Anda di halaman 1dari 127

KARYA ILMIAH AKHIR

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN
DI SAWAHAN - SURABAYA

NINIK MARIA UFA, S.Kep


NIM. 1120022122

DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Kom
NPP. 13 06 882

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2023
KARYA ILMIAH AKHIR

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN
DI SAWAHAN - SURABAYA

NINIK MARIA UFA


NIM. 1120022122

DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH , S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NPP. : 13 06 882

PRODI STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023

ii
KARYA ILMIAH AKHIR

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN
DI SAWAHAN - SURABAYA

Disusun untuk Memperoleh Gelar Profesi Ners (Ns.)


Dalam Program Studi Profesi Ners
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Oleh:
NINIK MARIA UFA
NIM. 1120022122

DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH , S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NPP. : 13 06 882

PRODI STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023

iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Ninik Maria Ufa S. Kep

NIM : 1120022122

Tanda tangan :

Tanggal : 20 Februari 2023

iv
LEMBAR PERSETUJUAN KARYA ILMIAH AKHIR

Judul : Analisis Asuhan Keperawatan Keluarga pada Klien TB Paru Dengan Edukasi
Berbasis Theory Of Planned Behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan
di Sawahan – Surabaya
Penyusun : Ninik Maria Ufa S. Kep
NIM : 1120022122
Pembimbing : Rusdianingseh, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom.
Tanggal Ujian : 20 Februari 2023

Disetujui Oleh :

Pembimbing,
Rusdianingseh, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom. : . .. . ...................................................................
NPP. 1306882

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep.


NPP. 0206713

v
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN
DI SAWAHAN – SURABAYA

KARYA ILMIAH AKHIR INI TELAH DISETUJUI

Oleh :
Pembimbing,

Rusdianingseh, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom


NPP. 1306882

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep.


NPP. 0206713

vi
Karya Ilmiah Akhir ini telah diajukan oleh :

Nama : Ninik Maria Ufa S. Kep


NIM : 1120022122
Progtam Studi : Profesi Ners
Judul : Analisis Asuhan Keperawatan Keluarga pada Klien TB Paru Dengan Edukasi
Berbasis Theory Of Planned Behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan
di Kecamatan Sawahan – Surabaya

Karya Ilmiah Akhir ini telah diuji dan dinilai


Oleh tim penguji pada

Program Studi Profesi Ners


Pada tanggal : Februari 2023

Tim Penguji:
Ketua,
Rusdianingseh, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom. : ..........................................
NPP. 1306882

Penguji I,
Nety Mawarda Hatmanti ,S.Kep., Ns., M.Kep. : ..........................................
NPP. 1105812

Penguji II,
Muhamad Khafid, S.Kep., Ns., M.Si : ..........................................
NPP. 9104350

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep.


NPP. 0206713

vii
LEMBAR PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Ninik Maria Ufa S. Kep
NIM : 1120022122
Progtam Studi : Profesi Ners
Fakultas : Keperawatan dan Kebidanan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Nahdlatul Ulama Surabaya Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Nonexclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN
DI KECAMATAN SAWAHAN – SURABAYA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Surabaya
Pada Tanggal : 20 Februari 2023
Yang menyatakan,

Ninik Maria Ufa, S.Kep.


NIM. 1120022122

viii
ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend
di Indonesia. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan
keluarga penderita tuberkulosis mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil
dalam meningkatkan risiko penyebaran dan penularan penyakit ini. Salah satu
penatalaksanaan defisit pengetahuan dengan edukasi berbasis theory of planned behavior.
Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan edukasi berbasis theory of planned behavior
dalam mengatasi defisit pengetahuan
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuisioner dan SOP edukasi pasien .Subyek
penelitian ini yaitu keluarga Tn. S dengan TBC Paru dengan diagnose keperawatan defisit
pengetahuan.
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan implementasi selama 1 bulan dengan 4 kali
tatap muka dan penyampaian pesan pengingat tiap 2 hari sekali selama 1 bulan melalui
WhatsApp Didapatkan adanya peningkatan pengetahuan yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan perilaku terhadap penyakit TBC .
Studi kasus menunjukkan bahwa edukasi berbasis theory planned behaviour dapat
menjadi terapi alternatif untuk mengatasi defisit pengetahuan pada keluaga dengan TBC
Paru.

Kata kunci: Edukasi, Defisit Pengetahuan, TB Paru, Theory Of Planned Behaviour

ix
ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is a disease that is currently a trend in Indonesia. The low level of
knowledge and lack of information from the community and families of tuberculosis sufferers
regarding the presence of tuberculosis also contributes to increasing the risk of spreading and
transmitting this disease. One of the management of knowledge deficit is education based on
the theory of planned behavior. The aim of this research is to find out the application of
education based on the theory of planned behavior in overcoming knowledge deficits
This research method uses a descriptive method with a case study approach. The
instruments used were questionnaire sheets and patient education SOPs. The subject of this
study was the family of Mr. S with pulmonary tuberculosis with a nursing diagnosis of
knowledge deficit.
The results obtained after being implemented for 1 month with 4 face-to-face
meetings and delivery of reminder messages every 2 days for 1 month via WhatsApp It was
found that there was an increase in knowledge as indicated by a change in behavior towards
TB disease.
Case studies show that education based on theory of planned behavior can be an
alternative therapy to overcome knowledge deficits in families with pulmonary tuberculosis.

Keywords: Education, Knowledge Deficit, Pulmonary TB, Theory Of Planned Behavior

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah
akhir ini dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Keluarga pada klien TB
Paru dengan Edukasi berbasis Theory Of Planned Behaviour untuk mengatasi
Defisit Pengetahuan Di Kecamatan Sawahan Surabaya “. Sebagai salah satu syarat
akademik dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Ners di
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Penulisan karya ilmiah akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik materi, moral maupun spiritual. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rusdianingseh, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom, selaku dosen pembimbing yang
dengan penuh perhatian mendampingi dan mengarahkan penulis dalam
menyusun Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Ners Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Khamida, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
4. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng, selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
5. Seluruh dosen dan staf Kependidikan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya yang telah memberikan ilmu sebagai
bekal untuk melakukan penelitian ini.
6. Bapak Dudung Cahyono selaku ketua RT 003 RW 013 Patemon Sawahan
Surabaya yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian
7. Klien dan Keluarga Tn “S” responden yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini.
8. Keluarga besar tercinta, suami dan anak anak ku yang telah memberi dorongan,
doa restu dan dukungan baik materi maupun mental dan spiritual selama
penulisan hingga terselesainya karya akhir ilmiah ini.
9. Semua pihak-pihak yang terkait dalam kelancaran pembuatan karya ilmiah akhir
ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal dan perbuatan
yang telah diberikan dan penulis menyadari bahwa naskah perbaikan karya ilmiah
akhir ini belum sempurna, oleh karena itu saran yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapakan demi perbaikan karya ilmiah akhir ini.
Akhirnya penulis berharap semoga perbaikan karya ilmiah akhir ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis dan pihak yang membutuhkannya.

Surabaya, 20 Februari 2023


Penulis

Ninik Maria Ufa, S. Kep

xi
DAFTAR ISI

Sampul Depan....................................................................................................................... i
Sampul Dalam....................................................................................................................... ii
Lembar Pernyataan Orisinalitas ............................................................................................ iv
Lembar Persetujuan Karya Ilmiah Akhir ............................................................................... v
Lembar Pengesahan ............................................................................................................. vi
Lembar Pengajuan............................................................................................................... vii
Abstrak ................................................................................................................................ ix
Kata Pengantar ..................................................................................................................... xi
Daftar Isi ............................................................................................................................. xii
Daftar Tabel ....................................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran .................................................................................................................. xv
Daftar Arti Lambang Dan Singkatan .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar ................................................................................................................... 6
1. Konsep Dasar Tuberkulosis Paru .................................................................................. 6
2. Konsep Keluarga ........................................................................................................ 15
3. Konsep Edukasi .......................................................................................................... 20
4. Konsep Teory Of Planned Behavior ............................................................................ 28
5. Konsep Defisit Pengetahuan ....................................................................................... 31
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga ................................................................ 36
1. Pengkajian Keperawatan keluarga............................................................................... 36
2. Diagnosis Keperawatan Keluarga ............................................................................... 39
3. Intervensi Keperawatan Keluarga ............................................................................... 40
4. Implementasi Keperawatan Keluarga .......................................................................... 40
5. Evaluasi Keperawatan Keluarga.................................................................................. 40
C. Evidence Based Nursing ................................................................................................. 41

BAB 3 METODE PENELITIAN


A. Desain penelitian ............................................................................................................ 44
B. Lokasi dan Waktu ........................................................................................................... 44
C. Subjek Penelitian ............................................................................................................ 45
D. Pengumpulan Data ......................................................................................................... 45
E. Etika Penelitian ............................................................................................................... 46

BAB 4 GAMBARAN KASUS


A. Pengkajian Keperawatan Keluarga.................................................................................. 48
B. Diagnosis Keperawatan................................................................................................... 52
xii
C. Intervensi Keperawatan................................................................................................... 52
D. Implementasi Keperawatan ............................................................................................. 53
E. Evaluasi keperawatan ...................................................................................................... 54

BAB 5 PEMBAHASAN
A. Analisis Asuhan Keperawatan dengan Konsep Kasus Terkait ......................................... 56
B. Analisis Penerapan Intervensi ......................................................................................... 58

BAB 6 PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 63
B. Saran .............................................................................................................................. 63

xiii
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 2.1 Evidance Based Nursing (EBN) 40
Tabel 4.1 Komposisi Keluarga 123
Tabel 4.2 Pemeriksaan Fisik 123
Tabel 4.3 Tingkat Kemandirian Pasien 123
Tabel 4.4 Indikator Keluarga SEjahtera 123
Tabel 4.5 Analisa Data 123
Tabel 4.6 Penilaian (Skoring) Prioritas Masalah 123
Tabel 4.7 Intervensi Keperawatan 123
Tabel 4.8 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan 123

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman


Lampiran 1 Surat Pengajuan Judul KIA 66
Lampiran 2 Surat Ijin Pengambilan Data Pnelitian 67
Lampiran 3 Surat Jawaban Penelitian 68
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian (Informed Concent) 69

Lampiran 5 Lembar Penjelasan Penelitian Untuk Disetujui (Information 70


for Concent)
Lampiran 6 Lembar Pengunduran Diri 71
Lampiran 7 Lembar Asuhan Keperawatan 72
Lampiran 8 Lembar Kuisioner 92
Lampiran 9 Lembar SOP edukasi 93
Lampiran 10 Lembar leafleat 95
Lampiran 11 Lembar Konsultasi 97

xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang


% : Persentase
& : Dan
II : Dua
. : Titik
, : Koma
̶ : Sampai
/ : Atau
= : Sama dengan
x : Kali
°C : Derajat celcius
+ : Kurang lebih
< : Kurang dari
> : Lebih dari
< : Kurang dari sama dengan
> : Lebih dari sama dengan

Daftar Singkatan
BPS : Badan Pusat Statistik
BUN : Blood Urea Nitrogen
CKD : (Chronic Kidney Disease)
CRT : Capillary Refile Time
Depkes : Departemen Kesehatan
dkk : Dan Kawan-Kawan
DNP : Dispnoe Nokturnal Paroksismal
DO : Data Objektif
Dr. : Doktor
DS : Data Subjektif
EBN : Evidence Based is Nursing
EKG : Elektrokardiogram
et al. : et alii, et alia
GABA : Gama Amino Batiric Acid
GCS : Glasgow Coma Scale
IGD : Instalasi Gawat Darurat
Ir. : Insinyur
M. Eng. : Master of Engineering
mEq : Milliequivalents
mg : Miligram
mg/dL : Milligram/desiliter
ml : Mililiter
M. Kep. : Magister Keperawatan
mmHg : Milimeter Hydrargyrum
MRS : Masuk Rumah Sakit
N : Nadi
NIM : Nomor Induk Mahasiwa

xvi
NSAID : Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs
P : Provocate
PDPERSI : Pusat Data dan Informasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia
PKU : Pembinaan Kesejahteraan Umat
PMO : Pengawas Minum Obat
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Prodi : Program Studi
Prof . : Profesor
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RI : Republik Indonesia
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
RR : Respiration Rate
RS : Rumah Sakit
SDKI : Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
SIKI : Standar Intrevensi Keperawatan Indonesia
S.Kep : Sarjana Keperawatan
SLKI : Standar Luaran Keperawatan Indonesia
SpO2 : Blood Oxygen Saturation
TIA : Transient Ischemic Attack
IMA : Infark Miocard Acut
TBC : Tuberkulosis
TD : Tekanan Darah
TTV : Tanda-tanda Vital
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend

di Indonesia. Dan masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat dunia.

Rendahnya pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan keluarga penderita

tuberkulosis mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil dalam meningkatkan

risiko penyebaran dan penularan penyakit ini. Tingkat pengetahuan mengenai TB di

masyarakat masih rendah walaupun TB paru merupakan penyakit yang sangat luas di

masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari

masyarakat bahwa TB paru merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan

pengelolaan utamanya adalah mengobati gejalanya saja. Pengetahuan yang terbatas

tentang TB paru ini membuat penyakit ini sering kali tidak tertangani dengan baik

(Fairawan, 2009). Penanggulangan tuberkulosis yang dibuat oleh Depkes RI dalam

bidang promotif adalah dengan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan tentang

tuberkulosis perlu dilakukan karena masalah tuberkulosis banyak berkaitan dengan

masalah defisit pengetahuan dan perilaku masyarakat (Kumboyono, 2011).

Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2021), Tuberkulosis (TBC)

masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Pada tahun 2020, terdapat 9.9

juta orang di dunia sakit TBC, dan 1,5 juta nyawa meninggal akibat penyakit TBC yang

dapat dicegah dan diobati ini. (23 Mar 2022). Berdasarkan Global TB Report 2021,

diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil

ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323

(48%). Masih ada sekitar 52% kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan

1
namun belum dilaporkan. Pada tahun 2022 data per bulan September untuk cakupan

penemuan dan pengobatan TBC sebesar 39% (target satu tahun TC 90%) dan angka

keberhasilan pengobatan TBC sebesar 74% (target SR 90%). Penyakit tuberkulosis

(TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah

kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.

Penemuan kasus TBC sangat dipengaruhi oleh kondisi pandemi COVID-19. Namun,

di tengah suasana pandemi tersebut, Provinsi Jawa Timur berhasil menemukan 43.268

jiwa penderita TBC pada 2021. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ketiga di

Indonesia. Dengan semakin banyak yang ditemukan, mereka yang terdiagnosis TBC

dapat segera diobati dan tidak lagi menularkan kepada orang di sekitarnya. Menurut BPS

Jawa Timur tahun 2021 Kota Surabaya merupakan terbanyak pertama kasus TBC,sebesar

4.475 dari 41.531 kasus TBC yang ditemukan. Atau penyumbang sebesar 10% dari kasus

yang ada di Jawa Timur. Pada tahun 2021 TBC di Poli Paru RSI ditemukan sebanyak

85 jiwa penderita TB yang meliputi kasus TB baru,kambuh maupun drop out. Sedangkan

tahun 2022 ini meningkat menjadi 171 jiwa penderita atau meningakat 200% dari

penderita TB yang ada.

Masyarakat sangat mudah tertular penyakit TB Paru dikarenakan kurangnya

pengetahuan atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat pendidikan dan umur

mempengaruhi informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat dan kondisi

tubuh lemah mempermudah terpapar kuman-kuman TB Paru. Dalam pelayanan

kesehatan khususnya TB paru tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang

terdekat dengan pasien. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga

dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Kemenkes RI, 2017). Dengan

memberikan edukasi yang benar untuk mengatasi defisit pengetahuan pada anggota

keluarga akan memberi banyak keuntungan. Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO

2
(Pengawas Minum Obat), karena dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani, dihormati dan tinggal dekat

dengan penderita serta bersedia membantu penderita dengan sukarela (Notoatmodjo,

2014). Peran keluarga sebagai motivator sudah optimal. Keluarga sebagai PMO berperan

memberikan motivasi atau dorongan agar pasien termotivasi untuk menjalani pengobatan

sesuai aturan hingga pasien sembuh. Bentuk peran yang diberikan adalah berupa

dukungan moral dan harapan kesembuhan bagi pasien. Seorang PMO yang akan

mengawasi pasien dalam proses pengobatan yang lama,teratur ,terus menerus dan tidak

boleh putus, memberikan edukasi mengenai penyakit TB paru kepada pasien, memberi

motivasi, mengantar pasien menjemput obat, bahkan saat pasien tidak mampu datang

menjemput obat atau mengantar sputum untuk pemeriksaan follow up pengobatan

(Notoatmodjo, 2014)

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya pengendalian penyakit tuberkolosis

(TB) Paru sejak 1995 dengan strategi DOTs (Kemenkes RI, 2016). Salah satu upaya

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis adalah dengan

melakukan upaya pendidikan kesehatan pada masyarakat. Pendidikan kesehatan adalah

suatu upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.

Pendidikan kesehatan pada masyarakat pada hakekatnya adalah upaya menyampaikan

pesan kesehatan kepada individu, kelompok, masyarakat, sehingga dapat memperoleh

pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan yang diterima pada akhirnya

diharapkan dapat mempengaruhi perilaku. Theory of Planned Behavior adalah teori yang

meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat dipertimbangkan dan

direncanakan. Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa peneliti, seperti

Ajzen dan Sharma dalam Nuary (2010). Wellington et al (dalam Nuary, 2010)

menyatakan Theory of Planned Behavior memiliki keunggulan dibandingkan teori

3
keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku

yang dapat mengidentifikasi keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas sesuatu

yang akan terjadi dari hasil perilaku, sehingga hal ini membedakan antara perilaku

seseorang yang berkehendak dan yang tidak berkehendak.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya upaya untuk membuktikan edukasi

berbasis theory of planned behaviour untuk mengatasi defisit pengetahuan keluarga

klien TB paru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis ingin

merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana edukasi berbasis theory

of planned behaviour untuk mengatasi Defisit Pengetahuan pada klien TB Paru di

Patemon 3/110 RT: 003 RW: 013 Patemon Sawahan Surabaya?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien Tb Paru dengan edukasi berbasis

theory of planned behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan di Patemon 3/110

RT : 003 RW: 013 Patemon Sawahan Surabaya.

2.Tujuan Khusus

a. Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien Tb Paru dengan edukasi

berbasis theory of planned behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan di Patemon

3/110 RT : 003 RW: 013 Patemon Sawahan Surabaya

b. Menganalisis penerapan edukasi berbasis theory of planned behaviour untuk

Mengatasi Defisit Pengetahuan di Patemon 3/110 RT : 003 RW: 013 Patemon Sawahan

Surabaya

4
D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat di Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan acuan kaitannya dengan edukasi

berbasis theory of planned behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan pada klien

TB paru di perawatan keluarga.

2. Manfaat di Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu wacana dan tambahan informasi tentang salah satu tindakan

mandiri perawat dalam pemberian edukasi berbasis theory of planned behaviour pada

klien TB Paru diperawatan keluarga.

3. Manfaat bagi Penelitian Keperawatan

Digunakan sebagai acuan dalam penelitian berikutnya karena berperan sebagai

masukan dan tambahan data ,digunakan sebagai kerangka konsep dalam

mengembangkan ilmu keperawatan dan menambah wawasan dalam pemberian edukasi

berbasis theory of planned behaviour pada klien TB Paru diperawatan keluarga.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Konsep Dasar Tuberkulosis Paru


a. Pengertian

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan

kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi

bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh

pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular

melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan

karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang

paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya.

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis) (Winthoko, 2019).

b. Etiologi

Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA positif

pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada

suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh

manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru

kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita

6
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat

positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak

menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam

udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Hamdan, 2021).

c. Patofisioogi

Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)

terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman

basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan

reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai

permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai

tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang

besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus,

basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak

pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme

tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang

akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut. Pneumonia seluler ini

dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses

dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel.

Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini

membutuhkan waktu 10 – 20 hari.

7
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti

keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer.

Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang

terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan

granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan

membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan

fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer

dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah

pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi

tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan

trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil

dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-

rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini

sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.

Kavitasi yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan

jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan

tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan

perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung

sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul

yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau

membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang

lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang

kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini

dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran

8
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis

milier ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak

organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.

komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di

luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks,

efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis

usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis milier (Hamdan, 2021).

d. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan

paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan

dimulai. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru. (Wahdi & Puspitosari, 2021).

1) Tuberculosis Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru BTA (+)

Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2

pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS

hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.

2) Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan

gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.

b) Tuberculosis Ekstra Paru

TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, (Istiawan et al.,

2016) yaitu :

9
1) TBC ekstra-paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang

belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2) TBC ekstra-paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC

tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

b. Tipe Penderita

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu:

1. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

2. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA (+).

3. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan

kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa

surat rujukan/pindah (Form TB.09).

4. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau

lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

e. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik

tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan

10
gejala yang khas. Menurut (Wahdi & Puspitosari, 2021) Biasanya keluhan yang muncul

adalah : Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari. Batuk, terjadi

karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang mengeluarkan produksi radang,

dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum). Sesak nafas,

terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.Nyeri dada. Nyeri

dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

f. Komplikasi

Komplikasi dari TB paru (Wahdi & Puspitosari, 2021) adalah :Pleuritis Tuberkulosa,

Efusi Pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura), Tuberkulosa Milier,

Meningitis Tuberkulosa

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru menurut (Wahdi & Puspitosari,

2021) adalah :

1) Pemeriksaan Diagnostik

2) Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA

diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu:

dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan

hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali

negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan

didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.

3) Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri taham

asam.

11
4) Skin test (PPD, Mantoux)

Hasil tes mantaoux dibagi menjadi Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux

negative atau hasil negative, indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan

,indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif ,indurasi lebih dari 16 mm hasil

mantoux positif kuat

Reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi kemerahan

yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen

tuberculin

5) Rontgen Dada

Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari

lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan

Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa. Pemeriksaan histology atau kultur

jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis. Biopsi jaringan paru

Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.

