenuhi rasa penasaran mengenai tulisan Hantu Jeruk Purut dan amanat yang
diberikan kepadanya, Airin mengajak Nadine (Sheila Marcia) dan Valen (Samuel)
sahabatnya untuk ikut ke TPU jeruk Purut agar mendapatkan bahan untuk
menyelesaikan tulisan itu. Namun semenjak mengunjungi TPU Jeruk Purut, Airin
dan kedua temannya mulai dihantui mimpi-mimpi buruk dan diteror oleh hantu
tanpa kepala dan hantu perempuan bernama Laksmi.
Film Hantu Jeruk Purut menarik untuk dikaji. Di dalam film ini, tokoh-tokoh
manusia diteror oleh tokoh hantu karena tokoh manusia, dalam hal ini Airin dan
teman-temannya ingin mengungkap kisah di balik legenda hantu tanpa kepala,
yang tampaknya bertentangan dengan keinginan sang hantu. Ada pertarungan
kepentingan antara Airin dan hantu tanpa kepala. Pertarungan manusia dan hantu
dalam konteks legenda urban inilah yang akan dikaji dalam makalah ini dengan
pendekatan sosiologis dalam kerangka kajian film.
Seorang ahli folklor Belanda, Reet Hїїmae dalam artikelnya yang berjudul
“Handling Collective Fear in Folklore” (1997:67) menyatakan bahwa manusia
dan hantu dapat bertemu dan berada di satu ruang yang sama dalam tiga
kemungkinan, pertama sosok hantu hadir dan masuk ke dunia manusia, seperti
sekolah, rumah sakit, rumah, dan sebagainya, termasuk mimpi manusia. Kedua,
manusia memasuki ruang-ruang yang menjadi wilayah atau dunia hantu, misalnya
tempat pemakaman, tempat angker, hutan rimba, puncak gunung, samudera dan
sebagainya yang menurut mitos merupakan tempat-tempat hantu atau roh
bersemayam. Ketiga, manusia dan hantu bertemu di tempat netral, misalnya jalan
raya, tempat terpencil atau tempat-tempat umum.
Ketiga kemungkinan tersebut masih memperlihatkan ruang tradisional
sebagai tempat hunian masing-masing, baik manusia maupun hantu. Padahal
dalam kenyataannya, ruang-ruang tersebut tidaklah mutlak, karena Hїїmae juga
melihat kemungkinan ruang-ruang tersebut berhimpitan atau kabur batas-
batasnya. Misalnya saja sebuah pohon tua dan besar di halaman rumah. Bisa saja
Dari Idealistik sampai Materialistik
manusia dan hantu tinggal di tempat yang sama, tetapi keduanya tidak bisa
bertemu karena berada di dua dunia yang berbeda yang dibatasi oleh dinding
supranatural. Manusia-manusia tertentu memiliki kemampuan untuk melihat
menembus dinding supranatural itu dan dapat berkomunikasi dengan hantu. Para
hantu sendiri ada yang mampu menampakkan dirinya di hadapan manusia dan
berkomunikasi, dengan berbagai tujuan. Tujuan atau latar belakang keinginan
berkomunikasi inilah, baik dari sisi manusia maupun dari para hantu, biasanya
menjadi faktor penting yang harus diketahui apabila ada keinginan untuk
mengembalikan situasi “normal”.
Pertemuan manusia dan hantu tidak akan mengakibatkan konflik yang
berarti apabila tidak terjadi pertentangan kepentingan. Konflik akan terjadi apabila
kehadiran manusia dianggap mengganggu kepentingan hantu dan sebaliknya
kehadiran sosok hantu mengganggu kepentingan manusia. Keduanya akan terlibat
dalam pertarungan untuk memenangkan kepentingannya masing-masing.
Sulit memang rasanya menerima pendapat bahwa sosok hantu yang erat
kaitannya dengan sosok yang tidak hidup lagi atau telah mati, masih memiliki
kepentingan, yang artinya masih memiliki kehendak. Kehendak tersebut bahkan
didukung dengan kekuatan “supranatural” yang sulit diterima logika manusia.
