DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Kom
NPP. 13 06 882
2023
KARYA ILMIAH AKHIR
DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH , S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NPP. : 13 06 882
ii
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh:
NINIK MARIA UFA
NIM. 1120022122
DOSEN PEMBIMBING:
RUSDIANINGSEH , S.Kep.,Ns.,M.Kep.
NPP. : 13 06 882
iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
NIM : 1120022122
Tanda tangan :
iv
LEMBAR PERSETUJUAN KARYA ILMIAH AKHIR
Judul : Analisis Asuhan Keperawatan Keluarga pada Klien TB Paru Dengan Edukasi
Berbasis Theory Of Planned Behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan
di Sawahan – Surabaya
Penyusun : Ninik Maria Ufa S. Kep
NIM : 1120022122
Pembimbing : Rusdianingseh, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom.
Tanggal Ujian : 20 Februari 2023
Disetujui Oleh :
Pembimbing,
Rusdianingseh, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom. : . .. . ...................................................................
NPP. 1306882
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners
v
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners
vi
Karya Ilmiah Akhir ini telah diajukan oleh :
Tim Penguji:
Ketua,
Rusdianingseh, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom. : ..........................................
NPP. 1306882
Penguji I,
Nety Mawarda Hatmanti ,S.Kep., Ns., M.Kep. : ..........................................
NPP. 1105812
Penguji II,
Muhamad Khafid, S.Kep., Ns., M.Si : ..........................................
NPP. 9104350
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners
vii
LEMBAR PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Ninik Maria Ufa S. Kep
NIM : 1120022122
Progtam Studi : Profesi Ners
Fakultas : Keperawatan dan Kebidanan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Nahdlatul Ulama Surabaya Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Nonexclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Surabaya
Pada Tanggal : 20 Februari 2023
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend
di Indonesia. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan
keluarga penderita tuberkulosis mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil
dalam meningkatkan risiko penyebaran dan penularan penyakit ini. Salah satu
penatalaksanaan defisit pengetahuan dengan edukasi berbasis theory of planned behavior.
Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan edukasi berbasis theory of planned behavior
dalam mengatasi defisit pengetahuan
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuisioner dan SOP edukasi pasien .Subyek
penelitian ini yaitu keluarga Tn. S dengan TBC Paru dengan diagnose keperawatan defisit
pengetahuan.
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan implementasi selama 1 bulan dengan 4 kali
tatap muka dan penyampaian pesan pengingat tiap 2 hari sekali selama 1 bulan melalui
WhatsApp Didapatkan adanya peningkatan pengetahuan yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan perilaku terhadap penyakit TBC .
Studi kasus menunjukkan bahwa edukasi berbasis theory planned behaviour dapat
menjadi terapi alternatif untuk mengatasi defisit pengetahuan pada keluaga dengan TBC
Paru.
ix
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is a disease that is currently a trend in Indonesia. The low level of
knowledge and lack of information from the community and families of tuberculosis sufferers
regarding the presence of tuberculosis also contributes to increasing the risk of spreading and
transmitting this disease. One of the management of knowledge deficit is education based on
the theory of planned behavior. The aim of this research is to find out the application of
education based on the theory of planned behavior in overcoming knowledge deficits
This research method uses a descriptive method with a case study approach. The
instruments used were questionnaire sheets and patient education SOPs. The subject of this
study was the family of Mr. S with pulmonary tuberculosis with a nursing diagnosis of
knowledge deficit.
The results obtained after being implemented for 1 month with 4 face-to-face
meetings and delivery of reminder messages every 2 days for 1 month via WhatsApp It was
found that there was an increase in knowledge as indicated by a change in behavior towards
TB disease.
Case studies show that education based on theory of planned behavior can be an
alternative therapy to overcome knowledge deficits in families with pulmonary tuberculosis.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah
akhir ini dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Keluarga pada klien TB
Paru dengan Edukasi berbasis Theory Of Planned Behaviour untuk mengatasi
Defisit Pengetahuan Di Kecamatan Sawahan Surabaya “. Sebagai salah satu syarat
akademik dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Ners di
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Penulisan karya ilmiah akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik materi, moral maupun spiritual. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rusdianingseh, M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom, selaku dosen pembimbing yang
dengan penuh perhatian mendampingi dan mengarahkan penulis dalam
menyusun Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Ners Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Khamida, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
4. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng, selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
5. Seluruh dosen dan staf Kependidikan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya yang telah memberikan ilmu sebagai
bekal untuk melakukan penelitian ini.
6. Bapak Dudung Cahyono selaku ketua RT 003 RW 013 Patemon Sawahan
Surabaya yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian
7. Klien dan Keluarga Tn “S” responden yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini.
8. Keluarga besar tercinta, suami dan anak anak ku yang telah memberi dorongan,
doa restu dan dukungan baik materi maupun mental dan spiritual selama
penulisan hingga terselesainya karya akhir ilmiah ini.
9. Semua pihak-pihak yang terkait dalam kelancaran pembuatan karya ilmiah akhir
ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal dan perbuatan
yang telah diberikan dan penulis menyadari bahwa naskah perbaikan karya ilmiah
akhir ini belum sempurna, oleh karena itu saran yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapakan demi perbaikan karya ilmiah akhir ini.
Akhirnya penulis berharap semoga perbaikan karya ilmiah akhir ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis dan pihak yang membutuhkannya.
xi
DAFTAR ISI
Sampul Depan....................................................................................................................... i
Sampul Dalam....................................................................................................................... ii
Lembar Pernyataan Orisinalitas ............................................................................................ iv
Lembar Persetujuan Karya Ilmiah Akhir ............................................................................... v
Lembar Pengesahan ............................................................................................................. vi
Lembar Pengajuan............................................................................................................... vii
Abstrak ................................................................................................................................ ix
Kata Pengantar ..................................................................................................................... xi
Daftar Isi ............................................................................................................................. xii
Daftar Tabel ....................................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran .................................................................................................................. xv
Daftar Arti Lambang Dan Singkatan .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................................ 5
BAB 5 PEMBAHASAN
A. Analisis Asuhan Keperawatan dengan Konsep Kasus Terkait ......................................... 56
B. Analisis Penerapan Intervensi ......................................................................................... 58
BAB 6 PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 63
B. Saran .............................................................................................................................. 63
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Daftar Singkatan
BPS : Badan Pusat Statistik
BUN : Blood Urea Nitrogen
CKD : (Chronic Kidney Disease)
CRT : Capillary Refile Time
Depkes : Departemen Kesehatan
dkk : Dan Kawan-Kawan
DNP : Dispnoe Nokturnal Paroksismal
DO : Data Objektif
Dr. : Doktor
DS : Data Subjektif
EBN : Evidence Based is Nursing
EKG : Elektrokardiogram
et al. : et alii, et alia
GABA : Gama Amino Batiric Acid
GCS : Glasgow Coma Scale
IGD : Instalasi Gawat Darurat
Ir. : Insinyur
M. Eng. : Master of Engineering
mEq : Milliequivalents
mg : Miligram
mg/dL : Milligram/desiliter
ml : Mililiter
M. Kep. : Magister Keperawatan
mmHg : Milimeter Hydrargyrum
MRS : Masuk Rumah Sakit
N : Nadi
NIM : Nomor Induk Mahasiwa
xvi
NSAID : Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs
P : Provocate
PDPERSI : Pusat Data dan Informasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia
PKU : Pembinaan Kesejahteraan Umat
PMO : Pengawas Minum Obat
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Prodi : Program Studi
Prof . : Profesor
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RI : Republik Indonesia
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
RR : Respiration Rate
RS : Rumah Sakit
SDKI : Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
SIKI : Standar Intrevensi Keperawatan Indonesia
S.Kep : Sarjana Keperawatan
SLKI : Standar Luaran Keperawatan Indonesia
SpO2 : Blood Oxygen Saturation
TIA : Transient Ischemic Attack
IMA : Infark Miocard Acut
TBC : Tuberkulosis
TD : Tekanan Darah
TTV : Tanda-tanda Vital
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend
tuberkulosis mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil dalam meningkatkan
masyarakat masih rendah walaupun TB paru merupakan penyakit yang sangat luas di
masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari
masyarakat bahwa TB paru merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan
tentang TB paru ini membuat penyakit ini sering kali tidak tertangani dengan baik
masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Pada tahun 2020, terdapat 9.9
juta orang di dunia sakit TBC, dan 1,5 juta nyawa meninggal akibat penyakit TBC yang
dapat dicegah dan diobati ini. (23 Mar 2022). Berdasarkan Global TB Report 2021,
diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil
ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323
(48%). Masih ada sekitar 52% kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan
1
namun belum dilaporkan. Pada tahun 2022 data per bulan September untuk cakupan
penemuan dan pengobatan TBC sebesar 39% (target satu tahun TC 90%) dan angka
(TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah
kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.
Penemuan kasus TBC sangat dipengaruhi oleh kondisi pandemi COVID-19. Namun,
di tengah suasana pandemi tersebut, Provinsi Jawa Timur berhasil menemukan 43.268
jiwa penderita TBC pada 2021. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ketiga di
Indonesia. Dengan semakin banyak yang ditemukan, mereka yang terdiagnosis TBC
dapat segera diobati dan tidak lagi menularkan kepada orang di sekitarnya. Menurut BPS
Jawa Timur tahun 2021 Kota Surabaya merupakan terbanyak pertama kasus TBC,sebesar
4.475 dari 41.531 kasus TBC yang ditemukan. Atau penyumbang sebesar 10% dari kasus
yang ada di Jawa Timur. Pada tahun 2021 TBC di Poli Paru RSI ditemukan sebanyak
85 jiwa penderita TB yang meliputi kasus TB baru,kambuh maupun drop out. Sedangkan
tahun 2022 ini meningkat menjadi 171 jiwa penderita atau meningakat 200% dari
pengetahuan atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat pendidikan dan umur
mempengaruhi informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat dan kondisi
kesehatan khususnya TB paru tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang
terdekat dengan pasien. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga
dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Kemenkes RI, 2017). Dengan
memberikan edukasi yang benar untuk mengatasi defisit pengetahuan pada anggota
keluarga akan memberi banyak keuntungan. Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO
2
(Pengawas Minum Obat), karena dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani, dihormati dan tinggal dekat
2014). Peran keluarga sebagai motivator sudah optimal. Keluarga sebagai PMO berperan
memberikan motivasi atau dorongan agar pasien termotivasi untuk menjalani pengobatan
sesuai aturan hingga pasien sembuh. Bentuk peran yang diberikan adalah berupa
dukungan moral dan harapan kesembuhan bagi pasien. Seorang PMO yang akan
mengawasi pasien dalam proses pengobatan yang lama,teratur ,terus menerus dan tidak
boleh putus, memberikan edukasi mengenai penyakit TB paru kepada pasien, memberi
motivasi, mengantar pasien menjemput obat, bahkan saat pasien tidak mampu datang
(Notoatmodjo, 2014)
(TB) Paru sejak 1995 dengan strategi DOTs (Kemenkes RI, 2016). Salah satu upaya
suatu upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.
pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan yang diterima pada akhirnya
diharapkan dapat mempengaruhi perilaku. Theory of Planned Behavior adalah teori yang
direncanakan. Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa peneliti, seperti
Ajzen dan Sharma dalam Nuary (2010). Wellington et al (dalam Nuary, 2010)
3
keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku
yang akan terjadi dari hasil perilaku, sehingga hal ini membedakan antara perilaku
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya upaya untuk membuktikan edukasi
klien TB paru.
