Anda di halaman 1dari 11

PEREMPUAN DALAM KESETARAAN GENDER DAN PERGERAKAN

POLITIK RWANDA
Ray Nanda Zahra | 225120407111042
raynandazahra@student.ub.ac.id

Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran perempuan dalam pergerakan politik dan upaya mewujudkan kesetaraan gender
telah menjadi fokus utama dalam pembangunan sosial dan politik di Rwanda. Sebagai negara
yang telah mengalami transformasi sosial dan politik yang signifikan setelah genosida pada
tahun 1994, Rwanda telah mengambil langkah-langkah penting untuk memperkuat partisipasi
perempuan dalam politik dan mempromosikan kesetaraan gender di berbagai sektor. Menurut
data World Bank, persentase kursi yang diisi oleh perempuan di parlemen Rwanda mencapai
61% pada September 2018, menjadikannya salah satu negara dengan tingkat keterwakilan
perempuan tertinggi di dunia. (World Bank , 2023)
Partisipasi perempuan dalam pergerakan politik Rwanda mengalami peningkatan
signifikan dalam beberapa dekade terakhir merupakan hasil dari dukungan pemerintah,
organisasi masyarakat sipil, dan komunitas internasional. Dukungan tersebut memainkan peran
kunci dalam mendorong partisipasi perempuan dalam proses politik, termasuk pencalonan
perempuan dalam pemilihan umum, peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga
legislatif, dan pelibatan perempuan dalam organisasi politik serta aktivisme.
Selain partisipasi politik, perempuan Rwanda juga menjadi pendorong utama dalam
perubahan sosial melalui kegiatan-kegiatan di luar ranah politik formal. Organisasi masyarakat
sipil yang dipimpin oleh perempuan, kelompok advokasi gender, dan inisiatif komunitas telah
membantu memperkuat posisi perempuan dalam mempengaruhi kebijakan dan
mempromosikan kesetaraan gender di semua aspek kehidupan termasuk sosial dan ekonomi.
Mereka bekerja sama dengan pemerintah dan mitra internasional untuk membangun kesadaran,
memberikan pelatihan, dan meningkatkan keterampilan perempuan dalam hal kepemimpinan,
partisipasi politik, dan hak-hak reproduksi.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapaun hasil-hasil penelitian yang
dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik yaitu “Perempuan Dalam Kesetaraan Gender
Dan Pergerakan Politik Rwanda”.
Berdasarkan hasil laporan yang pernah ditulis oleh Zara Raquel Albert (2018) dalam
penelitiannya dibawah naungan Organisasi Internasional United Nations Development
Programme (UNDP) Rwanda. Dengan membawa misi keyakinan bahwa kesetaraan mendasar
bagi semua individu adalah penting, organisasi ini berkomitmen untuk terus menciptakan dan
menerapkan kebijakan serta program yang mendukung pembangunan seluruh masyarakat
Rwanda, dengan kepedulian khusus dan tidak meninggalkan siapapun. Dalam hal ini, UNDP
Rwanda berupaya memastikan bahwa aspek gender diintegrasikan dalam semua proyek
pembangunan, sehingga kekhawatiran terhadap anak perempuan dan perempuan dewasa, serta
anak laki-laki dan laki-laki dewasa, diperhitungkan dan diberikan perhatian yang sesuai.
Penelitian tersebut merupakan hasil dari komitmen UNDP Rwanda terhadap promosi
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dalam upaya mencapai tujuan, Kantor
Perwakilan UNDP Rwanda bekerja secara kolaboratif dengan pemerintah, aktor nasional,
entitas lokal dan internasional, serta pihak-pihak lainnya. Melalui kerjasama yang kuat, peneliti
berkomitmen untuk mendorong langkah-langkah konkret yang dapat memberikan dampak
positif bagi perempuan dan laki-laki di Rwanda. Peneliti bekerja sama dengan pemerintah
dalam merumuskan kebijakan yang mempromosikan kesetaraan gender, serta melibatkan aktor
nasional dan lokal dalam implementasi program-program yang memberdayakan perempuan
secara ekonomi, sosial, dan politik. Peneliti juga menjalin kemitraan dengan entitas asing untuk
menggandeng sumber daya dan keahlian yang beragam guna mencapai hasil yang lebih efektif.
Dengan sinergi tersebut, peneliti berharap melalui UNDP, Rwanda dapat menciptakan
perubahan nyata dalam meningkatkan kondisi dan peluang bagi perempuan dan laki-laki
menuju masa depan yang lebih inklusif dan berkeadilan gender.
Laporan tersebut terdiri dari enam bagian utama. Bagian pertama menggambarkan
konteks negara dan upaya pembangunan serta pemberdayaan perempuan. Bagian dua
menyajikan empat tujuan yang diidentifikasi sebagai langkah yang relevan untuk mencapai
kemajuan berkelanjutan dalam mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Bagian ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan yang mungkin timbul dalam menerapkan