6) Pemeriksaan elektrolit

Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.

7) Analisa gas darah (AGD)

Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.

8) Pemeriksaan fungsi paru

Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara

pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi

parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis

kronis).

h. Penatalaksanaan

1) Pengobatan TBC Paru

12
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:

a) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari dengan

tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakteri sidal),

menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah

timbulnya resistensi obat (Wahdi & Puspitosari, 2021)

b)Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari

atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek

sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan

yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg (Wahdi & Puspitosari, 2021).

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan,

nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan

radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA

langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8

bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada

permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan

radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas

memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk

perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh.

2) Perawatan bagi penderita Tuberculosis

Perawatan yang harus dilakukan pada penderita Tuberculosis Paru adalah : Awasi

penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga.

Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan. Mencukupi

kebutuhan gizi seimbang penderita. Istirahat teratur minimal 8 jam per hari.

Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan

enam.Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang

13
baik.Pencegahan penularan TBC. Tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan

dengan menutup mulut bila batuk ,membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang

dahak pada wadah tertutup yang diberi lisol ,makan makanan bergizi, memisahkan alat

makan dan minum bekas penderita,memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan

ventilasi yang baik Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010).

i. Dampak

Penyakit Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit yang sangat

mempengaruhi kehidupan individu.

Dampak Tuberkulosis paru menurut (Mariam & Others, 2018) antara lain:

1) Terhadap individu

Secara biologis ,adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus,

sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada

malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi. Secara psikologis biasanya klien

mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga

keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.

Secara Sosial adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan

penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya. Secara spiritual adanya distress

spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga

menganggap penyakitnya yang menakutkan. Produktifitas menurun oleh karena

kelemahan fisik.

2) Terhadap keluarga

Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang

pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit. TB Paru serta kurang pengetahuan

penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan penularan penyakit. Produktifitas

menurun,terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pemenuhan

14
kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk

biaya pengobatan. Secara psikologis peran keluarga akan berubah dan diganti oleh

keluarga yang lain. Secara Sosial, keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena

sebagian besar masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru.

3) Terhadap masyarakat

Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan Penderita

TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada

masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru. Lima langkah

strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam 3

minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah,

pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada

sistem pencatatan / pelaporan.

2. Konsep Keluarga
a. Definisi

Keluarga adala sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,

kelahira yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota (

Duvall). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat ole hubungan

darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu

sama lain (Mubarak, 2011).

Bailon dan Maglaya (1997) dalam Susanto (2012) mengatakan bahwa keluarga

adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah,

perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama

lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya..

15
b. Struktur Keluarga

Friedman (1998) dalam Harmoko (2012) menyatakan struktur keluarga antara lain:

1) Struktur Peran Keluarga

Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang

individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi

harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran-peran

tersebut.

2) Sistem Nilai dalam Keluarga

Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap dan kepercayaan tentang

nilai suatu keseluruhan atau konsep yang secara sadar maupun tidak sadar mengikat

bersama-sama seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya yang lazim.

3) Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan

mengungkapkan pengertian dalam keluarga.

4) Struktur Kekuasaan dalam Keluarga

Kekuasaan keluarga sebagai sebuah karakteristik dari sistem keluarga adalah

kemampuan, baik potensial maupun aktual dari seorang individu untuk mengubah

tingkah laku anggota keluarga.

c. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Susanto (2012). Fungsi keluarga

secara afektif dan koping, keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota,

membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

Secara sosialisasi keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap dan

mekanisme koping; memberikan feed back dan memberikan petunjuk dalam pemecahan

masalah. Secara reproduksi keluarga melahirkan anaknya. Secara ekonomi keluarga

16
memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat. Dan

secara fisik atau keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk

penyembuhan dari sakit.

d . Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Menurut Friedman (1981) dalam Setyawan (2012) sesuai dengan fungsi keluarga

dalam pemeliharaan kesehatan, maka keluarga juga mempunyai tugas dalam bidang

kesehatan, yang antara lain adalah:

1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang

dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab

keluarga, oleh karena itu perlu mencatat dan memperhatikan segala perubahan yang

terjadi dalam keluarga.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya masalah.

Apakah keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, menyerah terhadap masalah

yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit,adalah sikap negatif terhadap

masalah kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada,

kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan, dan apakah keluarga mendapat

informasi yang benar atau salah dalam tindakan mengatasi m

3) Memberikan perawatan kepada anggota keluaraganya yang sakit. Ketika memberikan

perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga harus mengetahui beberapa

hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,

keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota

keluarga yang bertanggung jawab, finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap

keluarga terhadap yang sakit.tidak dapat membantu dirinya sendiri.

17
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan. Dan Hal-hal

yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau menciptakan

suasana rumah yang sehat yaitu sumber- sumber keluarga yang dimiliki, manfaat dan

keuntungan memelihara lingkungan, pentingnya dan sikap keluarga terhadap hygiene

sanitasi, upaya pencegahan penyakit.perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga Hal-hal yang

harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan yaitu

keberadaan fasilitas keluarga, keuntungan- keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas

kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan adanya pengalaman yang kurang baik

terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas yang ada terjangkau oleh

keluarga.kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

f. Tumbuh kembang anak Usia Dewasa

Monks, dkk, (1999:262) membatasi masa remaja yang berkisar dari usia 12 sampai 20

tahun yakni sampai selesainya pertumbuhan fisik dan sudah mencapai kemampuan

reproduksi. Kemudian memasuki usia dewasa yang sudah memiliki kematangan baik dari

pertumbuhan fisik dan psikis yang ditandai dengan kematangan dan kekuatan mental,

kemampuan berpikir, kemampuan dalam memahami, dan kemampuan dalam mengingat.

Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal,

identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental

age-nya.Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa

awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari

segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan

sudah lebih realistis

Seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan

hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal

18
dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa

tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang

lain). Dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun samapi kira-kira umur 40 tahun, saat

perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan

reproduktif (John W. Berry,2009 ). Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda

ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan,

orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically

trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial

(social role trantition). Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak

dariperkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya

pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa

ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting.( Lajnah Pentashihan Mushaf Al-

Quran. (2014).

Tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga,

mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai

warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan

suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai

menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Dari segi fisik, masa dewasa

awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini

akan mengalami degradasi sedikit- demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih

tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih

sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada

steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa

dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam

menyelesaikan suatu masalah. (Patricia H.Miller, 2013)

19
3. Konsep Edukasi
a. Definisi

Menurut Fitriani, (2021), edukasi atau pendidikan merupakan pemberian

pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui pembelajaran, sehingga seseorang atau

kelompok orang yang mendaapat pendidikan dapat melakukan sesuai yang diharapkan

pendidik, dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak mampu mengatasi

kesehatan sendiri menjadi mandiri.

Menurut Za’im Luthfya, (2020) Pendidikan kesehatan adalah proses meningkatkan

kontrol dan memperbaiki kesehatan individu maupun masyarakat dengan membuat

mereka peduli terhadap pola perilaku dan pola hidup yang dapat mempengaruhi

kesehatan.

Edukasi adalah suatu proses usaha memberdayakan perorangan, kelompok, dan

masyarakat agar memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui

peningkatan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan, yang dilakukan dari, oleh, dan

masyarakat sesuai dengan faktor budaya setempat (Fitriani, 2021). Suatu konsep praktik

pendidikan dalam bidang kesehatan (Fatimah, 2021) Edukasi pada hakikatnya adalah

suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok

atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok

atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

(Fatimah, 2021).

b. Tujuan Edukasi

Menurut (Cendikia, 2020) terdapat tiga tujuan utama dalam pemberian edukasi

kesehatan. Agar seseorang itu mampu untuk menetapkan masalah dan kebutuhan yang

mereka inginkan, memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan

dan menggunakan sumber daya yang ada,me ngambil keputusan yang paling tepat untuk

meningkatkan kesehatan
20
c. Sasaran Edukasi

Sasaran Edukasi menurut (Putra et al., 2020) ada tiga sasaran yaitu: 1) Edukasi

individu yaitu edukasi yang diberikan dengan sasaran individu. 2) Edukasi pada

kelompok yaitu edukasi yang diberikan itu dengan sasaran kelompok. 3) Edukasi

masyarakat yaitu edukasi yang diberikan dengan sasaran masyarakat.

d. Metode edukasi

Menurut Notoatmodjo Baroroh et al., (2018), berdasarkan pendekatan sasaran yang

ingin dicapai, penggolongan metode edukasi yaitu:

1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan Metode ini bersifat individual dan

biasanya digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai

tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan

individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda

sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk pendekatannya

yaitu:

a). Bimbingan Dan Penyuluhan

b). Wawancara

2) Metode Berdasarkan pendekatan Kelompok

Penyuluhan berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam penyampaian

edukasi dengan metode ini kita perlu mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran

serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Berdasarkan metode dan banyaknya peserta,

edukasi kelompok dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok besar dan kelompok

kecil (Putra et al., 2020). Kelompok besar yaitu sautu kelompok yang jumlah pesertanya

lebih dari 15 orang. Metode yang baik dalam kelompok ini adalah ceramah dan seminar.

Metode ceramah merupakan metode yang disampaikan seorang pembicara didepan

sebuah forum yang dilakukan secara lisan sehingga kelompok sasaran dapat memperoleh

21
suatu informasi yang disampaikan. Sedangkan seminar merupakan suatu kelompok yang

dibuat untuk bersama-sama membahas suatu permasalahan yang ingin diselesaikan yang

dipimpin oleh seseorang yang ahli dibidangnya. Kelompok kecil merupakan suatu

metode dalam edukasi kesehatan dengan jumlah peserta kurang dari 15 orang.

Di dalam kelompok kecil terdapat beberapa metode yang bisa dilakukan yaitu

diskusi kelompok, bermain peran dan permainan simulasi. Diskusi kelompok merupakan

suatu metode dalam kelompok kecil yang semua anggota kelompok dapat bebas untuk

berpartisipasi dalam menyampaikan pendapat. Didalam diskusi ini terdapat seorang

pemimpin yang dapat mengatur serta mengarahkan jalannya sebuah diskusi sehingga

tidak ada peserta yang dominan dalam kelompok tersebut dalam penyampaian pendapat.

Bermain peran merupakan suatu metode yang bisa digunakan yaitu dengan

memperagakan peran masing-masing yang dilakukan oleh anggota kelompok dengan

memperlihatkan interaksi dalam menjalankantugas. Permainan simulasi merupakan suatu

metode penggabungan antara metode diskusi kelompok dan bermain peran. Dalam

permainan simulasi ini anggota kelompok dibagi menjadi dua, sebagian pemain dan

sebagian menjadi narasumber (Fitriani, 2021).

3) Metode Berdasarkan Pendekatan massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan pesan kesehatan

yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum,

dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social

ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang

ingin disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh

massa.

e. Factor yang mempengaruhi edukasi

22
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pemberian edukasi dapat mencapai

sasaran (Fitriani, 2021) yaitu :

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang

diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya,

semakin mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya.

2) Tingkat sosial ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi

baru.

3) Adat istiadat

Masyarakat kita sangat menghargai dan menganggap adat istiadat sebagai sesuatu yang

tidak boleh diabaikan.

4) Kepercayaan masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang

sudah kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat dengan penyampaian informasi.

5) Ketersediaan waktu dimasyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk

menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

f.. Media Edukasi

Ada bermacam macam media edukasi menurut Imran Tutuli,S.Pd,M.Pd (2021).

Antara lain :

1) Media Audio

Macam-macam media pembelajaran audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio dari

sumber pesan ke penerima pesan. Media audio berkaitan erat dengan indera pendengaran.

Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media audio dapat menyampaikan pesan verbal

23
(bahasa lisan atau kata-kata) maupun non verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi). Contoh

media seperti radio, tape recorder, telepon, laboratorium bahasa, dan lain-lain.

2) Media Visual

Macam-macam media pembelajaran visual adalah media yang hanya mengandalkan

indera penglihatan. Jenis media pembelajaran visual menampilan materialnya dengan

menggunakan alat proyeksi atau proyektor. Pesan yang akan disampaikan dituangkan

ke dalam bentuk-bentuk visual. Selain itu fungsi media visual juga berfungsi untuk

menarik perhatian, memperjelas sajian ide, menggambarkan fakta yang mungkin dapat

mudah untuk dicerna dan diingat jika disajikan dalam bentuk visual. Macam-macam

media pembelajaran visual ini dibedakan menjadi dua yaitu media visual diam dan media

visual gerak. Berikut penjelasannya :

a) Media Visual Diam

Berupa foto, ilustrasi, flashcard, gambar pilihan dan potongan gambar, film bingkai, film

rngkai, OHP, grafik, bagan, diagram, poster, peta, dan lain-lain.

b) Media visual gerak

Berupa gambar-gambar proyeksi bergerak seperti film bisu dan sebagainya.

3) Media Audio Visual

Macam-macam media pembelajaran audio visual merupakan media yang mampu

menampilkan suara dan gambar. Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual

dibedakan menjadi 2 yaitu madia audio visual diam, dan media audio visual gerak.

Berikut penjelasannya:

a) Media audiovisual diam

Berupa TV diam, film rangkai bersuara, halaman bersuara, buku bersuara.

b) Media audio visual gerak

Berupa film TV, TV, film bersuara, gambar bersuara, dan lain-lain.

24
4) Media Serbaneka

Macam-macam media pembelajaran serbaneka merupakan suatu media yang disesuaikan

dengan potensi di suatu daerah, di sekitar sekolah atau di lokasi lain atau di masyarakat

yang dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran. Contoh macam-macam media

pembelajaran serbaneka di antaranya adalah papan tulis, media tiga dimensi, realita, dan

sumber belajar pada masyarakat. Berikut penjelasannya :

a) Papan (board) yang termasuk dalam media ini di antaranya papan tulis, papan buletin,

papan flanel, papan magnetik, papan listrik, dan papan paku.

b) Media tiga dimensi di antaranya model, mock up, dan diorama.

c) Realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya. Contoh pemanfaatan

realit misalnya guru membawa kelinci, burung, ikan atau dengan mengajak siswanya

langsung ke kebun sekolah atau ke peternakan sekolah.

d) Sumber belajar pada masyarakat di antaranya dengan karya wisata dan berkemah.

5) Gambar Fotografi

Gambar fotografi diperoleh dari beberapa sumber, misalnya dari surat kabar, lukisan,

kartun, ilustrasi, foto yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut dapat digunakan oleh

guru secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan tertentu. Terdapat

lima macam gambar fotografi yang harus diperhatikan antara lain:

a) Gambar fotografi itu harus cukup memadai.

b) Gambar-gambar harus memenuhi persyaratan artistik yang bermutu.

c) Gambar fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan jelas.

d) Validitas gambar, yaitu apakah gambar itu benar atau tidak.

e) Memikat perhatian anak, ini cenderung kepada hal-hal yang diamatinya, misalnya,

binatang, kereta api, kapal terbang dan sebagainya.

6) Peta dan Globe

25
Macam-macam media pembelajaran berikutnya adalah peta dan globe ini berfungsi untuk

menyajikan data-data lokasi. Seperti keadaan permukaan (bumi, daratan, sungai sungai,

gunung-gunung), dan tempat- tempat serta arah dan jarak. Kelebihan lain dari peta dan

globe, dalam kegiatan belajar mengajar adalah:

a) Memungkinkan siswa mengerti posisi dari kesatuan politik, daerah kepulauan dan lain

lain.

b) Merangsang minat siswa terhadap penduduk dan pengaruh- pengaruh geografis.

c) Memungkinkan siswa memperoleh gambaran tentang imigrasi dan distribusi

penduduk, tumbuh-tumbuhan dan kehidupan hewan, serta bentuk bumi yang sebenarnya.

g. Pemberian Edukasi pada Pasien dan Keluarga

1) Pengertian

Pemberian edukasi pada pasien dan keluarga adalah usaha atau kegiatan yang

dilakukan dalam rangka memberikan informasi terhadap masalah kesehatan pasien yang

belum diketahui oleh pasien dan keluarganya sedangkan hal tersebut perlu diketahui

untuk membantu atau mendukung penatalaksanaan medis dan atau tenaga kesehatan

lainnya

2) Tujuan

Agar pasien dan keluarga mengerti dan memahami masalah kesehatan yang ada.

Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pasien dan keluarga tentang masalah

kesehatan yang dialami. Membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan

kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal. Agar pasien dan keluarga

berpartisaipasi dalam proses pelayanan yang diberikan.

3) Prosedur Pelaksanaan

a) Pelaksana adalah dokter spesialis/ sub spesialis, dokter umum, perawat, bidan,

therapis, apoteker, ahli gizi, radiographer dan analis yang ditunjuk sebagai edukator.

26
b) Ucapkan salam, petugas memperkenalkan diri

c) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang rencana pendidikan kesehatan yang

akan diberikan sesuai dengan hasil assessment atau identifikasi kebutuhan

pendidikan kesehatan. Informasi tersebut meliputi : materi yang akan diberikan,

tujuan diberikan pendidikan kesehatan, tempat dan lamanya pendidikan kesehatan

dilakukan.

d) Siapkan peralatan yang dibutuhkan:

• Materi

• Alat bantu demonstrasi (bila dibutuhkan)

• Formulir pemberian informasi/ edukasi

• Alat tulis

e) Lakukan pendidikan kesehatan /penyuluhan sesuai dengan materi yang

disiapkan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan

keluarga.

f) Lakukan pendidikan kesehatan/ penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan

topik pendidikan kesehatan yang akan diberikan. Bila materi berupa informasi

seputar pengetahuan, pendidikan kesehatan pasien dilakukan dengan metode

presentasi dan diskusi. Bila materi berupa ketrampilan/ prosedur tindakan (seperti

perawatan payudara, perawatan luka sederhana, dll) pemberian pendidikan kesehatan

dilakukan dengan metode demonstrasi.

g) Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya apabila ada materi yang

dianggap kurang jelas

h) Dokumentasikan tindakan pendidikan kesehatan yang sudah dilakukan dalam lembar

informasi dan edukasi.

27
4. Konsep Teory Of Planned Behavior
a. Definisi

Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang

merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned behavior ini sama seperti teori reason action

yaitu intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu. Intensi dianggap dapat melihat

faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa

keras orang mau berusaha untuk mencoba dan berapa besar usaha yang akan dikeluarkan

individu untuk melakukan suatu perilaku.

Intention adalah indikasi kesiapan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu dan

dianggap sebagai penentu langsung atau penyebab munculnya perilaku. Intention tersebut

dibentuk berdasarkan sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang

dirasakan, dimana tiap-tiap prediktor ini memiliki bobot keterkaitan yang penting

terhadap tingkah laku dan ketertarikan Ajzen menyatakan bahwa niat untuk berperilaku

(intenttion) dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan individu untuk

menampilkan tingkah laku dan seberapa usaha yang direncanakan atau akan dilakukan

untuk menampilkan suatu tingkah laku. Ajzen menegaskan intensi sebagai pendahulu

dari suatu perilaku yang dimunculkan seseorang. Jadi, sebelum perilaku muncul terlebih

dahulu terbentuk intensi atau niat untuk memunculkan perilaku tersebut. Di dalam

konsep Theory of planned behavior terdapat empat elemen yang sering dikenal dengan

istilah TACT, yaitu :

1) Target, yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari

perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu/objek tertentu

(particular object), sekelompok orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang

atau objek pada umumnya (any object).

28
2) Action, yang berati tindakan dan bisa diartikan pula sebagai perilaku yang akan

diwujudkan secara nyata.

3) Context, yang berarti konteks atau situasi. Situasi yang mendukung untuk

dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan).

4) Time, yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu

periode atau jangka waktu yang tidak terbata (Ajzen, 2005).

Setiap orang mempunyai perilaku unik masing-masing. Menurut Grizzell (dalam

Nuary, 2010) Theory of Planned Behavior adalah Theory of Reasoned Action yang

disempurnakan dengan penambahan Perceived Behavior Control. Theory of Planned

Behavior adalah teori yang meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat

dipertimbangkan dan direncanakan. Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa

peneliti, seperti Ajzen dan Sharma dalam Nuary (2010). Wellington et al (dalam Nuary,

2010) menyatakan Theory of Planned Behavior memiliki keunggulan dibandingkan teori

keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku

yang dapat mengidentifikasi keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas sesuatu

yang akan terjadi dari hasil perilaku, sehingga hal ini membedakan antara perilaku

seseorang yang berkehendak dan yang tidak berkehendak.

TPB memiliki tiga variabel independen. Pertama adalah sikap terhadap perilaku

dimana seseorang melakukan penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak

menguntungakan. Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif, hal tersebut

mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi pengendalian perilaku yang

mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan diasumsikan

untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan rintangan

(Ajzen dalam Nuary 2010). Dikutip dari Setyobudi (2008) dalam perkembangannya para

29
ahli berkontribusi untuk melengkapi Theory of Planned Behavior dengan berbagai

tambahan, diantaranya: ethical obligation, self identity (Shaw, Shiu and Clark, 2000),

moral obligation (Harding et al,2000), dan self efficacy (Giles et al, 2004).

b. Cara dan Proses Perubahan Perilaku

Pembentukan perilaku merupakan bagian yang sangat penting dari usaha mengubah

perilaku seseorang. Beberapa langkah mengubah perilaku menurut Mubarak, (2011) :

1. Individu menyadari

Menyadari merupakan proses identifikasi tentang bagian mana yang ingin diubah dan

mengapa perubahan tersebut diinginkan berdasarkan keinginan bukan

paksaan.

2. Individu mau mengganti

Setelah individu menyadari untuk mengubah perilakunya, maka proses

selanjutnya adalah mengganti. Mengganti merupakan proses melawan bentuk

keyakinan, pemikiran, dan perasaan yang diyakini salah.