B. Rumusan Masalah
merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana edukasi berbasis theory
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada klien Tb Paru dengan edukasi berbasis
2.Tujuan Khusus
Mengatasi Defisit Pengetahuan di Patemon 3/110 RT : 003 RW: 013 Patemon Sawahan
Surabaya
4
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan acuan kaitannya dengan edukasi
berbasis theory of planned behaviour untuk Mengatasi Defisit Pengetahuan pada klien
Sebagai salah satu wacana dan tambahan informasi tentang salah satu tindakan
mandiri perawat dalam pemberian edukasi berbasis theory of planned behaviour pada
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya.
b. Etiologi
pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran
6
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
c. Patofisioogi
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan
reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai
tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus,
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses
dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
7
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan
fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-
rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini
Kavitasi yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
8
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di
luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks,
efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis
d. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan
paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan
1) Tuberculosis Paru
pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS
hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, (Istiawan et al.,
2016) yaitu :
9
1) TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
b. Tipe Penderita
1. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
2. Kambuh (Relaps)
Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
e. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik
tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan
10
gejala yang khas. Menurut (Wahdi & Puspitosari, 2021) Biasanya keluhan yang muncul
adalah : Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari. Batuk, terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang mengeluarkan produksi radang,
dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum). Sesak nafas,
terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.Nyeri dada. Nyeri
dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
f. Komplikasi
Komplikasi dari TB paru (Wahdi & Puspitosari, 2021) adalah :Pleuritis Tuberkulosa,
Efusi Pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura), Tuberkulosa Milier,
Meningitis Tuberkulosa
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru menurut (Wahdi & Puspitosari,
2021) adalah :
1) Pemeriksaan Diagnostik
2) Pemeriksaan sputum
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu:
dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan
hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali
negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan
asam.
11
4) Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux
negative atau hasil negative, indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
,indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif ,indurasi lebih dari 16 mm hasil
Reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen
tuberculin
5) Rontgen Dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari
Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa. Pemeriksaan histology atau kultur
6) Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara
pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi
parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis
kronis).
h. Penatalaksanaan
12
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
a) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per hari dengan
b)Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari
atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek
yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg (Wahdi & Puspitosari, 2021).
nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA
langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8
bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada
permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan
radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas
memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita Tuberculosis Paru adalah : Awasi
penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga.
Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan. Mencukupi
kebutuhan gizi seimbang penderita. Istirahat teratur minimal 8 jam per hari.
Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan
13
baik.Pencegahan penularan TBC. Tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan
dengan menutup mulut bila batuk ,membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang
dahak pada wadah tertutup yang diberi lisol ,makan makanan bergizi, memisahkan alat
ventilasi yang baik Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010).
i. Dampak
Dampak Tuberkulosis paru menurut (Mariam & Others, 2018) antara lain:
1) Terhadap individu
Secara biologis ,adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus,
sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada
malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi. Secara psikologis biasanya klien
mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga
Secara Sosial adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan
penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya. Secara spiritual adanya distress
spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga
kelemahan fisik.
2) Terhadap keluarga
14
kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk
biaya pengobatan. Secara psikologis peran keluarga akan berubah dan diganti oleh
keluarga yang lain. Secara Sosial, keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena
3) Terhadap masyarakat
Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan Penderita
TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada
masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru. Lima langkah
strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam 3
minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah,
pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada
2. Konsep Keluarga
a. Definisi
Keluarga adala sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota (
Duvall). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat ole hubungan
darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu
Bailon dan Maglaya (1997) dalam Susanto (2012) mengatakan bahwa keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama
15
b. Struktur Keluarga
Friedman (1998) dalam Harmoko (2012) menyatakan struktur keluarga antara lain:
Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi
harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran-peran
tersebut.
Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap dan kepercayaan tentang
nilai suatu keseluruhan atau konsep yang secara sadar maupun tidak sadar mengikat
kemampuan, baik potensial maupun aktual dari seorang individu untuk mengubah
c. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Susanto (2012). Fungsi keluarga
membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
Secara sosialisasi keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap dan
mekanisme koping; memberikan feed back dan memberikan petunjuk dalam pemecahan
16
memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat. Dan
Menurut Friedman (1981) dalam Setyawan (2012) sesuai dengan fungsi keluarga
dalam pemeliharaan kesehatan, maka keluarga juga mempunyai tugas dalam bidang
1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab
keluarga, oleh karena itu perlu mencatat dan memperhatikan segala perubahan yang
Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya masalah.
yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit,adalah sikap negatif terhadap
masalah kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada,
perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga harus mengetahui beberapa
hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota
keluarga yang bertanggung jawab, finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap
17
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan. Dan Hal-hal
yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau menciptakan
suasana rumah yang sehat yaitu sumber- sumber keluarga yang dimiliki, manfaat dan
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga Hal-hal yang
harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan yaitu
keberadaan fasilitas keluarga, keuntungan- keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas
kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan adanya pengalaman yang kurang baik
terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas yang ada terjangkau oleh
Monks, dkk, (1999:262) membatasi masa remaja yang berkisar dari usia 12 sampai 20
tahun yakni sampai selesainya pertumbuhan fisik dan sudah mencapai kemampuan
reproduksi. Kemudian memasuki usia dewasa yang sudah memiliki kematangan baik dari
pertumbuhan fisik dan psikis yang ditandai dengan kematangan dan kekuatan mental,
Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal,
identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental
age-nya.Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa
awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari
segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan
Seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan
hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal
18
dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa
tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang
lain). Dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun samapi kira-kira umur 40 tahun, saat
reproduktif (John W. Berry,2009 ). Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda
ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan,
orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically
trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial
(social role trantition). Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak
dariperkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya
ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting.( Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Quran. (2014).
Tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga,
mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai
warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan
suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai
menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Dari segi fisik, masa dewasa
awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini
akan mengalami degradasi sedikit- demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih
tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih
sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada
steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa
19
3. Konsep Edukasi
a. Definisi
kelompok orang yang mendaapat pendidikan dapat melakukan sesuai yang diharapkan
pendidik, dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak mampu mengatasi
mereka peduli terhadap pola perilaku dan pola hidup yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
peningkatan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan, yang dilakukan dari, oleh, dan
masyarakat sesuai dengan faktor budaya setempat (Fitriani, 2021). Suatu konsep praktik
pendidikan dalam bidang kesehatan (Fatimah, 2021) Edukasi pada hakikatnya adalah
suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok
atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok
atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
(Fatimah, 2021).
b. Tujuan Edukasi
Menurut (Cendikia, 2020) terdapat tiga tujuan utama dalam pemberian edukasi
kesehatan. Agar seseorang itu mampu untuk menetapkan masalah dan kebutuhan yang
mereka inginkan, memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan
dan menggunakan sumber daya yang ada,me ngambil keputusan yang paling tepat untuk
meningkatkan kesehatan
20
c. Sasaran Edukasi
Sasaran Edukasi menurut (Putra et al., 2020) ada tiga sasaran yaitu: 1) Edukasi
individu yaitu edukasi yang diberikan dengan sasaran individu. 2) Edukasi pada
kelompok yaitu edukasi yang diberikan itu dengan sasaran kelompok. 3) Edukasi
d. Metode edukasi
biasanya digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai
tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan
individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda
sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk pendekatannya
yaitu:
b). Wawancara
edukasi dengan metode ini kita perlu mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran
serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Berdasarkan metode dan banyaknya peserta,
edukasi kelompok dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok besar dan kelompok
kecil (Putra et al., 2020). Kelompok besar yaitu sautu kelompok yang jumlah pesertanya
lebih dari 15 orang. Metode yang baik dalam kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
sebuah forum yang dilakukan secara lisan sehingga kelompok sasaran dapat memperoleh
21
suatu informasi yang disampaikan. Sedangkan seminar merupakan suatu kelompok yang
dibuat untuk bersama-sama membahas suatu permasalahan yang ingin diselesaikan yang
dipimpin oleh seseorang yang ahli dibidangnya. Kelompok kecil merupakan suatu
metode dalam edukasi kesehatan dengan jumlah peserta kurang dari 15 orang.
Di dalam kelompok kecil terdapat beberapa metode yang bisa dilakukan yaitu
diskusi kelompok, bermain peran dan permainan simulasi. Diskusi kelompok merupakan
suatu metode dalam kelompok kecil yang semua anggota kelompok dapat bebas untuk
pemimpin yang dapat mengatur serta mengarahkan jalannya sebuah diskusi sehingga
tidak ada peserta yang dominan dalam kelompok tersebut dalam penyampaian pendapat.
Bermain peran merupakan suatu metode yang bisa digunakan yaitu dengan
metode penggabungan antara metode diskusi kelompok dan bermain peran. Dalam
permainan simulasi ini anggota kelompok dibagi menjadi dua, sebagian pemain dan
Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan pesan kesehatan
yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum,
dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social
ingin disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh
massa.
22
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pemberian edukasi dapat mencapai
1) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru yang
Semakin tinggi tingkat sosial seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi
baru.
3) Adat istiadat
Masyarakat kita sangat menghargai dan menganggap adat istiadat sebagai sesuatu yang
4) Kepercayaan masyarakat
sudah kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat dengan penyampaian informasi.
Antara lain :
1) Media Audio
Macam-macam media pembelajaran audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio dari
sumber pesan ke penerima pesan. Media audio berkaitan erat dengan indera pendengaran.
Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media audio dapat menyampaikan pesan verbal
23
(bahasa lisan atau kata-kata) maupun non verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi). Contoh
media seperti radio, tape recorder, telepon, laboratorium bahasa, dan lain-lain.
2) Media Visual
menggunakan alat proyeksi atau proyektor. Pesan yang akan disampaikan dituangkan
ke dalam bentuk-bentuk visual. Selain itu fungsi media visual juga berfungsi untuk
menarik perhatian, memperjelas sajian ide, menggambarkan fakta yang mungkin dapat
mudah untuk dicerna dan diingat jika disajikan dalam bentuk visual. Macam-macam
media pembelajaran visual ini dibedakan menjadi dua yaitu media visual diam dan media
Berupa foto, ilustrasi, flashcard, gambar pilihan dan potongan gambar, film bingkai, film
menampilkan suara dan gambar. Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual
dibedakan menjadi 2 yaitu madia audio visual diam, dan media audio visual gerak.
Berikut penjelasannya:
Berupa film TV, TV, film bersuara, gambar bersuara, dan lain-lain.
24
4) Media Serbaneka
dengan potensi di suatu daerah, di sekitar sekolah atau di lokasi lain atau di masyarakat
pembelajaran serbaneka di antaranya adalah papan tulis, media tiga dimensi, realita, dan
a) Papan (board) yang termasuk dalam media ini di antaranya papan tulis, papan buletin,
c) Realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya. Contoh pemanfaatan
realit misalnya guru membawa kelinci, burung, ikan atau dengan mengajak siswanya
d) Sumber belajar pada masyarakat di antaranya dengan karya wisata dan berkemah.
5) Gambar Fotografi
Gambar fotografi diperoleh dari beberapa sumber, misalnya dari surat kabar, lukisan,
kartun, ilustrasi, foto yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut dapat digunakan oleh
guru secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan tertentu. Terdapat
c) Gambar fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan jelas.
e) Memikat perhatian anak, ini cenderung kepada hal-hal yang diamatinya, misalnya,
25
Macam-macam media pembelajaran berikutnya adalah peta dan globe ini berfungsi untuk
menyajikan data-data lokasi. Seperti keadaan permukaan (bumi, daratan, sungai sungai,
gunung-gunung), dan tempat- tempat serta arah dan jarak. Kelebihan lain dari peta dan
a) Memungkinkan siswa mengerti posisi dari kesatuan politik, daerah kepulauan dan lain
lain.
penduduk, tumbuh-tumbuhan dan kehidupan hewan, serta bentuk bumi yang sebenarnya.
1) Pengertian
Pemberian edukasi pada pasien dan keluarga adalah usaha atau kegiatan yang
dilakukan dalam rangka memberikan informasi terhadap masalah kesehatan pasien yang
belum diketahui oleh pasien dan keluarganya sedangkan hal tersebut perlu diketahui
untuk membantu atau mendukung penatalaksanaan medis dan atau tenaga kesehatan
lainnya
2) Tujuan
Agar pasien dan keluarga mengerti dan memahami masalah kesehatan yang ada.
kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal. Agar pasien dan keluarga
3) Prosedur Pelaksanaan
a) Pelaksana adalah dokter spesialis/ sub spesialis, dokter umum, perawat, bidan,
therapis, apoteker, ahli gizi, radiographer dan analis yang ditunjuk sebagai edukator.
