Anda di halaman 1dari 12

JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

GAMBARAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DAN KELELAHAN MATA PADA


SISWA SDN PAGADEAN SUBANG TAHUN 2017

Arief Witjaksono1, Winda Kurniasari2


Awicaks07@yahoo.co.id

Program Studi D3 Refraksi optisi STIKes Dharma Husada Bandung

Pemakaian fasilitas kerja yang tidak ergonomis akan menyebabkan perasaan tidak nyaman,
konsentrasi menurun, mengantuk dan lain sebagainya, hal ini dapat terjadi pada siswa sekolah dasar
dalam kualitas penerangan ruang kelas. Adapun bila kondisi tersebut berlangsung lama dan secara
terus menerus selama masa sekolah akibat yang di timbulkan akan lebih jauh dapat menyebabkan
gangguan penglihatan. Tujuan penelitian ini mengetahui gambaran intensitas pencahayaan dan
kelelahan mata pada siswa SDN Pagadean Subang. Jenis penelitian ini observasional yang bersifat
deskriptif kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai
dengan metode statistik yang digunakan. Penelitian deskriptif di maksudkan untuk mendapatkan
gambaran mengenai intensitas pencahayaan dan kelelahan mata. Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas I dan V di SDN Pagadean Subang yang berjumlah 64 orang dan semua dijadikan sampel jenuh.
Hasil penelitian menunjukan intensitas pencahayaan ruang kelas 1 dan ruang kelas V dibawah standar
SNI dan terdapat 9 siswa (14.1%) mengalami kelelahan mata. Penyelenggara pendidikan diharapkan
untuk meningkatkan intensitas pencahayaan didalam ruang kelas I dan V agar sesuai dengan standar
intensitas pencahayaan menurut SNI 03-6197-2000 tahun 2011 sebesar 300 lux.

Kata Kunci : Intensitas Pencahayaan, Kelelahan Mata, Siswa SD

PENDAHULUAN Kondisi yang nyaman dan sehat adalah


Pendidikan merupakan kegiatan yang salah satu faktor yang sangat penting
sangat penting untuk perkembangan, dalam menunjang proses belajar dan
terutama pendidikan dasar karena pada mengajar yang berlangsung. Menurut
jenjang pendidikan dasar peserta didik Permendiknas (2007) mengatakan bahwa
akan dibentuk karakter agar bisa lebih baik “....kelas tidak hanya harus nyaman tetapi
di masa mendatang, dengan adanya juga harus memenuhi standar yang di
pendidikan dapat meningkatkan pola pikir tetapkan yang berkorelasi dengan
seorang manusia hingga kedepannya bisa kesehatan dari peserta didik dan juga para
membentuk pribadi yang lebih baik. guru. Rasio minumun ruang kelas di
Sekolah Dasar dapat dikatakan sekolah dasar adalah 2 m2/peserta didik,
sebagai kegiatan yang mendasari tiga dengan luas minimum ruang kelas adalah
aspek, yaitu pengetahuan, sikap, dan 30 m2, dimana lebar minimunya adalah 5
keterampilan. Ruang kelas umumnya m2. Suatu ruang kelas di haruskan untuk
merupakan suatu ruangan yang berfungsi memiliki jendela yang memungkinkan
sebagai tempat untuk kegiatan tatap muka pencahayaan yang memadai untuk
dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 73