tujuan-tujuan tersebut dan mengusulkan strategi untuk mengurangi risiko yang terkait. Bagian
tiga hingga Bagian enam memberikan ringkasan rinci tentang setiap tujuan, termasuk titik
masuk strategis yang diperlukan untuk mencapai pencapaian yang penuh dan efektif.
Claire Denise Wallace, dkk (2008) dalam penelitiannya membahas peran perempuan
dan masyarakat Rwanda dalam konteks politik. Penelitian tersebut memberikan kontribusi
dalam pemahaman tentang sejauh mana konstruksi gender di Rwanda telah mempromosikan
kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan. Lebih khusus lagi, penelitian tersebut
mengeksplorasi pertanyaan seputar pengaruh konstruksi gender dalam mengubah hubungan
gender, serta potensi konstruksi gender untuk mendorong kesetaraan gender sebagai praktek
sehari-hari yang diterima oleh semua individu, baik pria maupun wanita, sehingga
memungkinkan wanita mencapai potensi penuh mereka. Artikel jurnal tersebut didasarkan
pada penelitian yang telah dilakukan selama sepuluh tahun terakhir di Rwanda, oleh penulis
bersama dengan rekan-rekannya. Selain itu, penelitian tersebut juga akan mengevaluasi dalam
konteks hukum internasional yang telah diratifikasi dan diberlakukan di Rwanda, serta hukum
domestik, apakah perempuan dan anak perempuan dapat secara efektif menuntut dan
menggunakan hak-hak mereka. Dalam kerangka metodologi penelitian, penulisan jurnal
tersebut mencakup dimensi sosiologi kebijakan, yaitu penelitian yang relevan untuk
pemerintah, LSM, dan klien lainnya dalam merespons pertanyaan mereka terkait perumusan
dan implementasi kebijakan. Namun, penulis juga meyakini bahwa penelitiannya akan
memberikan sumbangan pada sosiologi publik dengan menekankan perspektif subjek yang
diteliti dan menawarkan temuan yang dapat digunakan untuk advokasi.
Berbagai metode digunakan dalam penelitian tersebut, termasuk studi kepustakaan,
analisis data sekunder, survei terbaru, dan studi kualitatif. Pendekatan penelitian yang
digunakan secara umum merupakan kombinasi dari berbagai metode dan bertujuan untuk
melibatkan partisipasi aktif serta memberikan suara kepada berbagai kelompok masyarakat
Rwanda, termasuk perempuan, laki-laki, dan anak-anak. Seluruh penelitian tersebut telah
dilakukan dengan memperhatikan perspektif gender dan dilakukan analisis gender. Persetujuan
etis telah diperoleh dari organisasi yang terkait.
Melalui akumulasi temuan penelitian tersebut, penulis dapat memberikan gambaran
yang lebih rinci dan komprehensif mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam
memperjuangkan hak-hak perempuan di Rwanda, situasi saat ini, dan prospek di masa depan.
Dalam artikel tersebut, penulis mengacu pada penelitian-penelitian yang relevan untuk
mendukung poin-poin yang ingin disampaikan, namun pengaruh terbesar dalam analisis dan
kesimpulan yang penulis buat dalam tulisan tersebut adalah akumulasi dari berbagai temuan
penelitian. Analisis penulis juga didasarkan pada pengalaman penulis yang telah tinggal dan
bekerja di Rwanda selama lebih dari sepuluh tahun, khususnya bagi penulis utama.
Dari hasil dua penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu laporan yang ditulis
oleh Zara Raquel Albert (2018) yang menekankan pada isu kesetaraan gender, dan penelitian
Claire Denise Wallace (2008) beserta rekannya yang berfokus pada peran perempuan dan
masyarakat Rwanda dalam politik. Pada tulisan ini, penulis akan membahas peran perempuan
dalam politik di Rwanda sekaligus mengupas isu kesetaraan gender.
Selain mengacu pada dua referensi tersebut, penulis juga akan menggunakan berbagai
sumber terpercaya yang relevan untuk mendukung argumen dan analisis dalam tulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya keterlibatan perempuan dalam
proses pembuatan keputusan politik dan pemberdayaan mereka sebagai pemimpin, Rwanda
telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam mencapai tujuan kesetaraan gender dan
peningkatan partisipasi politik perempuan. Dalam bagian ini, kita akan menganalisis partisipasi
politik perempuan di Rwanda, dampak dari meningkatnya partisipasi tersebut, kondisi nasional
dan kesetaraan gender di Rwanda, peran penting yang dimainkan oleh organisasi, serta analisis
tantangan dan hambatannya. Melalui analisis ini, diharapkan dapat memberikan wawasan yang
lebih terkait upaya Rwanda dalam mencapai kesetaraan gender melalui partisipasi politik
perempuan dan menggambarkan bagaimana kondisi nasional Rwanda.