26
b) Ucapkan salam, petugas memperkenalkan diri
c) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang rencana pendidikan kesehatan yang
dilakukan.
• Materi
• Alat tulis
disiapkan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan
keluarga.
topik pendidikan kesehatan yang akan diberikan. Bila materi berupa informasi
presentasi dan diskusi. Bila materi berupa ketrampilan/ prosedur tindakan (seperti
g) Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya apabila ada materi yang
27
4. Konsep Teory Of Planned Behavior
a. Definisi
Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang
merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein
dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned behavior ini sama seperti teori reason action
yaitu intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu. Intensi dianggap dapat melihat
keras orang mau berusaha untuk mencoba dan berapa besar usaha yang akan dikeluarkan
Intention adalah indikasi kesiapan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu dan
dianggap sebagai penentu langsung atau penyebab munculnya perilaku. Intention tersebut
dibentuk berdasarkan sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang
dirasakan, dimana tiap-tiap prediktor ini memiliki bobot keterkaitan yang penting
terhadap tingkah laku dan ketertarikan Ajzen menyatakan bahwa niat untuk berperilaku
(intenttion) dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan individu untuk
menampilkan tingkah laku dan seberapa usaha yang direncanakan atau akan dilakukan
untuk menampilkan suatu tingkah laku. Ajzen menegaskan intensi sebagai pendahulu
dari suatu perilaku yang dimunculkan seseorang. Jadi, sebelum perilaku muncul terlebih
dahulu terbentuk intensi atau niat untuk memunculkan perilaku tersebut. Di dalam
konsep Theory of planned behavior terdapat empat elemen yang sering dikenal dengan
1) Target, yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari
perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu/objek tertentu
28
2) Action, yang berati tindakan dan bisa diartikan pula sebagai perilaku yang akan
3) Context, yang berarti konteks atau situasi. Situasi yang mendukung untuk
dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan).
4) Time, yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu
Nuary, 2010) Theory of Planned Behavior adalah Theory of Reasoned Action yang
Behavior adalah teori yang meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat
dipertimbangkan dan direncanakan. Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa
peneliti, seperti Ajzen dan Sharma dalam Nuary (2010). Wellington et al (dalam Nuary,
keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku
yang akan terjadi dari hasil perilaku, sehingga hal ini membedakan antara perilaku
TPB memiliki tiga variabel independen. Pertama adalah sikap terhadap perilaku
dimana seseorang melakukan penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak
menguntungakan. Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif, hal tersebut
mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi pengendalian perilaku yang
mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan diasumsikan
untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan rintangan
(Ajzen dalam Nuary 2010). Dikutip dari Setyobudi (2008) dalam perkembangannya para
29
ahli berkontribusi untuk melengkapi Theory of Planned Behavior dengan berbagai
tambahan, diantaranya: ethical obligation, self identity (Shaw, Shiu and Clark, 2000),
moral obligation (Harding et al,2000), dan self efficacy (Giles et al, 2004).
Pembentukan perilaku merupakan bagian yang sangat penting dari usaha mengubah
1. Individu menyadari
Menyadari merupakan proses identifikasi tentang bagian mana yang ingin diubah dan
paksaan.
Intropeksi merupakan proses penilaian mengenai apa yang sudah diraih dan apa
yang perlu dilakukan untuk berubah. Intropeksi berguna untuk mendeteksi diri
4. Kesungguhan
belakang sosial ekonomi yang bersama, sehingga perlu kesungguhan dan dukungan
perilaku.
Peran orang tua sangat membantu untuk menjelaskan serta memberikan contoh
atau panutan mengenai apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak perlu
30
dilakukan.
pengetahuan seseorang dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu dan dapat
merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik. Oleh karena itu penyuluhan yang
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
merupakan penyalit menular dan beresiko untuk terkena ke anggota keluarga atas
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
pengetahuan implisit dan eksplisit. Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih
tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak nyata,
seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan implisit seringkali berisi
kebiasaan maupun kebudayaan yang bahkan dapat tidak disadari. Pengetahuan eksplisit
b. Tingkat Pengetahuan
1. Tahu (know)
31
Tahu adalah kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
maupun mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Mengukur bahwa orang tahu tentang apa
(Notoatmodjo, 2007).
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar (Budiman &
Riyanto, 2013).
3. “Aplikasi (application)”
“Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi sebenarnya (Budiman & Riyanto, 2013). Aplikasi dapat juga
4. “Analisis (analysis)”
“Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam
komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu strukur organisasi, dan masih ada
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis dengan kata lain adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu
formulasi baru dari formulasi–formulasi yang telah ada. Misalnya dapat menyusun,
32
6. Evaluasi (evaluation)”
penilaian terhadap suatu materi atau objek (Budiman & Riyanto, 2013).””Penilaian
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–
kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi
dengan anak yang kekuarangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat,
dapat menafsirkan sebab–sebab mengapa ibu–ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).”
1) Pendidikan
dalam dan di luar sekolah (formal maupun nonformal) dan berlangsung seumur hidup.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin banyak menerima informasi
dan semakin banyak pula pengetahuan yang akan didapat (Budiman & Riyanto,
2013). Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan rendah
tidak berarti berpengetahuan rendah pula, karena pengetahuan tidak mutlak diperoleh
dari pendidikan formal, namun dapat juga diperoleh dari pendidikan nonformal
2) Informasi
Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan
bahwa informasi adalah sebagai transfer pengetahuan. Informasi dapat dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, yang dapat kita peroleh dari pengamatan maupun data dari dunia
sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi, pendidikan formal, dan non formal.
Informasi dapat mencakup data, teks, gambar, suara, dan kode (Budiman & Riyanto,
2013).”
33
3) Sosial, Budaya, dan Ekonomi”
“Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi seseorang akan
4) Lingkungan”
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik,
pengetahuan kepada individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena
adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh individu
5) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang sebagai akibat interaksi
dengan lingkungannya. Pengalaman yang semakin banyak maka akan memberikan lebih
banyak keahlian dan keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan yang terus diasah dengan
6) Usia
Usia akan mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang, semakin bertambah usia
semakin bertambah pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, dengan begitu pengetahuan
seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi
pada usia- usia tertentu mengingat atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau
1) Cara Kuno
34
a) Cara Coba-coba Salah (trail-error)
Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya
dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang dapat
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pempimpin masyarakat yang baik formal
maupun informal. Prinsipnya adalah orang yang menerima pendapat yang dikemukakan oleh
orang yang punya otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya
Dalam memeperoleh kebenaran pikiran, manusia menggunakan jlan pikiran baik melalui
induksi maupun deduksi, apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan
pernyataan khusus pada yang umum dinamakan induksi, sedangkan deduksi adalah
d) Cara Modern
Cara ini disebut “Metode Penelitian Ilmiah” atau lebih populer dengan Metodologi
Penelitian. Cara ini mula mula kembangkan oleh Francis Bacon (1516-1626) kemudian
dikembangkan oleh Deobold Van dallien, akhirnya lahir suatu cara penelitian dewasa ini
Arikunto menyatakan bahwa seseorang dapat diukur dapat diketahui dan diinterpretasikan
35
dengan skala yang kuanlitatif, yaitu:
yang digunakan untu menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian dilaksanakan
secara komprehensif terkait aspek biologis, sosial dan spiritual (Kozier,B.Erb,G, Berman,
2010). Menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman, pengkajian asuhan keperawatan
meliputi 8 komponen pengkajian yaitu data umum, aktifitas rekreasi keluarga, lingkungan,
struktur keluarga, fungsi keluarga, stres dan koping, pemeriksaan fisik dan harapan keluarga.
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dewasa penderita TB Paru dengan masalah
keperawatan defisit pengetahuan TBC Paru (Muttaqin, 2012) adalah: Jenis kelamin,
komposisi antara laki-laki dan perempuan terhadap penyerangan infeksi virus TB Paru hampir
sama. Pada perokok aktif kasusnya lebih banyak terjadi dibanding dengan yang tidak merokok.
Umur, TB Paru dapat menyerang segala usia. Lingkungan dengan penderita TB Paru yang
cukup banyak dapat memicu penyebaran infeksi dan kualitas kebersihan lingkungan yang
buruk juga dapat menjadi faktor penularan TB Paru. Pekerjaan penderita TB Paru sering
dijumpai pada orang yang golongan ekonominya menengah kebawah. Dan juga berhubungan
dengan jenis pekerjaan yang berada di lingkungan yang banyak terpajan polusi udara. Keluhan
Utama yang sering muncul pada klien TB, demam, batuk , sesak nafas, keringat malam ,nyeri
dada, malaise, sianosis, sesak nafas. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena
biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit infeksi menular. Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan atau gangguan yang
sehubungan dengan penyakit yang dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak nafas, batuk, nyeri
36
dada, keringat malam, nafsu makan menurun, dan suhu badan meningkat mendorong penderita
mendapatkan pengobatan sebelumnya dengan sakitnya. Jenis, warna, dan dosis obat yang
diminum. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya. Kapan
pasien mendapatkan pengobatan terakhir. Riwayat psikososial lebih sering terjadi pada
penderita yang ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padat penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB Paru yang lain.
Perpsepsi dan harapan klien terhadap masalahnya. Presepsi yang salah dapat menghambat
respon koperatif pada diri pasien . Pola interaksi dan komunikasi Gejala TB Paru sangat
berhubungan dengan orang lain .Pola nilai dan kepercayaan .Kedekatan pasien pada sesuatu
yang diyakini di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif. Pola kesehatan sehari hari meliputi nutrisi,eliminasi,
istirahat,personal hygiene dan aktifitas banyak mengalami gangguan (Sumber: Asmadi, (2008)
Pemeriksaan Fisik meliputi tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran: tanda-tanda vital antara
lain suhu: warna aksesorius, pernapasan: suara paru (LeMone, Atal, 2016). Pemeriksaan fisik
dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam
melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu
modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Mutaqqin,
2010)
Pengkajian lainnya yaitu fungsi keluarga yang mempengaruhi kejadian dan perawatan
TB Paru pada anggota keluarga yang sakit. Struktur dan peran masing-masing anggota
keluarga yang juga menjadi kekuatan keluarga dalam memberikan dukungan kepada anggota
yang sakit. Menurut Friedman, Bowden & Jones (2003) dalam Susanto (2012). Fungsi
37
keluarga, keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam
membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress. Biasanya klien TB mudah
tersinggung, marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-
hari yang kurang menyenangkan. Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,
sikap dan mekanisme koping; memberikan feed back dan memberikan petunjuk dalam
pemecahan masalah. Adanya perasaan rendah diri klien TB oleh karena malu dengan keadaan
penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya. Adanya distress spiritual yaitu
Struktur keluarga, beberapa ahli meletakkan struktur pada bentuk /tipe keluarga yang
menggambar subsistem sebagai dimensi struktural . Struktur menurut Friedman (2009) dalam
diperluas dan dipersempit tergantung pada kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang
ada dalam keluarga. Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan (potensial /aktual )
Tugas Perkembangan keluarga sangat diperlukan dalam menjalankan fungsi dasar dan tugas
perkembangan yang terkait. Fungsi tersebut akan berlangsung sepanjang siklus hidup. Seluruh
anggota keluarga diharapkan memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga di setiap tahap. Cara
dan sejauh mana fungsi tercapai sangat bervariasi tergantung kemampuan anggota keluarga
mencapai tugas perkembangan individu dan memenuhi kebutuhan setiap tahap. Tahap
perkembangan keluarga dalam karya ilmiah akhir ini adala tahap kelima. Keluarga dengan
38
anak remaja (families withteenagers) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain
memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah
dan mempertahankan komunikasi ,terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
keluarga dan koping keluarga, baik bersifat actual, risiko maupun sejahtera dimana perawat
memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersama-
sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga. (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan keluarga yang bisa ditegakkan untuk anggota
Dalam kasus karya ilmiah akhir ini, diagnosis keperawatan yang ditetapkan adalah defisit
Defisit pengetahuan menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2017). Defisit pengetahuan adalah
mengikuti anjuran , kurang terpapar informasi , kurang minat belajar , kurang mampu
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif adalah menanyakan masalah yang dihadapi. Gejala dan
tanda mayor obyektif adalah menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran , menunjukkan
persepsi yang keliru terhadap masalah. Gejala dan Tanda Minor Subjektif (tidak tersedia).