3. Individu mau mengintropeksi

Intropeksi merupakan proses penilaian mengenai apa yang sudah diraih dan apa

yang perlu dilakukan untuk berubah. Intropeksi berguna untuk mendeteksi diri

4. Kesungguhan

Manusia merupakan indivu yang mempunyai sikap, kepribadian, dan latar

belakang sosial ekonomi yang bersama, sehingga perlu kesungguhan dan dukungan

dari berbagai komponen masyarakat untuk ikut andil dalam mengubah

perilaku.

5. Diawali dari lingkungan keluarga

Peran orang tua sangat membantu untuk menjelaskan serta memberikan contoh

atau panutan mengenai apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak perlu

30
dilakukan.

6. Melalui pemberian penyuluhan

Pemberian penyuluhan sangat penting dilakukan karena dapat meningkatkan

pengetahuan seseorang dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu dan dapat

merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik. Oleh karena itu penyuluhan yang

diberikan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan budaya individu.

Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang

didapat tentang kesehatan misalnya informasi tentang penyakit TB Paru yang

merupakan penyalit menular dan beresiko untuk terkena ke anggota keluarga atas

orang lain disekitarnya.

5. Konsep Defisit Pengetahuan


a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2007).””Pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu

pengetahuan implisit dan eksplisit. Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih

tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak nyata,

seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan implisit seringkali berisi

kebiasaan maupun kebudayaan yang bahkan dapat tidak disadari. Pengetahuan eksplisit

adalah pengetahuan yang tel Tingkat Pengetahuan”

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)
31
Tahu adalah kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

maupun mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan

(Notoatmodjo, 2007).

2. Memahami (comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar (Budiman &

Riyanto, 2013).

3. “Aplikasi (application)”

“Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi sebenarnya (Budiman & Riyanto, 2013). Aplikasi dapat juga

diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip. Misalnya

dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,

dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving) dalam

pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan (Notoatmodjo, 2007).”

4. “Analisis (analysis)”

“Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam

komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu strukur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain (Budiman & Riyanto, 2013).

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis dengan kata lain adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu

formulasi baru dari formulasi–formulasi yang telah ada. Misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkaskan, dan menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

32
6. Evaluasi (evaluation)”

“Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek (Budiman & Riyanto, 2013).””Penilaian

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–

kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi

dengan anak yang kekuarangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat,

dapat menafsirkan sebab–sebab mengapa ibu–ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).”

c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan, yaitu:”

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di

dalam dan di luar sekolah (formal maupun nonformal) dan berlangsung seumur hidup.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin banyak menerima informasi

dan semakin banyak pula pengetahuan yang akan didapat (Budiman & Riyanto,

2013). Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan rendah

tidak berarti berpengetahuan rendah pula, karena pengetahuan tidak mutlak diperoleh

dari pendidikan formal, namun dapat juga diperoleh dari pendidikan nonformal

(Budiman & Riyanto, 2013).

2) Informasi

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan

bahwa informasi adalah sebagai transfer pengetahuan. Informasi dapat dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari, yang dapat kita peroleh dari pengamatan maupun data dari dunia

sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi, pendidikan formal, dan non formal.

Informasi dapat mencakup data, teks, gambar, suara, dan kode (Budiman & Riyanto,

2013).”

33
3) Sosial, Budaya, dan Ekonomi”

“Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi seseorang akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang (Budiman & Riyanto, 2013).”

4) Lingkungan”

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik,

biologis, maupun sosial. Lingkungan akan berpengaruh pada proses masuknya

pengetahuan kepada individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi

karena

adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh individu

(Budiman & Riyanto, 2013).

5) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang sebagai akibat interaksi

dengan lingkungannya. Pengalaman yang semakin banyak maka akan memberikan lebih

banyak keahlian dan keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan yang terus diasah dengan

variasi kasus dapat menambah pengetahuan (Eriawan, et al., 2013).”

6) Usia

Usia akan mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang, semakin bertambah usia

semakin bertambah pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, dengan begitu pengetahuan

yang diperolehnya semakin baik (Budiman & Riyanto, 2013).””Bertambahnya usia

seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi

pada usia- usia tertentu mengingat atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau

mengingat suatu pengetahuan akan berkurang(Hanifah, 2010).”

d. Cara Memperoleh Pengetahuan”

1) Cara Kuno

34
a) Cara Coba-coba Salah (trail-error)

Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya

peradapan yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinn dalam memecahkan masalah

dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang dapat

memecahkan masalah tersebut.

(1) Cara Kekuasaan atau Otoriter

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pempimpin masyarakat yang baik formal

maupun informal. Prinsipnya adalah orang yang menerima pendapat yang dikemukakan oleh

orang yang punya otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya

baik berdasarkan fakta empiris ataupun penalaran sendiri.

b) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Dengan mengulang pengetahuan kembali yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang pernah dihadapi di masa lalu.

c) Melalui Jalan Pikir

Dalam memeperoleh kebenaran pikiran, manusia menggunakan jlan pikiran baik melalui

induksi maupun deduksi, apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan

pernyataan khusus pada yang umum dinamakan induksi, sedangkan deduksi adalah

pembuatan kesimpulan dari pernyataan pernyataan umum kepada yang khusus.

d) Cara Modern

Cara ini disebut “Metode Penelitian Ilmiah” atau lebih populer dengan Metodologi

Penelitian. Cara ini mula mula kembangkan oleh Francis Bacon (1516-1626) kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van dallien, akhirnya lahir suatu cara penelitian dewasa ini

dikenal dengan metodologi penelitian ilmiah.

e. Cara Pengukuran Pengetahuan

Arikunto menyatakan bahwa seseorang dapat diukur dapat diketahui dan diinterpretasikan

35
dengan skala yang kuanlitatif, yaitu:

1) Baik : hasil presentase : 76% - 100%

2) Cukup : hasil presentase : 56% - 75%

3) Kurang : hasil presentase : >56%

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian Keperawatan keluarga


Pengkajian yaitu tahap awal dari proses keperawatan, data dikumpulkan secaras sistematis

yang digunakan untu menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian dilaksanakan

secara komprehensif terkait aspek biologis, sosial dan spiritual (Kozier,B.Erb,G, Berman,

2010). Menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman, pengkajian asuhan keperawatan

meliputi 8 komponen pengkajian yaitu data umum, aktifitas rekreasi keluarga, lingkungan,

struktur keluarga, fungsi keluarga, stres dan koping, pemeriksaan fisik dan harapan keluarga.

Pengkajian yang dilakukan pada pasien dewasa penderita TB Paru dengan masalah

keperawatan defisit pengetahuan TBC Paru (Muttaqin, 2012) adalah: Jenis kelamin,

komposisi antara laki-laki dan perempuan terhadap penyerangan infeksi virus TB Paru hampir

sama. Pada perokok aktif kasusnya lebih banyak terjadi dibanding dengan yang tidak merokok.

Umur, TB Paru dapat menyerang segala usia. Lingkungan dengan penderita TB Paru yang

cukup banyak dapat memicu penyebaran infeksi dan kualitas kebersihan lingkungan yang

buruk juga dapat menjadi faktor penularan TB Paru. Pekerjaan penderita TB Paru sering

dijumpai pada orang yang golongan ekonominya menengah kebawah. Dan juga berhubungan

dengan jenis pekerjaan yang berada di lingkungan yang banyak terpajan polusi udara. Keluhan

Utama yang sering muncul pada klien TB, demam, batuk , sesak nafas, keringat malam ,nyeri

dada, malaise, sianosis, sesak nafas. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena

biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan

penyakit infeksi menular. Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan atau gangguan yang

sehubungan dengan penyakit yang dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak nafas, batuk, nyeri

36
dada, keringat malam, nafsu makan menurun, dan suhu badan meningkat mendorong penderita

untuk melakukan pengobatan. Riwayat kesehatan sebelumnya meliputi kapan pasien

mendapatkan pengobatan sebelumnya dengan sakitnya. Jenis, warna, dan dosis obat yang

diminum. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya. Kapan

pasien mendapatkan pengobatan terakhir. Riwayat psikososial lebih sering terjadi pada

penderita yang ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang

dengan padat penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB Paru yang lain.

Perpsepsi dan harapan klien terhadap masalahnya. Presepsi yang salah dapat menghambat

respon koperatif pada diri pasien . Pola interaksi dan komunikasi Gejala TB Paru sangat

membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya

berhubungan dengan orang lain .Pola nilai dan kepercayaan .Kedekatan pasien pada sesuatu

yang diyakini di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien

terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode

penanggulangan stres yang konstruktif. Pola kesehatan sehari hari meliputi nutrisi,eliminasi,

istirahat,personal hygiene dan aktifitas banyak mengalami gangguan (Sumber: Asmadi, (2008)

Pemeriksaan Fisik meliputi tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran: tanda-tanda vital antara

lain suhu: warna aksesorius, pernapasan: suara paru (LeMone, Atal, 2016). Pemeriksaan fisik

dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam

melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu

modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Mutaqqin,

2010)

Pengkajian lainnya yaitu fungsi keluarga yang mempengaruhi kejadian dan perawatan

TB Paru pada anggota keluarga yang sakit. Struktur dan peran masing-masing anggota

keluarga yang juga menjadi kekuatan keluarga dalam memberikan dukungan kepada anggota

yang sakit. Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Susanto (2012). Fungsi

37
keluarga, keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam

membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress. Biasanya klien TB mudah

tersinggung, marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-

hari yang kurang menyenangkan. Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,

sikap dan mekanisme koping; memberikan feed back dan memberikan petunjuk dalam

pemecahan masalah. Adanya perasaan rendah diri klien TB oleh karena malu dengan keadaan

penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya. Adanya distress spiritual yaitu

menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap

penyakitnya yang manakutkan Keluarga melahirkan anak. Keluarga memberikan finansial

untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat. Dan keluarga memberikan

keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan

istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Struktur keluarga, beberapa ahli meletakkan struktur pada bentuk /tipe keluarga yang

menggambar subsistem sebagai dimensi struktural . Struktur menurut Friedman (2009) dalam

Nadirawati (2018) . Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik ,transaksional

untuk menciptakan mengungkapkan pengertian dalam keluarga. Struktur keluarga dapat

diperluas dan dipersempit tergantung pada kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang

ada dalam keluarga. Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan (potensial /aktual )

dari individu untuk mengontrol atau mempengaruhi perilaku anggota keluarga.

Tugas Perkembangan keluarga sangat diperlukan dalam menjalankan fungsi dasar dan tugas

perkembangan yang terkait. Fungsi tersebut akan berlangsung sepanjang siklus hidup. Seluruh

anggota keluarga diharapkan memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga di setiap tahap. Cara

dan sejauh mana fungsi tercapai sangat bervariasi tergantung kemampuan anggota keluarga

mencapai tugas perkembangan individu dan memenuhi kebutuhan setiap tahap. Tahap

perkembangan keluarga dalam karya ilmiah akhir ini adala tahap kelima. Keluarga dengan

38
anak remaja (families withteenagers) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain

memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah

bertambah dan meningkat otonominya, mempertahankan hubungan yang intim dengankeluarga

dan mempertahankan komunikasi ,terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,

kecurigaan danpermusahan. (Friedman, Bowden dan Jones ,2003).

2. Diagnosis Keperawatan Keluarga


Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap adanya masalah

dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungi-fungsi

keluarga dan koping keluarga, baik bersifat actual, risiko maupun sejahtera dimana perawat

memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersama-

sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga. (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan keluarga yang bisa ditegakkan untuk anggota

keluarga yang menderita TB paru salah satunya adalah defisit pengetahuan .

Dalam kasus karya ilmiah akhir ini, diagnosis keperawatan yang ditetapkan adalah defisit

pengetahuan. Domain 0111. Kategori: Perilaku. Subkategori: Penyuluhan dan Pembelajaran.

Defisit pengetahuan menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2017). Defisit pengetahuan adalah

kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.

Penyebabnya antara lain keterbatasan kognitif ,gangguan fungsi kognitif , kekeliruan

mengikuti anjuran , kurang terpapar informasi , kurang minat belajar , kurang mampu

mengingat ,ketidaktahuan menemukan sumber informasi

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif adalah menanyakan masalah yang dihadapi. Gejala dan

tanda mayor obyektif adalah menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran , menunjukkan

persepsi yang keliru terhadap masalah. Gejala dan Tanda Minor Subjektif (tidak tersedia).

Gejala dan tanda minor objektif menjalani pemeriksaan yang tidak tepat , menunjukkan

perilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan, agitasi, hysteria).

39
3. Intervensi Keperawatan Keluarga
Intervensi merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan

pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan

pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018). Berdasarkan diganosa diatas, penulis membuat intervensi keperawatan menurut SDKI,

SLKI, SIKI 2017-2018.

Berdasarkan SIKI , intervensi utama untuk diagnosis keperawatan defisit pengetahuan

adalah Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I.12435). Dalam hal ini penulis melakukan

edukasi berbasis Theory Of Planed Behaviour untuk mengatasi defisit pengetahuan pada klien

TB paru didalam keluarga.

4. Implementasi Keperawatan Keluarga


Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga

dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga dalam

mengadakan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat (Harmoko, 2012).

Implementasi keperawatan keluarga yang diberikan berupa edukasi berbasis Theory of untuk

mengatasi defisit pengetahuan pada klien TB paru didalam keluarga. Edukasi diberikan

selama 1 bulan , dengan 4 kali tatap muka dengan durasi 15-20 menit . Dan mengirimkan

pesan pengingat secara intensif setiap 2 hari sekali melalui WhatsApp.

5. Evaluasi Keperawatan Keluarga


Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan

standar yang telah ditetapkan untuk melihat tercapainya tujuan. Evaluasi dalam keluarga

menggunakan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi tingkat kemandirian keluarga.

Dalam kasus ini yang perlu dievaluasi adalah hasil edukasi berbasis theory of planed behaviour

untuk mengatasi defisit pengetahuan . Hasil evaluasi yang didapatkan secara Subyektif : Pasien

tidak menanyakan masalah yang dihadapi. Secara obyektif adalah menunjukkan perilaku

40
sesuai anjuran , menunjukkan persepsi yang benar terhadap masalah, menjalani pemeriksaan

yang tepat , tidak menunjukkan perilaku berlebihan

C. Evidence Based Nursing

Tabel 2.1 Jurnal Penelitian

No Judul Artikel Metodologi Hasil Penelitian

1 1. Judul : Theory 1.Desain : Explanative Hasil penelitian menunjukkan


of Planned observasional dengan bahwa faktor latar belakang
Behavior sebagai pendekatan yang digunakan mempunyai pengaruh terhadap
Upaya pada penelitian ini sikap, norma subjektif dan
Peningkatan adalah cross sectional. percieved behavior control
Kepatuhan pada dengan nilai t-statistik sebesar
Klien Diabetes 2.Subjek/Responden: 100 11,356, sikap, norma subjektif
Melitus orang klien DM tipe 2 yang dan percieved behavior control
tinggal di wilayah kerja mempunyai pengaruh terhadap
2.Penulis : Ni Puskesmas intensi dengan nilai t-statistik
Nyoman Wahyu 13,935, intensi mempunyai
3.Variabel : Theory of Planned pengaruh terhadap kepatuhan
3.Sunber Artikel : Behavior sebagai Upaya dengan nilai t-statistik 7,80 dan
IJMS – Indonesian Peningkatan Kepatuhan pada kepatuhan mempunyai
Journal On Klien Diabetes Melitus pengaruh terhadap kadar gula
Medical Science darah dengan nilai t-statistik
4. Instrumen : Kusioner 4,592
4. Tahun Artikel:
2018 5. Analisis : Uji Wilcoxon
.
2. 1. Judul : 1. Desain : Analysis Hasil analisis uji statistik
Hubungan Sikap observational partial least square
Dan Perceived dengan pendekatan menunjukkan terdapat
Behavior Control cross sectional hubungan hubungan sikap dan
Dengan Intensi perceived behavior control
Dalam dengan intensi dibuktikan
Pendokumentasian 2. Subyek/Responden : dengan masing-masing nilai T-
Asuhan Sebagian perawat pelaksana Statistik sebesar >1,68
Keperawatan Di di IGD RS dr Soepraoen, IGD
Igd Menggunakan RS Panti Waluya Sawahan dan
Theory Of Planed IGD RS Islam Malang.
Behavior Sampel berjumlah 45
perawat IGD
2.Penulis :
Ardhiles Wahyu 3. Variabel : Sikap Dan
Kurniawan Perceived Behavior Control

3. Sumber Artikel 4. Instrumen : Kusioner


: Jurnal Kesehatan

41
5. Analisis : Parcial test
4. Tahun Artikel :
2017
3 1.Judul: Intervensi 1.Desain :Quasy experiment Setelah dilakukan intervensi
Edukasi Berbasis pre-post-test with control selama 2 bulan terdapat
Theory Of group perbedaan signifikan di antara
Planned Behavior kelompok intervensi dan
Untuk 2.Subyek :Dilakukan kontrol pada Attitude Toward
Meningkatkan terhadap 108 pasien TB paru di Behavioral variables (ATB),
Kepatuhan Puskesmas Bubakan Pacitan, Subjective Norm (SN),
,Nutrisi Dan pengambilan sampel Percieved Behavior Control
pencegahan menggunakan teknik total (PBC), niat, kepatuhan
Penularan Pada sampling. pengobatan, kepatuhan nutrisi,
Pasien dan kepatuhan pencegahan
Tuberculosis ( 3. Variable :Edukasi Berbasis penularan
Kepatuhan Theory Of Planned Behavior
Pengobatan. Untuk Meningkatkan
Kepatuhan Pengobatan,
2. Penulis: Nutrisi, Dan Pencegahan
Novian Penularan Pada Pasien
Mahayu Tuberkulosis
Adiutama
4. Instrumen : kuesioner
3.Sumber: Jurnal
Keperawatan 5. Analisis : Paired T-test

4. Tahun Artikel:
2021
4 1. Judul : Model 1. Desain : Sebagian besar responden
Theory of Planned Desain cross-sectional memiliki sikap dalam kategori
Behavior to positif dan norma subyektif
Improve 2.Subjek/Responden: dalam kategori baik. Perceived
Adherence to 154 Pasient Tuberkulosis behavior yaitu kontrol dalam
Treatment and the Puskesmas di Buleleng, Bali kategori baik, niat dalam
Quality of Life in kategori baik dan kesehatan
Tuberculosis 3.Variabel : Theory of Planned fisik dalam kategori baik.
Patients Behaviour dan Treatment and Hampir seluruh responden
the Quality of Life memiliki kesehatan jiwa dalam
2.Penulis: Made kategori baik dan sudah
Mahaguna Putra, 4. Instrumen : kusioner menikah. Semua responden
Ni Putu Wulan dalam penelitian ini memiliki
Purnama Sari 5. Analisis : Data dianalisis kepatuhan berobat. Ditemukan
menggunakan fitur model pengaruh norma subyektif
3. Sumber Artikel: persamaan deskriptif dan terhadap niat (p = <0,01),
Jurnal Ners Vol struktural menggunakan model pengaruh niat terhadap
15 No 2 persamaan struktural. kepatuhan (p = <0,01) dan
pengaruh kepatuhan terhadap
4. Tahun Artikel: kualitas hidup (p = <0,01).
2020
5. 1. Judul : Face To 1. Desain : Metode edukasi Hasil uji paired t test

42
Face Nursing mainstream seperti penyuluhan menunjukkan bahwa terdapat
Education sulit untuk dilaksanakan perbedaan yang bermakna
Berbasis Theory karena penyuluhan tentunya antara nilai mean pengetahuan
Of Planned akan menimbulkan kader sebelum dan sesudah
Behavior Dalam kerumunan, padahal pemberian face to face nursing
Meningkatan penekanan angka tuberkulosis education berbasis Theory of
Kepatuhan Pasien tetap harus berjalan Planned Behavior (p = 0,013).
Tuberkulosis Hal ini menunjukkan bahwa
2. Subjektif : 32 pasien face to face nursing education
2. Penulis : tuberkulosis yang menjadi berbasis Theory of Planned
Adiutama, W kelolaan Puskesmas Cibogo Behavior yang dilaksanakan
Fauziah dalam pengabdian masyarakat
3. Variabel :Education ini mempunyai dampak positif
3. Sumber Artikel: Berbasis Theory Of Planned yang signifikan terhadap
(JABI) Jurnal pengetahuan kader tentang
Abdimas Bhakti 4. Instrumen : goggle form program pengendalian
Indonesia, Vol. 2, tuberkulosis.
No. 2 5. Analisis : paired T-test

4. Tahun Artikel :
Desember 2021
1.Judul : 1. Desain : Metode Dari 519 dokter, 433 dokter
Behavioral melakukan studi cross- menyelesaikan kuesioner.
6. barriers of sectional Sikap terhadap notifikasi
tuberculosis memiliki skor tertinggi (skor
notification in 2. Subjektif : Berbasis populasi rata-rata = 87,65; sd = 6,79;
private health terhadap dokter yang bekerja rentang: 0–100). Pengaruh
sector: policy di klinik swasta. kontrol perilaku yang
implication and dirasakan terhadap perilaku
practice notifikasi ((β^) = 0,13; CI:
3. Variabel : Behavioural 0,01–0,25) lebih kuat daripada
2. Penulis : barriers, private health pengaruh total sikap ((β^) =
Ayat Ahmadi, 0,06; CI: 0,00–0,12) dan norma
Leila Doshmangir, subyektif ( (β^) = 0.01; CI:
Vladimir 4. Instrumen : Alat −0.00–0.03) pada perilaku.
pengumpulan data dirancang Namun, sikap adalah prediktor
3. Sumber Artikel dengan menggunakan teori utama niat dan membenarkan
: perilaku terencana (TPB). 46% varian niat. Niat
International berpengaruh signifikan
Journal of Health 5. Analisis : Penulis terhadap perilaku ((ß^) = 0,09;
Governance menggunakan model CI: 0,1–0,16).
persamaan struktural dengan
4. Tahun : estimasi kemungkinan
December 2020 maksimum untuk menguji
sikap terhadap perilaku
notifikasi.

