Anda di halaman 1dari 6

BAB 5

TEORI PERILAKU KONSUMEN

Pada Materi ini, kita akan membahas lebih rinci tentang sebab-sebab terjadinya
permintaan seseorang akan barang atau jasa. Bagaimana konsumen akan menentukan
harga suatu barang sehingga dia bisa menentukan harga yang diinginkan dari barang
dan jasa tersebut. Selain itu, berkenaan dengan kenyataan akan banyaknya barang dan
jasa dalam perekonomian maka bagaimana konsumen menentukan komposisi dari
barang dan jasa tersebut sehingga dapat memenuhi kepuasannya. Analisis seperti itu
akan kita bahas dengan teori tingkah laku konsumen (Consumer Behavior).
Sebagai gambaran, misalnya Anda sangat suka buah durian dan sangat
menginginkan makan buah durian pada saat ini (kebetulan saat ini adalah musim buah
durian). Sekarang kira-kira berapa Anda mau membayar satu buah durian untuk durian
pertama yang Anda dapatkan? Kemudian, berapa kira-kira Anda mau membayar untuk
buah durian yang kedua? Tentunya Anda tidak akan kuat memakan semua buah durian
yang ada bukan! Anda akan mengalami saat, di mana Anda tidak kuat lagi memakan
buah durian atau merasa bosan untuk memakannya pada saat yang sama.
Dalam teori nilai guna ini, kepuasan yang di dapat (nilai guna) pada saat Anda
mengonsumsi satu unit barang, diasumsikan bisa dikuantifikasikan dengan satuan util
sehingga metode yang digunakan pada Kegiatan Belajar 1 ini merupakan pendekatan
Kardinal. Asumsi lain yang digunakan adalah bahwa setiap individu akan
memaksimumkan kepuasannya pada tiap barang yang dikonsumsinya.
Berdasarkan contoh durian di atas maka pada saat makan buah yang pertama,
Anda merasakan kepuasan yang tinggi (karena Anda sangat menginginkan buah durian
pada saat itu). Pada saat mengonsumsi buah yang kedua Anda akan merasakan
kepuasan itu berkurang. Demikian juga pada buah ketiga dan seterusnya, sampai Anda
tidak mau lagi memakannya, bahkan jika buah durian itu diberikan secara gratis. Contoh
tersebut menunjukkan bahwa tambahan kepuasan yang diberikan dari tiap tambahan
unit barang yang dikonsumsi semakin berkurang. Konsep ini disebut dengan marginal
utility atau MU, berarti tambahan atau pengurangan kepuasan akibat dari tambahan
konsumsi atas semacam barang tertentu. Hipotesis umum yang bisa ditarik dari
semakin turunnya kepuasan, sebagai akibat dari mengonsumsi suatu jenis barang
secara terus-menerus disebut dengan Law of Diminishing Marginal Utility. Gambaran
dari berlakunya hukum tersebut dapat Anda perhatikan pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Kepuasan dalam Mengkonsumsi Durian

Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 memperlihatkan kepada kita bahwa pada saat
mengonsumsi durian yang pertama, kepuasan total (TU) yang didapat sebesar 4,
demikian juga dengan tambahan kepuasan sebesar 4 util. Pada saat Anda mengonsumsi
unit yang kedua maka kepuasan total sebesar 7, tetapi tambahan kepuasan hanya 3 util.
Kepuasan maksimum yang dicapai adalah pada saat mengonsumsi durian kelima. Jika
Anda mengonsumsi durian keenam maka tambahan kepuasannya menjadi negatif dan
kepuasan totalnya berkurang sehingga Anda tidak mau mengonsumsi lagi. Hal tersebut
lebih jelas terlihat pada Gambar 3.1, di mana kurva TU terus naik sampai mencapai
maksimum pada unit ke-4 dan ke-5, kemudian turun ketika menuju unit keenam.
A. KONDISI KESEIMBANGAN

Tujuan seorang konsumen yang rasional adalah memaksimalkan utilitas atau


kepuasan toal yang diperoleh dari penggunaan pendapatannya. Tujuan ini dicapai atau
dikatakan berada dalam kondisi keseimbangan. Tiap konsumen dalam menentukan
jumlah barang yang akan dikonsumsi, mengacu pada memaksimumkan kepuasan dari
total nilai guna yang diperoleh. Hal ini menjadi masalah jika barang yang ada sangat
banyak jumlahnya. Oleh karena itu, seorang individu akan mengacu pada tingkat
kepuasan yang diperoleh dari mengonsumsi tiap jenis barang.
Kondisi dasar untuk kapan seorang konsumen akan memaksimumkan kepuasan
atas jumlah barang yang dikonsumsi akan mengacu kepada berikut ini.
𝑀𝑈𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 1 𝑀𝑈𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 2 𝑀𝑈𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑛
= =⋯= = satu nilai tertentu MU per rupiah
𝑃1 𝑃2 𝑃𝑛
Kondisi di atas memperlihatkan bahwa untuk memaksimumkan kepuasan atas berbagai
jenis barang, tergantung dari tingkat harga tiap jenis barang tersebut. Menurut Sadono
Sukirno, syarat yang harus dipenuhi agar konsumen dapat mencapai kepuasan
maksimum atas barang yang dikonsumsinya adalah setiap rupiah yang dikeluarkan
untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna
marginal yang sama besarnya.