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

membaca buku dan untuk memberikan fenomena dasar penerangan untuk fasilitas
pandangan ke luar ruangan”. belajar di Sekolah Dasar, sehingga murid
Ergonomi adalah suatu ilmu yang sekolah juga mempunyai peluang untuk
mempelajari tentang hubungan menderita kelelahan mata dan dapat
kenyamanan dan efektivitas sebuah alat mengganggu kesehatan terutama kesehatan
kerja dengan manusia sebagai pemakainya. penglihatan siswa Sekolah Dasar.
Dengan penerapan ergonomi maka akan Berdasarkan survei pendahuluan yang
tercipta lingkungan yang aman, sehat, dan telah dilakukan pada tanggal 2 Maret 2018
nyaman sehingga kegiatan menjadi lebih di SDN Pagadean diketahui bahwa kondisi
produktif dan efesien. penerangan di ruang kelas I dan V kurang
Pencahayaan merupakan sumber terang dengan menggunakan penerangan
terbaik bagi bangunan, tidak terkecuali buatan (lampu), jumlah lampu yang
untuk bangunan sekolah. Intensitas digunakan hanya ada satu lampu.
pencahayaan yang baik akan berdampak Intensitas penerangannya tidak merata,
pada kenyamanan proses belajar mengajar secara teori kondisi ini dapat menyebabkan
di ruang kelas. Hasil penelitian Irnawaty kelelahan mata pada siswa SDN Pagadean
(2016) menyatakan bahwa “Sebagian besar Subang.
intensitas pencahayaan ruang kelas Tujuan penelitian untuk mengetahui
Sekolah Dasar di Kota Makassar berada gambaran intensitas pencahayaan dan
dibawah standar pencahayaan rata-rata kelelahan mata pada siswa SDN Pagadean
SNI ruang kelas. Sebanyak 87,9% dibawah Subang.
nilai standar pencahayaan rata-rata SNI
untuk ruang kelas dan hanya sebanyak METODOLOGI PENELITIAN
12,1% yang diatas nilai standar SNI”. Kerangka konsep pada penelitian ini
Usia 5-12 tahun merupakan usia dibatasi intensitas pencahayaan dan
perkembangan anak sekolah dimana pada kelelahan mata. Variabel penelitian
usia ini terjadi perubahan-perubahan pada berdasarkan kerangka konsep penelitian
diri anak seperti perubahan pada aspek adalah intensitas pencahayaan ruang kelas
fisik, kognitif, emosi dan psikisional. dan kelelahan mata pada siswa di SDN
Desain penerangan diruang kelas Pagadean Subang.
seharusnya di sesuaikan dengan keadaan Penelitian ini termasuk kedalam jenis
bangunan dan tata letaknya. Secara umum penelitian Observasional yang bersifat
di Indonesia belum dilakukan analisa deskriptif kuantitatif, yaitu data yang

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 74


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

diperoleh dari sampel populasi penelitian berisikan item pertanyaan mengenai


di analisis sesuai dengan metode statistik kelelahan mata.
yang digunakan. Penelitian deskriptif Pada penelitian ini dilakukan uji
dalam penelitian ini di maksudkan untuk konten atau validitas isi artinya peneliti
mendapatkan gambaran dan keterangan- menanyakan langsung kepada pakar terkait
keterangan mengenai intensitas item pertanyaan mengenai gejala kelelahan
pencahayaan dan kelelahan mata pada mata yaitu kepada dua pakar ahli. Dalam
siswa di SDN Pagadean Subang. penelitian ini uji konten dilakukan
Pendekatan waktu pengumpulan data terhadap dua ahli dalam bidangnya.
yang digunakan dalam penelitian ini Cara pengambilan data dilakukan
adalah Cross Sectional yaitu dimana dengan cara mengukur intensitas
metode dengan cara pendekatan, observasi pencahayaan di ruang kelas SDN
atau pengumpulan data sekaligus pada Pagadean Subang dengan menggunakan
suatu saat (point time approach) yang alat ukur berupa lux meter. Pengumpulan
artinya dimana subjek penelitian hanya data dilakukan dengan cara membagikan
diobservasi sekali saja (Notoatmodjo, lembar kuesioner pada responden
2012). Analisa data yang digunakan dalam
Populasi penelitian ini dibatasi yaitu penelitian ini yaitu menggunakan analisa
pada siswa kelas I dan V di SDN Pagadean univariat, untuk memperoleh gambaran
Subang yang berjumlah 64 orang. distribusi frekuensi dari variabel yang
Dalam penelitian ini sampel yang diteliti. Variabel yang di deskripsikan
diteliti adalah siswa kelas I dan V di SDN adalah intensitas penyacahayaan terhadap
Pagadean Subang sebanyak 64 orang yang kelelahan mata dengan intensitas
diambil secara total sampling yaitu, pencahayaan sebelum dan sesudah
menjadikan seluruh populasi yang ada dilakukan pengukuran.
untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Rumus distribusi frekuensi adalah sebagai
(Sugiyono, 2013) berikut :
Instrument yang digunakan dalam P=
penelitian berupa alat ukur intensitas Keterangan :
P : Presentase untuk setiap kategori
pencahayaan yaitu lux meter yang
f : Jumlah setiap kategori
digunakan untuk mengukur pencahayaan N : Jumlah total responden
di ruang kelas dan kuesioner yang