Gejala dan tanda minor objektif menjalani pemeriksaan yang tidak tepat , menunjukkan
39
3. Intervensi Keperawatan Keluarga
Intervensi merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan
pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Berdasarkan diganosa diatas, penulis membuat intervensi keperawatan menurut SDKI,
adalah Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I.12435). Dalam hal ini penulis melakukan
edukasi berbasis Theory Of Planed Behaviour untuk mengatasi defisit pengetahuan pada klien
Implementasi keperawatan keluarga yang diberikan berupa edukasi berbasis Theory of untuk
mengatasi defisit pengetahuan pada klien TB paru didalam keluarga. Edukasi diberikan
selama 1 bulan , dengan 4 kali tatap muka dengan durasi 15-20 menit . Dan mengirimkan
standar yang telah ditetapkan untuk melihat tercapainya tujuan. Evaluasi dalam keluarga
menggunakan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi tingkat kemandirian keluarga.
Dalam kasus ini yang perlu dievaluasi adalah hasil edukasi berbasis theory of planed behaviour
untuk mengatasi defisit pengetahuan . Hasil evaluasi yang didapatkan secara Subyektif : Pasien
tidak menanyakan masalah yang dihadapi. Secara obyektif adalah menunjukkan perilaku
40
sesuai anjuran , menunjukkan persepsi yang benar terhadap masalah, menjalani pemeriksaan
41
5. Analisis : Parcial test
4. Tahun Artikel :
2017
3 1.Judul: Intervensi 1.Desain :Quasy experiment Setelah dilakukan intervensi
Edukasi Berbasis pre-post-test with control selama 2 bulan terdapat
Theory Of group perbedaan signifikan di antara
Planned Behavior kelompok intervensi dan
Untuk 2.Subyek :Dilakukan kontrol pada Attitude Toward
Meningkatkan terhadap 108 pasien TB paru di Behavioral variables (ATB),
Kepatuhan Puskesmas Bubakan Pacitan, Subjective Norm (SN),
,Nutrisi Dan pengambilan sampel Percieved Behavior Control
pencegahan menggunakan teknik total (PBC), niat, kepatuhan
Penularan Pada sampling. pengobatan, kepatuhan nutrisi,
Pasien dan kepatuhan pencegahan
Tuberculosis ( 3. Variable :Edukasi Berbasis penularan
Kepatuhan Theory Of Planned Behavior
Pengobatan. Untuk Meningkatkan
Kepatuhan Pengobatan,
2. Penulis: Nutrisi, Dan Pencegahan
Novian Penularan Pada Pasien
Mahayu Tuberkulosis
Adiutama
4. Instrumen : kuesioner
3.Sumber: Jurnal
Keperawatan 5. Analisis : Paired T-test
4. Tahun Artikel:
2021
4 1. Judul : Model 1. Desain : Sebagian besar responden
Theory of Planned Desain cross-sectional memiliki sikap dalam kategori
Behavior to positif dan norma subyektif
Improve 2.Subjek/Responden: dalam kategori baik. Perceived
Adherence to 154 Pasient Tuberkulosis behavior yaitu kontrol dalam
Treatment and the Puskesmas di Buleleng, Bali kategori baik, niat dalam
Quality of Life in kategori baik dan kesehatan
Tuberculosis 3.Variabel : Theory of Planned fisik dalam kategori baik.
Patients Behaviour dan Treatment and Hampir seluruh responden
the Quality of Life memiliki kesehatan jiwa dalam
2.Penulis: Made kategori baik dan sudah
Mahaguna Putra, 4. Instrumen : kusioner menikah. Semua responden
Ni Putu Wulan dalam penelitian ini memiliki
Purnama Sari 5. Analisis : Data dianalisis kepatuhan berobat. Ditemukan
menggunakan fitur model pengaruh norma subyektif
3. Sumber Artikel: persamaan deskriptif dan terhadap niat (p = <0,01),
Jurnal Ners Vol struktural menggunakan model pengaruh niat terhadap
15 No 2 persamaan struktural. kepatuhan (p = <0,01) dan
pengaruh kepatuhan terhadap
4. Tahun Artikel: kualitas hidup (p = <0,01).
2020
5. 1. Judul : Face To 1. Desain : Metode edukasi Hasil uji paired t test
42
Face Nursing mainstream seperti penyuluhan menunjukkan bahwa terdapat
Education sulit untuk dilaksanakan perbedaan yang bermakna
Berbasis Theory karena penyuluhan tentunya antara nilai mean pengetahuan
Of Planned akan menimbulkan kader sebelum dan sesudah
Behavior Dalam kerumunan, padahal pemberian face to face nursing
Meningkatan penekanan angka tuberkulosis education berbasis Theory of
Kepatuhan Pasien tetap harus berjalan Planned Behavior (p = 0,013).
Tuberkulosis Hal ini menunjukkan bahwa
2. Subjektif : 32 pasien face to face nursing education
2. Penulis : tuberkulosis yang menjadi berbasis Theory of Planned
Adiutama, W kelolaan Puskesmas Cibogo Behavior yang dilaksanakan
Fauziah dalam pengabdian masyarakat
3. Variabel :Education ini mempunyai dampak positif
3. Sumber Artikel: Berbasis Theory Of Planned yang signifikan terhadap
(JABI) Jurnal pengetahuan kader tentang
Abdimas Bhakti 4. Instrumen : goggle form program pengendalian
Indonesia, Vol. 2, tuberkulosis.
No. 2 5. Analisis : paired T-test
4. Tahun Artikel :
Desember 2021
1.Judul : 1. Desain : Metode Dari 519 dokter, 433 dokter
Behavioral melakukan studi cross- menyelesaikan kuesioner.
6. barriers of sectional Sikap terhadap notifikasi
tuberculosis memiliki skor tertinggi (skor
notification in 2. Subjektif : Berbasis populasi rata-rata = 87,65; sd = 6,79;
private health terhadap dokter yang bekerja rentang: 0–100). Pengaruh
sector: policy di klinik swasta. kontrol perilaku yang
implication and dirasakan terhadap perilaku
practice notifikasi ((β^) = 0,13; CI:
3. Variabel : Behavioural 0,01–0,25) lebih kuat daripada
2. Penulis : barriers, private health pengaruh total sikap ((β^) =
Ayat Ahmadi, 0,06; CI: 0,00–0,12) dan norma
Leila Doshmangir, subyektif ( (β^) = 0.01; CI:
Vladimir 4. Instrumen : Alat −0.00–0.03) pada perilaku.
pengumpulan data dirancang Namun, sikap adalah prediktor
3. Sumber Artikel dengan menggunakan teori utama niat dan membenarkan
: perilaku terencana (TPB). 46% varian niat. Niat
International berpengaruh signifikan
Journal of Health 5. Analisis : Penulis terhadap perilaku ((ß^) = 0,09;
Governance menggunakan model CI: 0,1–0,16).
persamaan struktural dengan
4. Tahun : estimasi kemungkinan
December 2020 maksimum untuk menguji
sikap terhadap perilaku
notifikasi.
43
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah rancangan deskriptif dengan
pendekatan studi kasus. Data yang dikumpulkan ialah data dari hasil wawancara langsung
terhadap klien , keluarga klien , observasi dan pemeriksaan fisik. Setelah data terkumpul,
rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Intervensi yang akan dilakukan
adalah edukasi berbasis theory of planned behaviour pada pasien TB paru dengan masalah
1. Lokasi
Lokasi studi kasus dilakukan di Petemon 3/110 RT 003 RW 013 Petemon Sawahan
Surabaya. Kelurahan Petemon merupakan bagian dari Wilayah Kotamadya Surabaya yang
berada di bawah Kecamatan Sawahan. Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Patemon
terdapat 3 klinik kesehatan dan ada satu puskesmas Sawahan. Jarak dengan rumah 1,3 km
biasanya diakses dengan menggunakan kendaraan bermotor. Adapun lokasi tersebut dengan
alasan :
a. Sampel yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan peneliti yaitu
44
45
c. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama edukasi berbasis theory of planned
2. Waktu
Studi penelitian dilakukan pada tanggal 24 Desember 2022 sampai dengan 21 Januari
2023. Penelitian dilakukan 1 bulan dengan 4 kali tatap muka dengan durasi 15-20 menit .
Dan mengirimkan pesan pengingat secara intensif setiap 2 hari sekali melalui WhatsApp.
C. Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah 1 orang pasien TB Paru dengan masalah keparawatan
yaitu Defisit Pengetahuan di Petemon 3/110 RT 003 RW 013 Petemon Sawahan Surabaya.
D. Pengumpulan Data
Setelah mendapat izin dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Ketua RT, dan keluarga.
Tahap-tahap pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Tahap seleksi
a. Peneliti melakukan pendekatan dan memperkenalkan diri pada klien dan keluarga TBC
b. Klien dan keluarga TCB Paru bersedia mengikuti penelitian diminta untuk
2. Tahap Pelaaksanaan
a. Data yang dikumpulkan oleh peneliti meliputi data umum. Data yang diperoleh bersumber
Paru.
45
46
c. Kegiatan edukasi dilakukan selama 15-20 menit . Oleh peneliti dan diikuti klien dan
kembali tingkat pengetahuan dengan melakukan wawancara,observasi dan evaluasi pada tiap
tatap muka.
E. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek penelitian adalah manusia,
maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan
dirinya. Sehingga penelitian yang akan dilakukan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia.
Masalah etika yang harus diperhatikan menurut (KEPPN Kementrian Kesehatan RI, 2017),
Peneliti menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki
kebebasan berkehendak atau memilih dan bertanggung jawab secara pribadi terhadap
menandatangani informed concent sebagai bentuk persetujuan antara peneliti dengan subjek
penelitian agar subjek yang akan diteliti paham akan maksud dan tujuan dari penelitian.
Pelaksanaan penelitian ini sesuai dengan dengan prosedur dan meminimalisir dampak
yang dapat merugikan subjek. Manfaat yang didapatkan oleh responden dari adanya
penelitian ini yaitu mendapatkan intervensi dan informasi tentang edukasi berbasis theory of
Prinisip etik keadilan pada kewajiban etik untuk memperlakukan setip orang sama
dengan moral yang layak dalam memperoleh haknya. Subjek yang terpilih dalam penelitian
46
47
ini sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan dan semua subjek diperlakukan sama
dan adil.
kebenaran. Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya. Peneliti
pelaksanaan intervensi kepada responden sehingga hubungan antara peneliti dan responden
dapat terbina dengan baik dan penelitian dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan
penelitian. Serta menjunjung tinggi komitmen yang telah disepakati bersama dengan
responden terkait dengan proses perlakukan baik waktu pelaksanaan, jenis perlakukan,
47
BAB 4
GAMBARAN KASUS
Pengkajian pada pasien yang dilakukan meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, observasi
Pengkajian Klien
Pada kasus ini, peneliti melakukan pengkajian dengan cara wawancara pada tanggal
24 Desember 2022 dikeluarga Tn. S yang bertempat tinggal di Patemon Gang III/110
Sawahan Surabaya. Tn. S berpendidikan terakhir SLTA dan saat ini berusia 50 tahun
mempunyai 4 anak. Keluarga Tn S beragama Islam , Suku bangsa Jawa. Anak pertama
sdri S umur 22 tahun berpendidikan SLTA saat ini sudah bekerja .Sdra F anak kedua
umur 18 thn saat ini sekolah SMK kelas 12. Anak ketiga sdra M umur 11 tahuan saat ini
kelas 6 SD. Anak keempat sdri I umur 9 thn sekolah kls 4 SDN. Tn. S tinggal dengan istrinya
(Ny. Z) umur 42 thn. Berpendidikan SLTA . Ny Z selain sebagai ibu rumah tangga, juga
bekerja menunggu rumah kost milik tetangga. Status sosial ekonomi keluarga Tn S adalah
karyawan swasta dengan penghasilan rata-rata Rp 1,5 jt- 2 juta tetapi tidak tetap dan
seluruh penghasilannya digunakan untuk keperluan sehari-hari. Tipe keluarga Tn. S adalah
tipe keluarga nuclear family. Keluarga Tn “ S” biasa melakukan aktifitas rekreasi dengan
Tahap perkembangan keluarga Tn. S saat ini berada pada tahap V keluarga dengan
anak dewasa. Tugas perkembangan keluarga Tn. S yaitu: memperluas keluarga inti menjadi
keluarga besar, mempertahankan keintiman keluarga, membantu orang tua suami/ istri yang
sedang sakit dan memasuki masa tua, membantu anak untuk mandiri di masyarakat, penataan
kembali peran dan kegiatan rumah tangga. Tahap perkembangan keluarga Tn. S yang belum
48
terpenuhi yaitu memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar dan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan ketidakmampuan keluarga memodifikasi
kekurangan. Keluarga Tn S bersama anak, istri . Dan anaknya Sdra F saat ini menderita sakit
TB paru hanya tinggal di rumah petak yang sederhana yang pada bagian kanan dan kiri
rumah sudah diapit rumah tetangga. Yang sesekali bila hujan deras genting bocor.
