Anda di halaman 1dari 4

Penyesuaian Pelaksanaan Requirement

COVID-19 telah masuk ke Indonesia sejak 2 Maret 2020 (kasus pertama). World Health
Organization telah menyatakan bahwa COVID-19 merupakan pandemi global. Pandemi
menyebabkan kelumpuhan berbagai sektor termasuk sektor pendidikan. Sekolah dan kampus
diliburkan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran COVID-19 yang lebih masif. Koas
RSGM UGM Prof. Soedomo telah diliburkan terhitung sejak 16 Maret 2020. Hingga akhir Mei
2020 belum terdapat pemberitahuan kapan masa libur tersebut akan berakhir. Namun
berdasarkan Surat Edaran Gubernur Yogyakarta No 421/8194 tentang Kebijakan Pendidikan
dalam Masa Tanggap Darurat menyatakan bahwa pembelajaran dari rumah diperpanjang hingga
26 Juni 2020. Hal tersebut meunjukkan bahwa setidaknya proses pembelajaran normal baru bisa
dilaksanakan setelah tanggal tersebut jika masa tanggap darurat tidak diperpanjang. Sehingga
selama masa tersebut, koas RSGM UGM Prof. Soedomo setidaknya kehilangan waktu
pembelajaran 15 minggu atau senilai 75 hari efektif. Adanya kehilangan waktu pembelajaran
tersebut sangat berdampak terhadap proses pembelajaran ko-ass pasca pandemi apabila tidak
disertai dengan penyesuaian requirement. Oleh karena itu, berikut adalah beberapa usulan terkait
proses pembelajaran yang dapat diaplikasikan selama masa pembatasan kerja klinik maupun
pasca pandemi kedepannya:

1. Memaksimalkan Penyelenggaran Requirement secara Daring untuk Requirement Kegiatan


Kognitif.
Selama masa pendidikan jarak jauh, proses pembelajaran direkomendasikan dilaksanakan
dalam bentuk daring. Namun pendidikan profesi dokter gigi mayoritas kompetensinya berbasis
skill yang harus diasah dan dilakukan pada pasien sehingga tidak dapat dilakukan secara daring.
Namun terdapat beberapa requirement yang dapat dilaksanakan secara daring dimana
pembelajaran tersebut berbasis kognitif. Selama masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Departemen Radiologi telah melakukan pembelajaran secara daring, dimana awalnya interpretasi
radiograf dan diskusi dilaksanakan secara tatap muka dengan dosen pembimbing diubah menjadi
interpretasi dan diskusi secara daring melalui radiograf yang diambil melalui jurnal laporan
kasus. Langkah yang diambil departemen radiologi dirasa tepat, karena pembelajaran secara
daring tersebut tetap berjalan secara berkualitas dalam proses transfer ilmu dan dinamika diskusi.
Kebijakan yang ditempuh oleh Departemen Radiologi dapat dilakukan juga oleh
departemen lain yang proses pembelajarannya berbasis kognitif seperti Departemen Penyakit
Mulut dan Departemen IKGM. Departemen Penyakit Mulut telah melakukan pembelajaran
daring terhadap requirement jurnal reading dan simulasi kasus vignette bagi mahasiswa SP 2
dan SP 3. Simulasi kasus vignette tersebut dilakukan untuk menggantikan requirement kelola
kasus yang harus dipenuhi. Simulasi kasus vignette tersebut diharapkan dapat dilakukan pula
kepada mahasiswa regular menimbang sulitnya memperoleh pasien dengan kasus penyakit
mulut. Departemen IKGM telah melakukan pembelajaran secara daring bagi angkatan 63 yang
sesuai timeline memasuki masa stase IKGM. Pembelajaran IKGM yang dilakukan secara daring
adalah berupa pembekalan dan berbagai simulasi edukasi di lapangan. Kegiatan IKGM secara
daring tersebut diharapkan juga dapat dilakukan pada angkatan lain meskipun belum mencukupi
syarat minimal mengikuti kegiatan IKGM. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan terdapat
beberapa syarat minimal mengikuti IKGM yang tidak bisa dilakukan selama pandemi.
Pelaksanaan requirement Penyakit Mulut dan IKGM secara online selama pandemi dapat
memberikan efektivitas waktu studi bagi mahasiswa. Sehingga ketika masa tanggap darurat
selesai, mahasiswa koas dapat mengejar ketertinggalannya pada requirement yang berbasis skill.