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 75


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

HASIL

Tabel 1 Tabel 2
Karakteristik Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia Pada Siswa Kelas I dan V SDN Jenis Kelamin Pada Siswa Kelas I dan V
Pagadean Subang Tahun 2017 SDN Pagadean Subang Tahun 2017

No Usia Jumlah Persentase No Jenis Jumlah Persentasi


kelamin
1 10 Tahun 18 28.1%
1 Laki-laki 26 40.6%
2 11 Tahun 8 12.5%
2 Perempuan 38 59.4%
3 12 Tahun 4 6.3%
Total 64 100.0%
4 6 Tahun 2 3.1%
Sumber : Hasil penelitian
5 7 Tahun 26 40.7%
6 8 Tahun 3 4.7% Tabel 2 menjelaskan bahwa karakteristik
7 9 Tahun 3 4.7%
responden berdasarkan jenis kelamin,
Total 64 100.0%
Sumber : Hasil penelitian paling banyak adalah perempuan
Tabel 1 menjelaskan bahwa karakteristik berjumlah 38 responden (59.4%).
responden, paling banyak adalah berusia 7
tahun berjumlah 26 responden (40.6%).

Tabel 3
Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan Ruang Kelas I di SDN Pagadean Subang
Tahun 2017

Rata-rata Tingkat Pencahayaan Total Rata-


Kondisi pengukuran
Lantai Dinding rata
Tanpa penerangan 16.60 lux 23.94 lux 20.27087 lux
Dengan penerangan 22.38 lux 33.62 lux 27.99842 lux
Sumber : Hasil Penelitian

Dari tabel 3, nilai rata-rata intensitas (lampu) yaitu 27.99842 lux. Intensitas
pencahayaan ruang kelas I tanpa pencahayaan tersebut tidak memenuhi
penerangan buatan (lampu) yaitu 20.27087 standar, karena menurut SNI 03-6197-
lux. Intensitas pencahayaan rata-rata 2000 tahun 2011, standar intensitas
dengan menggunakan penerangan buatan pencahayaan ruang kelas sebesar 300 lux.

Tabel 4
Selisih Intensitas Pencahayaan Dengan Penerangan dan Tanpa Penerangan Ruang
Kelas I di SDN Pagadean Subang
Tahun 2017
Kategori Rata-rata Intensitas Pencahayaan
Pengukuran Selisih
Dengan penerangan Tanpa Penerangan
Lantai 22.38 lux 16.60 lux 5.78 lux
Dinding 33.62 lux 22.38 lux 11.24 lux
Sumber : Hasil Penelitian

