BAB I
PENDAHULUAN
Fondasi merupakan bagian paling bawah dari suatu bangunan yang menanggung
beban konstruksi di atasnya (upper structure). Fungsi fondasi adalah untuk meneruskan
beban konstruksi yang dilimpahkan melalui kolom ke lapisan tanah dasar yang berada
di bawah fondasi. Suatu perencanaan fondasi dikatakan benar apabila beban yang
diteruskan oleh fondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan atau daya dukung tanah
yang bersangkutan. Apabila kekuatan tanah dilampaui, maka akan terjadi keruntuhan
pada tanah atau penurunan yang berlebihan pada konstruksi. Oleh karena itu, dalam
perencanaan struktur bawah seperti fondasi, perlu diperhatikan sifat-sifat tanah bila
tanah itu dilakukan pembebanan.
BAB II
DATA PERENCANAAN
Pada perencanaan fondasi ini, yang akan menjadi tinjauan adalah pembangunan
gedung Akper YAPPKES, Aceh Singkil. Konstruksi bawah tanah yang direncanakan
adalah fondasi dangkal (fondasi tapak) yang berbentuk bujur sangkar.
BAB III
METODE PERENCANAAN
Menurut PPI 1983, beban hidup adalah semua yang terjadi akibat
penggunaan gedung, termasuk di dalamnya beban-beban pada lantai, yang berasal
dari barang-barang yang berpindah, mesin-mesin, serta peralatan-peralatan lainnya
yang mendukung selama penggunaan konstruksi gedung tersebut. (Lampiran B.3)
Beban hidup pada lantai gedung (kantor) = 250 kg/m2
Beban hidup pada lantai sekolah = 250 kg/m2
Beban hidup pada lantai rumah tinggal = 200 kg/m2
Plat bordes = 300 kg/m2
Koefisien reduksi beban hidup = 0,90
Ve = C.K.I.Wd
Dimana :
Ve = Beban gempa
K = Faktor jenis struktur (dinding dengan beton bertulang = 1)
C = Koefisien daerah gempa (untuk Aceh dipakai = 0,6)
I = koefisien reduksi beban hidup untuk peninjauan gempa
(lantai asrama/hotel = 0,3)
WD = Berat beban mati total
Dimana : Po = γ . Df
Untuk pondasi persegi panjang di pakai rumus sebagai berikut :
3.3 Penurunan
Bilamana suatu lapisan tanah lempung jenuh air yang mampu mampat
(compressible) diberi penambahan beban, maka penurunan (settlement) akan terjadi
dengan segera. Koefisien rembesan lempung adalah sangat kecil dibandingkan dengan
koefisien rembesan pasir sehingga penambahan tekanan pori yang disebabkan oleh
pembebanan akan berkurang secara lambat laun dalam waktu yang sangat lama. Jadi
untuk tanah lempung-jenuh, perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air dari
dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi setelah penurunan segera. Penurunan
konsolidasi tersebut biasanya jauh lebih lama dibandingkan dengan penurunan segera.
Penurunan segera atau penurunan elastis dari suatu pondasi terjadi dengan
segera setelah pemberian beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air.
Besarnya penurunan ini akan tergantung pada ketentuan dari pondasi dan tipe dari
material dimana pondasi tersebut berada.
Ada beberapa sebab terjadinya penurunan akibat pembebanan, yaitu :
1. Kegagalan atau keruntuhan geser akibat terlampauinya daya dukung tanah.
2. Kerusakan atau terjadi defleksi yang besar pada pondasinya.
3. Distorsi geser (shear distortion) dari tanah pendukungnya.
4. Turunnya tanah akibat perubahan angka pori.
Penurunan (settlement) pondasi yang terletak pada tanah berbutir halus yang
jenuh dapat dibagi 3 komponen, yaitu : penurunan segera (immediate settlement),
penurunan konsolidasi primer, dan penurunan konsolidasi sekunder (Hardiyatmo,
2002). Penurunan total adalah jumlah dari ketiga penurunan tersebut.
Berdasarkan rumus untuk menghitung kapasitas daya dukung izin sebagaimana
dikutip dari Hardiyatmo (2002), Meyerhoff (1956) menyatakan bahwa toleransi
penurunan yang diizinkan adalah sebesar 1” (2,54 cm). Perhitungan kestabilan terhadap
penurunan dilakukan untuk setiap lapisan tanah di bawah pondasi, dimana tinjauan
perhitungan penurunannya dilakukan di tengah-tengah tiap lapisan tanah tersebut.
Perhitungan penyebaran tegangan akibat pembebanan dilakukan dengan metode
penyebaran 2V : 1H (2 vertikal berbanding 1 horizontal). Menurut Hardiyatmo (2002),
metode yang diberikan Boussinesq ini sangat sederhana untuk menghitung penyebaran
tegangan akibat pembebanan. Dengan metode penyebaran ini, lebar dan panjangnya
bertambah 1 meter untuk tiap penambahan kedalaman 1 meter. Untuk pondasi dangkal
(pondasi tapak) yang berbentuk bujur sangkar dan pondasi memanjang, penyebaran
tegangan dengan metode 2V : 1H ini digambarkan sebagai berikut :
dimana :
∆P = pertambahan tegangan vertikal pada kedalaman Z (kg/cm2);
Pu = beban yang bekerja (kg);
Az = luas pada kedalaman Z (cm2);
B = lebar tapak pondasi (cm);
Z = kedalaman titik yang ditinjau dari dasar pondasi (cm).
Cc × H P o' +∆ P
Sc = x (log × ) ………. (2.5)
1+ e 0 Po '
Untuk penurunan total :
St = Si +Sin… +Sc …………(2.6)
Keterangan :
Si = Penurunan (cm);
Sc = Penurunan Konsolidasi Primer (cm);
Δp = pertambahan tegangan vertikal pada kedalaman Z (kg/cm2);
e0 = Angka pori;
H = Ketinggian lapisan (cm);
B = Lebar pondasi (cm);
q = Muatan Terbagi Rata (t/m2);
Ip = Faktor Pengaruh;
Es = Perkiraan Modus Elastis (kN/m2);
μ = Perkiraan Angka Poison;
'
Po = tekanan overburden efektif awal, yaitu tegangan efektif sebelum
beban bekerja (kN/cm2);
∆p = tambahan tegangan vertikal di tengah-tengah lapisan oleh
tegangan akibat beban fondasi neto (t/m2);
Cc = Rasio Pemampatan Primer.