43
44

BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah rancangan deskriptif dengan

pendekatan studi kasus. Data yang dikumpulkan ialah data dari hasil wawancara langsung

terhadap klien , keluarga klien , observasi dan pemeriksaan fisik. Setelah data terkumpul,

peneliti menyimpulkan masalah dan menentukan prioritas masalah kemudian membuat

rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Intervensi yang akan dilakukan

adalah edukasi berbasis theory of planned behaviour pada pasien TB paru dengan masalah

keperawatan defisit pengetahuan pada Sdr F didaerah Sawahan Surabaya.

B. Lokasi dan Waktu

1. Lokasi

Lokasi studi kasus dilakukan di Petemon 3/110 RT 003 RW 013 Petemon Sawahan

Surabaya. Kelurahan Petemon merupakan bagian dari Wilayah Kotamadya Surabaya yang

berada di bawah Kecamatan Sawahan. Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Patemon

terdapat 3 klinik kesehatan dan ada satu puskesmas Sawahan. Jarak dengan rumah 1,3 km

biasanya diakses dengan menggunakan kendaraan bermotor. Adapun lokasi tersebut dengan

alasan :

a. Sampel yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan peneliti yaitu

1) Belum paham mengenai pengobatan TB

2) Baru menjalani pengobatan

b. Ditemukan adanya masalah klien mengalami defisit pengetahuan (Sumber : Data

Sekunder kunjungan klien poliklinik spesialis paru , 2022)

44
45

c. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama edukasi berbasis theory of planned

behaviour pada klien TB paru dalam perawatan keluarga

d. Lokasi tersebut mudah dijangkau oleh peneliti

2. Waktu

Studi penelitian dilakukan pada tanggal 24 Desember 2022 sampai dengan 21 Januari

2023. Penelitian dilakukan 1 bulan dengan 4 kali tatap muka dengan durasi 15-20 menit .

Dan mengirimkan pesan pengingat secara intensif setiap 2 hari sekali melalui WhatsApp.

C. Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah 1 orang pasien TB Paru dengan masalah keparawatan

yaitu Defisit Pengetahuan di Petemon 3/110 RT 003 RW 013 Petemon Sawahan Surabaya.

D. Pengumpulan Data

Setelah mendapat izin dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Ketua RT, dan keluarga.

Tahap-tahap pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :

1. Tahap seleksi

a. Peneliti melakukan pendekatan dan memperkenalkan diri pada klien dan keluarga TBC

Paru . Peneliti menjelaskan kepada klien tentang Penyakit TBC.

b. Klien dan keluarga TCB Paru bersedia mengikuti penelitian diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan (informed consent) menjadi responden.

2. Tahap Pelaaksanaan

a. Data yang dikumpulkan oleh peneliti meliputi data umum. Data yang diperoleh bersumber

dari data primer dan sekunder.

b. Peneliti mengidentifikasi tingkat pengetahuan sebelum dilakukan edukasi berbasis

Theory of Planned Behaviour. Dengan melakukan wawancara mengenai pengetahuan TBC

Paru.

45
46

c. Kegiatan edukasi dilakukan selama 15-20 menit . Oleh peneliti dan diikuti klien dan

keluarga klien TBC Paru

d. Setelah dilakukan edukasi berbasis theory of planned behaviour peneliti mengidentifikasi

kembali tingkat pengetahuan dengan melakukan wawancara,observasi dan evaluasi pada tiap

tatap muka.

E. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek penelitian adalah manusia,

maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan

dirinya. Sehingga penelitian yang akan dilakukan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia.

Masalah etika yang harus diperhatikan menurut (KEPPN Kementrian Kesehatan RI, 2017),

penelitian ini menggunakan etika penelitian sebagai berikut:

1. Menghormati harkat martabat manusia (respect for persons)

Peneliti menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki

kebebasan berkehendak atau memilih dan bertanggung jawab secara pribadi terhadap

keputusan sendiri. Responden yang bersedia mengikuti penelitian maka dapat

menandatangani informed concent sebagai bentuk persetujuan antara peneliti dengan subjek

penelitian agar subjek yang akan diteliti paham akan maksud dan tujuan dari penelitian.

2. Prinsip berbuat baik (beneficience) dan tidak merugikan (nonmaleficience)

Pelaksanaan penelitian ini sesuai dengan dengan prosedur dan meminimalisir dampak

yang dapat merugikan subjek. Manfaat yang didapatkan oleh responden dari adanya

penelitian ini yaitu mendapatkan intervensi dan informasi tentang edukasi berbasis theory of

planned behaviour untuk kepatuhan minum obat pada pasien TB paru.

3. Prinsip keadilan (Respect for justice)

Prinisip etik keadilan pada kewajiban etik untuk memperlakukan setip orang sama

dengan moral yang layak dalam memperoleh haknya. Subjek yang terpilih dalam penelitian

46
47

ini sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan dan semua subjek diperlakukan sama

dan adil.

4. Tanpa nama (anonimity)

Menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden

pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi kode tertentu.

5. Veracity and fidelity

Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan

kebenaran. Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya. Peneliti

akan memberikan informasi yang sebenar-benarnya tentang intervensi dan proses

pelaksanaan intervensi kepada responden sehingga hubungan antara peneliti dan responden

dapat terbina dengan baik dan penelitian dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan

penelitian. Serta menjunjung tinggi komitmen yang telah disepakati bersama dengan

responden terkait dengan proses perlakukan baik waktu pelaksanaan, jenis perlakukan,

ruangan yang digunakan dan durasi pelaksanaan intervens

47
BAB 4

GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan Keluarga

Pengkajian pada pasien yang dilakukan meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, observasi

dan pengkajian menggunakan format pengkajian Friedman.

Pengkajian Klien

Pada kasus ini, peneliti melakukan pengkajian dengan cara wawancara pada tanggal

24 Desember 2022 dikeluarga Tn. S yang bertempat tinggal di Patemon Gang III/110

Sawahan Surabaya. Tn. S berpendidikan terakhir SLTA dan saat ini berusia 50 tahun

mempunyai 4 anak. Keluarga Tn S beragama Islam , Suku bangsa Jawa. Anak pertama

sdri S umur 22 tahun berpendidikan SLTA saat ini sudah bekerja .Sdra F anak kedua

umur 18 thn saat ini sekolah SMK kelas 12. Anak ketiga sdra M umur 11 tahuan saat ini

kelas 6 SD. Anak keempat sdri I umur 9 thn sekolah kls 4 SDN. Tn. S tinggal dengan istrinya

(Ny. Z) umur 42 thn. Berpendidikan SLTA . Ny Z selain sebagai ibu rumah tangga, juga

bekerja menunggu rumah kost milik tetangga. Status sosial ekonomi keluarga Tn S adalah

karyawan swasta dengan penghasilan rata-rata Rp 1,5 jt- 2 juta tetapi tidak tetap dan

seluruh penghasilannya digunakan untuk keperluan sehari-hari. Tipe keluarga Tn. S adalah

tipe keluarga nuclear family. Keluarga Tn “ S” biasa melakukan aktifitas rekreasi dengan

berkumpul untuk mengobrol dan menghilangkan rasa lelah.

Tahap perkembangan keluarga Tn. S saat ini berada pada tahap V keluarga dengan

anak dewasa. Tugas perkembangan keluarga Tn. S yaitu: memperluas keluarga inti menjadi

keluarga besar, mempertahankan keintiman keluarga, membantu orang tua suami/ istri yang

sedang sakit dan memasuki masa tua, membantu anak untuk mandiri di masyarakat, penataan

kembali peran dan kegiatan rumah tangga. Tahap perkembangan keluarga Tn. S yang belum

48
terpenuhi yaitu memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar dan ketidakmampuan

keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan ketidakmampuan keluarga memodifikasi

lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan. Keluarga Tn S masih hidup serba

kekurangan. Keluarga Tn S bersama anak, istri . Dan anaknya Sdra F saat ini menderita sakit

TB paru hanya tinggal di rumah petak yang sederhana yang pada bagian kanan dan kiri

rumah sudah diapit rumah tetangga. Yang sesekali bila hujan deras genting bocor.

Riwayat kesehatan keluarga saat ini, Tn. S mengatakan ia dalam keadaan sehat . Sdra

F anaknya sejak 2 minggu menderita sakit TB Paru . Sejak kecil tumbuh sehat tidak pernah

mempunyai penyakit yang serius. Tn. S mengatakan membawa anaknya berobat ke

puskesmas, tetapi obat nya biasa juga tidak sembuh- sembuh. Bila ada rezeki mempunyai

uang sesekali dibawa berobat ke klinik. Karena BPJS bisa dirujuk Tn S membawa anaknya

berobat ke Rumah Sakit Islam Surabaya Tn. S mengatakan Sdra F sebelum sakit aktif

merokok, sehari habis 2-3 batang rokok dengan menggunakan Vape. Semenjak sakit ini Sdra

F berhenti merokok. Semua peralatan merokoknya telah dijual. Tn S mengatakan kurang

perhatian terhadap anak anaknya. Tn S mengatakan dulu sering pulang malam , berangkat

kerja pagi hari. Tn S focus pada pekerjaan. Dulu tn S tidak mengetahui pergaulan anak

anaknya.

Tn S dekat dengan anaknya semenjak sdr F sakit ini. Tn S awalnya kaget saat

anaknya sakit di RSI dan didiagnose TB paru dan HIV. Tn S mengatakan mengingat

sebagai orang beriman, Tn S menerima apa yang sekarang terjadi pada anaknya dan yang

menimpa keluarga. Tn S mengatakan sebagai teguran Allah untuk keluarga nya. Tn S

mengatakan sampai saat ini sdri F masih tertutup untuk membicarakan masalahmya. TN S

mengatakan Sdra F ekspresi biasa saat dirinya divonis TB dan HIV. Tn S mengatakan akhir

akhir ini badan anaknya kelihatan kurus walaupun sudah makan banyak. Makan seadanya

tidak ada pantangan. Sesekali bila ada rezeki lebih Tn S membelikan lauk anaknya dengan

49
ayam. Biasanya makan dengan tahu tempe dan lele. Sdr F aktif bermain kumpul dengan

anggota keluarga. Makan bersama dengan kakak dan adik adiknya, bergurau bersama.

Selama sakit Sdr F tidak masuk sekolah. Pernah teman teman sekolah Sdra F berkunjung ke

rumah. Kegiatan Sdra F selama sakit hanya dirumah saja. Tn. S mengatakan tidak ada

riwayat keturunan hipertensi dan kencing manis.

Fungsi Keluarga yang dapt ditunjukkan oleh keluarga Tn “S” terdiri fungsi afektif :

Tn. S masih bekerja sebagai gojek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di rumah. Ny.

Z sebagai ibu rumah tangga dan membantu bekerja dengan menjaga kost kostan . Tn S

memberikan kebutuhan makan, perhatian dan mendidik anak-anaknya. Tn. S dan Ny. Z

mengatakan sangat menyayangi anak-anaknya. Perasaan saling menghargai, menghormati,

dan saling menjaga diterapkan pada semua anggota keluarga. Tn S mengatakan dulu kurang

perhatian terhadap anak anaknya , hampir seluruh waktunya fokus pada pekerjaan .

Semenjak sdra F sakit , Tn S berusaha memberikan perhatian lebih kepada sdra F dengan

mengantar dan menjemput sekolah, mengantar berobat Sdr F..Fungsi sosialisasi : Tn. S dan

Ny. Z mengatakan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan anak-

anaknya dan juga berusaha menyediakan fasilitas yang cukup untuk anaknya sesuai dengan

kemampuannya. Fungsi reproduksi : Tn. S dan Ny. Z mengatakan sudah tidak memiliki

keinginan untuk mempunyai anak lagi karena usia mereka sudah tidak muda lagi, saat ini

hanya mempunyai keinginan untuk berkumpul bersama anak dan fokus pada kesembuhan

Sdra F. Fungsi sosialisasi keluarga Tn "S" cukup baik, masih sering terlibat dan berkumpul

dengan masyarakat sekitar meskipun hanya bercerita ringan saja terkait lingkungan sekitar.

Tn "S" tidak pernah mengalami konflik dengan tetangga.

Tn. S mengatakan tidak tahu terlalu banyak mengenai penyakit anaknya seperti

penyebab sakit anaknya. Tn S mengatakan tidak tahu cara pengobatan anaknya. Tn S

mengatakan tidak tahu pencegahan penularan dan perawatannya. Tn. S dan Ny. Z

50
mengatakan biasanya mendapatkan informasi kesehatan melalui televisi atau berita dan juga

melalui tetangga terdekat. Juga sercing di Google. Tn. S dan Ny. Z mengatakan di

keluarganya tidak ada penyakit menurun seperti hipertensi dan diabetes. Hal tersebut

didukung juga dari hasil pengkajian tingkat pengetahuan menggunakan kuisioner tingkat

pengetahuan didapatkan skor 33,3 % kategori bawah. Tn. S mengatakan pergi ke

puskesmas, ke klinik atau ke RS jika sakit Sdr F sakitnya tak tertahankan.

Tn. S mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit, anggota keluarga lainnya

merawat dan memberikan obat yang biasanya di beli di apotik, apabila tidak kunjung sembuh

langsung dibawa ke dokter atau puskesmas terdekat. Tn. S mengatakan ia menyadari bahwa

olahraga sangat penting untuk kesehatan, namun jarang untuk berolahraga. Tn S sering dan

banyak mengajukan pertanyaan terkait penyakit Sdra F saat kontrol di Poli paru.Tn S sering

bercerita tentang kondisi , kebiasaan anaknya terkait dengan kesehatan dan penyakit

anaknya.

Tn. S mengatakan jika rumahnya ventilasi kurang, untuk sirkulasi udara dan Ny. Z juga

setiap hari membersihkan rumahnya. Tn S mengatakan rumahnya berupa rumah petak

warisan dari orangtuanya dulu. Kondisi barang tidak tertata dengan teratur, barang banyak

berserakan , ventilasi tidak ada, penerangan pakai PLN dan cahaya juga kurang sepetak ,

seatap dan hanya ada satu pintu. Disitu semua kegiatan keluarga dilakukan .Keluarga Tn S

mempunyai aktivitas yang tidak terjadwal, aktivitas biasanya berkumpul dengan keluarga yang lain,

rekreasi ke luar kota jarang dilakukan, jenis rekreasi keluarga yaitu menonton tv bersama keluarga

Tn. S mengatakan selama ini mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dari dokter atau

puskesmas terdekat dan semua anggota keluarganya memiliki asuransi kesehatan BPJS dan

status imunisasi anak-anaknya sudah lengkap sesuai dengan waktunya.

Harapan kesehatan TN S adalah berharap keluarganya terus harmonis meskipun tidak

serumah, semua anggota keluarga sehat, rezeki lancar, keluarga utuh sampai akhir hayat, dan

51
saling menjaga kesehatan. Sedangkan harapan kepada petugas kesehatan yaitu berharap ada

pelayanan kesehatan yang datang ke rumah seperti mahasiswa praktik sehingga kesehatan

selalu terpantau dengan baik dan bisa mengajarkan terapi-terapi alternatif untuk

meningkatkan kesehatan bapak

B. Diagnosis Keperawatan

Hasil pengkajian keluarga kepada keluarga Tn S yang dilakukan melalui metode wawancara,

observasi, dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis keperawatan yaitu defisit pengetahuan .

Tanda gejala mayor sesuai SDKI yang ditunjukkan Tn. S mengatakan tidak tahu terlalu banyak

mengenai penyakit anaknya Tn S mengatakan tidak tahu penyebab sakit anaknya. Tn S mengatakan

tidak tahu cara pengobatan anaknya. Tn S mengatakan tidak tahu pencegahan penularan dan

perawatannya Tn.S mengatakan biasanya mendapatkan informasi kesehatan melalui televisi atau

berita dan juga melalui tetangga terdekat. Tn S sering dan banyak mengajukan pertanyaan terkait

penyakit Sdra F saat . Tn S sering bercerita tentang kondisi, kebiasaan anaknya terkait dengan

kesehatan dan penyakit anaknya.

C. Intervensi Keperawatan

Penyusunan perencanaan tindakan untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan pada

klien TB paru yaitu dengan edukasi berbasis Theori of Planed Behaviour untuk mengatasi

defisit pengetahuan. Penerapan intevensi ini dilakukan sesuai dengan standar operasional

prosedur (SOP) yang akan dilakukan selama 1 bulan dengan frekuensi 4 kali tatap muka,

durasi waktu setiap latihan sekitar 15-20 menit. Pada kasus ini peneliti telah menentukan

intervensi yang akan diberikan pada klien dengan tujuan dan kriteria hasil sesuai masalah

keperawatan yang diangkat yaitu defisit pengetahuan. Intervensi ini dilakukan dengan

mengacu pada buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).

52
Intervensi yang diberikan kepada keluarga TN "S" dengan masalah keperawatan defisit

pengetahuan sesuai dengan standar intervensi keperawatan Indonesia dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan selama 1 bulan dengan tatap muka 4 kali diharapkan masalah teratasi

dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1 Perilaku sesuai anjuran dari skala 2 (cukup menurun)

menjadi skala 4 (cukup meningkat); 2 Perilaku sesuai pengetahuan dari skala 2 (cukup

menurun) menjadi skala 4( cukup meningkat); 3 Kemampuan menjelaskan suatu topik dari

skala 2 (cukup menurun ) menjadi skala 4 ( cukup meningkat)

Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut: (1) keluarga mampu mengenal masalah

kesehatannya yaitu defisit pengetahuan TB Paru , keluarga dapat menjelaskan pengertian

penyakit TBC serta akibat lebih lanjut jika masalah tersebut tidak diterapi; (2) keluarga

mampu memutuskan untuk merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah

keperawatan defisit pengetahuan dan masalah kesehatan TBC Paru; (3) keluarga mampu

merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah keperawatn defisit pengetahuan dan

TBC paru; (4) keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah khususnya untuk keamanan

dan kenyamanan anggota keluarga yang sakit; (5) keluarga mampu menggunakan fasilitas

kesehatan untuk menimalkan akibat dari defisit pengetahuan dan TBC paru

Intervensi atau tindakan keperawatan unggulan yang dilakukan pada masalah defisit

pengetahuan (D.0111) dengan menerapkan edukasi berbasis theori of planed behaviour

selama 4 kali tatap muka dalam 1 bulan. Sebelum dilakukan edukasi tersebut, peneliti akan

melakukan pengkajian terkait pengetahuan mengenai TBC paru dan dilakukan pemeriksaan

fisik , kemudian diberikan pendidikan kesehatan terkait TBC paru .

D. Implementasi Keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah defisit

pengetahuan yang berpedoman pada lima tugas kesehatan keluarga. Implementasi

keperawatan yang dilakukan selama 4 kali tatap muka dalam 1 bulan untuk dapat

53
memberikan kemampuan bagi keluarga dalam melakukan perawatan anggota keluarga yang

mempunyai masalah kesehatan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan penyakit

TBC

Setelah keluarga mengenal masalah keperawatan defisit pengetahuan TB Paru, peneliti

membantu keluarga untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan penyakit TBC Paru

dengan edukasi.

Edukasi diberikan melalui metode ceramah dengan media leaflet. Untuk mencapai

kesembuhan dari penyakit TBC Paru pasien harus menjalani terapi tuberkulosis yang sulit .

Kepatuhan nutrisi yang baik yang dapat berdampak positif pada proses pengobatan. Serta

pencegahan penularan infeksi

Keluarga juga dimotivasi untuk memodifikasi lingkungan rumah agar aman dan nyaman

dengan menjaga kebersihan, penerangan/ pencahayaan ,ventilasi yang baik serta selalu

memperhatikan kelembapan ruangan. Keluarga juga dianjurkan untuk selalu menggunakan

pusat layanan kesehatan untuk menjalani terapi tuberkulosis.

Penerapan intervensi edukasi berbasis theory of planned behaviour telah dilaksanakan

selama 1 bulan dengan 4 kali tatap muka dengan edukasi langsung bersama keluarga Tn

"S", memberikan kuesinoer tingkat pengetahuan dan pemeriksaan fisik dilakukan

sebelum intervensi dilaksanakan pada tatap muka 1. Untuk tatap muka kedua dan ketiga

peneliti tetap menemani dan melakukan edukasi berbasis theory of planned behaviour. Akhir

tatap muka keempat , peneliti kembali memberikan kuesioner seperti sebelum pemberian

intervensi edukasi berbasis theory of planned behaviour.

E. Evaluasi keperawatan

Asuhan keperawatan yang sudah dilakukan penulis kepada keluarga bapak "S" diharapkan

dapat mengubah paradigma keluarga terkait penyakit TBC paru. . Evaluasi diperlukan untuk

mengukur pencapaian keberhasilan dari intervensi yang telah dilakukan melalui beberapa

54
cara yaitu dengan melakukan evaluasi SOAP, evaluasi sumatif dan instrumen tingkat

pengetahuan . Evaluasi yang didapatkan adalah pengetahuan klien semakin baik. Progesif

didapatkan hasil pada keluarga Tn "S" defisit pengetahuan dari cukup menurun ke cukup

meningkat sesuai dengan kuesioner tingkat pengetahuan yang digunakan . Hal tersebut juga

di ikuti dengan keyakinan klien dan keluarga Tn “S” dengan dapat mampu menjalani

kepatuhan pengobatan ,kepatruhan dalan nutrisi dan kepatuhan dalam pencegahan infeksi.

55
BAB 5

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien TB Paru dengan

masalah keperawatan defisit pengetahuan di Kecamatan Sawahan Surabaya, maka peneliti

akan membahas hasil dari asuhan keperawatan yang dilakukan dengan cara memberikan

penerapan edukasi berbasis theory planned of behaviour.