Analisis Partisipasi Perempuan dalam Politik Rwanda

Pada tahun 2003, Rwanda mencatat pencapaian luar biasa dengan mencapai 48,8 persen
kursi di majelis yang diisi oleh perempuan, menjadikannya negara dengan representasi
perempuan tertinggi di parlemen di seluruh dunia. Keberhasilan ini secara signifikan
melampaui "massa kritis" yang sering kali dianggap sebagai ambang batas minimal untuk
mencapai kesetaraan gender dalam representasi politik. Kemajuan yang diraih tidak berhenti
di situ, karena hingga tahun 2008, persentase perempuan di parlemen Rwanda meningkat
menjadi 56,3 persen, menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan perempuan
dalam arena politik. Bahkan, hingga tahun 2022, angka tersebut terus meningkat menjadi 61,3
persen, menegaskan posisi Rwanda sebagai pionir dan teladan bagi negara-negara lain dalam
mencapai representasi politik yang inklusif dan berkelanjutan. (Statista, 2023)
Namun, keberhasilan ini tidak hanya ditentukan oleh peningkatan jumlah perempuan
di parlemen, tetapi juga melibatkan kehadiran kaukus perempuan yang aktif dan model
pembuatan kebijakan yang sangat maju. Forum Parlemen Perempuan Rwanda, sebuah kaukus
politik lintas partai, memiliki peran penting dalam mengoordinasikan agenda perempuan di
Rwanda. Sejak tahun 2003, mereka telah bekerja keras untuk meningkatkan kesetaraan gender
di parlemen, memperkenalkan undang-undang yang memperhatikan isu-isu gender, dan
meningkatkan pengawasan pemerintah dengan pendekatan yang berbasis gender. Salah satu
pencapaian terbesar mereka adalah pengenalan RUU penting untuk melawan kekerasan
berbasis gender pada tahun 2006, yang menghasilkan definisi pemerkosaan dalam hukum
Rwanda untuk pertama kalinya. Proses pengesahan RUU ini melibatkan kepemimpinan kuat
dari anggota parlemen perempuan Rwanda selama dua tahun, serta dukungan yang dari
masyarakat sipil melalui aliansi strategis yang terjalin. Selain itu, Forum Parlemen Perempuan
Rwanda bekerja sama erat dengan laki-laki, melibatkan mereka dalam setiap tahap pembuatan
kebijakan dan memastikan bahwa isu-isu ini menjadi perhatian bersama. Penting untuk dicatat
bahwa RUU tersebut disponsori oleh empat pria dan empat wanita ketika diperkenalkan. Fakta
bahwa RUU ini disahkan 10 tahun setelah undang-undang pertama kali dibahas, pada masa
ketika perempuan belum memiliki pengaruh signifikan di parlemen, menunjukkan bahwa
partisipasi perempuan benar-benar membuat perbedaan dalam upaya menghapuskan kekerasan
terhadap perempuan. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi antara
perempuan dan laki-laki dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan perlindungan terhadap
perempuan. (United Nations, 2013)