Misalnya, Anda menghadapi dua jenis barang yang akan dikonsumsi, yaitu
makanan dan pakaian tertentu. Harga per unit pakaian adalah Rp50.000,00 dan harga
tiap unit makanan adalah Rp5.000,00. Uang atau pendapatan yang Anda miliki adalah
sebesar Rp100.000,00 maka terhadap barang apakah uang itu akan dibelanjakan dan
berapa banyak. Dimisalkan tiap tambahan unit makanan akan memberikan kepuasan
sebesar 5 util dan tiap tambahan unit pakaian akan memberikan tambahan kepuasan
sebesar 50 util. Dengan demikian, Anda akan merasa sama puaya jika mengonsumsi I
unit pakaian (50 util x 1 unit pakaian = 50) dengan mengonsumsi 10 unit makanan (5
util x 10 unit makanan = 50). Dengan menggunakan persamaan di atas, kita bisa melihat
bahwa perbandingan MU tiap barang dengan masing-masing harganya adalah sama.
Yaitu sebesar satu per seribu.
𝑀𝑈𝑥 5𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 50𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖𝑎𝑛 1
= = =
𝑃𝑥 5.000 50.000 1.000

B. EFEK PENGGANTIAN DAN EFEK PENDAPATAN

Efek substitusi menggambarkan perubahan harga relatif dari dua barang ketika
terjadi perubahan harga. Apabila harga suatu barang relatif lebih murah dibandingkan
barang lain, konsumen cenderung membeli barang dalam jumlah yang lebih banyak.
Sebaliknya, untuk harga yang relatif lebih mahal, konsumen cenderung membeli barang
dalam jumlah yang lebih sedikit. Secara definisi, efek substitusi adalah perubahan
konsumsi yang disebabkan oleh perubahan harga, dengan asumsi tingkat kepuasan
konstan. Ketika harga turun, efek substitusi selalu mengarah pada peningkatan jumlah
barang yang diminta.
Efek pendapatan menggambarkan peningkatan daya beli konsumen dengan
harga relatif tetap, asumsi pendapatan tetap. Secara definisi, efek pendapatan adalah
perubahan konsumsi karena peningkatan daya beli, dengan asumsi pendapatan
konstan. Ketika terjadi peningkatan pendapatan, jumlah barang yang diminta bisa
meningkat atau menurun. Untuk kasus barang inferior, efek pendapatan jarang sekali
lebih besar dibandingkan dengan efek substitusi.
Meskipun gagasan utilitas merupakan salah satu cara berpikir yang bermanfaat
mengenai proses pemilihan, ada penjelasan atas kurva permintaan yang melandai ke
bawah yang tidak mengandalkan konsep utilitas serta asumsi utilitas marjinal yang
menurun. Penjelasan itu berpusat pada efek penggantian (substitution effect) dan efek
pendapatan (income effect).
Dalam menjelaskan bagaimana kurva permintaan mempunyai hubungan yang
terbalik dengan harganya atau terjadinya pergerakan sepanjang kurva permintaan
akibat dari perubahan harga, serta mengapa terjadi pergeseran kurva permintaan
akibat dari berubahnya faktor selain harga, dalam hal ini adalah pendapatan, kita bisa
melakukannya dengan pendekatan nilai guna (utility). Hal ini kita bisa mulai dengan
menggunakan Persamaan (3.2) sebagai berikut.
Jika terdapat dua macam barang X dan Y, kemudian harga barang X naik maka
tambahan kepuasan atau MU tiap unit barang X akan turun karena MUX per harganya
menjadi lebih kecil. Jika harga barang Y tetap sehingga tambahan kepuasan per unit
harganya tetap maka konsumen akan menambah pembelian barang Y dan mengurangi
pembelian barang X karena kepuasan yang diberikan barang Y per harganya lebih besar
dari pada barang X. Beralihnya mengonsumsi dari barang X ke barang Y merupakan efek
substitusi.
Efek pendapatan terjadi dari berubahnya harga dari suatu barang, apakah
menjadi naik atau turun. Jika harga barang X naik maka tambahan kepuasan dari
mengonsumsi satu unit barang tersebut menjadi turun per harga barangnya. Hal ini
menyebabkan turunnya permintaan akan barang X. Sebaliknya, apabila harga barang Y
turun maka tambahan kepuasan dari mengonsumsi satu unit barang tersebut menjadi
naik per harganya sehingga permintaan akan barang Y naik.