Colin Davis dalam bukunya Haunted Subjects. Deconstruction, Psychoanalisis
and The Return of the Death (2007:3) menyatakan bahwa hantu, sosok orang
mati yang hidup kembali, memiliki berbagai alasan untuk kembali lagi ke dunia
manusia. Ada kemungkinan mereka meninggal sebelum waktunya, mereka
kembali karena ada masalah belum selesai saat mereka masih hidup, adanya misi
tertentu yang bersifat “ilahi”, atau karena ada yang salah atau belum terpenuhi
dalam proses-proses simbolik pemakaman mereka sehingga roh mereka belum
bisa masuk dunia arwah. Dalam beberapa contoh cerita dan film, ada hantu-
hantu yang memang tidak ingin pergi dari dunia manusia. Mereka hidup dan
tinggal di antara dunia manusia dan dunia arwah karena beberapa alasan. Ada
yang tinggal untuk menjadi pelindung manusia, ada juga yang tinggal untuk
mengganggu manusia, bahkan ada yang cenderung jahat terhadap manusia.
Apabila pada dasarnya ketika menjadi manusia baik, maka akan menjadi hantu
Dari Idealistik sampai Materialistik
Legenda Urban dan Hantu Pastor Tanpa Kepala: Analisis Sekuen Prolog
untuk memperlihatkan bagaimana legenda urban dan sosok hantu yang muncul
dalam film ditampilkan.
Film Hantu Jeruk Purut memiliki prolog film sepanjang 12 menit yang
terbagi dalam dua sekuen. Prolog sebuah film adalah sekuen-sekuen yang
ditampilkan sebelum sekuen pembuka atau opening yang biasanya menyertakan
judul film, nama-nama pemain, sutradara, produser, dan pekerja film yang lain.
Sekuen pertama memperlihatkan adegan “klasik” yang selama ini beredar
dari mulut ke mulut tentang hantu pastor kepala buntung yang menghuni TPU
Jeruk Purut sedang meminta api kepada penjaga malam.
Gambar 1 Gambar 2
Sekuen ini dimulai dengan gambar long shot low angle sebuah papan
nama pemakaman: TPU Jeruk Purut (gambar 1). Kamera kemudian medium shot
ke arah pagar makam dan bergerak panning mengikuti langkah seorang penjaga
malam, kemudian close shot ketika penjaga malam duduk, menyalakan rokok, dan
menyalakan radio. Terdengar musik dan lagu “Mbah Dukun” yang menambah
suasana penuh mistis. Kamera kembali mengambil long shot penjaga malam,
kemudian zoom in penjaga yang terganggu karena radio rusak. Close shot
penjaga yang mencoba memperbaiki radio. Sesaat kemudian terdengar suara
seseorang meminjam korek, tampak sebagian jubah hitam dan tangannya. Kamera
kemudian close up wajah penjaga, tampak ekspresi ketakutan, kamera close up
potongan kepala dan tangan penjaga yang gemetar, kemudian kamera tilt up dari
kepala yang dijinjing ke tubuh berjubah, zoom out penjaga yang terperangah,
Dari Idealistik sampai Materialistik
siluet hantu kepala buntung berjubah, dan siluet TPU. Siluet tersebut dihasilkan
karena cahaya sebagian besar back light (gambar 2). Signifikasi sekuen ini adalah
sebuah sekuen pengantar yang membawa penonton pada legenda urban yang
dipilih dari sekian banyak versi yang ada, yaitu cerita penjaga malam dan hantu
yang meminjam korek api. Hantu yang dipilih adalah Hantu Pastor berkepala
buntung.
Sekuen kedua langsung membawa penonton masuk ke dalam suasana
yang khas dari dunia remaja perkotaan di tengah diskotik, musik berdentam,
gerakan-gerakan dinamis, spontan, jauh berbeda dari suasana kuburan
sebelumnya (gambar 3).
Gambar 3 Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6 Gambar 7
Keterlibatan tokoh Airin dengan hantu Pastor tanpa kepala terjadi melalui
tokoh Anna sang penulis yang ingin mengungkap kebenaran cerita di balik kisah
hantu Pastor di TPU Jeruk Purut. Anna secara sengaja mendatangi TPU Jeruk
Purut pada malam hari untuk membuat dokumentasi suasana TPU yang beberapa
saat sebelumnya memakan korban empat remaja. Kedatangan Anna ini
merupakan bentuk kesengajaannya memasuki “ruang” kuburan yang menjadi
wilayah jamak bagi para hantu. Kedatangannya tidak sekadar ingin mendapatkan
gambar TPU Jeruk Purut, tetapi juga membawa sebuah kepentingan. Pada adegan
selanjutnya diketahui bahwa kepentingan Anna ini mengganggu kepentingan sang
hantu yang tidak ingin dibongkar identitasnya. Ketika Anna tewas, maka
perannya diantikan oleh Airin. Airinpun bersama kedua temannya dengan sengaja
memasuki TPU Jeruk Purut. Hal ini semakin menambah kemarahan hantu pastor
tanpa kepala. Di sinilah berawal pertarungan manusia dan hantu dalam film ini.