A. Analisis Asuhan Keperawatan dengan Konsep Kasus Terkait

Hasil Pengkajian dirumah yang dilakukan pada tanggal 24 Desember 2022 pada keluarga

Tn.S. Tn. S mengatakan tidak tahu banyak mengenai penyakit anaknya. Dari hasil

anamnesa dan wawancara klien, saat dilakukan pengkajian peneliti menegakkan diagnosa

keperawatan defisit pengetahuan . Menurut peneliti diagnose ini paling sering muncul pada

kasus TBC. Hal ini karena pada umunya penderita TB mempunyai tingkat pendidikan rendah.

Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi cara pandang sesorang terhadap informasi

baru atau karena kurangnya pengetahuan atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat

pendidikan dan umur memengaruhi informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat

dan kondisi tubuh lemah memper mudah terpapar kuman-kuman TB Paru.

Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Tuberkulosis tergolong masih rendah, yaitu hanya

8% responden yang menjawab dengan benar cara penularan Tuberkulosis Paru, 66% yang

mengetahui tanda dan gejala (Kurnia,P.,2018). Artinya di Indonesia ditemukan bahwa

tingginya angka kejadian Tuberkulosis Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan.

Resiko tertular TBC pada masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah adalah 2,5 kali

lebih besar daripada orang yang berpengetahuan tinggi( Ridwan,A ,2019).

56
Hasil dari anemnesa dan wawancara klien saat dilakukan pengkajian penulis menegakkan

diagnose keperawatn defisit pengetahuan yang ditandai dengan Tn S mengatakan tidak tahu

banyak mengenai penyakit anaknya

Defisit pengetahuan sendiri adalah ketiadak tahuan atau kurangnya informasi kognitif

yang berkaitan dengan topik tertentu dengan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau

pola disfungsi manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang yang dapat

menambah suatu variasi respons (PPNI, 2016). Menurut Fairawan (2009) tingkat pengetahuan

mengenai TB di masyarakat masih rendah walaupun TB paru merupakan penyakit yang

sangat luas di masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul

anggapan dari masyarakat bahwa TB paru merupakan penyakit yang sederhana serta mudah

diobati dan pengelolaan utamanya adalah mengobati gejalanya saja. Pengetahuan yang

terbatas tentang TB paru ini membuat penyakit ini sering kali tidak tertangani dengan baik ..

Intervensi yang diberikan pada keluarga Tn "S " adalah melakukan edukasi

kesehatan. Dengan edukais dapat mengidentifikasi perilaku yang sesuai anjuran,

mengidentifikasi kemampuan melakukan perawatan ,mengidentifikasi perilaku sesuai

pengetahuan .

Agar individu dapat meperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik, diperlukan

suatu upaya dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat atau kelompok yaitu

pendidikan kesehatan.(Hidayat,E.2015). Penyuluhan merupakan proses dalam komunikasi

dan perubahan perilaku melalui pendidikan. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam

kegiatan penyuluhan, perlu adanya perhatian yang besar terhadap metode dan media

penyuluhan dan harus disesuaikan dengan sasaran.

Menurut SIKI (2017), klien dengan defisit pengetahuan maka intervensi yang

diberikan Edukasi kesehatan . Dengan edukasi kita dapat menyampaikan pesan kesehatan

kepada masyarakat , kelompok atau dengan individu. Dengan adanya pesan tersebut maka

57
diharapkan masyarakat ,kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang

kesehatan yang lebih baik.

Menurut (Cendikia, 2020) terdapat tiga tujuan utama dalam pemberian edukasi

kesehatan. Agar seseorang itu mampu untuk menetapkan masalah dan kebutuhan yang

mereka inginkan, memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan dan

menggunakan sumber daya yang ada,mengambil keputusan yang paling tepat untuk

meningkatkan kesehatan.

Menurut peneliti, intervensi yang telah dilakukan pada klien telah sesuai teori. Yaitu dengan

melakukan edukasi kesehatan . Edukasi kesehatan yang dilakukan secara benar sesuai

dengan standar operasional prosedur yang ada. Dan jika edukasi yang dilakukan benar maka

dapat sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Yaitu didapatkan perilaku sesuai anjuran ,

perilaku sesuai dengan pengetahuan dan perilaku sesuai pengetahuan .

Pada saat implementasi keluarga Tn "S " diberikan intervensi yaitu edukasi berbasis theory of

planned behaviour. Sebelum dilakukan edukasi telah memberikan dua lembar yaitu kertas

informed concent (lembar persetujuan dilakukan penelitian) dan kertas kosong untuk

mencatat hasil pengetahuan yang dirasakan oleh klien.

B. Analisis Penerapan Intervensi

Telah dilakukan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan

pada keluarga Tn “S”. Intrvensi unggulan yang dibuat oleh penulis adalah edukasi berbasis

theory of planned behaviour karena klien keluarga TN “S” tidak mengetahu bamyak

mengenai sakit anaknya.

Intervensi penerapan edukasi berbasis of planned behaviour diawali dengan edukasi tentang

penyakit TBC . Edukasi yang diberikan membahas tentang pengertian, tanda gejala,

penyebab dan penatalaksanaan pengobatan,pencegahan,dan perawatan TBC Paru. Media

yang digunakan adalah poster dan lealet dengan metode ceramah. Sebelum demontrasi

58
dilakukan, penulis memberikan lembar kuesioner tingkat pengetahuan untuk mengukur

tingkat pengetahuan Tn “ S ". Edukasi berbasis theory of Planned behaviour diikuti langsung

oleh Tn "S dan klien Sdr F". Penerapannya sebanyak 4 kali selama 1 bulan.membutuhkan

waktu sekitar 15-20 menit. Dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman untuk Tn "S"

dan sesuai dengan kemampuannya

Untuk mencapai keberhasilan pengobatan TBC Paru ,Penderita TB dituntut memiliki

kepatuhan yang tinggi terhadap program pengobatan , kepatuhan nutrisi dan kepatuhan

pencegahan sebagai upaya mengurangi bebas TB. Untuk mencapai kepatuhan dibutuhkan

niat yang kuat. Edukasi kepatuhan pasien TB berbasis Theory of Planned Behaviour (TPB)

merupakan hal yang harus dilakukan guna memelihara niat pasien TB untuk berperilaku

patuh. Faktor utama TPB terbukti memiliki hubungan yang erat dengan niat.(Miller et

al,2015).Konstruk TPB dapat memprediksi niat seseorang hingga terbentuk perilaku (Peleg et

al,2017)

Theory of planned behaviour mempunyai dasar pendekatan beliefs yang membentuk

niat dan mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu. Faktor utama pembentuk

niat yaitu attitude, subjective norm, preceived behavior control. Hal itu diperkuat oleh meta-

analysis yang dilakukan Rich et al, (2015) bahwa attitude, subjective norm, preceived

behavior control menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap niat (intention). Studi lain

(Peleg et al., 2017) menyebutkan bahwa Struktur Theory of Planned of Behavior

memunculkan niat berperilaku patuh. Studi yang dilakukan Addisu et al., (2014)

menunjukkan bahwa secara signifikan TPB memprediksi niat mencari pengobatan pasien TB.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyusun pemberian intervensi edukasi berbasis

theory of planned behaviour yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan niat pasien

TB sehingga memunculkan perilaku patuh. Perilaku patuh tersebut meliputi kepatuhan

minum obat, kepatuhan pencegahan penularan, dan kepatuhan nutrisi.

59
Pengaruh intervensi edukasi berbasis theory of planned behaviour terhadap Attitude

Toward Behavioural pasien TB. Setelah mendapatkan intervensi edukasi berbasis theory of

planned behaviour nilai Attitude Toward Behaviour pasien TB meningkat. Peningkatan

tersebut dapat dicapai dengan membentuk sikap positif terhadap pengobatan dengan

pendekatan beliefs . Pasien memperoleh keyakinan bahwa ia mampu dan mampu menjalani

terapi tuberkulosis yang sulit. Ini dibuktikan klien Sdr F mau minum obat tiap hari dengan

diawasi oleh Tn S. ). Dengam bantuan TN S , Sdr F mempertahankan kestabilan niat

dalam kepatuhan minum obat dibantu dengan membuka WA dari peneliti waktu akan

minum obat pada jam tertentu sesuai yang disepakati. TN S juga membunyikan alarm

sebagai bentuk pengingat untuk .Sdr F . Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan secara

langsung untuk mencegah terjadinya putus obat, karena putus obat akan menimbulkan efek yang

lebih besar seperti terjadinya penularan kepada orang lain dan terjadinya multidrug resisten yang

semakin mempersulit pengobatan.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian tentang pendidikan dalam mempromosikan

kepatuhan TB berbasis beliefs di Barcelona dilakukan pada 68 pasien TB bahwa pendidikan

berbasis keyakinan sangat efektif dalam membangun sikap yang mendukung perilaku

kepatuhan pengobatan (Guix Comellas et al,2017). Meta Analisi tentang intervensi

pengobatan penyakit kronis menyimpulkan bahwa intervensi yang berbasis beliefs lebih

berdampak positif pada sikap dan perilaku keptuhan itu sendiri (Rich et al.,2015)

Faktor pembentuk niat yang kedua adalah Subjective Norm (norma subjektif). Edukasi

pada keluarga Tn “S” bahwa TB ini penyakit yang dapat disembuhkan asal patuh pengobatan,

patuh nutrisi dan patuh pencegahan terbukti pada keluarga Tn “S” Tn S sangat antusias dan

bersemangat sekali saat mendapat edukasi. TN S merasa kepatuhan anaknya adalah tanggung

jawabnya dan Tn S bersedia sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) bagi anaknya.

60
Edukasi berbasis of planned behaviour memiliki pengaruh yang signifikan dalam

meningkatkan persepsi perilaku. (Perceived Behaviour Control). Intervensi ini dapat

membantu meningkatkan persepsi positif tentang mudah tidaknya menjalani proses

pengobatan.

Keluarga Tn S mengatakan bahwa selama sakit ini anaknya makan tidak bisa banyak.

Nafsu makan turun . BB turun sebelum sakit 40 kg sesudah sakit menjadi 36 kg. .

Menurut peneliti pada pasien infeksi TBC ini perlu meningkatkan kepatuhan nutrisi

untuk menunjang pengobatan. Selama terjadi proses infeksi terjadi peningkatan metabolisme

yang menyebabkan penurunan berat badan. Edukasi berbasis theory planned of behaviour

dapat meningkatkan kepatuhan nutrisi. Peningkatan diperoleh dengan melakukan edukasi

dengan pembelajaran secara face to face tentang bagaimana nutrisi yang dianjurkan, dan

memupuk keyakinan subyek bahwa nutrisi yang baik dapat memberikan dampak positif

terhadap proses pengobatan dengan materi yang berisi tentang ajnuran makan 3 kali sehari,

himbauan untuk menghindari makanan cepat saji dan makanan yang memicu batuk, seperti

pemanis buatan, dan makanan berminyak. Dalam studi ini, intervensi edukasi yang berbasis

Teory of Planned Behavior dapat membantu keluarga Tn.S dalam mempertahankan

kestabilan niat untuk mencapai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Studi pendukung tentang

nutrisi atau kepatuhan diet pada penyakit kronis menunjukkan bahwa Sistem Pesan Singkat

(SMS) sangat efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap diet dan pengobatan

(Akhu-zaheya and Shiyab, 2017)

TN ”S” mengatakan anaknya ada keluhan batuk berdahak . Tn S mengatakan kadang

Sdra F lupa tidak memakai masker. Keluarga TN S tinggal dirumah petak warisan orang tua

dengan ventilasi , pencahayaan yang kurang. Satu rumah dihuni oleh 6 orang. Menurut

peneliti lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis paru

adalah lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas ventilasi yang

61
baik, pencahayaan yang buruk di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam rumah dan bahan

bangunan didalam rumah. Menurut peneliti Pasien TB harus mempunyai perilaku hidup sehat

untuk mencegh proses penularan infeksi . Untuk melakukan perilaku hidup sehat harus

diedukasi . Dengan Edukasi klien dapat memperoleh pesan untuk melakukan pencegahan,

Edukasi berbasis Theory of planned behaviour dapat meningkatkan kepatuhan pencegahan

penularan pada pasien TBC. Intervensi edukasi berbasis Theory of Planned Behavior

mengarahkan pasien tentang bagaimana cara berinteraksi dengan lingkungannya agar pasien

mengetahui bagaimana mencegah penularan infeksi dan tidak merugikan orang lain

disekitarnya. Pasien juga diajarkan bagaimana lingkungan yang sehat agar tidak terjadi

penularan. Seiring dengan terbentuknya niat dan pemahaman tentang pencegahan

penularan, pesan reminder dikirim secara intensif agar niat dan pemahaman

dapat diubah menjadi perilaku yang konsisten, sehingga pasien mampu

menerapkan pencegahan penularan baik dirumah sakit, di rumah dan saat berinteraksi dengan

lingkungan sosial (Adiutama, Amin and Baka

Evaluasi yang sesuai dengan Penelitian Adiutama dkk (2021) bahwa Hasil evaluasi kegiatan

menunjukkan bahwa education berbasis Theory of Planned Behavior mempunyai dampak

positif yang signifikan terhadap pengetahuan kader tentang program pengendalian

tuberkulosis. Sedangkan peningkatan kepatuhan minum obat, kepatuhan pencegahan

penularan, dan kepatuhan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien tuberkulosis diperoleh

dengan intervensi yang reguler selama 1 bulan melalui pengiriman pesan pengingat

(interactive nursing reminder) secara intensif dua hari sekali selama 1 bulan, sehingga niat

patuh dari subyek yang telah terbentuk dapat direalisasikan atau dimunculkan sebagai

perilaku yang konsisten.

62
BAB 6

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan keperawatan telah dilakukan dengan 5 proses keperawatan dari pengkajian,

penegakkan diagnosis, merencanakan asuhan keperawatan, dan implementasi dengan

pendekatan keluarga melalui 5 tugas kesehatan. Pengkajian menggunakan format

pengkajian keluarga Friedman. Hasil pengkajian menunjukkan klien mengalami defisit

pengetahuan terhadap penyakitnya dengan skor 33,3 % (tingkat pengetahuan kurang).

Diagnosa prioritas keperawatan yang muncul pada Tn "S" yaitu defisit pengetahuan .

Intervensi yang diberikan adalah edukasi berbasis theory of planned behaviour

dilakukan 4 kali selama 1 bulan dengan dursi waktu 25-20 menit. Disamping itu juga

dilakukan intervensi lain untuk mengatasi diagnosis keperawatan defisit pengetahuan

melalui pengiriman pesan reminer tiap 2 hari sekali. . Hasil implementasi yang sudah

diberikan pada klien mengalami perubahan yang awalnya klien memiliki skor 10

(33,3%) (tingkat pengetahuan kurang ) menjadi 17 ( 56,7%) (tingkat pengetahuan

cukup). Hal ini juga menjadikan keluarga Tn S menjadi tahu penyakit yang diderita

anaknya. Dengan mengetahui Keluarga TN S berniat untuk mematuhi pengobatan demi

keberhasilan kesembuhan. .

B. Saran

1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian kiranya dapat sebagai bahan masukan kepada bidang keperawatan

untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dalam peningkatan

pengetahuan mengenai Tb Paru. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi

63
tambahan bagi petugas kesehatan untuk memberikan tindakan non farmakologis yaitu

edukasi berbasis theory of planned behaviour pada pasien Tb Paru yang mengalami

defisit pengetahuan menjadikan edukasi berbasis theory of planned behaviour sebagai

intervensi mandiri mengatasi defisit pengetahuan .

2. Bagi Pelayanan Asuhan Keperawatan

Bagi pelayanan asuhan keperawatan diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan

dan meningkatkan pendidikan dalam pelayanan keperawatan secara profesional dalam

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan berupaya untuk meningkatkan asuhan

keperawatan secara komprehensif merawat pasien Tb Paru di keluarga dan memperhatikan

segala keluhan hingga klien dapat lebih diperhatikan dan mencapai kesehatan yang lebih

optimal.

64
DAFTAR PUSTAKA

Adiutama. (2018). Pengaruh Intervensi Edukasi Berbasis Theory Of Planned Behavior dalam
Meningkatkan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis (Doctoral dissertation, Univeritas
Airlangga).

Baroroh, H. N., Utami, E. D., Maharani, L., & Mustikaningtias, I. (2018). Peningkatan Pengeta
huan Masyarakat Melalui Edukasi Tentang Penggunaan Antibiotik Bijak dan Rasional.
Ad-Dawaa’Journal of Pharmaceutical Sciences, 1(1).

Cendikia, Z. A. H. (2020). PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA KOMIK “ISI PIRINGKU”


SEBAGAI MEDIA EDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ISI
PIRINGKU PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. JAKARTA: Kementrian Kesehatan
RI

Fatimah, P. (2021). PERILAKU KESEHATAN DAN EDUKASI MASYARAKAT

Fairawan, S. (2009). Hubungan antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma dengan Sikap Pen
derita dalam Perawatan Asma pada Pasien Rawat Jalan di Balai BesarKesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fitriani, Y. (2021). Pemanfaatan media sosial sebagai media penyajian konten edukasi atau
pembelajaran digital. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting
and Research, 5(4), 1006–1013.

Friedman.2012.Keperawatan keluarga.Yogyakarta: Gosyen Publishing

Hamdan, D. S. W. (2021). TUBERKULOSIS PADA ANAK. Jurnal Kesehatan Masyarakat,


1(01).

Hamdan. (2019). Pelatihan dan pendampingan Pembutan dan Pemanfaatan MediaAudio-Visual


Interaktif dalam Pembelajaran Sejarah yang Berbasis pada Konservasi Kearifan Lokal
Bagi MGMP Sejarah Kabupaten banjarnegara. Jurnal Panjar. 1(2).:

Hidayati, E. Pengetahuan dan Stigma Masyarakat terhadap TBC Setelah Diberikan


Pendidikan Kesehatan Pencegahan dan Penularan. Jurnal Keperawatan Soedirman,
2015;10(2), 76-82.

Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016

KEPPN Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional.

Kumboyono, Prima Yusifa Mega Adfan Pragawati dan Utami, Yulian Wiji. (2014). hubungan
antara tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan jenismekanisme koping terhadap
stres pada remaja di SMAN 8 Malang.

65
Kurnia Sari, P., & Wijayanti, A. C. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Tentang Tuberkulosis dengan Kejadian Tuberkulosis di Kota Pekalongan
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta); 2018.

Maglaya. (2009). Family Health Nursing: The Proses. Philipina: Argonauta Corpotaion:
Nangka Marikina.

Mariam, E., & others. (2018). GAMBARAN MASYARAKAT YANG MENGALAMI KE


JADIAN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEKAMPUNG
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Jurnal Kesehatan, 4(2).

Melisa Frisilia, Indriani, Wulan Berlian , Pengetahuan dan Upaya Pencegahan pada Keluarga
tentang Tuberkulosis (A Review) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, STIKes
Eka Harap, Palangkaraya, Indonesia * melisafrisilia110@gmail.com

Notoatmojo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta

Notoatmodjo, S. 2017. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Patricia H.Miller. (2003). Theories of Developmental Psychology (Third edit).University of


Florida W.H.freeman and Company.

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Putra, P., Mubarok, H., & Rachman, A. N. (2020). Aplikasi Multimedia Berbasis Game
Edukasi Menggunakan Construct 2 Untuk Pengenalan Tempat Wisata Budaya Jawa Barat
Pada Anak Usia Dini. SAIS| Scientific Articles of Informatics Students, 3(1)

Ridwan, A. Hubungan Tingkatan Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan Penularan TB


Paru. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 4(2); 2019.
.
Wahdi, A., & Puspitosari, D. R. (2021). MENGENAL TUBERKULOSIS Tuberkulosis,
Klasifikasi TBC, Cara Pemberantasan, Asuhan Keperawatan TBC Dengan Aplikasi 3S
(SDKI, SLKI \& SIKI).

Winthoko. (2019). POTENSI KANDIDAT Purified Protein Derivate (PPD) PADA HEWAN
MODEL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) INDUKSI VAKSIN Bacillus of Calmette
and Guerin (BCG) TERHADAP PENINGKATAN INDURASI, ERITEMA, DAN
KADAR IFN-$γ$. UNIVERSITAS AIRLANGGA

66
Lampiran 1. Surat Pengajuan Judul Karya Ilmiah

67
Lampiran 2 . Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data dan Penelitian

68
Lampiran 3. Surat Balasan Permohonan Ijin Pengambilan Data dan Penelitian

69
Lampiran 4

Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian

PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(Informed Concent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : …………………………………….

Umur : …………………………………….

Jenis Kelamin : …………………………………….

Alamat : …………………………………….

No. Telp./HP : …………………………………….

Menyatakan setelah memperoleh informasi lengkap dan diberikan kesempatan untuk


menanyakan segala sesuatu yang ingin saya ketahui, saya bersedia mengikuti penelitian yang
berjudul:

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN
DI SAWAHAN – SURABAYA
STUDI KASUS

Saya juga dapat menolak menjawab pertanyaan yag diberikan atau menarik diri
dari persetujuan ini suatu saat tanpa sanksi apapun.
Demikian persetujuan ini dibuat memahami sepenuhnya terhadap informasi yang
telah diberikan kepada saya tanpa adanya paksaan.

Surabaya, 24 Desember 2022


Peneliti Yang Membuat Pernyataan

(Ninik Maria Ufa) (...........................................)


NIM. 1120022122

70
Lampiran 5

Lembar Penjelasan Penelitian Untuk Disetujui

PENJELASAN PENELITIAN UNTUK DISETUJUI


(Information for Concent)

Nama Peneliti : Ninik Maria Ufa


Alamat :
Judul Penelitian : Analisis Asuhan Keperawatan Keluarga pada Klien TB Paru dengan
Edukasi Berbasis Teori Of Planned Behavior untuk Mengatasi Defisit
Pengetahuan di Sawahan-Surabaya

A. Tujuan Penelitian Dan Penggunaan Hasilnya


B. Manfaat Bagi Peserta Penelitian
C. Metode Dan Prosedur Penelitian
D. Resiko Yang Mungkin Timbul
E. Efek Samping Penelitian
F. Jaminan Kerahasiaan
G. Hak Untuk Menolak Menjadi Subyek Penelitian
H. Partisipasi Berdasarkkan Kesukarelaan Dan Hak Untuk Mengundurkan Diri
I. Subyek Dapat Dikeluarkan Dari Penelitian
J. Hal-Hal Yang Perlu Diketahui

Surabaya, Februari 2023


Peneliti Yang Membuat Pernyataan

(Ninik Maria Ufa) (...........................................)