Analisis Dampak Meningkatnya Partisipasi Politik Perempuan di Rwanda

Meskipun terdapat tingkat representasi politik perempuan yang tinggi di parlemen,


dampaknya terhadap keuntungan legislatif bagi perempuan tidak begitu signifikan. Para
anggota parlemen perempuan cenderung mengikuti arahan partai dan jarang memobilisasi
dukungan terkait isu-isu perempuan. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka memberikan suara
mendukung legislasi yang dapat mengurangi perlindungan hukum bagi perempuan atau
menghapus kebijakan yang bersifat pro-perempuan. Namun, meskipun demikian, tingkat
representasi politik perempuan yang tinggi memiliki nilai simbolis yang penting. Hal ini telah
meningkatkan rasa hormat terhadap perempuan sebagian besar dan memberikan mereka suara
yang lebih berpengaruh dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain itu, tingkat
representasi politik perempuan yang tinggi juga memberikan otonomi yang lebih besar dalam
pengambilan keputusan di dalam keluarga, serta akses yang lebih luas terhadap pendidikan.
(Burnet, 2011)

Kondisi Nasional dan Kesetaraan Gender di Rwanda

Sejak genosida yang menghancurkan pada tahun 1994 terhadap suku Tutsi, Rwanda
telah muncul sebagai kisah transformasi yang mengesankan di Afrika. Dipandu oleh para
pemimpin nasional dan reformasi kebijakan yang komprehensif selama kemajuan. Di antara
banyak bidang lainnya, hal ini ditunjukkan dalam World Economic Forum bahwa peningkatan
lebih dari tiga kali lipat dalam produk domestik bruto per kapita (dari $206 pada tahun 2002
menjadi $729 pada tahun 2016) dan kemajuan besar di bidang kesehatan, pendidikan,
perlindungan sosial, persatuan, dan rekonsiliasi. Rwanda juga telah menjai pelopor dan panutan
dalam dedikasinya serta kemajuan yang telah dicapai dalam hal kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan. Bahkan, Rwanda adalah salah satu pemimpin global dalam
kesetaraan gender. Pada tahun 2017, World Economic Forum menempatkan Rwanda sebagai
negara terbaik keempat dalam menutup kesenjangan gender, setelah Islandia, Finlandia, dan
Norwegia. (World Economic Forum, 2017)
Rwanda menunjukkan kemauan politik yang kuat untuk memperjuangkan kesetaraan
gender, yang tercermin dalam komitmennya terhadap banyaknya organisasi regional dan
internasional yang berfokus pada kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Selain itu,
Rwanda juga telah melakukan berbagai reformasi legislatif dan kebijakan untuk mendorong
kesetaraan gender di berbagai sektor.
Pada sektor pendidikan, telah tercapai kesetaraan gender dalam tingkat pendaftaran
sekolah dasar dan menengah di Rwanda. Sekitar 85% anak perempuan dan 84% anak laki-laki
bersekolah, mencapai paritas gender dalam akses pendidikan. Dalam aspek ekonomi,
partisipasi angkatan kerja perempuan di Rwanda merupakan salah satu yang tertinggi di dunia,
mencapai 86%. Selain itu, kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki di Rwanda juga
lebih rendah dibandingkan dengan banyak negara industri lainnya, dengan perempuan
menerima sekitar 88 sen untuk setiap dolar yang diterima oleh laki-laki. Perempuan juga
mendapatkan manfaat dari cuti melahirkan berbayar selama tiga bulan per kelahiran, sehingga
memfasilitasi partisipasi mereka dalam angkatan kerja sambil menjalankan peran sebagai ibu.
(United Nations Development Programme , 2018)
Saat ini, kantor perwakilan UNDP di Rwanda menjadi salah satu dari delapan kantor
negara di seluruh dunia yang memegang Sertifikasi Emas. Sertifikasi ini mencerminkan
pengetahuan staf mengenai kesetaraan gender, kemampuan mereka dalam menyebarkan
pengetahuan tersebut melalui proyek dan rencana, serta kesiapan mereka untuk bekerja sama
dengan berbagai mitra dalam memajukan kesetaraan gender. Counter Office (CO) UNDP
berkomitmen untuk memenuhi semua standar yang diperlukan untuk mempertahankan
Sertifikasi Emas yang berkelanjutan, dan memberikan layanan dan dukungan yang efektif
kepada mitra dan pemangku kepentingan dalam mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan. Penting bagi UNDP untuk mencapai keterwakilan perempuan yang
setara di semua tingkatan manajemen. Namun, selain keterwakilan, penting bagi perempuan
untuk merasa nyaman dalam berbicara dan memiliki suara yang didengar. Oleh karena itu,
manajemen senior dan supervisor di UNDP melakukan kolaborasi untuk meminta pendapat
dari rekan kerja perempuan dan menciptakan ruang yang aman serta mengundang partisipasi
mereka dalam rapat-rapat. (United Nations Development Programme , 2018)