Riwayat kesehatan keluarga saat ini, Tn. S mengatakan ia dalam keadaan sehat . Sdra
F anaknya sejak 2 minggu menderita sakit TB Paru . Sejak kecil tumbuh sehat tidak pernah
puskesmas, tetapi obat nya biasa juga tidak sembuh- sembuh. Bila ada rezeki mempunyai
uang sesekali dibawa berobat ke klinik. Karena BPJS bisa dirujuk Tn S membawa anaknya
berobat ke Rumah Sakit Islam Surabaya Tn. S mengatakan Sdra F sebelum sakit aktif
merokok, sehari habis 2-3 batang rokok dengan menggunakan Vape. Semenjak sakit ini Sdra
perhatian terhadap anak anaknya. Tn S mengatakan dulu sering pulang malam , berangkat
kerja pagi hari. Tn S focus pada pekerjaan. Dulu tn S tidak mengetahui pergaulan anak
anaknya.
Tn S dekat dengan anaknya semenjak sdr F sakit ini. Tn S awalnya kaget saat
anaknya sakit di RSI dan didiagnose TB paru dan HIV. Tn S mengatakan mengingat
sebagai orang beriman, Tn S menerima apa yang sekarang terjadi pada anaknya dan yang
mengatakan sampai saat ini sdri F masih tertutup untuk membicarakan masalahmya. TN S
mengatakan Sdra F ekspresi biasa saat dirinya divonis TB dan HIV. Tn S mengatakan akhir
akhir ini badan anaknya kelihatan kurus walaupun sudah makan banyak. Makan seadanya
tidak ada pantangan. Sesekali bila ada rezeki lebih Tn S membelikan lauk anaknya dengan
49
ayam. Biasanya makan dengan tahu tempe dan lele. Sdr F aktif bermain kumpul dengan
anggota keluarga. Makan bersama dengan kakak dan adik adiknya, bergurau bersama.
Selama sakit Sdr F tidak masuk sekolah. Pernah teman teman sekolah Sdra F berkunjung ke
rumah. Kegiatan Sdra F selama sakit hanya dirumah saja. Tn. S mengatakan tidak ada
Fungsi Keluarga yang dapt ditunjukkan oleh keluarga Tn “S” terdiri fungsi afektif :
Tn. S masih bekerja sebagai gojek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di rumah. Ny.
Z sebagai ibu rumah tangga dan membantu bekerja dengan menjaga kost kostan . Tn S
memberikan kebutuhan makan, perhatian dan mendidik anak-anaknya. Tn. S dan Ny. Z
dan saling menjaga diterapkan pada semua anggota keluarga. Tn S mengatakan dulu kurang
perhatian terhadap anak anaknya , hampir seluruh waktunya fokus pada pekerjaan .
Semenjak sdra F sakit , Tn S berusaha memberikan perhatian lebih kepada sdra F dengan
mengantar dan menjemput sekolah, mengantar berobat Sdr F..Fungsi sosialisasi : Tn. S dan
Ny. Z mengatakan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan anak-
anaknya dan juga berusaha menyediakan fasilitas yang cukup untuk anaknya sesuai dengan
kemampuannya. Fungsi reproduksi : Tn. S dan Ny. Z mengatakan sudah tidak memiliki
keinginan untuk mempunyai anak lagi karena usia mereka sudah tidak muda lagi, saat ini
hanya mempunyai keinginan untuk berkumpul bersama anak dan fokus pada kesembuhan
Sdra F. Fungsi sosialisasi keluarga Tn "S" cukup baik, masih sering terlibat dan berkumpul
dengan masyarakat sekitar meskipun hanya bercerita ringan saja terkait lingkungan sekitar.
Tn. S mengatakan tidak tahu terlalu banyak mengenai penyakit anaknya seperti
mengatakan tidak tahu pencegahan penularan dan perawatannya. Tn. S dan Ny. Z
50
mengatakan biasanya mendapatkan informasi kesehatan melalui televisi atau berita dan juga
melalui tetangga terdekat. Juga sercing di Google. Tn. S dan Ny. Z mengatakan di
keluarganya tidak ada penyakit menurun seperti hipertensi dan diabetes. Hal tersebut
didukung juga dari hasil pengkajian tingkat pengetahuan menggunakan kuisioner tingkat
Tn. S mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit, anggota keluarga lainnya
merawat dan memberikan obat yang biasanya di beli di apotik, apabila tidak kunjung sembuh
langsung dibawa ke dokter atau puskesmas terdekat. Tn. S mengatakan ia menyadari bahwa
olahraga sangat penting untuk kesehatan, namun jarang untuk berolahraga. Tn S sering dan
banyak mengajukan pertanyaan terkait penyakit Sdra F saat kontrol di Poli paru.Tn S sering
bercerita tentang kondisi , kebiasaan anaknya terkait dengan kesehatan dan penyakit
anaknya.
Tn. S mengatakan jika rumahnya ventilasi kurang, untuk sirkulasi udara dan Ny. Z juga
warisan dari orangtuanya dulu. Kondisi barang tidak tertata dengan teratur, barang banyak
berserakan , ventilasi tidak ada, penerangan pakai PLN dan cahaya juga kurang sepetak ,
seatap dan hanya ada satu pintu. Disitu semua kegiatan keluarga dilakukan .Keluarga Tn S
mempunyai aktivitas yang tidak terjadwal, aktivitas biasanya berkumpul dengan keluarga yang lain,
rekreasi ke luar kota jarang dilakukan, jenis rekreasi keluarga yaitu menonton tv bersama keluarga
Tn. S mengatakan selama ini mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dari dokter atau
puskesmas terdekat dan semua anggota keluarganya memiliki asuransi kesehatan BPJS dan
serumah, semua anggota keluarga sehat, rezeki lancar, keluarga utuh sampai akhir hayat, dan
51
saling menjaga kesehatan. Sedangkan harapan kepada petugas kesehatan yaitu berharap ada
pelayanan kesehatan yang datang ke rumah seperti mahasiswa praktik sehingga kesehatan
selalu terpantau dengan baik dan bisa mengajarkan terapi-terapi alternatif untuk
B. Diagnosis Keperawatan
Hasil pengkajian keluarga kepada keluarga Tn S yang dilakukan melalui metode wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis keperawatan yaitu defisit pengetahuan .
Tanda gejala mayor sesuai SDKI yang ditunjukkan Tn. S mengatakan tidak tahu terlalu banyak
mengenai penyakit anaknya Tn S mengatakan tidak tahu penyebab sakit anaknya. Tn S mengatakan
tidak tahu cara pengobatan anaknya. Tn S mengatakan tidak tahu pencegahan penularan dan
perawatannya Tn.S mengatakan biasanya mendapatkan informasi kesehatan melalui televisi atau
berita dan juga melalui tetangga terdekat. Tn S sering dan banyak mengajukan pertanyaan terkait
penyakit Sdra F saat . Tn S sering bercerita tentang kondisi, kebiasaan anaknya terkait dengan
C. Intervensi Keperawatan
klien TB paru yaitu dengan edukasi berbasis Theori of Planed Behaviour untuk mengatasi
defisit pengetahuan. Penerapan intevensi ini dilakukan sesuai dengan standar operasional
prosedur (SOP) yang akan dilakukan selama 1 bulan dengan frekuensi 4 kali tatap muka,
durasi waktu setiap latihan sekitar 15-20 menit. Pada kasus ini peneliti telah menentukan
intervensi yang akan diberikan pada klien dengan tujuan dan kriteria hasil sesuai masalah
keperawatan yang diangkat yaitu defisit pengetahuan. Intervensi ini dilakukan dengan
mengacu pada buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Standar Luaran
52
Intervensi yang diberikan kepada keluarga TN "S" dengan masalah keperawatan defisit
pengetahuan sesuai dengan standar intervensi keperawatan Indonesia dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan selama 1 bulan dengan tatap muka 4 kali diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1 Perilaku sesuai anjuran dari skala 2 (cukup menurun)
menjadi skala 4 (cukup meningkat); 2 Perilaku sesuai pengetahuan dari skala 2 (cukup
menurun) menjadi skala 4( cukup meningkat); 3 Kemampuan menjelaskan suatu topik dari
Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut: (1) keluarga mampu mengenal masalah
penyakit TBC serta akibat lebih lanjut jika masalah tersebut tidak diterapi; (2) keluarga
keperawatan defisit pengetahuan dan masalah kesehatan TBC Paru; (3) keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah keperawatn defisit pengetahuan dan
TBC paru; (4) keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah khususnya untuk keamanan
dan kenyamanan anggota keluarga yang sakit; (5) keluarga mampu menggunakan fasilitas
kesehatan untuk menimalkan akibat dari defisit pengetahuan dan TBC paru
Intervensi atau tindakan keperawatan unggulan yang dilakukan pada masalah defisit
selama 4 kali tatap muka dalam 1 bulan. Sebelum dilakukan edukasi tersebut, peneliti akan
melakukan pengkajian terkait pengetahuan mengenai TBC paru dan dilakukan pemeriksaan
D. Implementasi Keperawatan
keperawatan yang dilakukan selama 4 kali tatap muka dalam 1 bulan untuk dapat
53
memberikan kemampuan bagi keluarga dalam melakukan perawatan anggota keluarga yang
TBC
membantu keluarga untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan penyakit TBC Paru
dengan edukasi.
Edukasi diberikan melalui metode ceramah dengan media leaflet. Untuk mencapai
kesembuhan dari penyakit TBC Paru pasien harus menjalani terapi tuberkulosis yang sulit .
Kepatuhan nutrisi yang baik yang dapat berdampak positif pada proses pengobatan. Serta
Keluarga juga dimotivasi untuk memodifikasi lingkungan rumah agar aman dan nyaman
dengan menjaga kebersihan, penerangan/ pencahayaan ,ventilasi yang baik serta selalu
selama 1 bulan dengan 4 kali tatap muka dengan edukasi langsung bersama keluarga Tn
sebelum intervensi dilaksanakan pada tatap muka 1. Untuk tatap muka kedua dan ketiga
peneliti tetap menemani dan melakukan edukasi berbasis theory of planned behaviour. Akhir
tatap muka keempat , peneliti kembali memberikan kuesioner seperti sebelum pemberian
E. Evaluasi keperawatan
Asuhan keperawatan yang sudah dilakukan penulis kepada keluarga bapak "S" diharapkan
dapat mengubah paradigma keluarga terkait penyakit TBC paru. . Evaluasi diperlukan untuk
mengukur pencapaian keberhasilan dari intervensi yang telah dilakukan melalui beberapa
54
cara yaitu dengan melakukan evaluasi SOAP, evaluasi sumatif dan instrumen tingkat
pengetahuan . Evaluasi yang didapatkan adalah pengetahuan klien semakin baik. Progesif
didapatkan hasil pada keluarga Tn "S" defisit pengetahuan dari cukup menurun ke cukup
meningkat sesuai dengan kuesioner tingkat pengetahuan yang digunakan . Hal tersebut juga
di ikuti dengan keyakinan klien dan keluarga Tn “S” dengan dapat mampu menjalani
kepatuhan pengobatan ,kepatruhan dalan nutrisi dan kepatuhan dalam pencegahan infeksi.