NIM. 1120022122

71
Lampiran 6

Lembar Pengunduran Diri

PENGUNDURAN DIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : …………………………………….
Umur : …………………………………….
Jenis Kelamin : …………………………………….
Alamat : …………………………………….
No. Telp./HP : …………………………………….

Dengan ini menyatakan MENGUNDURKAN DIRI sebagai subyek penelitian dengan judul
penelitian:

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU


DENGAN EDUKASI BERBASIS TEORI OF PLANNED BEHAVIOR
UNTUK MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN DI SAWAHAN-
SURABAYA

Dengan lembar pengunduran diri ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa adanya unsur
paksaan.

Surabaya, Desember 2022


Yang Membuat Pernyataan

(...........................................)

72
Lampiran 7

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

A. PENGKAJIAN

Tanggal pengkajian : 24 Desenber 2022

1. Identifikasi Data

a. Identitas Kepala Keluarga

1) Nama : Bapak "S"

2) Alamat : RT 003 RW 013 Perak

3) No Telp. : 08213XXXXXX

Tabel 1.1 Komposisi Keluarga

No Nama Jenis Kelamin Usia Hug dg Klg Pekerjaan Pendidikan


1. Tn S Laki laki 50 thn Suami Swasta SLTA
2. Ny Z Perempuan 41 thn Istri IRT SLTA
3. Sdri S Perempuan 22thn Anak Swasta SLTA
4. Sdra F Laki laki 18 Anak Pelajar SMK
5. Sdri R Perempuan 11 Anak Pelajar SD
6. Sdra M Laki laki 9 Anak Pelajar SD

b. Genogram

Penjelasan Genogram : Tn S menikah dengan ibu Z dan memiliki 4 orang anak, 2


anak perempuan dan 2 anak laki laki. Semua anak masih tinggal satu rumah dengan TN
S dan Ny Z.
Keterangan Simbol Genogram :
Laki laki :

73
Perempuan :

Tinggal serumah :

Teridentifikasi :

Kawin :

Anak :

c. Tipe Keluarga :
Nucler family. Keluarga terdiri atas suami, istri dan anak yang tinggal serumah
d. Latar Belakang Kebudayaan (Etnik) :
Tn "S" adalah keluarga dari suku Jawa, lingkungan tempat tinggal sekitarnya
kebanyakan berdominan bermacam suku bangsa. Komunikasi yang dipakai antar
anggota keluarga dan masyarakat sekitar menggunakan bahasa Indonesia. Tn "S"
berasal dari Surabaya . Ny “Z” berasal dari Jombang Tn "S" tinggal di rumah petak
warisan dari orang tuanya.di Patemon RT 03 RW 0135. Tn "S" dan keluarga
masih bisa mengikuti kegiatan keagamaan..
e. Identifikasi Religius
Tn "S" dan keluarga beragama Islam . Tn "S" melaksanakan ibadah di rumah dan
kadang di masjid dekat rumag rumah. Tn "S" mengikuti kegiatan keagamaan
seperti Yasinan tahlilan bersama, namun bapak "S" terkadang tidak mengikuti
kegiatan keagamaan karena harus bekerja .
f. Status Kelas Sosial Ekonomi keluarga
Tn “S” bekerja sebagai gojek .Penghasilan setiap bulan yaitu Rp 1.500.000,00,-
2.000.000,00. Penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
g. Mobilitas Kelas Sosial
Kegiatan yang dilakukan bapak "T" setiap hari sebelum sakit yaitu sebagai
2. Tahap Perkembangan Dan Riwayat Keluarga
a. Tahap Perkembangan Keluarga
Saat Ini Keluarga TN S berada pada tahap perkembangan anak dewasa
b. Tugas Perkembangan Keluarga Saat Ini
Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab. Mempertahankan
hubungan yang intim dengan keluarga ,mempertahankan komunikasi yang terbuka
antara anak dan orang tua . Hindari perdebatan ,kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran da peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
c. Riwayat Keluarga
Saat ini TN “S” tinggal bersama istri dan keempat anaknya. Dalam keluarga tidak ada
yang sakit . Tidak ada yang sakit darah tinggi atau pun kencing manis. Hanya Sdra F
yang sakit TBC saat ini
3. Data Lingkungan
a. Karaktewristik Rumah
Tn “S” memiliki rumah petak yang ditinggali warisan dari orang tua. Memiliki
ukuran rumah yang tidak luas , Tn “S” merupakan rumah bangunan lama/tradisional
dengan ukuran 4 x 7 m2 , rumah Tn “S” tipe rumah permanen, dengan penataan
rumah ada 1 kamar tidur dan 1 ruang tamu yang juga difungsikan untuk kamar tidur, 1
kamar mandi,dapur ,ruang kecil buat menyimpan barang dan menaruh sepeda montor
terdapat teras di depan rumah. Komponen rumah bapak "T" terbuat dari tembok dan

74
atap rumahnya berbahan genting dan ada plafon di rumahnya. Tembok rumah Tn "S" ,
Tidak didapatkan ventilasi jendela. Pencahayaan dari pintu , lantai terbuat dari
keramik. Dan sumber air menggunakan PDAM. Untuk menyimpan bahan makanan
bapak "T" menyimpannya di lemari es dan di meja .Terdapat 1 kamar mandi dan
rumah kurang bersih ,tidak rapi. Menaruh barang tidak teratur asal cukup.

Denah Rumah Tn “ S”
b. Karakteristik Lingkungan Sekitar Dam Komunitas
Lingkungan rumah TN S adalah lingkungan kost kost an. Rumah dipetak untuk tiap
anggota keluarga Antara satu rumah dengan yang lain nyaris berhimpitan tak ada
jarak. Kondisi penataan ruangan tak beraturan . Tetangga sering berkumpul dan salin
tukar informasi, namun pembahasan terkait kesehatan masih kurang. Secara umum
tetangga sekitar rumah Tn “S” sangat baik, rukun dan saling tegur sapa.
c. Mobilitas Geografi Keluarga
Tn “S” saat ini tinggal bersama istri dan keempat anaknya. Tinggal satu atap yang
dihuni bersama 6 orang
d. Transaksi Keluarga dengan Komunitas
Hubungan komunikasi dengan masyarakat sekita sangat baik, rukun dan harmonis
4. Struktur Keluarga
a. Pola Komunikasi
Tn S dalam sehari-hari berkomunikasi menggunakakan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jawa.
b. Struktur Kekuasaan : Hasil Akhir Keputusan
Tn "S" selalu menyelesaikan masalah keluarga dengan cara diskusi keluarga.
Termasuk dengan masalah kesehatan TN S mermusyawarah dengan istrinya
c. Struktur Kekuasaan : Proses Pengambilan Keputusan
Pemegang kekuasaan keluarga tetap Tn "S" terutama menyangkut kepentingan
bersama. Meskipun begitu keputusan akhir diambil melalui musyawarah.
d. Struktur kekuasaan
Kekuasaan didominasi pada Tn “S” , anak-anaknya selalu mengikuti. Sesuai Arahan
dari TN S
e. Struktur Peran Formal
Tn “S” sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah, membesarkan anak -anaknya
mencapai sosialisasi dan kemandirian Tn “S” sebagai bapak dari anak - anaknya,
mempertahankan komunikasi, memfasilitasi kontak, serta memonitor hubungan
keluarga.
f. Struktur Peran Informal
Tn “S” berperan sebagai motivator bagi keluarga dan penentu dalam setiap
keputusan., semuanya dikembalikan lagi kepada Allah SWT . Karena Tn “S” sangat
berserah diri kepada Allahh. Termasuk saat ini kedaan anaknya Sdra F sedang sakit, .
g. Nilai Keluarga

75
Nilai yang dianut keluarga adalah saling menghormati antar anggota keluarga yang
satu dengan yang lain, mengormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
Menurut Tn “S” semua anggota keluarga berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, nilai yang ada dikeluarga merupakan gambaran dari nilai-nilai
agama yang dianut, tidak terlihat adanya konflik dalam nilai.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain sangat baik, saling memperhatikan
dan menyayangi. Jika ada anggota keluarga yang sakit maka saling membantu, atau
jika kesulitan dana maka anggota keluarga lain saling membantu sesuai dengan
kemampuannya
b. Fungsi Sosialisasi
Keluarga selalu mengajarkan dan menekankan bagaimana berperilaku sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan lingkungan
sekitar tempat tinggalnya. Keluarga Tn "S" berhubungan baik dengan tetangga sekitar,
sering berkumpul dan berkomunikasi, serta sering mengikuti kegiatan warga dengan
baik. Sdr F jarang sosialisasi dengan tetangga
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga Tn “S” memiliki anak 4 semua anaknya hidup dan tunggal dalam satu rumah
dengan Tn S termasuk Sdra “F” yang saat ini sedang sakit
d. Fungsi Ekonomi
Menurut Tn "S" penghasilan yang didapatkan setiap bulan berasal dari kerjanya
sebagai gojek dan tambahan dari anaknya yang pertama sudah bekerja. Istrinya Ny Z
membantu bekerja dengan menjaga kost kost an milik tetangga.
e. Fungsi Perawatan Keluarga
1) Kemampuan keluarga mengenal Masalah .
Keluarga Tn "S" mengenal dan mengetahui masalah kesehatan Sdra F yang
dirasakan saat ini yaitu TBC Paru berdasarkan diagnosis dokter saat anaknya opnam
. Namun keluarga Tn "S" belum mengetahui secara keseluruhan tentang cara
penularan Tn S mengatakan belum mengetahuai gejala dan tanda penyakit TBC paru .
Tn S mengtakan belum mengetahui pengobatan penyakit TBC Paru. Tn S mengatakan
belum mengetahui pencegahan penyakit TBC Paru.Tn "S" hanya berusaha mengikuti
anjuran dokter saja.
2) Kemampuan keluarga mengambil Keputusan
Keluarga Tn "S" bisa mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
untuk penyakit TBC Paru untuk SDR F. Tn "S" membawa anaknya berobat ke
puskesmas. Bila ada rezeki dibawa berobat ke klinik. Dan juga dibawa ke rumah sakit
sesuai rujukan puskesmas.
3) Kemampuan keluaarga merawat anggota yang sakit
Saat ini TN “S” sedang merawat anaknya yang sakit TB. Tiap malam harus minum
obat teratur. Rencana Tn S yang mengantar Sdra F kontrol tiap bulan di RSI untuk
pengobatan TB
4) Kemampuaan keluarga memodifikasi lingkungan
Lingkungan rumah tidak berubah meskipun ada anggota keluarga yang menderita
TBC. Ini disebabkan ketidak mampuan secara ekonomi
5) Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan
Keluarga Tn S berusaha menggunakan fasilitas kesehatan yang ada . Sarana yang bisa
digunakan untuk pengobatan Puskesmas dan Rumah sakit. Ke klinik bila mampu
membayar,saat ada rezeki
6. Stres, Koping, dan Adaptasi

76
Stressor jangka pendek yang dimiliki keluarga TN "S" saat ini yaitu masalah
kesehatannya yang diderita Sda F. Perawatn anaknya dirumah
Stressor jangka panjang yang dimiliki keluarga Tn"S" adalah terkait keluarganya,
anaknya yang tinggal serumah dengannya, Tn “S” ingin selalu berkumpul dengan anak
anaknya, tapi SDR F saat menderita sakit yang menular.
Strategi koping yang digunakan keluarga Tn "S" adalah sering berkomunikasi dengan
petugas kesehatan bila ada masalah terkait perawatan dan pengobatan anaknya.
Tn “S” juga mulai memperhatikan pergaulan ank anak nya. Untuk mempererat
hubungan dengan SDr F ,Tn “S” sekarang yang antar jemput sekolah.
Adapun strategi adaptasi disfungsional yaitu Tn "S" terkadang memilih diam sendiri
untuk memikirkan pengobatan SDr F. Sampai saat ini Tn “S” masih memikirkan dari
mana penyebab anaknya sakit. TN S belum bisa bicara banyak dengan anaknya.
Prinsipnya yang penting anaknya bisa menjalani pengobatan dan SDR F mau menuruti
nasehat orang tua dan saran petugas kesehatan
Harapan kesehatan Tn "S" adalah berharap keluarganya semua anggota keluarga
sehat, rezeki lancar, keluarga utuh sampai akhir hayat, dan saling menjaga kesehatan.
Dan Sdr F bisa menjalani pengobatan .
Sedangkan harapan kepada petugas kesehatan yaitu berharap ada pelayanan kesehatan
yang datang ke rumah seperti mahasiswa praktik sehingga kesehatan selalu terpantau
dengan baik dan bisa konsultasi saat ada masalah pengobatan anaknya. Apalagi
sekarang diawal pengobatan TBC.
7. Pemeriksaan Fisik
Sistem Anggota Keluarga
Tubuh Tn S Ny Z Sdri E Sdra F Sdri N Sdra E
Tanda Ts: 135/80 Ts:122/760 Ts:110/70 Ts:90/60 Ts:90/80 Ts:135/80
Tanda Nadi:80 Nadi:70 Nadi:80 Nadi:80 Nadi:80 Nadi:80
Vital Suhu:36 Suhu:36.4 Suhu:36 Suhu:36 Suhu:36 Suhu:36
RR: 20x RR: 20x RR: 20 RR: 20 RR: 20 RR: 20
Kepala Rambut Putih Rambut Hitam Hitam Hitam Hitam
Rambut Tak hitam kering bersih, Pendek bersih, bersih,
Ada benjolan Bersih pendek Kotor pendek pendek
kusam
Mata Sklera putih Sklera putih Sklera putihPucat Sklera Sklera
Konjungtiva Konjungtiva KonjungtivaCowong putih putih
Merah muda Merah muda Merah muda KonjungtivaKonjungtiva
Merah mudaMerah muda
Telinga Pendengaran Pendengaran PendengaranPendeng PendengaranPendengaran
baik baik baik aran baik baik baik
Tak ada Tak ada Tak ada Kotor Tak ada Tak ada
serumen serumen serumen serumen serumen
Hidung Simetris Simetris Simetris Kotor Simetris Simetris
Bersih,tak Bersih,tak Bersih,tak Pernafasan cuping
Bersih,tak Bersih,tak
ada pernafa ada pernafa ada pernafa Cuping ada pernafa ada pernafa
san cuping san cuping san cuping hidung san cuping san cuping
hidung hidung hidung hidung hidung

Mulut Bersih lem Bersih Bersih Kotor Bersih Bersih


bab lembab lembab kering lembab lembab

77
Leher Tak ada Tak ada Tak ada Nyeri telan Tak aada Tak ada nyeri
nyeri telan nyeri nyeri telan nyeri
Dada/ Suara nafas Suara nafas Suara nafas Ronkhi Suara Suara
Thoraks vesikuler vesikuler vesikuler Kasar nafas nafas
Tariakan vesikuler vesikuler
Otot dada
Abdo Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tidak
ment asites, Nyeri - asites, asites, asites, asites, ada
Nyeri - Nyeri - Nyeri Nyeri nyeri

Ekstre Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kekuatan


Mitas Otot 5/5 Otot 5/5 Otot 5/5 Otot 5/ Otot 5/5 Otot 5/5
Bawah Lemah

Ekstre Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kekuatan Kekuatan


Mitas Otot 5/5 Otot 5/5 Otot 5/5 Otot 5/5 Otot 5/5 Otot 5/5
Atas lemah

Riwayat Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada
allergi allergi allergi allergi allergi allergi allergi

BB 65kg 55 kg 45 kg 36 kg saat 35 kg 27 kg
Sakit
Sehat 40
kg
KesimpulanTak ada Tak ada Tak ada Kel: Tak Ada Tak ada
keluhan keluhan keluhan Nutrisi keluhan keluhan
kurang

8. Tingkat Kemandirian Keluarga


Kriteria Indikator Mampu Tidak Mampu

Tingkat I, II, III, IV


1 Keluarga menerima perawat v
2 Keluarga menerima pelayanan kesehatan v sesuai rencana
keperawatan keluarga
Tingkat II, III, IV
3 Keluarga tahu dan dapat v
Mengungkapkan masalah
kesehatannya secara benar
4 Keluarga memanfaatkan fasilitas v
kesehatan pelayanan kesehatan
sesuai anjuran
5 Keluarga melakukan tindakan v
keperawatan sederhana yang
sesuai anjuran
Tingkat III, IV

78
6. Keluarga melakukan tindakan v
pencegahan secara aktif
Tingkat IV
7. Keluarga melakukan tindakan V
promotif secara aktif
9. Indikator Keluarga Sejahtera
No. Indikator Mampu Tidak Mampu
Keluarga Sejahtera I (KS I) atau Indikator ”Kebutuhan Dasar Keluarga” (Basic
Needs) (6 indikator)

1 Pada umumnya anggota keluarga v


makan dua kali sehari atau lebih
2 Anggota keluarga memiliki pakaian v
yang berbeda untuk di rumah,
bekerja dan bepergian.
3 Rumah yang ditempati keluarga v
mempunyai atap, lantai dan dinding
yang baik, bersih,penataan rumah rapi.
4 Bila ada anggota keluarga sakit dibawa v
ke sarana kesehatan.
5 Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana v
pelayanan kontrasepsi
6 Semua anak sudah menikah . v
Delapan Indikator Keluarga Sejahtera II (KS II) atau indikator ”Kebutuhan Psikologis” (Psych
Needs) keluarga (8 indikator)
1. Pada umumnya anggota keluarga v
melaksanakan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing masing.
2. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan
v
daging atau ikan atau telur
3. Seluruh anggota keluarga memperoleh lebih dari satu stel v
pakaian baru dalam setahun.
4. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni v
rumah
5. Tiga bulan terakhir keluarga dalam v
keadaan sehat sehingga dapat
melaksanakan tugas/fungsi masingmasing.
6. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk v
memperoleh penghasilan.
7. Seluruh anggota keluarga umur v
10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin
8. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih
v
menggunakan alat/obat kontrasepsi
Keluarga Sejahtera III (KS III) atau indikator ”Kebutuhan Pengembangan”
(Develomental Needs) (5 indikator)
1. Keluarga berupaya meningkatkan v
pengetahuan agama.
2. Sebagian penghasilan keluarga v
ditabung dalam bentuk uang

79
atau barang
3. Kebiasaan keluarga makan bersama v
paling kurang seminggu sekali
dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
4. Keluarga ikut dalam kegiatan v
masyarakat di lingkungan tempat
tinggal
5. Keluarga memperoleh informasi dari suratv kabar/majalah/
radio/tv/internet.
Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator ”Aktualisasi Diri ”
(Self Esteem) (2 indikator)

1. Keluarga secara teratur dengan v


suka rela memberikan sumbangan
materiil untuk kegiatan sosial.
2. Ada anggota keluarga yang v
aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/ institusi masyarakat.