Peran Organisasi dalam Kesetaraan Gender di Rwanda

UNDP adalah salah satu organisasi yang berperan penting sebagai inisiator perubahan
positif. Dengan mengambil peran proaktif, Counter Office (CO) UNDP memiliki kesempatan
untuk memfasilitasi pendekatan baru dalam pemikiran dan tindakan. UNDP Rwanda prihatin
dengan salah satu hambatan nyata dalam pemberdayaan ekonomi perempuan, yaitu
ketidakseimbangan dalam representasi perempuan dan perlakuan yang tidak adil di sektor
pekerjaan yang berbayar.
UNDP Rwanda memiliki tujuan untuk meningkatkan peluang ekonomi bagi seluruh
warga Rwanda, dengan fokus pada peningkatan pendapatan dan peluang kerja untuk
perempuan dan laki-laki, serta mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja dan kondisi
kerja. Saat ini, UNDP Rwanda mendukung dua program utama yang memiliki potensi besar
untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, pendapatan, dan menciptakan kondisi yang
setara bagi perempuan dan laki-laki di tempat kerja. Program pertama adalah program Gender
Seal di Sektor Swasta, sementara program kedua adalah inisiatif YouthConnekt.
Inisiatif Gender Seal di Rwanda diluncurkan pada bulan November 2017 dengan mitra
pelaksana ONE UN, UNDP, UNWOMEN, dan Kantor Pemantauan Gender serta Federasi
Sektor Swasta. Fokus inisiatif ini adalah pada lima bidang penting untuk mengatasi
ketidaksetaraan gender di tempat kerja, yaitu (1) menghapus kekerasan berbasis gender, (2)
meningkatkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, (3) mengurangi
segregasi pekerjaan, (4) menghapus pelecehan seksual, dan (5) mendorong komunikasi inklusif
dan non-diskriminatif. Implementasi program tersebut dipercepat, dengan 35 perusahaan dan
beberapa lembaga pemerintah, seperti Dewan Tata Kelola Rwanda, Kementerian Perdagangan
dan Industri, serta Kementerian Pelayanan Publik dan Tenaga Kerja, telah menyatakan
komitmen mereka terhadap inisiatif ini. (United Nations Development Programme , 2018)