2. Penyelesaian Requirement pada Panthom bagi Pasien Lansia dan Anak-Anak


Lansia merupakan populasi yang rentan terpapar COVID-19. Lansia dan orang orang
yang memiliki riwayat penyakit kronis memiliki prognosis buruk terhadap COVID-19.
Perawatan gigi dan mulut merupakan salah satu media dengan risiko tertinggi penularan
COVID-19. Hal tersebut juga berlaku pada anak-anak. Dimana anak-anak memiliki imunitas
yang belum cukup kuat. Meskipun anak-anak yang terpapar covid-19 mayoritas hanya
menunjukkan gejala ringan, tetapi terdapat juga yang menunjukkan komplikasi parah.
Kondisi tersebut menyebabkan keengganan dari pasien dan keluarganya untuk dilakukan
perawatan dental. Perawatan dental dikhawatirkan menyebabkan terjadinya penularan COVID-
19 dan bukan merupakan tindakan darurat. Hal tersebut menyebabkan mahasiswa koas kesulitan
untuk mendapatkan pasien lansia dan anak-anak serta cukup berisiko bagi kesehatan pasien itu
sendiri.

3. Relaksasi Requirement bagi Ko-ass Reguler


Pandemi COVID-19 menyebabkan waktu efektif kegiatan pendidikan profesi berkurang
cukup banyak. Padahal pada kenyataan masa studi tetap terhitung, Jika kegiatan PJJ koas dimulai
kembali pada bulan Juli 2020 setidaknya mahasiswa sudah kehilangan waktu 15 minggu. Namun
pada kenyataannya hingga 19 Mei 2020, grafik kasus harian covid-19 masih terus meningkat dan
belum menunjukkan adanya penurunan. Dimana kasus COVID-19 di Indonesia belum mencapai
puncak, padahal periode pemulihan diprediksi paling cepat 110-150 hari. Hal tersebut
menunjukkan bahwa belum terlihat adanya prognosa yang baik bagi mahasiswa profesi
kedokteran gigi untuk kembali menjalankan pendidikan profesi.
Panjangnya masa tanggap darurat COVID-19 dan diliburkannya kegiatan profesi di
RSGM Prof Soedomo berakibat pada masa studi yang lebih lama. Hal tersebut menyebabkan
jumlah mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu terus bertambah. Jumlah mahasiswa yang lulus
sebagai drg akan lebih sedikit dibandingkan jumlah mahasiswa s1 yang masuk ke pendidikan
profesi. Per Mei 2020 setidaknya terdapat 512 mahasiswa koas lintas angkatan dan akan terus
bertambah pada setiap periodenya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penumpukan
mahasiswa profesi. Penumpukan ini menyebabkan semakin kecilnya kesempatan penggunaan
dental unit. Dimana sebelum masa pandemik dan berdasarkan kurikulum integrasi mahasiswa
koas perangkatan hanya mendapatkan jatah 1 kursi gigi per departemen per harinya. Alokasi
tersebut harus dibagi lagi secara merata antar mahasiswa dalam 1 angkatan. Apabila jumlah
angkatan koas terus bertambah maka ketersediaan dental unit semakin sedikit dan tidak mampu
menampung jumlah seluruh mahasiswa koas.
Sejak munculnya pandemi COVID-19 telah diberlakukan physical distancing. Hal
tersebut juga berdampak pada penggunaan dental unit yang mengacu pada protokol physical
distancing. Penggunaan dental unit pasti berkurang untuk saling memberikan jarak yang aman
antar pasien dan antar operator. Jumlah dental unit yang berkurang ketersediaannya tersebut
akan menurunkan peluang kerja koas. Penerapan physical distancing juga berdampak pada
pembatasan jumlah ko-ass yang bekerja setiap harinya. Hal tersebut berdampak pada semakin
sulit dan lama dalam penyelesaian requirement.
Masyarakat mengetahui bahwa COVID-19 menyebar melalui droplet, dimana perawatan
dental selalu berkontak dengan droplet. Sehingga masyarakat lebih memilih untuk menunda
perawatan gigi sampai keadaan benar-benar aman. Hal tersebut menyebabkan mahasiswa koas
akan semakin sulit untuk mencari pasien untuk dirawat. Sehingga pemenuhan requirement
kompetensi akan semakin sulit.
Keberadaan pandemi COVID-19 memberikan banyak dampak bagi mahasiswa koas
seperti yang telah dipaparkan. Sehingga pelaksanaan kegiatan koas secara ideal seperti pada
masa pra-pandemi sulit dilakukan. Diperlukan adanya adaptasi sesuai dengan keadaan sekarang
termasuk yang bersangkutan dengan requiremen klinik. Guna menghindari adanya penumpukan
mahasiswa koas, molornya masa studi, dan terjaminnya keamanan bagi operator dan pasien
selama dan pasca pandemi maka diperlukan adanya relaksasi requirement klinik secara kuantitas
tanpa mengurangi kualitas dan kompetensi minimal dokter gigi.

Anda mungkin juga menyukai