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 76


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

Hasil pengukuran intensitas pencahayaan Lampu yang dibutuhkan dalam ruang kelas
lantai dengan penerangan : 22.38 lux tanpa I untuk memenuhi standar yang telah di
penerangan : 16.60 lux, maka selisihnya : tetapkan adalah 16406 lumen atau 218
5.78 lux. Pengukuran intensitas watt dengan menggunakan lampu TL
pencahayaan dinding dengan penerangan : (Tubular Lamp) atau lampu tabung.
33.62 lux tanpa penerangan : 22.38 lux, Menurut E-Journal Teknik Elektro tahun
maka selisihnya : 11.24 lux. 2015, jumlah lampu pada suatu ruangan:
Dalam ruang kelas I ada dua titik lampu,
N=
jumlah lampu dalam satu titik ada satu
lampu. Panjang ruangan 7 meter, lebar 6 Dimana :

meter. Target kuat penerangan yang harus = I×P


= Jumlah titik lampu
ada didalam ruang kelas adalah 300 lux. E = Target kuat penerangan yang
LLF (Light Loss Factor) atau bisa di sebut akan dicapai (Lux)
= Flux cahaya (Lumen)
faktor cahaya rugi yang dihasilkan dalam
= 0.8
sebuah ruangan nilainya sebesar 0.7 P = Daya (Watt)
sampai 0.8, sedangkan CU (Coeffesien Of I = 75 Lumen
A = Luas ruangan (meter)
Utilization) atau faktor pemanfaatannya
sebesar 0.48%, dapat diketahui pada lampu Perhitungan untuk menentukan jumlah

1 lumen nilainya sama dengan 75 watt. titik lampu didalam ruang kelas I untuk

Berikut perhitungannya : mencapai 218 watt dengan menggunakan

N = 2 Titik lampu didalam ruangan lampu TL (Tubular Lamp), maka


ϵ = 300 Lux kebutuhan jumlah lampu adalah sebagai
L =7
W =6 berikut :
LLF = 0.7 – 0,8 Tahap pertama dilakukaen perhitungan
Cu = 48 % (0,48)
1 lumen = 75 watt luas ruangan, yaitu :
N = 1 Lampu pada titik A =P×L
Ditanyakan : Total nilai pencahayaan (Ø) ? =7×6
= 42 m2

Tahap kedua perhitungan flux cahaya


lampu (lumen), yaitu :
= I×P
= 75 × 140 watt
= 10500 lumen

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 77


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

Maka jumlah lampu yang dibutuhkan Berdasarkan hasil perhitungan tersebut


adalah :
untuk jumlah lampu yang dibutuhkan
N= dalam ruang kelas I sebanyak 3 lampu TL

N= (Tubular Lamp).

N= = 3.1

Tabel 5
Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan Ruang Kelas V di SDN Pagadean Subang
Tahun 2017

Rata-rata Tingkat Pencahayaan Total Rata-


Kondisi pengukuran
Lantai Dinding rata

Tanpa penerangan 69.20 lux 60.80 lux 65.00034 lux

Dengan penerangan 80.80 lux 67.89 lux 74.34536 lux


Sumber : Hasil Penelitian

Dari tabel 5 nilai rata-rata intensitas tersebut tidak memenuhi standar, karena
pencahayaan tanpa penerangan buatan menurut SNI 03-6197-2000 tahun 2011
(lampu) yaitu 65.00034 lux. Sedangkan seharusya untuk standar pencahayaan
intensitas pencahayaan rata-rata dengan ruang kelas memiliki intensitas
menggunakan penerangan buatan (lampu) pencahayaan sebesar 300 lux.
yaitu 74.34536 lux. Intensitas pencahayaan

Tabel 6
Selisih Intensitas Pencahayaan Dengan Penerangan dan Tanpa Penerangan Ruang
Kelas V di SDN Pagadean Subang
Tahun 2017

Kategori Rata-rata Intensitas Pencahayaan


Pengukuran Selisih
Dengan penerangan Tanpa Penerangan
Lantai 80.80 lux 69.20 lux 11.6 lux
Dinding 67.89 lux 60.80 lux 7.09 lux
Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 6 intensitas pencahayaan Pengukuran intensitas pencahayaan
lantai dengan penerangan adalah 80.80 lux dinding dengan penerangan : 67.89 lux
sedangkan tanpa penerangan adalah 69.20 sedangkan tanpa penerangan : 60.80 lux,
lux maka selisihnya adalah 11.6 lux. selisihnya : 7.09 lux.