Analisis Tantangan dan Hambatan

Meskipun telah ada langkah-langkah progresif yang diambil, Rwanda masih


menghadapi tantangan dalam mencapai tujuan pembangunan. Sejak tahun 1971 hingga saat
ini, Rwanda secara konsisten terdaftar sebagai salah satu dari 47 negara dengan tingkat
pembangunan yang rendah. Selain pembangunan, ada beberapa bidang lain yang perlu
diperhatikan, seperti pendapatan nasional bruto, angka kematian bayi dan ibu, ketahanan
pangan, tingkat melek huruf , ketahanan ekonomi, dan penanggulangan bencana. Rwanda perlu
melakukan upaya lebih lanjut dalam aspek-aspek tersenut guna mencapai kemajuan yang lebih
signifikan dalam pembangunan negaranya.
Meskipun mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, usia
harapan hidup di Rwanda pada saat lahir (66,6 tahun) masih berada di bawah rata-rata global
(72 tahun). Tingkat melek huruf perempuan juga lebih rendah (65%) dibandingkan dengan
laki-laki (72%). Hal ini mengakibatkan keterbatasan akses perempuan terhadap sumber daya,
peluang untuk menciptakan dan mengelola usaha kecil, serta partisipasi dalam pengambilan
keputusan. Masalah ini diperparah oleh tingkat buta huruf yang tinggi di kedua jenis kelamin,
yang menghambat pemahaman akan hukum yang sensitif terhadap isu gender. (Statista, 2023)
Perempuan masih bertanggung jawab atas sebagian besar pekerjaan rumah tangga dan
pengasuhan anak, meskipun mereka kuliah di perguruan tinggi atau terlibat dalam pasar tenaga
kerja berbayar. "Beban ganda" ini menempatkan risiko kelelahan pada perempuan dan
membuat mereka terpaksa memilih antara keluarga atau karier. Kekerasan berbasis gender
terhadap perempuan dan anak perempuan masih sering terjadi, ditoleransi, dan kurang
dilaporkan. Diperkirakan bahwa setidaknya dua dari lima anak perempuan (41,2%) akan
mengalami kekerasan fisik pada usia 12-15 tahun, dengan kekerasan yang sebagian besar
dilakukan oleh anggota keluarga laki-laki atau suami. (Habimana, 2017)
Isu ketidaksetaraan gender ini merupakan hasil dari norma patriarki, sistem hukum
yang ketinggalan zaman, dan kurangnya perlindungan bagi para korban. Wanita seringkali
direndahkan, merasa tidak berdaya, dan kehilangan kemampuan untuk membuat pilihan hidup
mereka sendiri. Ketidakseimbangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merusak dan
mengurangi kontribusi sosial, ekonomi, dan politik yang bisa diberikan oleh perempuan dalam
pengembangan diri mereka sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara.

KESIMPULAN
Sebagai negara yang telah mengalami transformasi sosial dan politik yang signifikan
setelah genosida pada tahun 1994, Rwanda telah mengambil langkah-langkah penting untuk
memperkuat partisipasi perempuan dalam politik dan mempromosikan kesetaraan gender di
berbagai sektor.
Meningkatnya representasi politik perempuan yang tinggi memiliki nilai simbolis yang
penting. Hal ini telah meningkatkan rasa hormat terhadap perempuan sebagian besar dan
memberikan mereka suara yang lebih berpengaruh dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Selain itu, tingkat representasi politik perempuan yang tinggi juga memberikan otonomi yang
lebih besar dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga, serta akses yang lebih luas
terhadap pendidikan.
Namun melihat kenyataannya, representasi politik perempuan yang tinggi di parlemen
tidak memiliki dampak signifikan terhadap keuntungan legislatif bagi perempuan. Para anggota
parlemen perempuan cenderung mengikuti arahan partai dan jarang memobilisasi dukungan
terkait isu-isu perempuan. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka memberikan suara
mendukung legislasi yang dapat mengurangi perlindungan hukum bagi perempuan atau
menghapus kebijakan yang bersifat pro-perempuan.
Rwanda masih memiliki banyak tantangan yang perlu diatasi, termasuk harapan hidup
yang rendah, tingkat melek huruf yang tidak proporsional, tanggung jawab rumah tangga yang
tidak setara, dan kekerasan berbasis gender yang masih merajalela. Untuk mencapai tujuan
pembangunan yang lebih inklusif, Rwanda harus terus mengambil langkah-langkah proaktif
dalam memperkuat kebijakan, memperluas akses terhadap pendidikan dan sumber daya
ekonomi, serta memerangi kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Dengan
kolaborasi yang solid antara pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil,
Rwanda memiliki potensi untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, setara, dan
berkelanjutan bagi semua warganya.
DAFTAR PUSTAKA