Keseluruhan cerita film ini dibangun dalam alur cerita tunggal yang
berpusat pada usaha Airin untuk memenuhi janjinya pada Anna meskipun terus
mendapat teror dari hantu tanpa kepala dan hantu Laksmi yang muncul
kemudian. Berikut ini adalah bagan posisi para tokoh yang menjelaskan hubungan
kepentingan masing-masing tokoh berdasarkan alur cerita.
Dari Idealistik sampai Materialistik
Bagan 1
(Pengirim) (Penerima)
Anna Airin
(Objek)
Cerita Hantu Jeruk Purut
(Penentang)
Hantu Laksmi (Pendukung)
Chess, Valen, Nadine
Bagan 2
(Pengirim) (Penerima)
Kehendak Manusia Wacana Baru Cerita HJP
(Objek)
Identitas Sebenarnya
Hantu Jeruk Purut
Hantu
(Anti Subjek)
(Subjek)
Manusia
(Penentang) (Pendukung)
Hantu Laksmi Manusia
Dari Idealistik sampai Materialistik
kemudian dirasuki oleh hantu tanpa kepala dan segera memburu Airin. Keduanya
terlibat dalam perkelahian berdarah. Sekuen pertarungan keduanya terjadi pada
menit ke-77 di sebuah kamar mayat. Cahaya menyorot sebagai backlight dari
sebuah pintu yang terletak di kiri gambar, sehingga Nadine dan Airin hanya
tampak sebagai siluet-siluet yang bertarung sangat keras layaknya pertarungan
hidup dan mati. Suara-suara yang terdengar sepanjang pertarungan itu adalah
suara jeritan keduanya ditambah dengan suara benturan benda-benda keras yang
berjatuhan. Kedua bola mata Nadine yang kerasukan hantu tanpa kepala
menghitam dan ia juga menjadi sangat kuat karena pengaruh kekuatan
supranatural (gambar 8).
Gambar 8
menyorot mata Nadine secara extreme close-up shot yang tiba-tiba terbuka dan
kemudian lensa kamera bergerak menjauh dengan zoom out memperlihatkan
tubuh Nadine yang melayang di udara. Jeritan-jeritan para perawat, airin, dan
Chess menjadi suara yang dominan dalam sekuen ini. Jeritan-jeritan tersebut
memuncak sedemikian keras ketika tubuh Nadine berputar-putar di udara dan
sesaat kemudian kamera zoom in wajah Nadine yang berubah menyeramkan. Lalu
layar menjadi gelap dan sunyi selama 5 detik. Cukup lama untuk membuat
penonton menduga-duga adegan apa yang kemudian akan menyusul. Transisi
dalam bentuk gambar hitam dan sunyi selama lima detik ini menjadi semacam
penanda akhir pertarungan Airin dan hantu tanpa kepala.
Sekuen terakhir sebelum epilog adalah sekuen yang menjadi momentum
kemenangan Airin. Diawali dengan gambar layar laptop yang sedang diketik oleh
Airin (gambar 10). Tulisan yang muncul bersamaan dengan voice-off seorang
perempuan menyatakan bahwa “ Pada akhirnya inilah cerita sesungguhnya....saya
ingin meluruskan kesalahpahaman ini. Kesaksian ini saya sampaikan sebagai
kebenaran......”
Gambar 10 Gambar 11
Selanjutnya voice-off yang mengaku diri sebagai Laksmi ini membawa kita
pada gambar-gambar berwarna hitam putih yang merupakan visualisasi kisah di
balik misteri hantu Jeruk Purut yang selama ini disembunyikan kebenarannya
(gambar 11).
Dari Idealistik sampai Materialistik
Dahulu kala hidup seorang Pastor Belanda yang baik. Ia memiliki seorang
pelayan, perempuan setempat bernama Laksmi. Suatu hari, sepulang dari rumah
Pastor, Laksmi diserang seorang laki-laki yang mencoba memperkosanya. Pastor
mencoba menolong, tetapi tewas tertebas parang si lelaki. Laksmi pun tewas
terbunuh setelah diperkosa. Penduduk sekitar yang telah menemukan korban
mencari tersangka dan menangkap lelaki itu di rumah Pastor, sedang mencoba
mengenakan kostum Pastor. Penduduk marah dan mengeroyok lelaki itu sampai
lehernya putus. Hantu Lelaki berbaju Pastor itulah yang kini bergentayangan di
TPU Jeruk Purut.