B. Diagnosa Keperawatan Keluarga


1. Analisis Data

No. Data Fokus Masalah


1. Data Subjektif : Defisit Pengetahuan
- Keluarga Tn "S" mengenal dan mengetahui
masalah kesehatan Sdra F yang dirasakan saat
ini yaitu TBC Paru berdasarkan diagnosis
dokter saat anaknya opnam .
- Keluarga Tn "S" belum mengetahui cara
penularan
- Tn S mengatakan belum mengetahuai gejala
dan tanda penyakit TBC paru .
- Tn S mengatakan belum mengetahui
pengobatan penyakit TBC Paru.
- Tn S mengatakan belum mengetahui
pencegahan penyakit TBC
- Paru.Tn "S" hanya berusaha mengikuti
anjuran dokter saja.
Data Subjektif
- Tn S sering bertanya dengan antusias
- Hasil Skor kuisioner pengetahuan : 33,3%

2. Data Subjektif : Perubahan Nutrisi


- Tn “S” mengatakan anaknya sulit makan Kurang
semenjak sakit
- Tn S mengatakan nafsu makan anaknya berkurang
- Tn S mengatakan badan anaknya makin kurus
- Tn S mengatakan semenjak sakit badan lemas
-

80
Data Objektif :
- BB sehat: 40 kg
- Saat saki : 36 kg
- Bibir kering , lemah

2. Penilaian (Skoring) Prioritas Masalah


Diagnosa Keperawatan 1 : Defisit Pengetahuan

No Kriteria Skor Bobot Skoring Pembenaran


a. Sifat Masalah
Wellness 3 Sifat masalah pada Tn. S adalah
Aktual 3 3/3x1=1 aktualkarena TN S tidak
Resiko 2 1 memahami tentang penyakit TBC
Potensial 2
b. Kemungkinan Masalah dapat diubah :
Mudah 2 Kemungkinan masalah dapat
Sebagian 1 2 2/2x2=2 diubah mudah karena TN S ingin
Tidak Dapat 0 tahu tentamh penyakit dan cara
penanganan
c. Potensial masalah untuk dicegah :
Tinggi 3 Potensi masalah dapat dicegah
Cukup 2 1 3/3x1=1 tinggi karena klg Tn. S bersedia
Rendah 1 untuk mengatasi penyakitnya TBC
d. Menonjolnya Masalah
Segera 2 Menonjolnya masalah segera
Tidak Perlu 1 1 2/2x1=1 karena Tn. S mengatakan jika
Tidak dirasa 0 sdr F terasa sakit menganggu
kan aktivitasnya
TOTAL SKOR 5
Diagnosa Keperawatan 2 : Perubahan Nutrisi Kurang

No Kriteria Skor Bobot Skoring Pembenaran


a. Sifat Masalah
Wellness 3 Sifat masalah pada Tn. S adalah
Aktual 3 2/3x1=2/3 Aktual karena TN S tidak
Resiko 2 1 memahami tentang pentingnya
Potensial 2 nutrisi bagi kesembuhan
b. Kemungkinan Masalah dapat diubah :
Mudah 2 Kemungkinan masalah dapat
Sebagian 1 2 2/2x1=1 diubah mudah karena TN S ingin
Tidak Dapat 0 tahu cara meningkat kan BB
c. Potensial masalah untuk dicegah :
Tinggi 3 Potensial masalh tinggi karena

81
Cukup 2 1 2/2x1=1 penurunan BB terjadi saat sakit .
Rendah 1 Konsi sehat BB normal
d. Menonjolnya Masalah
Segera 2 Menonjolnya masalah segera karena
Tidak Perlu 1 1 2/1x1=2 Tn S merasakan adanya masalah
Tidak dirasa 0 dengan penurunan BB
kan
TOTAL SKOR 4 2/3
3. Daftar Diagnose keperawatan
No. Diagnose keperawatan
1. Tingkat Pengetahuan (L.12111)
2 Perubahan nutrisi

3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa
SLKI SIKI
o (SDKI)
1 Domain 0117 : 1. Kemampuan Keluarga 1. Kemampuan Keluarga
Pemeliharaan Mengenal Masalah Mengenal Masalah Kesehatan
. Kesehatan Kesehatan
Tidak Efektif SLKI : Tingkat SIKI : Edukasi Proses Penyakit
Kategori : Pengetahuan (L.12111) (I.12444)
Perilaku Kriteria hasil : Observasi :
SubKategori : a. Perilaku sesuai anjuran a. Identifikasi kesiapan dan
Penyuluhan (skala 5: meningkat) kemampuan menerima
dan b. Kemampuan informasi
Pembelajaran menjelaskan Terapeutik :
pengetahuan tentang a. Sediakan materi dan media
suatu topik (skala 5: pendidikan kesehatan
meningkat) b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
c. Perilaku sesuai dengan sesuai kesepakatan
pengetahuan (skala 5: c. Berikan kesempatan untuk
meningkat) bertanya
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab dan faktor
risiko penyakit
b. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit
c. Jelaskan kemungkinan
terjadinya
komplikasi
2.Kemampuan Keluarga 2. Kemampuan keluarga
Mengambil Keputusan Mengambil keputusan
SLKI : Manajemen SIKI : Promosi Dukungan Keluarga
Kesehatan Keluarga (I.13488)
(L.12105) Observasi :
Kriteria hasil : a. Identifikasi pendidikan keluarga
a. Kemampuan b. Identifikasi kebutuhan dan

82
menjelaskan masalah harapan anggota keluarga
kesehatan yang dialami Terapeutik :
(skala 5: meningkat) a. Sediakan lingkungan yang
b. Aktivitas keluarga nyaman
mengatasi masalah b. Diskusikan anggota
kesehatan tepat (skala keluarga yang akan dilibatkan
5: meningkat) dalam perawatan
c. Tindakan untuk c. Diskusikan kemampuan dan
mengurangi faktor perencanaan keluarga dalam
risiko (skala 5: perawatan
meningkat) d. Diskusikan jenis perawatan di
d. Verbalisasi kesulitan rumah
menjalankan perawatan e. Diskusikan cara mengatasi
yang di tetapkan (skala 5: kesulitan dalam perawatan
menurun) Edukasi :
Edukasi : :
a. Jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan dan pengobatan yang
dijalani pasien
3. Kemampuan Keluarga 3. Kemampuan Keluarga Merawat
Merawat Anggota Anggota Keluarga Yang Sakit
Keluarga Yang Sakit
SIKI : Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan
SLKI : Proses Keluarga (I.12361)
(L.13123)
Observasi :
Kriteria hasil a. Identifikasi kepatuhan
a. Kemampuan keluarga menjalani program pengobatan
mencari bantuan secara Terapeutik :
tepat (skala 5: a. Buat komitmen menjalani
meningkat) program pengobatan dengan
b. Aktivitas mendukung baik
keselamatan anggota b. Buat jadwal pendampingan
keluarga (skala 5: keluarga untuk bergantian
meningkat) menemani pasien selama
c. Minat keluarga menjalani program pengobatan,
melakukan aktivitas jika perlu
yang positif (skala 5: c. Diskusikan hal-hal yang dapat
meningkat) mendukung atau menghambat
berjalannya program
pengobatan
d. Libatkan keluarga untuk
mendukung program
pengobatan yang dijalani

Edukasi :
Edukasi : :
1) Informasikan program
pengobatan yang harus dijalani
2) Informasikan manfaat yang

83
akan diperoleh jika teratur
menjalani program pengobatan
3) Anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani
program pengobatan
4) Anjurkan pasien dan keluarga
melakukan konsultasi ke
pelayanan kesehatan terdekat
4. Kemampuan Keluarga 4. Kemampuan Keluarga
Memodifikasi Lingkungan Memodifikasi Lingkungan

SLKI : Pemeliharaan SIKI Kesehatan


: EdukaSIKI : Edukasi Kesehatan (I.12383)
(L.12106)
Observasi :
Kriteria hasil Kriteria Hasil : a. Identifikasi kesiapan dan
a. Menunjukkan perilaku kemampuan menerima
adaptif (skala 5: informasi
meningkat) Terapeutik :
b. Menunjukkan a. Sediakan materi dan media
pemahaman perilaku pendidikan kesehatan
sehat (skala 5: b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
meningkat) sesuai kesepakatan
c. Kemampuan c. Berikan kesempatan untuk
menjalankan perilaku bertanya
sehat (skala 5: Edukasi :
meningkat) Edukasi :
d. Perilaku mencari a. Ajarkan perilaku hidup bersih
bantuan (skala 5: dan sehat.
meningkat) b. Ajarkan strategi yang dapat
e. Menunjukkan minat digunakan untuk meningkatkan
meningkatkan perilaku perilaku hidup bersih dan sehat.
sehat (skala 5:
meningkat)
5. Kemampuan Keluarga 5.Kemampuan Keluarga
Memanfaatkan Memanfaatkan Fasilitas Pelayanan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Kesehatan
SIKI : SuSSIKI : Edukasi Perilaku Upaya
SLKI : rSLKI : Perilaku Kesehatan Kesehatan (I.12435)
(L.12107)
Observasi :
Kriteria hasil Kriteria Standart : a. Identifikasi kesiapan dan
a. Penerimaan terhadap kemampuan menerima
perubahan status informasi.
kesehatan (skala 5: Terapeutik :
meningkat) a. Sediakan materi dan media
b. Kemampuan pendidikan kesehatan.
melakukan tindakan b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
pencegahan maslaah sesuai kesepakatan.

84
kesehatan (skala 5: c. Berikan kesempatan untuk
meningkat) bertanya.
c. Kemampuan
peningkatan kesehatan
(skala 5: meningkat) Edukasi :
d. Edukasi
Pencapaian
:
pengendalian kesehatan a. Informasikan sumber yang tepat
(skala 5: meningkat) yang tersedia di masyarakat.
b. Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan.
c. Ajarkan pencarian dan
penggunaan sistem fasilitas
pelayanan kesehatan.
d. Ajarkan cara pemeliharaan
kesehatan.

E. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Hari dan Implementasi Evaluasi Paraf


. Tanggal

1. Defisit Minggu Subjektif : NINI


Pengetahu 08/01/23 K
1. Membangun komunikasi a. Klien
an
12.00 dengan klien dan keluarga mengatakan
takut dan
Respon : klien dan khawatir
keluarga kooperatif akan
penyakitnya
2. Menyediakan lingkungan yang tidak
12.10
yang tenang kunjung
sembuh
Respon : klien dan
keluarga tampak tenang

12.20 3. Mengkaji tingkat Objektif :


pengetahuan dengan
kuisioner a. Keadaan

85
Respon : klien dan keluarga umum lemah
kooperatif
b. Kesadaran :
Hasil : skor pengetahuan 10 composmentis
( tingkat bawah)
4. Menginformasikan /edukasi c. GCS : 456

Tentang TBC Paru d. TTV

Respon : klien kooperatif TD : 130/80


dan mendengarkan mmHg

12.40 5. Melakukan observasi S : 36,8 oC


keadaan klien
N : 90x/menit
a. Keadaan umum lemah
RR :
b. Kesadaran : 20x/menit
composmentis SpO2 : 98%
c. GCS : 456 e. Klien tampak
gelisah
d. TTV
12.50 f. Skor HARS
TD : 130/80 mmHg
22 (ansietas
o sedang)
S : 36,8 C

Analisis :

Masalah belum
teratasi

13.00
Planning :

Intervensi 1, 2, 3,
4, 5, 6 dilanjutkan

86
N : 80x

13.10 7. Melakukan kontrak


waktu dengan klien
untuk melakukan
intervensi edukasi

Respon : klien
didampingimenandatangani
informed concent

2. Defisit Sabtu Subjektif : Ninik


pengetahu
an 15-01-2023 1. Membangun komunikasi a. Klien
dengan klien dan keluarga mengatakan
10.00 rasa takut dan
Respon : klien dan khawatirnya
keluarga kooperatif mulai
berkurang
2. Menyediakan lingkungan dan menerima
yang tenang penyakitnya
10.10
saat ini
Respon : klien dan dengan
keluarga tampak tenang perasaan
ikhlas
3. Mengkaji tanda verbal dan
10.20 non verbal ansietas

Respon : klien mengatakan Objektif :


rasa khawatirnya sedikit
berkurang tetapi rasa a. Keadaan
takutnya masih tinggi umum lemah

4. Melakukan observasi b. Kesadaran :


keadaan klien composmentis
10.40
a. Keadaan umum lemah c. GCS : 456

b. Kesadaran : d. TTV
composmentis
TD : 130/80
c. GCS : 456 mmHg

87
d. TTV S : 36,6 oC

TD : 130/80 mmHg N : 89x/menit

S : 36,6 oC RR :

N : 89x/menit 21x/menit

RR : 20x/menit SpO2 : 98%

5. Menjelaskan kembali
mg/dL
kepada klien manfaat
10.50 dan pentingnya kepatuhan
e. Klien tampak
mencapai keberhasilan
pengobatan,meliputi lebih tenang
kepatuhan minum obat
kepatuhan nutrisi,dan f.
kepatuhan pencegahan
Respon : klien memahami

6. Memotivasi klien untuk Analisis :


11.00
lebih tenang dalam
Masalah teratasi
menyikapi penyakitnya
sebagian
Respon : klien memahami

Planning :

Intervensi 2, 3, 4,
6, 7 dilanjutkan

3. Defisit Minggu 1. Menggunakan pendekatan Subjektif : Ninik


pengetahu 21/01/2023 yang tenang dan meyakinkan
a. Klien
an
11.00 WIB Respon : klien dan mengatakan
keluarga kooperatif dirinya
sudah mulai
2. Menyediakan lingkungan mengetahui
yang tenang tentang
penyakitnya
11.10 Wib Respon : klien dan
serta dapat
keluarga tampak tenang
menyesuaikan
perubahan
kesehatan
yang terjadi.
Klien juga
dapat

88
11.15 3.Melakukan observasi mencari
keadaan klien informasi dan
mengatasi
a. Keadaan umum lemah situasi jika
terjadi cemas
b. Kesadaran :
composmentis serta
membuat
c. GCS : 456 keputusan
tentang
d. TTV kesehatannya

TD : 130/80 mmHg

S : 36,6 oC Objektif :
N : 89x/menit a. Keadaan
umum lemah
RR : 20x/menit

SpO2 : 98% b. Kesadaran :


composmenti
11.25 Wib
4. Mengkaji ulang tingkat s
pengetahuan
c. GCS : 456
Respon skort 16
d. TTV
(ansietas ringan)
TD : 130/80
5. Memberikan informasi
11.40 mmHg
tentang menimbulkan
sikap positif terhadap S : 36,6 oC
pengobatan dengan cara
membangun belief N : 89x/menit

Respon : klien berharap RR :


dapat menjaga kesehatan 20x/menit
11.45
tubuhnya
SpO2 : 98%
6. Mengajarkan strategi e. Klien tampak
untuk menolak ajakan tenang
berperilaku yang tidak
sesuai f. Skor HARS 18
11.50 (ansietas
ringan)

Analisis :

Masalah teratasi

89
Respon : klien memahami

12.00 7. Memotivasi klien untuk Planning :


lebih tenang dalam
menyikapi penyakitnya Intervensi
dihentikan
Respon : klien memahami

90
Lampiran 9 . Lembar Kuesioner Penelitian Tingkat Pengetahuan

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Nomor Responden :1
Nama Responden : Tn S
Tanggal Pemeriksaan : 24 Desember 2022
No. PERTANYAAN BENAR SALAH

1. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri


2. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh virus e-
coli
3. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh virus e-
coli
4. Kuman tuberkulosis dapat menyerang bagian
organ paru-paru
5. Kuman tubekulosis dapat menyerang
bagian jantung
6. Penyakit tubekulosis merupakan
penyakit keturunan
7. Gejala penyakit tuberkulosis adalah
batuk berdahak selama dua minggu atau lebih
disetai dengan gejala batuk bercampur darah
8. Gejala penyakit tuberkulosis yaitu diare yang
tidak sembuh-sembuh
9 Salah satu gejala penyakit tuberkulosis yaitu
sesak napas
10. Salah satu gejala penyakit tuberkulosis
yaitu menurunnya nafsu makan
11. Salah satu gejala penyakit tuberkulosis yaitu
berat badan menurun
12. Salah satu gejala penyakit tuberkulosis
yaitu berkeringat di malam hari tanpa
kegiatan fisik
13. Salah satu gejala penyakit tuberkulosis
yaitu demam meriang
14. Penyakit tuberkulosis dapat menula
melalui percikan dahak penderita tuberkulosis
15. Penularan penyakit tuberkulosis dapat
menular melalui sentuhan
16. . Penularan tuberkulosis dapat menular
melalui hubungan seksual
17. Salah satu cara agar penyakit tuberkulosis
tidak menular yaitu penderita tuberkulosis
menutup mulut/hidung saat batuk/bersin
dan tidak meludah
disembarang tempat
18. Ketika batuk dan bersin yang harus
dilakukan pasien tuberkulosis yaitu menutup

91
mulut
19. Pengobatan tuberkulosis dilakuka untuk
menyembuhkan penderita tuberkulosis
dan mencegah terjadinya resiko kematian
20. Pengobatan yang tapat dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri mycobacteriu
tuberculosis
21. Pengobatan yang tapat dapat mencegah
penularan penyakit tuberkulosis
22. Obat tuberkulosis yang di resepkan oleh
dokter harus diminum sesuai jumlah yang di
anjurkan
23. Obat tuberkulosis harus diminum secara
terartur
sesuai dengan petunjuk dokter
24. Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam dua
tahap
yaitu tahap intensif/awal dan tahap lanjutan
25. Pada tahap awal pengobatan, obat harus
diminum
setiap hari selama 2 bulan
26. Obat yang digunakan pada tahap
intensif/awal pengobatan TB berupa
Rifampisisn, Isoniazid, (INH), Pyrazinamide,
Etambutol
27. Penderita tuberkulosis boleh menghentikan
sendiri pengobatan sebelum mencapai batas
waktu kontrolyang ditentukan oleh dokter
28. Terapi penggunaan obat tuberkulosis
dilakukan sesuai dengan batas waktu kontrol
yang dianjurkan dokter
29. Jika pagi lupa minum obat, maka siang obat
harus diminum 2 kali jumlah obat yang
disarankan
30. Pengawas minum obat (PMO) penting
dalam menjamin keteraturan minum obat
penderita.

Keterangan :

Nilai 76% - 100% : Baik


Nilai 56% - 75% : Cukup
Nilai < 56% - 0 : Kurang ( Arikunto 2006)

92
Lampran 10 SOP EDUKASI

93
94
95
Lampiran 10

96
Lampiran 11

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

PRODI PROFESI NERS


KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website: www. Unusa.ac.id Email: info@unusa.ac .id
LEMBAR KONSULTASI KARYA ILMIAH AKHIR

Nama : Ninik Maria Ufa

NIM : 1120022122

Prodi : Profesi Ners

Fakultas : Fakultas Keperawatan dan Kebidanan

Judul : Analisi Asuhan Keperawatan keluarga Pada Klien TB Paru


dengan edukasi berbasis theory of planned behaviour untuk mengatasi defi
huan
di Sawahan Surabaya
Pembimbing : Rusdianingseh , M..Kep., Ns., Sp.Kep.Kom.

Tanggal Materi Konsultasi Hasil Konsultasi Tanda Tangan

Mahasiswa Pembimbing

1 06-10-2022 Judul KIA Revisi

2 10-10-2022 Judul KIA Revisi Judul

3 16-11-2022 Judul Acc Judul

97
4 20-11-2022 Bab 1 Revisi Bab 1

5. 02-12-2022 Bab 1 Acc

6’ 10-12-2022 Bab 2 Revisi

7. 15-12-2022 Bab 2 Revisi

8. 27-12-2022 Bab 2 dan Bab 3 Revisi

9. 30-12-2022 Bab 3 Revisi

98
10. 15-01-2023 Bab 3 Revisi

11. 25-01-2023 Bab 3 dan 4 Acc dan Revisi

12. 30-01-2023 Bab 4 dan 5 Revisi

13. 01-02-2023 Bab 5 dan bab 6 Revisi

14. 20-02-2023 Bab 1,2,3,4,5,6 acc

99
Mengetahui,

Ketua Program Pendidikan Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep.

NPP. 0206713

100
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU
DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OFPLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN DI SAWAHAN – SURABAYA

Ninik Maria Ufa¹,*, Rusdianingseh², Nety Mawarda Hatmanti³, M.Khafid

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend di
Indonesia. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan keluarga
penderita tuberkulosis mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil dalam
meningkatkan risiko penyebaran dan penularan penyakit ini. Salah satu penatalaksanaan defisit
pengetahuan dengan edukasi berbasis theory of planned behavior. Tujuan penelitian untuk
mengetahui penerapan edukasi berbasis theory of planned behavior dalam mengatasi defisit
pengetahuan
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuisioner dan SOP edukasi pasien .Subyek
penelitian ini yaitu keluarga Tn. S dengan TBC Paru dengan diagnose keperawatan defisit
pengetahuan.
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan implementasi selama 1 bulan dengan 4 kali
tatap muka dan penyampaian pesan pengingat tiap 2 hari sekali selama 1 bulan melalui
WhatsApp Didapatkan adanya peningkatan pengetahuan yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan perilaku terhadap penyakit TBC .
Studi kasus menunjukkan bahwa edukasi berbasis theory planned behaviour dapat
menjadi terapi alternatif untuk mengatasi defisit pengetahuan pada keluaga dengan TBC Paru.

Kata kunci: Edukasi, Defisit Pengetahuan, TB Paru, Theory Of Planned Behaviour

ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is a disease that is currently a trend in Indonesia. The low level of
knowledge and lack of information from the community and families of tuberculosis sufferers
regarding the presence of tuberculosis also contributes to increasing the risk of spreading and
transmitting this disease. One of the management of knowledge deficit is education based on
the theory of planned behavior. The aim of this research is to find out the application of
education based on the theory of planned behavior in overcoming knowledge deficits
This research method uses a descriptive method with a case study approach. The
instruments used were questionnaire sheets and patient education SOPs. The subject of this
study was the family of Mr. S with pulmonary tuberculosis with a nursing diagnosis of
knowledge deficit.
The results obtained after being implemented for 1 month with 4 face-to-face meetings
and delivery of reminder messages every 2 days for 1 month via WhatsApp It was found that
there was an increase in knowledge as indicated by a change in behavior towards TB disease.
Case studies show that education based on theory of planned behavior can be an
alternative therapy to overcome knowledge deficits in families with pulmonary tuberculosis.