Abbott, P., & Malunda, D. (2016). The promise and the reality: Women's rights in Rwanda.
African Journal of International and Comparative Law, 24(4), 561-581. Diakses pada
18 Juni 2023.
Albert, Z. R. (2018). Gender equality strategy: UNDP Rwanda (2019-2022). United Nations
Development Programme. Diakses pada 18 Juni 2023.
Burnet, J. E. (2011). Women have found respect: Gender quotas, symbolic representation, and
female empowerment in Rwanda. Politics & Gender, 7(3), 303-334. Diakses pada 18
Juni 2023.
Debussen, P., & Ansoms, A. (2013). Gender Equality politics in Rwanda: Public Relations or
Role Transformation. 44 (5). Development and Change, 1111, 34. Diakses pada 18 Juni
2023.
Burawoy, M. (2005). For Public Sociology, in «American Sociological Review», 70. Diakses
pada 18 Juni 2023..
Habimana, O., & Pasqua, S. (2017). Gender differences in time allocation: Evidence from
Rwanda. Turin: Turin School of Development. Diakses pada 18 Juni 2023.
Jefremovas, V. (1991). Loose women, virtuous wives, and timid virgins: Gender and the
control of resources in Rwanda. Canadian Journal of African Studies/La Revue
canadienne des études africaines, 25(3), 378-395. Diakses pada 18 Juni 2023.
Musoni103, P. (2008). Rebuilding trust in post-conflict situation through civic engagement:
the experience of Rwanda. asdf, 113. Diakses pada 18 Juni 2023 dari
http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan026588.pdf
Nuzulul, E. N. (2011). Peranan Perempuan Rwanda Dalam Proses Perdamaian Pasca
Genosida 1994 (Doctoral dissertation, UPN" Veteran" Yogyakarta). Diakses pada 18
Juni 2023.
Statista. (2023). Life expectancy at birth in Rwanda, by gender. Diakses pada 18 Juni 2023,
dari https://www.statista.com/statistics/971106/life-expectancy-at-birth-in-rwanda-by-
gender/#:~:text=This%20statistic%20shows%20the%20average,about%2063.8%20ye
ars%20on%20average.
Statista. (2021). Proportion of seats held by women in Rwanda national parliament from 2005
to 2021. Diakses pada 18 Juni 2023, dari
https://www.statista.com/statistics/1248551/proportion-of-seats-held-by-women-in-
rwanda-national-parliament/
The World Bank. (2023). The World Bank in Rwanda. Diakses pada 18 Juni 2023, dari
https://www.worldbank.org/en/country/rwanda/overview#1
Gurirab, T. B., & Cayetano, P. (2012). Women in politics the fight to end violence against
women. UN Chronicle, 47(1), 33-36. Diakses pada 18 Juni 2023, dari
https://www.un.org/en/chronicle/article/women-politics-fight-end-violence-against-
women
Wallace, C., Haerpfer, C., & Abbott, P. (2008). Women in Rwandan politics and society.
International journal of sociology, 38(4), 111-125. Diakses pada 18 Juni 2023.
World Economic Forum. (2017). The Global Gender Gap Report 2017. Diakses pada 18 Juni
2023, dari https://www3.weforum.org/docs/WEF_GGGR_2017.pdf

Anda mungkin juga menyukai