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 78


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

Didalam ruang kelas V ada dua titik lampu TL (Tubular Lamp) atau lampu
lampu, jumlah lampu dalam satu titik ada tabung. Menurut E-Journal Teknik Elektro
satu lampu. Panjang ruangan 7 meter, lebar tahun 2015, untuk mendapatkan jumlah
ruangan 5 meter. Target kuat penerangan lampu pada suatu ruagan dapat di hitung
yang harus ada didalam ruang kelas adalah dengan rumus sebagai berikut :
300 lux. LLF (Light Loss Factor) atau bisa N =
di sebut faktor cahaya rugi yang dihasilkan
dalam sebuah ruangan nilainya sebesar 0.7 Dimana :
sampai 0.8, sedangkan CU (Coeffesien Of = I×P
= Jumlah titik
Utilization) atau faktor pemanfaatannya lampu
sebesar 0.64. Diketahui pada lampu 1 E = Target kuat
penerangan yang akan
lumen nilainya sama dengan 75 watt, maka dicapai (Lux)
lampu yang harus di butuhkan dalam ruang = Flux cahaya
(Lumen)
kelas I ini untuk memenuhi standar yang
= 0.8
telah di tetapkan adalah 7812.5 lumen atau P = Daya (Watt)
watt. I = 75 Lumen
A = Luas ruangan
Berikut perhitungannya : (meter)
N = 2 Titik lampu didalam ruangan
Perhitungan untuk menentukan jumlah
ϵ = 300 Lux
L=7 titik lampu didalam ruang kelas I untuk
W=5 mencapai 136 watt dengan menggunakan
LLF = 0.7 – 0,8
Cu = 64 % (0,64) lampu TL (Tubular Lamp) adalah sebagai
1 lumen = 75 watt
berikut :
n = 1 Lampu pada titik
Ditanyakan : Total nilai pencahayaan (Ø) ? Tahap pertama dilakukan
perhitungan luas ruangan, yaitu :
A =P×L
=7×5
= 35 m2

Tahap kedua perhitungan flux


cahaya lampu (lumen), yaitu :
= I×P
= 75 × 140 watt
= 10500 lumen
Berdasarkan hasil perhitungan, lampu
yang di butuhkan dalam ruang kelas V Maka jumlah lampu yang
dibutuhkan adalah :
untuk memenuhi standar adalah
N=
lumen atau 140 watt dengan menggunakan

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 79


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah


N=
lampu yang dibutuhkan dalam ruang kelas
N= =2 V sebanyak 2 lampu TL (Tubular Lamp).

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Kejadian Kelelahan Mata pada Siswa Kelas I dan V di SDN
Pagadean Subang Tahun 2017

No Kejadian kelelahan mata Jumlah Presentase


1 Mengalami 9 14.1 %
2 Tidak mengalami 55 85.9 %
Total 64 100 %
Sumber : Hasil Penelitian

Dari tabel 7 tersebut, menunjukan bahwa (14.1 %) mengalami kelelahan mata dan
dari 64 siswa yang menjadi responden 55 orang (85.9%) tidak mengalami
dalam penelitian ini sejumlah 9 orang kelelahan mata.
.
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Keluhan kelelahan mata pada siswa kelas I dan V di SDN
Pagadean Subang Tahun 2017

Tidak
Mengalami
No Keluhan Mengalami Total
N % N %
1 Mata Terasa Berat 34 53.1% 30 46.9% 64
2 Mata Terasa Panas 4 6.3% 60 93.8% 64
3 Sakit disekitar mata 11 17.2% 53 82.8% 64
4 Penglihatan menjadi kabur 7 10.9% 57 89.1% 64
5 Penglihatan berbayang 9 14.1% 55 85.9% 64
6 Penglihatan sulit difokuskan 26 40.6% 38 59.4% 64
7 Bahu terasa nyeri 15 23.4% 49 76.6% 64
8 Leher terasa nyeri 17 26.6% 47 73.4% 64
9 Sakit kepala 28 43.8% 36 56.3% 64
Sumber : Hasil Penelitian
Tabel 8 menunjukan bahwa distribusi berat berjumlah 34 responden (53.1%),
keluhan kelelahan mata pada siswa kelas I sedangkan keluhan yang paling sedikit di
dan V dari 64 responden keluhan yang alami oleh responden adalah mata terasa
paling banyak di alami adalah mata terasa panas berjumlah 4 responden (6.3%).