55
BAB 5
PEMBAHASAN
akan membahas hasil dari asuhan keperawatan yang dilakukan dengan cara memberikan
Hasil Pengkajian dirumah yang dilakukan pada tanggal 24 Desember 2022 pada keluarga
Tn.S. Tn. S mengatakan tidak tahu banyak mengenai penyakit anaknya. Dari hasil
anamnesa dan wawancara klien, saat dilakukan pengkajian peneliti menegakkan diagnosa
keperawatan defisit pengetahuan . Menurut peneliti diagnose ini paling sering muncul pada
kasus TBC. Hal ini karena pada umunya penderita TB mempunyai tingkat pendidikan rendah.
Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi cara pandang sesorang terhadap informasi
baru atau karena kurangnya pengetahuan atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat
pendidikan dan umur memengaruhi informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat
Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Tuberkulosis tergolong masih rendah, yaitu hanya
8% responden yang menjawab dengan benar cara penularan Tuberkulosis Paru, 66% yang
tingginya angka kejadian Tuberkulosis Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan.
Resiko tertular TBC pada masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah adalah 2,5 kali
56
Hasil dari anemnesa dan wawancara klien saat dilakukan pengkajian penulis menegakkan
diagnose keperawatn defisit pengetahuan yang ditandai dengan Tn S mengatakan tidak tahu
Defisit pengetahuan sendiri adalah ketiadak tahuan atau kurangnya informasi kognitif
yang berkaitan dengan topik tertentu dengan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau
pola disfungsi manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang yang dapat
menambah suatu variasi respons (PPNI, 2016). Menurut Fairawan (2009) tingkat pengetahuan
sangat luas di masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul
anggapan dari masyarakat bahwa TB paru merupakan penyakit yang sederhana serta mudah
diobati dan pengelolaan utamanya adalah mengobati gejalanya saja. Pengetahuan yang
terbatas tentang TB paru ini membuat penyakit ini sering kali tidak tertangani dengan baik ..
Intervensi yang diberikan pada keluarga Tn "S " adalah melakukan edukasi
pengetahuan .
Agar individu dapat meperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik, diperlukan
suatu upaya dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat atau kelompok yaitu
dan perubahan perilaku melalui pendidikan. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam
kegiatan penyuluhan, perlu adanya perhatian yang besar terhadap metode dan media
Menurut SIKI (2017), klien dengan defisit pengetahuan maka intervensi yang
diberikan Edukasi kesehatan . Dengan edukasi kita dapat menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat , kelompok atau dengan individu. Dengan adanya pesan tersebut maka
57
diharapkan masyarakat ,kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
Menurut (Cendikia, 2020) terdapat tiga tujuan utama dalam pemberian edukasi
kesehatan. Agar seseorang itu mampu untuk menetapkan masalah dan kebutuhan yang
mereka inginkan, memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan dan
menggunakan sumber daya yang ada,mengambil keputusan yang paling tepat untuk
meningkatkan kesehatan.
Menurut peneliti, intervensi yang telah dilakukan pada klien telah sesuai teori. Yaitu dengan
melakukan edukasi kesehatan . Edukasi kesehatan yang dilakukan secara benar sesuai
dengan standar operasional prosedur yang ada. Dan jika edukasi yang dilakukan benar maka
dapat sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Yaitu didapatkan perilaku sesuai anjuran ,
Pada saat implementasi keluarga Tn "S " diberikan intervensi yaitu edukasi berbasis theory of
planned behaviour. Sebelum dilakukan edukasi telah memberikan dua lembar yaitu kertas
informed concent (lembar persetujuan dilakukan penelitian) dan kertas kosong untuk
pada keluarga Tn “S”. Intrvensi unggulan yang dibuat oleh penulis adalah edukasi berbasis
theory of planned behaviour karena klien keluarga TN “S” tidak mengetahu bamyak
Intervensi penerapan edukasi berbasis of planned behaviour diawali dengan edukasi tentang
penyakit TBC . Edukasi yang diberikan membahas tentang pengertian, tanda gejala,
yang digunakan adalah poster dan lealet dengan metode ceramah. Sebelum demontrasi
58
dilakukan, penulis memberikan lembar kuesioner tingkat pengetahuan untuk mengukur
tingkat pengetahuan Tn “ S ". Edukasi berbasis theory of Planned behaviour diikuti langsung
oleh Tn "S dan klien Sdr F". Penerapannya sebanyak 4 kali selama 1 bulan.membutuhkan
waktu sekitar 15-20 menit. Dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman untuk Tn "S"
kepatuhan yang tinggi terhadap program pengobatan , kepatuhan nutrisi dan kepatuhan
pencegahan sebagai upaya mengurangi bebas TB. Untuk mencapai kepatuhan dibutuhkan
niat yang kuat. Edukasi kepatuhan pasien TB berbasis Theory of Planned Behaviour (TPB)
merupakan hal yang harus dilakukan guna memelihara niat pasien TB untuk berperilaku
patuh. Faktor utama TPB terbukti memiliki hubungan yang erat dengan niat.(Miller et
al,2015).Konstruk TPB dapat memprediksi niat seseorang hingga terbentuk perilaku (Peleg et
al,2017)
niat dan mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu. Faktor utama pembentuk
niat yaitu attitude, subjective norm, preceived behavior control. Hal itu diperkuat oleh meta-
analysis yang dilakukan Rich et al, (2015) bahwa attitude, subjective norm, preceived
behavior control menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap niat (intention). Studi lain
memunculkan niat berperilaku patuh. Studi yang dilakukan Addisu et al., (2014)
menunjukkan bahwa secara signifikan TPB memprediksi niat mencari pengobatan pasien TB.
theory of planned behaviour yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan niat pasien
59
Pengaruh intervensi edukasi berbasis theory of planned behaviour terhadap Attitude
Toward Behavioural pasien TB. Setelah mendapatkan intervensi edukasi berbasis theory of
tersebut dapat dicapai dengan membentuk sikap positif terhadap pengobatan dengan
pendekatan beliefs . Pasien memperoleh keyakinan bahwa ia mampu dan mampu menjalani
terapi tuberkulosis yang sulit. Ini dibuktikan klien Sdr F mau minum obat tiap hari dengan
dalam kepatuhan minum obat dibantu dengan membuka WA dari peneliti waktu akan
minum obat pada jam tertentu sesuai yang disepakati. TN S juga membunyikan alarm
sebagai bentuk pengingat untuk .Sdr F . Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan secara
langsung untuk mencegah terjadinya putus obat, karena putus obat akan menimbulkan efek yang
lebih besar seperti terjadinya penularan kepada orang lain dan terjadinya multidrug resisten yang
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian tentang pendidikan dalam mempromosikan
berbasis keyakinan sangat efektif dalam membangun sikap yang mendukung perilaku
pengobatan penyakit kronis menyimpulkan bahwa intervensi yang berbasis beliefs lebih
berdampak positif pada sikap dan perilaku keptuhan itu sendiri (Rich et al.,2015)
Faktor pembentuk niat yang kedua adalah Subjective Norm (norma subjektif). Edukasi
pada keluarga Tn “S” bahwa TB ini penyakit yang dapat disembuhkan asal patuh pengobatan,
patuh nutrisi dan patuh pencegahan terbukti pada keluarga Tn “S” Tn S sangat antusias dan
bersemangat sekali saat mendapat edukasi. TN S merasa kepatuhan anaknya adalah tanggung
jawabnya dan Tn S bersedia sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) bagi anaknya.
60
Edukasi berbasis of planned behaviour memiliki pengaruh yang signifikan dalam
pengobatan.
Keluarga Tn S mengatakan bahwa selama sakit ini anaknya makan tidak bisa banyak.
Nafsu makan turun . BB turun sebelum sakit 40 kg sesudah sakit menjadi 36 kg. .
Menurut peneliti pada pasien infeksi TBC ini perlu meningkatkan kepatuhan nutrisi
untuk menunjang pengobatan. Selama terjadi proses infeksi terjadi peningkatan metabolisme
yang menyebabkan penurunan berat badan. Edukasi berbasis theory planned of behaviour
dengan pembelajaran secara face to face tentang bagaimana nutrisi yang dianjurkan, dan
memupuk keyakinan subyek bahwa nutrisi yang baik dapat memberikan dampak positif
terhadap proses pengobatan dengan materi yang berisi tentang ajnuran makan 3 kali sehari,
himbauan untuk menghindari makanan cepat saji dan makanan yang memicu batuk, seperti
pemanis buatan, dan makanan berminyak. Dalam studi ini, intervensi edukasi yang berbasis
kestabilan niat untuk mencapai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Studi pendukung tentang
nutrisi atau kepatuhan diet pada penyakit kronis menunjukkan bahwa Sistem Pesan Singkat
(SMS) sangat efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap diet dan pengobatan
Sdra F lupa tidak memakai masker. Keluarga TN S tinggal dirumah petak warisan orang tua
dengan ventilasi , pencahayaan yang kurang. Satu rumah dihuni oleh 6 orang. Menurut
peneliti lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis paru
adalah lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas ventilasi yang
61
baik, pencahayaan yang buruk di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam rumah dan bahan
bangunan didalam rumah. Menurut peneliti Pasien TB harus mempunyai perilaku hidup sehat
untuk mencegh proses penularan infeksi . Untuk melakukan perilaku hidup sehat harus
diedukasi . Dengan Edukasi klien dapat memperoleh pesan untuk melakukan pencegahan,
penularan pada pasien TBC. Intervensi edukasi berbasis Theory of Planned Behavior
mengarahkan pasien tentang bagaimana cara berinteraksi dengan lingkungannya agar pasien
mengetahui bagaimana mencegah penularan infeksi dan tidak merugikan orang lain
disekitarnya. Pasien juga diajarkan bagaimana lingkungan yang sehat agar tidak terjadi
penularan, pesan reminder dikirim secara intensif agar niat dan pemahaman
menerapkan pencegahan penularan baik dirumah sakit, di rumah dan saat berinteraksi dengan
Evaluasi yang sesuai dengan Penelitian Adiutama dkk (2021) bahwa Hasil evaluasi kegiatan
penularan, dan kepatuhan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien tuberkulosis diperoleh
dengan intervensi yang reguler selama 1 bulan melalui pengiriman pesan pengingat
(interactive nursing reminder) secara intensif dua hari sekali selama 1 bulan, sehingga niat
patuh dari subyek yang telah terbentuk dapat direalisasikan atau dimunculkan sebagai
62
BAB 6
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diagnosa prioritas keperawatan yang muncul pada Tn "S" yaitu defisit pengetahuan .
dilakukan 4 kali selama 1 bulan dengan dursi waktu 25-20 menit. Disamping itu juga
melalui pengiriman pesan reminer tiap 2 hari sekali. . Hasil implementasi yang sudah
diberikan pada klien mengalami perubahan yang awalnya klien memiliki skor 10
cukup). Hal ini juga menjadikan keluarga Tn S menjadi tahu penyakit yang diderita
keberhasilan kesembuhan. .
B. Saran
Hasil penelitian kiranya dapat sebagai bahan masukan kepada bidang keperawatan
pengetahuan mengenai Tb Paru. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi
63
tambahan bagi petugas kesehatan untuk memberikan tindakan non farmakologis yaitu
edukasi berbasis theory of planned behaviour pada pasien Tb Paru yang mengalami
segala keluhan hingga klien dapat lebih diperhatikan dan mencapai kesehatan yang lebih
optimal.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adiutama. (2018). Pengaruh Intervensi Edukasi Berbasis Theory Of Planned Behavior dalam
Meningkatkan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis (Doctoral dissertation, Univeritas
Airlangga).
Baroroh, H. N., Utami, E. D., Maharani, L., & Mustikaningtias, I. (2018). Peningkatan Pengeta
huan Masyarakat Melalui Edukasi Tentang Penggunaan Antibiotik Bijak dan Rasional.
Ad-Dawaa’Journal of Pharmaceutical Sciences, 1(1).
Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. JAKARTA: Kementrian Kesehatan
RI
Fairawan, S. (2009). Hubungan antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma dengan Sikap Pen
derita dalam Perawatan Asma pada Pasien Rawat Jalan di Balai BesarKesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fitriani, Y. (2021). Pemanfaatan media sosial sebagai media penyajian konten edukasi atau
pembelajaran digital. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting
and Research, 5(4), 1006–1013.
Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016
KEPPN Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional.
Kumboyono, Prima Yusifa Mega Adfan Pragawati dan Utami, Yulian Wiji. (2014). hubungan
antara tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan jenismekanisme koping terhadap
stres pada remaja di SMAN 8 Malang.
65
Kurnia Sari, P., & Wijayanti, A. C. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Tentang Tuberkulosis dengan Kejadian Tuberkulosis di Kota Pekalongan
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta); 2018.
Maglaya. (2009). Family Health Nursing: The Proses. Philipina: Argonauta Corpotaion:
Nangka Marikina.
Melisa Frisilia, Indriani, Wulan Berlian , Pengetahuan dan Upaya Pencegahan pada Keluarga
tentang Tuberkulosis (A Review) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, STIKes
Eka Harap, Palangkaraya, Indonesia * melisafrisilia110@gmail.com
PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Putra, P., Mubarok, H., & Rachman, A. N. (2020). Aplikasi Multimedia Berbasis Game
Edukasi Menggunakan Construct 2 Untuk Pengenalan Tempat Wisata Budaya Jawa Barat
Pada Anak Usia Dini. SAIS| Scientific Articles of Informatics Students, 3(1)
Winthoko. (2019). POTENSI KANDIDAT Purified Protein Derivate (PPD) PADA HEWAN
MODEL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) INDUKSI VAKSIN Bacillus of Calmette
and Guerin (BCG) TERHADAP PENINGKATAN INDURASI, ERITEMA, DAN
KADAR IFN-$γ$. UNIVERSITAS AIRLANGGA
66
Lampiran 1. Surat Pengajuan Judul Karya Ilmiah
67
Lampiran 2 . Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data dan Penelitian
68
Lampiran 3. Surat Balasan Permohonan Ijin Pengambilan Data dan Penelitian
69
Lampiran 4
(Informed Concent)
Nama : …………………………………….
Umur : …………………………………….
Alamat : …………………………………….
Saya juga dapat menolak menjawab pertanyaan yag diberikan atau menarik diri
dari persetujuan ini suatu saat tanpa sanksi apapun.
Demikian persetujuan ini dibuat memahami sepenuhnya terhadap informasi yang
telah diberikan kepada saya tanpa adanya paksaan.
70
Lampiran 5
71
Lampiran 6
PENGUNDURAN DIRI
Dengan ini menyatakan MENGUNDURKAN DIRI sebagai subyek penelitian dengan judul
penelitian:
Dengan lembar pengunduran diri ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa adanya unsur
paksaan.
(...........................................)
72
Lampiran 7
A. PENGKAJIAN
1. Identifikasi Data
3) No Telp. : 08213XXXXXX
b. Genogram
73
Perempuan :
Tinggal serumah :
Teridentifikasi :
Kawin :
Anak :
c. Tipe Keluarga :
Nucler family. Keluarga terdiri atas suami, istri dan anak yang tinggal serumah
d. Latar Belakang Kebudayaan (Etnik) :
Tn "S" adalah keluarga dari suku Jawa, lingkungan tempat tinggal sekitarnya
kebanyakan berdominan bermacam suku bangsa. Komunikasi yang dipakai antar
anggota keluarga dan masyarakat sekitar menggunakan bahasa Indonesia. Tn "S"
berasal dari Surabaya . Ny “Z” berasal dari Jombang Tn "S" tinggal di rumah petak
warisan dari orang tuanya.di Patemon RT 03 RW 0135. Tn "S" dan keluarga
masih bisa mengikuti kegiatan keagamaan..
e. Identifikasi Religius
Tn "S" dan keluarga beragama Islam . Tn "S" melaksanakan ibadah di rumah dan
kadang di masjid dekat rumag rumah. Tn "S" mengikuti kegiatan keagamaan
seperti Yasinan tahlilan bersama, namun bapak "S" terkadang tidak mengikuti
kegiatan keagamaan karena harus bekerja .
f. Status Kelas Sosial Ekonomi keluarga
Tn “S” bekerja sebagai gojek .Penghasilan setiap bulan yaitu Rp 1.500.000,00,-
2.000.000,00. Penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
g. Mobilitas Kelas Sosial
Kegiatan yang dilakukan bapak "T" setiap hari sebelum sakit yaitu sebagai
2. Tahap Perkembangan Dan Riwayat Keluarga
a. Tahap Perkembangan Keluarga
Saat Ini Keluarga TN S berada pada tahap perkembangan anak dewasa
b. Tugas Perkembangan Keluarga Saat Ini
Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab. Mempertahankan
hubungan yang intim dengan keluarga ,mempertahankan komunikasi yang terbuka
antara anak dan orang tua . Hindari perdebatan ,kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran da peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
c. Riwayat Keluarga
Saat ini TN “S” tinggal bersama istri dan keempat anaknya. Dalam keluarga tidak ada
yang sakit . Tidak ada yang sakit darah tinggi atau pun kencing manis. Hanya Sdra F
yang sakit TBC saat ini
3. Data Lingkungan
a. Karaktewristik Rumah
Tn “S” memiliki rumah petak yang ditinggali warisan dari orang tua. Memiliki
ukuran rumah yang tidak luas , Tn “S” merupakan rumah bangunan lama/tradisional
dengan ukuran 4 x 7 m2 , rumah Tn “S” tipe rumah permanen, dengan penataan
rumah ada 1 kamar tidur dan 1 ruang tamu yang juga difungsikan untuk kamar tidur, 1
kamar mandi,dapur ,ruang kecil buat menyimpan barang dan menaruh sepeda montor
terdapat teras di depan rumah. Komponen rumah bapak "T" terbuat dari tembok dan
74
atap rumahnya berbahan genting dan ada plafon di rumahnya. Tembok rumah Tn "S" ,
Tidak didapatkan ventilasi jendela. Pencahayaan dari pintu , lantai terbuat dari
keramik. Dan sumber air menggunakan PDAM. Untuk menyimpan bahan makanan
bapak "T" menyimpannya di lemari es dan di meja .Terdapat 1 kamar mandi dan
rumah kurang bersih ,tidak rapi. Menaruh barang tidak teratur asal cukup.
Denah Rumah Tn “ S”
b. Karakteristik Lingkungan Sekitar Dam Komunitas
Lingkungan rumah TN S adalah lingkungan kost kost an. Rumah dipetak untuk tiap
anggota keluarga Antara satu rumah dengan yang lain nyaris berhimpitan tak ada
jarak. Kondisi penataan ruangan tak beraturan . Tetangga sering berkumpul dan salin
tukar informasi, namun pembahasan terkait kesehatan masih kurang. Secara umum
tetangga sekitar rumah Tn “S” sangat baik, rukun dan saling tegur sapa.
c. Mobilitas Geografi Keluarga
Tn “S” saat ini tinggal bersama istri dan keempat anaknya. Tinggal satu atap yang
dihuni bersama 6 orang
d. Transaksi Keluarga dengan Komunitas
Hubungan komunikasi dengan masyarakat sekita sangat baik, rukun dan harmonis
4. Struktur Keluarga
a. Pola Komunikasi
Tn S dalam sehari-hari berkomunikasi menggunakakan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jawa.
b. Struktur Kekuasaan : Hasil Akhir Keputusan
Tn "S" selalu menyelesaikan masalah keluarga dengan cara diskusi keluarga.
Termasuk dengan masalah kesehatan TN S mermusyawarah dengan istrinya
c. Struktur Kekuasaan : Proses Pengambilan Keputusan
Pemegang kekuasaan keluarga tetap Tn "S" terutama menyangkut kepentingan
bersama. Meskipun begitu keputusan akhir diambil melalui musyawarah.
d. Struktur kekuasaan
Kekuasaan didominasi pada Tn “S” , anak-anaknya selalu mengikuti. Sesuai Arahan
dari TN S
e. Struktur Peran Formal
Tn “S” sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah, membesarkan anak -anaknya
mencapai sosialisasi dan kemandirian Tn “S” sebagai bapak dari anak - anaknya,
mempertahankan komunikasi, memfasilitasi kontak, serta memonitor hubungan
keluarga.
f. Struktur Peran Informal
Tn “S” berperan sebagai motivator bagi keluarga dan penentu dalam setiap
keputusan., semuanya dikembalikan lagi kepada Allah SWT . Karena Tn “S” sangat
berserah diri kepada Allahh. Termasuk saat ini kedaan anaknya Sdra F sedang sakit, .
g. Nilai Keluarga
75
Nilai yang dianut keluarga adalah saling menghormati antar anggota keluarga yang
satu dengan yang lain, mengormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
Menurut Tn “S” semua anggota keluarga berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, nilai yang ada dikeluarga merupakan gambaran dari nilai-nilai
agama yang dianut, tidak terlihat adanya konflik dalam nilai.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain sangat baik, saling memperhatikan
dan menyayangi. Jika ada anggota keluarga yang sakit maka saling membantu, atau
jika kesulitan dana maka anggota keluarga lain saling membantu sesuai dengan
kemampuannya
b. Fungsi Sosialisasi
Keluarga selalu mengajarkan dan menekankan bagaimana berperilaku sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan lingkungan
sekitar tempat tinggalnya. Keluarga Tn "S" berhubungan baik dengan tetangga sekitar,
sering berkumpul dan berkomunikasi, serta sering mengikuti kegiatan warga dengan
baik. Sdr F jarang sosialisasi dengan tetangga
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga Tn “S” memiliki anak 4 semua anaknya hidup dan tunggal dalam satu rumah
dengan Tn S termasuk Sdra “F” yang saat ini sedang sakit
d. Fungsi Ekonomi
Menurut Tn "S" penghasilan yang didapatkan setiap bulan berasal dari kerjanya
sebagai gojek dan tambahan dari anaknya yang pertama sudah bekerja. Istrinya Ny Z
membantu bekerja dengan menjaga kost kost an milik tetangga.
e. Fungsi Perawatan Keluarga
1) Kemampuan keluarga mengenal Masalah .
Keluarga Tn "S" mengenal dan mengetahui masalah kesehatan Sdra F yang
dirasakan saat ini yaitu TBC Paru berdasarkan diagnosis dokter saat anaknya opnam
. Namun keluarga Tn "S" belum mengetahui secara keseluruhan tentang cara
penularan Tn S mengatakan belum mengetahuai gejala dan tanda penyakit TBC paru .
Tn S mengtakan belum mengetahui pengobatan penyakit TBC Paru. Tn S mengatakan
belum mengetahui pencegahan penyakit TBC Paru.Tn "S" hanya berusaha mengikuti
anjuran dokter saja.
2) Kemampuan keluarga mengambil Keputusan
Keluarga Tn "S" bisa mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
untuk penyakit TBC Paru untuk SDR F. Tn "S" membawa anaknya berobat ke
puskesmas. Bila ada rezeki dibawa berobat ke klinik. Dan juga dibawa ke rumah sakit
sesuai rujukan puskesmas.
3) Kemampuan keluaarga merawat anggota yang sakit
Saat ini TN “S” sedang merawat anaknya yang sakit TB. Tiap malam harus minum
obat teratur. Rencana Tn S yang mengantar Sdra F kontrol tiap bulan di RSI untuk
pengobatan TB
4) Kemampuaan keluarga memodifikasi lingkungan
Lingkungan rumah tidak berubah meskipun ada anggota keluarga yang menderita
TBC. Ini disebabkan ketidak mampuan secara ekonomi
5) Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan
Keluarga Tn S berusaha menggunakan fasilitas kesehatan yang ada . Sarana yang bisa
digunakan untuk pengobatan Puskesmas dan Rumah sakit. Ke klinik bila mampu
membayar,saat ada rezeki
6. Stres, Koping, dan Adaptasi
76
Stressor jangka pendek yang dimiliki keluarga TN "S" saat ini yaitu masalah
kesehatannya yang diderita Sda F. Perawatn anaknya dirumah
Stressor jangka panjang yang dimiliki keluarga Tn"S" adalah terkait keluarganya,
anaknya yang tinggal serumah dengannya, Tn “S” ingin selalu berkumpul dengan anak
anaknya, tapi SDR F saat menderita sakit yang menular.