Versi baru cerita hantu Jeruk Purut ini membuka wacana baru yang sama
sekali berbeda dengan wacana sebelumnya. Apabila legenda urban sebelumnya
menjadikan sosok Pastor sebagai hantu tanpa kepala yang jahat, maka pada
legenda urban versi baru ini sang Pastor adalah seorang pria baik yang menjadi
korban laki-laki jahat yang kemudian menjadi hantu tanpa kepala.
Perubahan identitas hantu Jeruk Purut ini sangat menarik karena melibatkan
sosok Pastor sebagai tokoh agama. Pada konvensi film horor Amerika menurut
Will Wright, dalam tulisannya yang berjudul Understanding Genres: The Horror
Films1, disebutkan bahwa tokoh agama dalam hal ini Pastor atau Pendeta sering
dimunculkan dalam film horor sebagai tokoh yang menyelesaikan masalah. Pastor
atau pendeta akan membukakan jalan pengampunan atau mengembalikan hantu-
hantu ke dunia mereka. Di dalam film Hantu Jeruk Purut, sosok Pastor
dimunculkan pada awalnya sebagai sosok hantu jahat yang tidak hadir untuk
menyelesaikan masalah, tetapi justru merupakan sumber masalah utama film.
Versi lama kisah hantu jeruk purut menempatkan sosok Pastor sebagai
hantu jahat yang bergentanyangan di TPU Jeruk Purut yang secara tradisional
dikenal sebagai tempat pemakaman kaum muslim. Hal ini tentu saja merupakan
pencitraan yang buruk bagi sosok agamawan Katolik ini. Bagi kaumnya, Pastor
adalah sosok yang “separuh” suci, mewakili tahta kerajaan Tuhan di muka bumi
1
Will Wrigth, Undestanding Genres: The Horror Films, www.The People’s Media
Company.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2007. Pukul 15.00.
Dari Idealistik sampai Materialistik
ini. Bagi penganut agama lain, mungkin keberadaan hantu berjubah Pastor ini
tidak jauh berbeda dengan hantu-hantu yang lain. Sebaliknya bagi penganut
Katolik yang menempatkan Pastor sebagai “imam” mereka, yang akan
membimbing mereka menuju jalan surga, bahkan dapat mengampuni dosa-dosa
mereka, penggambaran Pastor sebagai hantu yang jahat pasti sangat mengganggu
kepercayaan mereka. Film Hantu Jeruk Purut dengan demikian tampaknya
berusaha merehabilitasi citra Pastor yang sebelumnya buruk dan jahat menjadi
sosok Pastor yang “normal”, baik, dan berani membela kepentingan umatnya.
Pengungkapan identitas “sebenarnya” sang hantu berbaju pastor sebagai penjahat
keji yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, mengembalikan sang
Pastor dalam identitasnya yang “semestinya” sebagai tokoh agama dalam
masyarakat.
Munculnya versi baru legenda urban hantu jeruk purut ini memperlihatkan
bahwa film tidak sekadar menjadi alat reproduksi cerita populer, tetapi film dapat
juga menjadi alat produksi cerita baru yang selanjutnya akan dapat menjadi
“realitas” baru yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Dalam kaitannya dengan legenda urban, sebuah website atau laman tentang
legenda urban www.snopes.com3, menyatakan bahwa legenda urban tentang
cerita horor selalu lebih menarik perhatian karena berhubungan erat dengan
ketakutan-ketakutan yang sehari-hari harus dihadapi oleh masyarakat perkotaan
yang sudah sedemikian kompleks sulit muncul ke permukaan. Penyebabnya
diduga adalah tekanan-tekanan sosial yang tidak mampu diselesaikan oleh
individu maupun institusi sosial yang ada. Dalam kasus legenda “Hantu Jeruk
Purut”, ketakutan atau kecemasan apa yang sulit dimunculkan?
2
Laman www.snopes.com memiliki semacam tim investigasi yang bertugas melacak legenda-legenda urban
yang beredar di tengah masyarakat untuk mengetahui “tingkat kebenaran” cerita-cerita tersebut. Tidak
mengherankan apabila laman ini kerap kali menjadi rujukan bagi beberapa institusi pemberitaan ternama,
seperti CNN, ABC News, FOX News. Ahli folklor Jan Harold Brunvand sendiri menyebutkan dalam laman
resminya, bahwa www.snopes.com adalah laman legenda urban yang paling dapat dipercaya dan menjadi
rujukan bagi sebagian karya-karya ilmiahnya tentang legenda urban.