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 80


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

PEMBAHASAN Nursalin, semakin kotor ruangan maka


1. Gambaran Intensitas Pencahayaan kualitas pencahayaan akan semakin
Ruang Kelas I dan V di SDN
menurun, dan semakin bersih ruangan
Pagadean Subang Tahun 2017
maka kualitas pencahayaan akan
Gambaran hasil pengukuran
semakin baik.
intensitas pencahayaann ruang kelas I
Penelitian ini sejalan dengan
dengan kondisi pengukuran saat lampu
Irnawaty yang melakukan penelitian
dimatikan memiliki intensitas
mengenai intensitas pencahayaan ruang
pencahayaan 16.18429 lux, sedangkan
kelas sekoah dasar di Makassar pada
kondisi pengukuran saat lampu di
tahun 2016, menunjukan bahwa
nyalakan memiliki intensitas
sebagian besar intensitas pencahayaan
pencahayaan 22.86592 lux. Ruang kelas
ruang kelas Sekolah Dasar di Kota
V dengan kondisi pengukuran saat
Makassar berada dibawah standar
lampu di matikan memiliki intensitas
pencahayaan rata-rata SNI ruang kelas.
pencahayaan 53.5125 lux, sedangkan
Sebanyak 87,9% dibawah nilai standar
kondisi pengukuran saat lampu di
pencahayaan rata-rata SNI untuk ruang
nyalakan memiliki intensitas
kelas dan hanya sebanyak 12,1% yang
pencahayaan 62.5525 lux. Menurut SNI
diatas nilai standar SNI.
03-6197-2000 tahun 2011 seharusya
Menurut Darma setiawan dan
untuk standar pencahayaan ruang kelas
Puspa kesuma (1991:20), lampu yang
memiliki intensitas pencahayaan
dipakai dalam ruang kelas sebaiknya
sebesar 300 lux, ruang kelas I dan kelas
lampu dengan warna cahaya putih
V menunjukan bahwa intensitas
netral yang cahayanya dapat menyatu
pencahayaan kedua ruangan tersebut
dengan baik dengan cahaya alami. Jenis
tidak memenuhi standar SNI 03-6197-
lampu yang disarankan untuk ruang
2000 tahun 2011. Hal ini disebabkan
kelas dengan tinggi sampai dengan 3
karena beberapa fakor yaitu, terdapat
meter adalah lampu TL (Tubular Lamp)
salah satu lampu yang tidak menyala,
atau lampu neon. Maka untuk ruang
sumber cahaya alami yang seharusnya
kelas I diperlukan 3 titik lampu TL
masuk melalui jendela terhalang oleh
(Tubular Lamp) dengan kapasitas 140
kelas lain, keadaan ruangan yang
watt dan untuk ruang kelas V
kurang bersih, karena kebersihan
diperlukan 2 titik lampu TL (Tubular
ruangan mempengaruhi intensitas
Lamp) dengan kapasitas 140 watt.
pencahayaan. Sesuai dengan penelitian