C. PARADOKS INTAN DAN AIR

Lebih dari 200 tahun yang lalu, ekonomi Adam Smith menulis di dalam bukunya
yang terkenal yaitu The Wealth of Nations, tentang paradoks (lawan asas) air dan intan.
Air merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh manusia, bahkan manusia bisa mati
tanpa air. Dengan kegunaan yang begitu tinggi, ternyata air jauh lebih murah per
unitnya daripada intan yang tingkat kegunaan untuk kehidupan manusia tidak tinggi.
Apabila kita melihat berbagai alasan tentang kenapa suatu harga menjadi mahal
maka kelangkaan mungkin salah satunya. Air tentunya jauh lebih mudah didapat
daripada intan sehingga wajar jika intan lebih mahal daripada air karena intan jauh lebih
langka. Demikian juga dengan biaya produksi untuk mendapatkan air jauh lebih murah
daripada intan yang untuk memperolehnya harus dilakukan melalui penambangan.
Tetapi Anda jangan gembira dulu, coba simak contoh yang diberikan oleh buku
pengantar ilmu ekonomi mikro karangan Sadono Sukirno tentang batu bulan. Untuk
mendapatkan batu dari bulan, yang mungkin hanya sebesar kepalan tangan orang
dewasa, diperlukan biaya sampai miliaran dollar Amerika Serikat sehingga jelas sangat
mahal biaya produksinya. Demikian pula dengan kelangkaan, sepertinya akan sangat
sulit untuk mendapatkan batu dari bulan di permukaan planet bumi ini. Tetapi coba
Anda tanya kepada diri sendiri apakah Anda mau membeli batu dari bulan seharga satu
juta rupiah, untuk batu sebesar kepalan tangan? Jika Anda seorang yang rasional
tentunya akan berpikir sangat panjang untuk membelinya karena batu dari bulan
hampir tidak ada bedanya dengan batu pada umumnya.
Dengan demikian, kelangkaan dan biaya produksi tidak bisa menentukan harga
dari suatu barang. Konsep nilai guna akan memberikan jawaban yang lebih memuaskan
terhadap masalah paradoks intan dan air. Hal ini didekati dengan konsep marginal
utility, yaitu pada saat meminum gelas pertama air ketika Anda sangat haus, akan
memberikan kepuasan, misalnya sebesar 50. Pada saat minum untuk gelas kedua,
tambahan kepuasannya adalah sebesar 30, gelas ketiga 10 dan gelas keempat
tambahan kepuasannya adalah nol. Oleh karena itu, Anda tidak mau lagi menerima
gelas kelima karena Anda sudah kenyang dengan air. Tetapi untuk intan, pada saat
mendapatkan satu unit intan yang pertama, Anda mendapatkan kepuasan yang sangat
tinggi, misalnya 1000. Unit intan yang kedua tambahan kepuasannya sebesar 999 dan
unit ketiga 997. Perbedaan yang sangat besar dari MU yang tersisa pada unit kedua
tersebut yang menyebabkan perbedaan farga dari intan dan air. Gelas air kedua hanya
memberikan kepuasan 30 sehingga harga yang bersedia diberikan oleh konsumen
menjadi lebih rendah daripada unit kedua intan yang memberikan tambahan kepuasan
sebesar 999.

D. SURPLUS KONSUMEN

Masalah kesediaan konsumen dalam memberikan harga terhadap suatu barang


akan dijelaskan lebih jauh dengan memperlihatkan surplus konsumen. Seperti yang
telah dijelaskan pada contoh konsumsi durian sebelumnya, kita mau membayar dengan
harga lebih mahal untuk durian pertama karena marginal utility-nya masih tinggi.
Sedangkan untuk durian yang kedua maka kita bersedia membayar pada tingkat harga
yang lebih rendah. Begitu pula untuk durian ketiga dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan
hukum semakin turunnya marginal utility, akibat tambahan konsumsi suatu barang.
Misalnya, Anda berani membayar Rp60.000,00 untuk durian kedua, tetapi harga
pasar hanya Rp40.000,00 maka Anda untung sebesar Rp20.000,00. Keuntungan itu
disebut dengan surplus konsumen sehingga surplus konsumen akan terus naik jika
konsumen terus membeli sampai unit kelima dan menghentikannya karena jika
diteruskan tidak akan mendapatkan surplus konsumen lagi, seperti diperlihatkan pada
Gambar 3.2.

Berdasarkan contoh di atas maka dapat diartikan bahwa surplus konsumen


adalah beda antara jumlah maksimum yang sanggup dibayar oleh seseorang untuk
suatu barang pada harga pasarnya saat ini. Dengan demikian, Surplus konsumen terjadi
jika harga yang dibayarkan oleh konsumen terhadap suatu barang lebih tinggi dari harga
pasarnya. Surplus konsumen akan terus naik jika konsumen terus membeli produk
sampai unit tertentu dan menghentikannya karena jika diteruskan konsumen tidak akan
mendapatkan surplus lagi.

Anda mungkin juga menyukai