Anda di halaman 1dari 2

TUGAS HUMANIORA

Sepenggal cerita tentang seorang koass bernama Benjamin Lampson


menggambarkan tentang profesionalisme kedokteran. Profesionalisme kedokteran adalah
integrasi kemampuan dan penguasaan dalam keilmuan, keterampilan serta sikap. Sikap
menjadi dasar terbentuknya perilaku profesional. Profesionalisme kedokteran terdiri dari 2
aspek, yakni : aspek kode etik kedokteran dan aspek kemanusiaan. Aspek kode etik
kedokteran digambarkan dalam cerita saat seorang Benjamin yang dengan penuh percaya
diri mendiagnosis pasien bernama Ny.Marie dengan Pneumonia. Hal ini berdasarkan
temuan Benjamin dari anamnesis pasien yakni gatal tenggorokan, batuk, dan sesak napas,
penurunan suara napas saat auskultasi, dan gambaran opasitas heterogen pada foto toraks.
Pada dasarnya diagnosis ini masih bisa di DD (differential diagnosis) dengan diagnosis kasus
lain, misalnya asma bronkial, TB paru, dan lainnya. Maka dari itu, perlu adanya penggalian
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lebih mendalam untuk semakin
mengerucutkan DD menuju diagnosis kerja.

Aspek selanjutnya yang tidak kalah penting dalam profesionalisme kedokteran


adalah aspek kemanusiaan. Dalam cerita ini aspek kemanusiaan digambarkan dari
kesabaran Benjamin dalam merawat dan menemani pasien, terutama disaat anak pasien
tersebut ijin pamit untuk pulang dan sementara meninggalkan ibunya, dimana saat itu
Benjamin juga membuatkan segelas cokelat hangat kesukaan Ny. Marie. Setiap dokter
dalam menangani setiap pasien, seyogyanya tidak hanya melihat pasien hanya sebagai
objek semata, namun pasien juga adalah manusia yang berhak diperhatikan aspek
kemanusiaannya. Ilmu kedokteran, moral dan kemanusiaan tak dapat dipisahkan satu sama
lain. Hakikat profesi kedokteran merupakan bisikan nurani dan panggilan jiwa, untuk
mengabdikan diri kepada kemanusiaan berdasarkan moralitas yang kental. Prinsip-prinsip
kejujuran, keadilan, empati, keikhlasan, kepedulian sesama dalam rasa kemanusiaan, rasa
kasih sayang (compassion), dan ikut merasakan penderitaan orang lain yang kurang
beruntung. Dengan demikian, seorang dokter tidak boleh egois, melainkan mengutamakan
orang lain, mengobati orang sakit (altruism).

Pengalaman terakit profesionalisme kedokteran yang pernah saya alami adalah saat
saya bekerja di Faskes 1 Puskesmas Rawat Inap, dimana ada pasien seorang bapak usia 45
tahun, dengan diagnosis CAD dan DHF, yang telah ditinggalkan oleh istrinya, bekerja
serabutan dan hidup hanya dengan seorang anaknya yang masih sekolah dasar. Bapak
tersebut tidak memiliki biaya untuk perawatan di puskesmas, dan tidak pula memiliki BPJS.
Pasien tersebut bersikeras untuk APS dari puskesmas karena alasan tidak ada biaya.
Sebetulnya pasien tersebut indikasi untuk dirujuk ke RS karena keterbatasan sarana
penunjang dan obat-obatan di puskesmas. Hanya saja karena pasiennya keberatan, kami
pun berusaha untuk memberikan tatalaksana pasien semaksimal mungkin sesuai dengan
SOP dan ketersediaan sarana yang ada. Dengan alasan kemanusiaan, saya pun akhirnya
memberikan bantuan biaya perawatan pasien supaya pasien bisa terus melanjutkan
perawatannya sampai kondisi pasien stabil dan layak untuk berobat jalan.

Anda mungkin juga menyukai