Keywords: Education, Knowledge Deficit, Pulmonary TB, Theory Of Planned Behavior


1. Latar Belakang

101
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend di
Indonesia. Dan masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat dunia. Rendahnya
pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan keluarga penderita tuberkulosis
mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil dalam meningkatkan risiko penyebaran
dan penularan penyakit ini. Tingkat pengetahuan mengenai TB di masyarakat masih rendah
walaupun TB paru merupakan penyakit yang sangat luas di masyarakat, namun penyakit ini
kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari masyarakat bahwa TB paru merupakan
penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan pengelolaan utamanya adalah mengobati
gejalanya saja. Pengetahuan yang terbatas tentang TB paru ini membuat penyakit ini sering kali
tidak tertangani dengan baik (Fairawan, 2009). Penanggulangan tuberkulosis yang dibuat oleh
Depkes RI dalam bidang promotif adalah dengan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan
tentang tuberkulosis perlu dilakukan karena masalah tuberkulosis banyak berkaitan dengan
masalah defisit pengetahuan dan perilaku masyarakat (Kumboyono, 2011).
Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2021), Tuberkulosis (TBC) masih
menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Pada tahun 2020, terdapat 9.9 juta orang di
dunia sakit TBC, dan 1,5 juta nyawa meninggal akibat penyakit TBC yang dapat dicegah dan
diobati ini. (23 Mar 2022). Berdasarkan Global TB Report 2021, diperkirakan ada 824.000
kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan
ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323 (48%). Masih ada sekitar 52% kasus TBC
yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan. Pada tahun 2022 data
per bulan September untuk cakupan penemuan dan pengobatan TBC sebesar 39% (target satu
tahun TC 90%) dan angka keberhasilan pengobatan TBC sebesar 74% (target SR 90%).
Penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina
dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian
per jam.
Penemuan kasus TBC sangat dipengaruhi oleh kondisi pandemi COVID-19. Namun, di tengah
suasana pandemi tersebut, Provinsi Jawa Timur berhasil menemukan 43.268 jiwa penderita
TBC pada 2021. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ketiga di Indonesia. Dengan semakin
banyak yang ditemukan, mereka yang terdiagnosis TBC dapat segera diobati dan tidak lagi
menularkan kepada orang di sekitarnya. Menurut BPS Jawa Timur tahun 2021 Kota Surabaya
merupakan terbanyak pertama kasus TBC,sebesar 4.475 dari 41.531 kasus TBC yang
ditemukan. Atau penyumbang sebesar 10% dari kasus yang ada di Jawa Timur. Pada tahun
2021 TBC di Poli Paru RSI ditemukan sebanyak 85 jiwa penderita TB yang meliputi kasus
TB baru,kambuh maupun drop out. Sedangkan tahun 2022 ini meningkat menjadi 171 jiwa
penderita atau meningakat 200% dari penderita TB yang ada.
Masyarakat sangat mudah tertular penyakit TB Paru dikarenakan kurangnya pengetahuan
atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat pendidikan dan umur mempengaruhi
informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat dan kondisi tubuh lemah
mempermudah terpapar kuman-kuman TB Paru. Dalam pelayanan kesehatan khususnya TB
paru tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien. Masalah
kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota
keluarga yang lain (Kemenkes RI, 2017). Dengan memberikan edukasi yang benar untuk
mengatasi defisit pengetahuan pada anggota keluarga akan memberi banyak keuntungan.
Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO (Pengawas Minum Obat), karena dikenal, dipercaya
dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani,
dihormati dan tinggal dekat dengan penderita serta bersedia membantu penderita dengan
sukarela (Notoatmodjo, 2014). Peran keluarga sebagai motivator sudah optimal. Keluarga
sebagai PMO berperan memberikan motivasi atau dorongan agar pasien termotivasi untuk
menjalani pengobatan sesuai aturan hingga pasien sembuh. Bentuk peran yang diberikan
adalah berupa dukungan moral dan harapan kesembuhan bagi pasien. Seorang PMO yang akan

102
mengawasi pasien dalam proses pengobatan yang lama,teratur ,terus menerus dan tidak boleh
putus, memberikan edukasi mengenai penyakit TB paru kepada pasien, memberi motivasi,
mengantar pasien menjemput obat, bahkan saat pasien tidak mampu datang menjemput obat
atau mengantar sputum untuk pemeriksaan follow up pengobatan (Notoatmodjo, 2014)
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya pengendalian penyakit tuberkolosis (TB) Paru
sejak 1995 dengan strategi DOTs (Kemenkes RI, 2016). Salah satu upaya meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis adalah dengan melakukan upaya
pendidikan kesehatan pada masyarakat. Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan pada
masyarakat pada hakekatnya adalah upaya menyampaikan pesan kesehatan kepada individu,
kelompok, masyarakat, sehingga dapat memperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan yang diterima pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi perilaku. Theory of
Planned Behavior adalah teori yang meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat
dipertimbangkan dan direncanakan. Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa
peneliti, seperti Ajzen dan Sharma dalam Nuary (2010). Wellington et al (dalam Nuary, 2010)
menyatakan Theory of Planned Behavior memiliki keunggulan dibandingkan teori
keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku yang
dapat mengidentifikasi keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas sesuatu yang akan
terjadi dari hasil perilaku, sehingga hal ini membedakan antara perilaku seseorang yang
berkehendak dan yang tidak berkehendak.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya upaya untuk membuktikan edukasi berbasis
theory of planned behaviour untuk mengatasi defisit pengetahuan keluarga klien TB paru.

2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus melalui proses
asuhan keperawatan . Data yang dikumpulkan adalah data dari hasilmwawancara langsung
terhadap klien, keluarga,observasi dan pemeriksaan fisik . Setelah data terkumpul peneliti
menyimpulkan masalah dan menetukan prioritas masalah kemudian membuat rencana tindakan
yang akan dilakukan edukasi berbasis theory of planned behaviour untuk mengatasi masalh
defisit pengetahuan Studi kasu pada satuanggota keluargayang menderita TBC Paru dengan
diberikan edukasi berbasis theory of planned behaviour selama 1 bulan dengan 4 kali tatp
muka selama 15-20 menit

3. Hasil
Dari fokus pengkajian melalui wawancara ,pemeriksaan fisik, dan kuisioner didapatkan
diagnose keperawatan defisit pengetahuan pada keluarga TN “S”ditandai dengan hasil
kuisioner skort 10 (tingkat pengetahuan bawah) . Intervebsi utama yang dilakukan adalah
edukasi berbasis theory of planned behaviour . Intervensi edukasi berbasis theory of planned
behaviour yang dilakukan selama 1 bulan dengan 4 kali tatap muka dengan durasi 15-20 menit

4. Pembahasan
Hasil Pengkajian dirumah yang dilakukan pada tanggal 24 Desember 2022 pada keluarga
Tn.S. Tn. S mengatakan tidak tahu banyak mengenai penyakit anaknya. Dari hasil
anamnesa dan wawancara klien, saat dilakukan pengkajian peneliti menegakkan diagnosa
keperawatan defisit pengetahuan . Menurut peneliti diagnose ini paling sering muncul pada
kasus TBC. Hal ini karena pada umunya penderita TB mempunyai tingkat pendidikan rendah.
Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi cara pandang sesorang terhadap informasi baru
atau karena kurangnya pengetahuan atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat
pendidikan dan umur memengaruhi informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat
dan kondisi tubuh lemah memper mudah terpapar kuman-kuman TB Paru. Pengetahuan

103
masyarakat Indonesia tentang Tuberkulosis tergolong masih rendah, yaitu hanya 8% responden
yang menjawab dengan benar cara penularan Tuberkulosis Paru, 66% yang mengetahui tanda
dan gejala (Kurnia,P.,2018). Artinya di Indonesia ditemukan bahwa tingginya angka kejadian
Tuberkulosis Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan. Resiko tertular TBC pada
masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah adalah 2,5 kali lebih besar daripada
orang yang berpengetahuan tinggi( Ridwan,A ,2019)Hasil dari anemnesa dan wawancara klien
saat dilakukan pengkajian penulis menegakkan diagnose keperawatn defisit pengetahuan yang
ditandai dengan Tn S mengatakan tidak tahu banyak mengenai penyakit anaknyaDefisit
pengetahuan sendiri adalah ketiadak tahuan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu dengan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau pola disfungsi
manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang yang dapat menambah suatu
variasi respons (PPNI, 2016). Menurut Fairawan (2009) tingkat pengetahuan mengenai TB di
masyarakat masih rendah walaupun TB paru merupakan penyakit yang sangat luas di
masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari
masyarakat bahwa TB paru merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan
pengelolaan utamanya adalah mengobati gejalanya saja. Pengetahuan yang terbatas tentang TB
paru ini membuat penyakit ini sering kali tidak tertangani dengan baik ..

Intervensi yang diberikan pada keluarga Tn "S " adalah melakukan edukasi kesehatan.
Dengan edukais dapat mengidentifikasi perilaku yang sesuai anjuran, mengidentifikasi
kemampuan melakukan perawatan ,mengidentifikasi perilaku sesuai pengetahuan .

Agar individu dapat meperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik, diperlukan suatu upaya
dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat atau kelompok yaitu pendidikan
kesehatan.(Hidayat,E.2015). Penyuluhan merupakan proses dalam komunikasi dan perubahan
perilaku melalui pendidikan. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam kegiatan penyuluhan,
perlu adanya perhatian yang besar terhadap metode dan media penyuluhan dan harus
disesuaikan dengan sasaran.
Menurut SIKI (2017), klien dengan defisit pengetahuan maka intervensi yang diberikan
Edukasi kesehatan . Dengan edukasi kita dapat menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat , kelompok atau dengan individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan
masyarakat ,kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
lebih baik.
Menurut (Cendikia, 2020) terdapat tiga tujuan utama dalam pemberian edukasi kesehatan. Agar
seseorang itu mampu untuk menetapkan masalah dan kebutuhan yang mereka inginkan,

104
memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan dan menggunakan
sumber daya yang ada,mengambil keputusan yang paling tepat untuk meningkatkan kesehatan.
Menurut peneliti, intervensi yang telah dilakukan pada klien telah sesuai teori. Yaitu dengan
melakukan edukasi kesehatan . Edukasi kesehatan yang dilakukan secara benar sesuai dengan
standar operasional prosedur yang ada. Dan jika edukasi yang dilakukan benar maka dapat
sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Yaitu didapatkan perilaku sesuai anjuran ,
perilaku sesuai dengan pengetahuan dan perilaku sesuai pengetahuan .
Pada saat implementasi keluarga Tn "S " diberikan intervensi yaitu edukasi berbasis theory of
planned behaviour. Sebelum dilakukan edukasi telah memberikan dua lembar yaitu kertas
informed concent (lembar persetujuan dilakukan penelitian) dan kertas kosong untuk mencatat
hasil pengetahuan yang dirasakan oleh klien.
Telah dilakukan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan pada
keluarga Tn “S”. Intrvensi unggulan yang dibuat oleh penulis adalah edukasi berbasis theory of
planned behaviour karena klien keluarga TN “S” tidak mengetahu bamyak mengenai sakit
anaknya.
Intervensi penerapan edukasi berbasis of planned behaviour diawali dengan edukasi tentang
penyakit TBC . Edukasi yang diberikan membahas tentang pengertian, tanda gejala,
penyebab dan penatalaksanaan pengobatan,pencegahan,dan perawatan TBC Paru. Media yang
digunakan adalah poster dan lealet dengan metode ceramah. Sebelum demontrasi dilakukan,
penulis memberikan lembar kuesioner tingkat pengetahuan untuk mengukur tingkat
pengetahuan Tn “ S ". Edukasi berbasis theory of Planned behaviour diikuti langsung oleh Tn
"S dan klien Sdr F". Penerapannya sebanyak 4 kali selama 1 bulan.membutuhkan waktu sekitar
15-20 menit. Dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman untuk Tn "S" dan sesuai dengan
kemampuannya
Untuk mencapai keberhasilan pengobatan TBC Paru ,Penderita TB dituntut memiliki
kepatuhan yang tinggi terhadap program pengobatan , kepatuhan nutrisi dan kepatuhan
pencegahan sebagai upaya mengurangi bebas TB. Untuk mencapai kepatuhan dibutuhkan niat
yang kuat. Edukasi kepatuhan pasien TB berbasis Theory of Planned Behaviour (TPB)
merupakan hal yang harus dilakukan guna memelihara niat pasien TB untuk berperilaku patuh.
Faktor utama TPB terbukti memiliki hubungan yang erat dengan niat.(Miller et
al,2015).Konstruk TPB dapat memprediksi niat seseorang hingga terbentuk perilaku (Peleg et
al,2017)
Theory of planned behaviour mempunyai dasar pendekatan beliefs yang membentuk niat dan
mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu. Faktor utama pembentuk niat yaitu
attitude, subjective norm, preceived behavior control. Hal itu diperkuat oleh meta-analysis
yang dilakukan Rich et al, (2015) bahwa attitude, subjective norm, preceived behavior control
menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap niat (intention). Studi lain (Peleg et al., 2017)
menyebutkan bahwa Struktur Theory of Planned of Behavior memunculkan niat berperilaku
patuh. Studi yang dilakukan Addisu et al., (2014) menunjukkan bahwa secara signifikan TPB
memprediksi niat mencari pengobatan pasien TB.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyusun pemberian intervensi edukasi berbasis theory of
planned behaviour yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan niat pasien TB sehingga
memunculkan perilaku patuh. Perilaku patuh tersebut meliputi kepatuhan minum obat,
kepatuhan pencegahan penularan, dan kepatuhan nutrisi.
Pengaruh intervensi edukasi berbasis theory of planned behaviour terhadap Attitude Toward
Behavioural pasien TB. Setelah mendapatkan intervensi edukasi berbasis theory of planned
behaviour nilai Attitude Toward Behaviour pasien TB meningkat. Peningkatan tersebut dapat
dicapai dengan membentuk sikap positif terhadap pengobatan dengan pendekatan beliefs .
Pasien memperoleh keyakinan bahwa ia mampu dan mampu menjalani terapi tuberkulosis yang
sulit. Ini dibuktikan klien Sdr F mau minum obat tiap hari dengan diawasi oleh Tn S. ).

105
Dengam bantuan TN S , Sdr F mempertahankan kestabilan niat dalam kepatuhan minum obat
dibantu dengan membuka WA dari peneliti waktu akan minum obat pada jam tertentu
sesuai yang disepakati. TN S juga membunyikan alarm sebagai bentuk pengingat untuk .Sdr
F . Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan secara langsung untuk mencegah terjadinya putus
obat, karena putus obat akan menimbulkan efek yang lebih besar seperti terjadinya penularan kepada
orang lain dan terjadinya multidrug resisten yang semakin mempersulit pengobatan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian tentang pendidikan dalam mempromosikan kepatuhan
TB berbasis beliefs di Barcelona dilakukan pada 68 pasien TB bahwa pendidikan berbasis
keyakinan sangat efektif dalam membangun sikap yang mendukung perilaku kepatuhan
pengobatan (Guix Comellas et al,2017). Meta Analisi tentang intervensi pengobatan penyakit
kronis menyimpulkan bahwa intervensi yang berbasis beliefs lebih berdampak positif pada
sikap dan perilaku keptuhan itu sendiri (Rich et al.,2015)
Faktor pembentuk niat yang kedua adalah Subjective Norm (norma subjektif). Edukasi pada
keluarga Tn “S” bahwa TB ini penyakit yang dapat disembuhkan asal patuh pengobatan, patuh
nutrisi dan patuh pencegahan terbukti pada keluarga Tn “S” Tn S sangat antusias dan
bersemangat sekali saat mendapat edukasi. TN S merasa kepatuhan anaknya adalah tanggung
jawabnya dan Tn S bersedia sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) bagi anaknya.
Edukasi berbasis of planned behaviour memiliki pengaruh yang signifikan dalam
meningkatkan persepsi perilaku. (Perceived Behaviour Control). Intervensi ini dapat
membantu meningkatkan persepsi positif tentang mudah tidaknya menjalani proses
pengobatan.
Keluarga Tn S mengatakan bahwa selama sakit ini anaknya makan tidak bisa banyak. Nafsu
makan turun . BB turun sebelum sakit 40 kg sesudah sakit menjadi 36 kg. .
Menurut peneliti pada pasien infeksi TBC ini perlu meningkatkan kepatuhan nutrisi untuk
menunjang pengobatan. Selama terjadi proses infeksi terjadi peningkatan metabolisme yang
menyebabkan penurunan berat badan. Edukasi berbasis theory planned of behaviour dapat
meningkatkan kepatuhan nutrisi. Peningkatan diperoleh dengan melakukan edukasi dengan
pembelajaran secara face to face tentang bagaimana nutrisi yang dianjurkan, dan memupuk
keyakinan subyek bahwa nutrisi yang baik dapat memberikan dampak positif terhadap proses
pengobatan dengan materi yang berisi tentang ajnuran makan 3 kali sehari, himbauan untuk
menghindari makanan cepat saji dan makanan yang memicu batuk, seperti pemanis buatan, dan
makanan berminyak. Dalam studi ini, intervensi edukasi yang berbasis Teory of Planned
Behavior dapat membantu keluarga Tn.S dalam mempertahankan kestabilan niat untuk
mencapai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Studi pendukung tentang nutrisi atau kepatuhan diet
pada penyakit kronis menunjukkan bahwa Sistem Pesan Singkat (SMS) sangat efektif dalam
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap diet dan pengobatan (Akhu-zaheya and Shiyab, 2017)
TN ”S” mengatakan anaknya ada keluhan batuk berdahak . Tn S mengatakan kadang Sdra F
lupa tidak memakai masker. Keluarga TN S tinggal dirumah petak warisan orang tua dengan
ventilasi , pencahayaan yang kurang. Satu rumah dihuni oleh 6 orang. Menurut peneliti
lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis paru adalah
lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas ventilasi yang baik,
pencahayaan yang buruk di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam rumah dan bahan
bangunan didalam rumah. Menurut peneliti Pasien TB harus mempunyai perilaku hidup sehat
untuk mencegh proses penularan infeksi . Untuk melakukan perilaku hidup sehat harus
diedukasi . Dengan Edukasi klien dapat memperoleh pesan untuk melakukan pencegahan,
Edukasi berbasis Theory of planned behaviour dapat meningkatkan kepatuhan pencegahan
penularan pada pasien TBC. Intervensi edukasi berbasis Theory of Planned Behavior
mengarahkan pasien tentang bagaimana cara berinteraksi dengan lingkungannya agar pasien
mengetahui bagaimana mencegah penularan infeksi dan tidak merugikan orang lain
disekitarnya. Pasien juga diajarkan bagaimana lingkungan yang sehat agar tidak terjadi

106
penularan. Seiring dengan terbentuknya niat dan pemahaman tentang pencegahan penularan,
pesan reminder dikirim secara intensif agar niat dan pemahaman dapat
diubah menjadi perilaku yang konsisten, sehingga pasien mampu menerapkan
pencegahan penularan baik dirumah sakit, di rumah dan saat berinteraksi dengan lingkungan
sosial (Adiutama, Amin and Baka
Evaluasi yang sesuai dengan Penelitian Adiutama dkk (2021) bahwa Hasil evaluasi kegiatan
menunjukkan bahwa education berbasis Theory of Planned Behavior mempunyai dampak
positif yang signifikan terhadap pengetahuan kader tentang program pengendalian tuberkulosis.
Sedangkan peningkatan kepatuhan minum obat, kepatuhan pencegahan penularan, dan
kepatuhan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien tuberkulosis diperoleh dengan intervensi
yang reguler selama 1 bulan melalui pengiriman pesan pengingat (interactive nursing
reminder) secara intensif dua hari sekali selama 1 bulan, sehingga niat patuh dari subyek
yang telah terbentuk dapat direalisasikan atau dimunculkan sebagai perilaku yang konsisten.
5. Simpulan Dan Saran
6. DAFTAR PUSTAKA

Adiutama. (2018). Pengaruh Intervensi Edukasi Berbasis Theory Of Planned Behavior dalam
Meningkatkan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis (Doctoral dissertation, Univeritas
Airlangga).

Baroroh, H. N., Utami, E. D., Maharani, L., & Mustikaningtias, I. (2018). Peningkatan Pengeta
huan Masyarakat Melalui Edukasi Tentang Penggunaan Antibiotik Bijak dan Rasional.
Ad-Dawaa’Journal of Pharmaceutical Sciences, 1(1).

Cendikia, Z. A. H. (2020). PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA KOMIK “ISI PIRINGKU”


SEBAGAI MEDIA EDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ISI
PIRINGKU PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. JAKARTA: Kementrian Kesehatan
RI

Fatimah, P. (2021). PERILAKU KESEHATAN DAN EDUKASI MASYARAKAT

Fairawan, S. (2009). Hubungan antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma dengan Sikap Pen
derita dalam Perawatan Asma pada Pasien Rawat Jalan di Balai BesarKesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fitriani, Y. (2021). Pemanfaatan media sosial sebagai media penyajian konten edukasi atau
pembelajaran digital. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting
and Research, 5(4), 1006–1013.

Friedman.2012.Keperawatan keluarga.Yogyakarta: Gosyen Publishing

Hamdan, D. S. W. (2021). TUBERKULOSIS PADA ANAK. Jurnal Kesehatan Masyarakat,


1(01).

Hamdan. (2019). Pelatihan dan pendampingan Pembutan dan Pemanfaatan MediaAudio-Visual


Interaktif dalam Pembelajaran Sejarah yang Berbasis pada Konservasi Kearifan Lokal
Bagi MGMP Sejarah Kabupaten banjarnegara. Jurnal Panjar. 1(2).:

107
Hidayati, E. Pengetahuan dan Stigma Masyarakat terhadap TBC Setelah Diberikan
Pendidikan Kesehatan Pencegahan dan Penularan. Jurnal Keperawatan Soedirman,
2015;10(2), 76-82.

Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016

KEPPN Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional.

Kumboyono, Prima Yusifa Mega Adfan Pragawati dan Utami, Yulian Wiji. (2014). hubungan
antara tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan jenismekanisme koping terhadap
stres pada remaja di SMAN 8 Malang.

Kurnia Sari, P., & Wijayanti, A. C. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Tentang Tuberkulosis dengan Kejadian Tuberkulosis di Kota Pekalongan
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta); 2018.

Maglaya. (2009). Family Health Nursing: The Proses. Philipina: Argonauta Corpotaion:
Nangka Marikina.

Mariam, E., & others. (2018). GAMBARAN MASYARAKAT YANG MENGALAMI KE


JADIAN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEKAMPUNG
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Jurnal Kesehatan, 4(2).

Melisa Frisilia, Indriani, Wulan Berlian , Pengetahuan dan Upaya Pencegahan pada Keluarga
tentang Tuberkulosis (A Review) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, STIKes
Eka Harap, Palangkaraya, Indonesia * melisafrisilia110@gmail.com

Notoatmojo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta

Notoatmodjo, S. 2017. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Patricia H.Miller. (2003). Theories of Developmental Psychology (Third edit).University of


Florida W.H.freeman and Company.

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Putra, P., Mubarok, H., & Rachman, A. N. (2020). Aplikasi Multimedia Berbasis Game
Edukasi Menggunakan Construct 2 Untuk Pengenalan Tempat Wisata Budaya Jawa Barat
Pada Anak Usia Dini. SAIS| Scientific Articles of Informatics Students, 3(1)

Ridwan, A. Hubungan Tingkatan Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan Penularan TB

108
Paru. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 4(2); 2019.
.
Wahdi, A., & Puspitosari, D. R. (2021). MENGENAL TUBERKULOSIS Tuberkulosis,
Klasifikasi TBC, Cara Pemberantasan, Asuhan Keperawatan TBC Dengan Aplikasi 3S
(SDKI, SLKI \& SIKI).

Winthoko. (2019). POTENSI KANDIDAT Purified Protein Derivate (PPD) PADA HEWAN
MODEL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) INDUKSI VAKSIN Bacillus of Calmette
and Guerin (BCG) TERHADAP PENINGKATAN INDURASI, ERITEMA, DAN
KADAR IFN-$γ$. UNIVERSITAS AIRLANGGA

109
110

Anda mungkin juga menyukai