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 81


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

2. Gambaran Kelelahan Mata Pada Kelelahan mata merupakan gejala


Siswa Kelas I dan V di SDN
yang di akibatkan oleh upaya berlebih
Pagadean Subang Tahun 2017
dari sistem penglihatan yang berada
Karakteristik responden
dalam kondisi yang kurang sempurna
mempengaruhi kelelahan mata, di
untuk memperoleh ketajaman
antaranya adalah usia. Pada usia anak,
penglihatan. Timbulnya kelelahan mata
akomodasi mata sangat kuat maka
dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor
dalam kondisi pencahayaan yang redup
pekerjaan dan faktor lingkungan. Faktor
anak berusaha untuk melihat dengan
pekerjaan dapat berupa kelainan
detail, dalam kondisi tersebut akan
refraksi, usia, perilaku yang beresiko,
menyebabkan kelelahan mata (Guyton,
faktor keturunan dan faktor pekerja.
1991).
Sedangkan faktor lingkungan yang
Kelelahan mata pada siswa kelas I
mempengaruhi adalah intensitas
dan V di SDN Pagadean Subang tahun
pencahayaan, kualitas iluminasi, atau
2018 dari 64 responden, 9 orang
ukuran objek (Affandi, 2005).
(14.1%) di antaranya mengalami
Hasil penelitian ini memiliki
kelelahan mata dan 55 orang (85.9%)
kesamaan dengan penelitian yang
tidak mengalami kelelahan mata.
dilakukan oleh Febrian Supriati
Gejala-gejala kelelahan mata antara lain
mengenai faktor-faktor yang berkaitan
mata terasa berat, mata terasa panas,
dengan kelelahan mata pada tahun
sakit disekitar mata, penglihatan
2012. Rata-rata intensitas pencahayaan
menjadi kabur, penglihatan berbayang,
ruangan masih dibawah standar yang
penglihatan sulit difokuskan, bahu
telah di tetapkan. Kondisi pencahayaan
terasa nyeri, leher terasa nyeri, dan sakit
yang redup maupun yang menimbulkan
kepala. Hasil penelitian tentang
silau akan dapat menyebabkan
keluhan kelelahan mata pada siswa
terjadinya keluhan seperti mata terasa
kelas 1 dan V tertinggi diantaranya
berat (mengantuk) sebagai gejala umum
keluhan mata terasa berat sebanyak 34
adanya kelelahan mata, sedangkan
responden (53.1%), keluhan sakit
keluhan terasa tegang pada bagian leher
kepala sebanyak 28 responden (43.8%),
dan bahu merupakan dampak
dan keluhan penglihatan sulit di
akomodasi mata yang berlebihan untuk
fokuskan sebanyak 26 responden
menyesuaikan dengan kondisi
(40.6%).
pencahayaan yang ada.

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 82


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

SIMPULAN mengantuk sebanyak 34 responden


1. intensitas pencahayaan ruang kelas I (53.1%).
menggunakan penerangan (lampu)
SARAN
sebesar 27.99842 lux dan tanpa
Penyelenggara pendidikan diharapkan
penerangan sebesar 20.27087 lux.
untuk menambah intensitas pencahayaan
Intensitas pencahayaan ruang kelas V
berupa penambahan cahaya buatan yaitu
menggunakan penerangan (lampu)
lampu dengan kapasitas 140 watt dengan
sebesar 74.34536 lux dan tanpa
lampu sebanyak 3 titik didalam ruangan,
penerangan sebesar 65.00034 lux, hasil
dan ruang kelas V membutuhkan kapasitas
dari perhitungan menunjukan intensitas
lampu sebesar 140 watt dengan lampu
pencahayaan ruang kelas I dan V di
sebanyak 2 titik didalam ruangan dan
SDN Pagadean Subang tidak sesuai
penambahan jendela sebagai jalan
dengan standar yang telah di tetapkan
masuknya pencahayaan alami (matahari).
dalam SNI 03-6197-2000 tahun 2011.
Standar intensitas pencahayaan ruang
PUSTAKA
kelas sebesar 300 lux. Hasil
Affandi, Edi.S. 2005. Sindrom
perhitungan, ruang kelas 1 Penglihatan Komputer (Computer
membutuhkan kapasitas lampu sebesar Vision Syndrome). Majalah
Kedokteran Indonesia, Volume: 55,
dengan lampu sebanyak 3 Nomor: 3.
titik didalam ruangan, dan ruang kelas Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
V membutuhkan kapasitas lampu Rineka Cipta.
sebesar yang menjadi 140 Budiman & Indriani. 2012. Desain
Pencahayaan Pada Ruang Kelas SMA
watt dengan lampu sebanyak 2 titik Negeri 9 Surabaya. Dalam Jurnal
didalam ruangan, tetapi untuk Dimensi Interior, Volume: 10, Nomor:
1, ISSN: 1692-3532.
perhitungan jarak antar lampu tidak di Darmasetiawan & Puspakesuma. 1991.
perhitungkan. Teknik Pencahayaan dan Tata Letak
Lampu. Jilid : Pengetahuan Dasar.
2. Kejadian kelelahan mata pada siswa di Jakarta : Grasindo
SDN Pagadean Subang tahun 2017 dari Departemen Kesehatan RI. 2008.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
64 responden, hanya 9 siswa (14.1%) 1201/MENKES/SK/VIII/2008.
yang dapat dinyatakan mengalami Deshelia & Ani. 2017. Evaluasi Intensitas
Pencahayaan Pada Perpustakaan Di
kelelahan mata dengan keluhan lingkungan Universitas Sriwijaya.
tertinggi yaitu mata terasa berat atau Dalam Journal Of Industrial Hygiene
And Occupational Health, Volume: 2,
Nomor: 1. ISSN