Dari Idealistik sampai Materialistik
Legenda urban hantu Jeruk Purut adalah salah satu cerita kecil yang ada di
Jakarta. Melalui analisis pertarungan manusia dan hantu dalam film ini, kita
melihat ada pertarungan dua wacana yang muncul. Wacana pertama diwakili oleh
tokoh hantu Pastor tanpa kepala yang ingin mempertahankan “cerita lama” dan
wacana kedua diwakili oleh sosok Airin yang ingin mengungkap “cerita baru”
yang selama ini ditutupi. Tokoh hantu pastor mewakili ketakutan pihak-pihak
yang tak ingin mengungkap kebenaran cerita yang sudah terkubur lama.
Sedangkan Airin mewakili kecemasan kelompok masyarakat yang selalu diteror,
diintimidasi, dihalang-halangi oleh kekuasaan ketika ingin mengungkapkan kisah
di balik sebuah cerita yang dianggap sudah selesai.
Penutup
Legenda urban tak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial urban. Ia
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan akan cerita dan
bercerita. Sebagai bagian dari masyarakat perkotaan, legenda urban hadir dalam
berbagai bentuk ekspresi budaya populer, seperti musik, film, televisi, dan
tersebar melalui koran, majalah atau internet. Film, baik film televisi maupun film
layar lebar banyak mengangkat legenda urban sebagai bagian dari alur kisahnya.
Selanjutnya, bagian-bagian cerita dalam film berkembang menjadi satu versi
legenda urban baru yang hidup dan tersebar di lingkungan sosial masyarakat
urban.
Dalam film Hantu Jeruk Purut ini kita melihat pertarungan Airin sebagai
penulis yang ingin mengungkap kisah di balik cerita hantu Pastor tanpa kepala
harus berhadapan dengan sang hantu tanpa kepala yang tetap ingin
mempertahankan cerita lama. Pertarungan antara manusia dan hantu dalam
memperebutkan tempat bagi sebuah cerita. Sebuah kota seperti Jakarta memiliki
banyak cerita yang tak termunculkan karena tergilas oleh cerita lain yang lebih
dominan. Tergilasnya cerita-cerita kecil itu bisa saja karena cerita tersebut
memang berskala kecil dan tidak penting. Bisa juga tergilasnya sebuah cerita
terjadi karena adanya kesengajaan “rezim wacana” tertentu yang ingin menutupi
Dari Idealistik sampai Materialistik
cerita tersebut karena dianggap membahayakan cerita lain yang selama ini
dianggap benar.
Film ini memperlihatkan pada kita bahwa di balik sebuah cerita ada
kepentingan yang berperan. Kepentingan ini berhubungan dengan pemaknaan
sebuah cerita yang selalu berubah. Pemaknaan cerita baru selalu akan
menggantikan pemaknaan cerita lama. Hanya saja untuk dapat menggantikan
pemaknaan cerita yang sudah mapan dan dominan sebuah pemaknaan baru harus
siap bertarung.
-0-
Daftar Referensi
Brunvand, Jan Harold. 1981. The Vanishing Hitchhiker: American Urban Legends
and Their Meanings. New York. Norton.
Brunvand, Jan Harold. 1984. The Choking Doberman and Other “New” Urban
Legends. New York. W.W. Norton & Company.
Brunvand, Jan Harold. 1992. “Response to Heda Jason on Urban Legend Studies”
dalam Folklore, Vol. 102, No. 1, hal. 106-107. Taylor & Francis, Ltd.
untuk Folklore Enterprises, Ltd. (http://www.jstor.org/stable/1260363)
diunduh 19 Januari 2009.
Campion-Vincent, Veronique dan j.B. Renard. 2001. Légendes Urbaines.
Rumeurs d’aujourd’hui. Paris, Petite Bibliothèque Payot.
Danandjaja, James. 1994. Folklor Indonesia. Ilmu Gosip, dongeng, dan lain-lain.
Jakarta, P.T. Utama Grafiti.
Harris, Tom. 2001. "How Urban Legends Work." dalam HowStuffWorks.com.
(http://people.howstuffworks.com/urban-legend.htm ) diunduh 16 Januari
2009.
Hїїemae, Reet. 1997. “Handling Collective Fear in Folklore” dalam
http://www.folklore.ee/folklore/vol26/hїїemae/pdf diunduh 26 April 2008
Koven, J.Mikel. 2008. Films, Folklores, and Urban Legends, Maryland:
Scarecrow Press, Inc.