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 83


JURNAL SEHAT MASADA Volume XII Nomor 1 Januari 2018 ISSN: 1979-2344

Firmansyah. 2010. Pengaruh Intensitas Soewarno. 1992. Penerangan Tempat


Penerangan Terhadap Kelelahan Kerja. Jakarta: Pusat Pelayanan
Mata Pada Tenaga Kerja. Ergonomi.
Gabriel J.F. 2001. Fisika Lingkungan, Subrianto. 2011. Mengoptimalkan
Jakarta: Hipokrates. Pencahayaan Dan Sirkulasi Udara
Guyton, AC. 1991. Fisiologi Kedokteran Untuk Menambah Kenyamanan Dan
II. Diterjemahkan oleh Adji Dharma. Kesegaran Rumah Tinggal. Dalam
Jakarta : EGC Buku Kedokteran Jurnal Sipil, Volume: 5, Nomor 2.
Ilyas S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Sugiyono. 2013. Statistik Untuk
Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Universitas Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No 2
Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 1989. Sistem Pendidikan
Nomor.1405 Tahun 2002. Nasional Pasal 1 ayat 1
Manurung. 2009. Desain Pencahayaan
Arsitektural. Yogyakarta. C.V : Andi.
Mardiana. 2015. Unnes Journal Of Public
Health.
Nurhani. 2011. Optimasi Sistem
Pencahayaan Dengan Memanfaatkan
Cahaya Alami. Dalam Jurnal Ilmiah
Foristek, Volume: 1, Nomor: 1.
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian
Keehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurmianto, Dalam Jurnal Libria. 2016.
Pengukuran Intensitas Penerangan.
Jakarta: Prenada Media.
Pearce, EC. 2009. Anatomi Dan Fisiologi
Untuk Paramedis. Alih Bahasa:
Handoyono SM. Jakarta: PT
Gramedia: 314-324.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor.24 Tahun 2007. Standar
Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs), Dan Sekolah Menengah
Atas/Madrah Aliyah (SMA/MA).
Prabu. 2009. Sistem Dan Standar
Pencahayaan Ruang.
Purnama, ED. 2017. Optimasi Desain
Pencahayaan Ruang Kelas SMA Santa
Maria, Surabaya. Dalam Jurnal
Dimensi Interior, Volume: 9, Nomor:
2.
Semuel, JK. 2015. Desain Instalasi
Penerangan Pada Bangunan Multi
Fungsi. Dalam E-Journal Teknik
Elektro, ISSN : 2301-8402.

Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung 84

Anda mungkin juga menyukai