Strategi koping yang digunakan keluarga Tn "S" adalah sering berkomunikasi dengan
petugas kesehatan bila ada masalah terkait perawatan dan pengobatan anaknya.
Tn “S” juga mulai memperhatikan pergaulan ank anak nya. Untuk mempererat
hubungan dengan SDr F ,Tn “S” sekarang yang antar jemput sekolah.
Adapun strategi adaptasi disfungsional yaitu Tn "S" terkadang memilih diam sendiri
untuk memikirkan pengobatan SDr F. Sampai saat ini Tn “S” masih memikirkan dari
mana penyebab anaknya sakit. TN S belum bisa bicara banyak dengan anaknya.
Prinsipnya yang penting anaknya bisa menjalani pengobatan dan SDR F mau menuruti
nasehat orang tua dan saran petugas kesehatan
Harapan kesehatan Tn "S" adalah berharap keluarganya semua anggota keluarga
sehat, rezeki lancar, keluarga utuh sampai akhir hayat, dan saling menjaga kesehatan.
Dan Sdr F bisa menjalani pengobatan .
Sedangkan harapan kepada petugas kesehatan yaitu berharap ada pelayanan kesehatan
yang datang ke rumah seperti mahasiswa praktik sehingga kesehatan selalu terpantau
dengan baik dan bisa konsultasi saat ada masalah pengobatan anaknya. Apalagi
sekarang diawal pengobatan TBC.
7. Pemeriksaan Fisik
Sistem Anggota Keluarga
Tubuh Tn S Ny Z Sdri E Sdra F Sdri N Sdra E
Tanda Ts: 135/80 Ts:122/760 Ts:110/70 Ts:90/60 Ts:90/80 Ts:135/80
Tanda Nadi:80 Nadi:70 Nadi:80 Nadi:80 Nadi:80 Nadi:80
Vital Suhu:36 Suhu:36.4 Suhu:36 Suhu:36 Suhu:36 Suhu:36
RR: 20x RR: 20x RR: 20 RR: 20 RR: 20 RR: 20
Kepala Rambut Putih Rambut Hitam Hitam Hitam Hitam
Rambut Tak hitam kering bersih, Pendek bersih, bersih,
Ada benjolan Bersih pendek Kotor pendek pendek
kusam
Mata Sklera putih Sklera putih Sklera putihPucat Sklera Sklera
Konjungtiva Konjungtiva KonjungtivaCowong putih putih
Merah muda Merah muda Merah muda KonjungtivaKonjungtiva
Merah mudaMerah muda
Telinga Pendengaran Pendengaran PendengaranPendeng PendengaranPendengaran
baik baik baik aran baik baik baik
Tak ada Tak ada Tak ada Kotor Tak ada Tak ada
serumen serumen serumen serumen serumen
Hidung Simetris Simetris Simetris Kotor Simetris Simetris
Bersih,tak Bersih,tak Bersih,tak Pernafasan cuping
Bersih,tak Bersih,tak
ada pernafa ada pernafa ada pernafa Cuping ada pernafa ada pernafa
san cuping san cuping san cuping hidung san cuping san cuping
hidung hidung hidung hidung hidung
77
Leher Tak ada Tak ada Tak ada Nyeri telan Tak aada Tak ada nyeri
nyeri telan nyeri nyeri telan nyeri
Dada/ Suara nafas Suara nafas Suara nafas Ronkhi Suara Suara
Thoraks vesikuler vesikuler vesikuler Kasar nafas nafas
Tariakan vesikuler vesikuler
Otot dada
Abdo Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tidak
ment asites, Nyeri - asites, asites, asites, asites, ada
Nyeri - Nyeri - Nyeri Nyeri nyeri
Riwayat Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada Tak ada
allergi allergi allergi allergi allergi allergi allergi
BB 65kg 55 kg 45 kg 36 kg saat 35 kg 27 kg
Sakit
Sehat 40
kg
KesimpulanTak ada Tak ada Tak ada Kel: Tak Ada Tak ada
keluhan keluhan keluhan Nutrisi keluhan keluhan
kurang
78
6. Keluarga melakukan tindakan v
pencegahan secara aktif
Tingkat IV
7. Keluarga melakukan tindakan V
promotif secara aktif
9. Indikator Keluarga Sejahtera
No. Indikator Mampu Tidak Mampu
Keluarga Sejahtera I (KS I) atau Indikator ”Kebutuhan Dasar Keluarga” (Basic
Needs) (6 indikator)
79
atau barang
3. Kebiasaan keluarga makan bersama v
paling kurang seminggu sekali
dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
4. Keluarga ikut dalam kegiatan v
masyarakat di lingkungan tempat
tinggal
5. Keluarga memperoleh informasi dari suratv kabar/majalah/
radio/tv/internet.
Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator ”Aktualisasi Diri ”
(Self Esteem) (2 indikator)
80
Data Objektif :
- BB sehat: 40 kg
- Saat saki : 36 kg
- Bibir kering , lemah
81
Cukup 2 1 2/2x1=1 penurunan BB terjadi saat sakit .
Rendah 1 Konsi sehat BB normal
d. Menonjolnya Masalah
Segera 2 Menonjolnya masalah segera karena
Tidak Perlu 1 1 2/1x1=2 Tn S merasakan adanya masalah
Tidak dirasa 0 dengan penurunan BB
kan
TOTAL SKOR 4 2/3
3. Daftar Diagnose keperawatan
No. Diagnose keperawatan
1. Tingkat Pengetahuan (L.12111)
2 Perubahan nutrisi
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
SLKI SIKI
o (SDKI)
1 Domain 0117 : 1. Kemampuan Keluarga 1. Kemampuan Keluarga
Pemeliharaan Mengenal Masalah Mengenal Masalah Kesehatan
. Kesehatan Kesehatan
Tidak Efektif SLKI : Tingkat SIKI : Edukasi Proses Penyakit
Kategori : Pengetahuan (L.12111) (I.12444)
Perilaku Kriteria hasil : Observasi :
SubKategori : a. Perilaku sesuai anjuran a. Identifikasi kesiapan dan
Penyuluhan (skala 5: meningkat) kemampuan menerima
dan b. Kemampuan informasi
Pembelajaran menjelaskan Terapeutik :
pengetahuan tentang a. Sediakan materi dan media
suatu topik (skala 5: pendidikan kesehatan
meningkat) b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
c. Perilaku sesuai dengan sesuai kesepakatan
pengetahuan (skala 5: c. Berikan kesempatan untuk
meningkat) bertanya
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab dan faktor
risiko penyakit
b. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit
c. Jelaskan kemungkinan
terjadinya
komplikasi
2.Kemampuan Keluarga 2. Kemampuan keluarga
Mengambil Keputusan Mengambil keputusan
SLKI : Manajemen SIKI : Promosi Dukungan Keluarga
Kesehatan Keluarga (I.13488)
(L.12105) Observasi :
Kriteria hasil : a. Identifikasi pendidikan keluarga
a. Kemampuan b. Identifikasi kebutuhan dan
82
menjelaskan masalah harapan anggota keluarga
kesehatan yang dialami Terapeutik :
(skala 5: meningkat) a. Sediakan lingkungan yang
b. Aktivitas keluarga nyaman
mengatasi masalah b. Diskusikan anggota
kesehatan tepat (skala keluarga yang akan dilibatkan
5: meningkat) dalam perawatan
c. Tindakan untuk c. Diskusikan kemampuan dan
mengurangi faktor perencanaan keluarga dalam
risiko (skala 5: perawatan
meningkat) d. Diskusikan jenis perawatan di
d. Verbalisasi kesulitan rumah
menjalankan perawatan e. Diskusikan cara mengatasi
yang di tetapkan (skala 5: kesulitan dalam perawatan
menurun) Edukasi :
Edukasi : :
a. Jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan dan pengobatan yang
dijalani pasien
3. Kemampuan Keluarga 3. Kemampuan Keluarga Merawat
Merawat Anggota Anggota Keluarga Yang Sakit
Keluarga Yang Sakit
SIKI : Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan
SLKI : Proses Keluarga (I.12361)
(L.13123)
Observasi :
Kriteria hasil a. Identifikasi kepatuhan
a. Kemampuan keluarga menjalani program pengobatan
mencari bantuan secara Terapeutik :
tepat (skala 5: a. Buat komitmen menjalani
meningkat) program pengobatan dengan
b. Aktivitas mendukung baik
keselamatan anggota b. Buat jadwal pendampingan
keluarga (skala 5: keluarga untuk bergantian
meningkat) menemani pasien selama
c. Minat keluarga menjalani program pengobatan,
melakukan aktivitas jika perlu
yang positif (skala 5: c. Diskusikan hal-hal yang dapat
meningkat) mendukung atau menghambat
berjalannya program
pengobatan
d. Libatkan keluarga untuk
mendukung program
pengobatan yang dijalani
Edukasi :
Edukasi : :
1) Informasikan program
pengobatan yang harus dijalani
2) Informasikan manfaat yang
83
akan diperoleh jika teratur
menjalani program pengobatan
3) Anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani
program pengobatan
4) Anjurkan pasien dan keluarga
melakukan konsultasi ke
pelayanan kesehatan terdekat
4. Kemampuan Keluarga 4. Kemampuan Keluarga
Memodifikasi Lingkungan Memodifikasi Lingkungan
84
kesehatan (skala 5: c. Berikan kesempatan untuk
meningkat) bertanya.
c. Kemampuan
peningkatan kesehatan
(skala 5: meningkat) Edukasi :
d. Edukasi
Pencapaian
:
pengendalian kesehatan a. Informasikan sumber yang tepat
(skala 5: meningkat) yang tersedia di masyarakat.
b. Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan.
c. Ajarkan pencarian dan
penggunaan sistem fasilitas
pelayanan kesehatan.
d. Ajarkan cara pemeliharaan
kesehatan.
85
Respon : klien dan keluarga umum lemah
kooperatif
b. Kesadaran :
Hasil : skor pengetahuan 10 composmentis
( tingkat bawah)
4. Menginformasikan /edukasi c. GCS : 456
Analisis :
Masalah belum
teratasi
13.00
Planning :
Intervensi 1, 2, 3,
4, 5, 6 dilanjutkan
86
N : 80x
Respon : klien
didampingimenandatangani
informed concent
b. Kesadaran : d. TTV
composmentis
TD : 130/80
c. GCS : 456 mmHg
87
d. TTV S : 36,6 oC
S : 36,6 oC RR :
N : 89x/menit 21x/menit
5. Menjelaskan kembali
mg/dL
kepada klien manfaat
10.50 dan pentingnya kepatuhan
e. Klien tampak
mencapai keberhasilan
pengobatan,meliputi lebih tenang
kepatuhan minum obat
kepatuhan nutrisi,dan f.
kepatuhan pencegahan
Respon : klien memahami
Planning :
Intervensi 2, 3, 4,
6, 7 dilanjutkan
88
11.15 3.Melakukan observasi mencari
keadaan klien informasi dan
mengatasi
a. Keadaan umum lemah situasi jika
terjadi cemas
b. Kesadaran :
composmentis serta
membuat
c. GCS : 456 keputusan
tentang
d. TTV kesehatannya
TD : 130/80 mmHg
S : 36,6 oC Objektif :
N : 89x/menit a. Keadaan
umum lemah
RR : 20x/menit
Analisis :
Masalah teratasi
89
Respon : klien memahami
90
Lampiran 9 . Lembar Kuesioner Penelitian Tingkat Pengetahuan
Nomor Responden :1
Nama Responden : Tn S
Tanggal Pemeriksaan : 24 Desember 2022
No. PERTANYAAN BENAR SALAH
91
mulut
19. Pengobatan tuberkulosis dilakuka untuk
menyembuhkan penderita tuberkulosis
dan mencegah terjadinya resiko kematian
20. Pengobatan yang tapat dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri mycobacteriu
tuberculosis
21. Pengobatan yang tapat dapat mencegah
penularan penyakit tuberkulosis
22. Obat tuberkulosis yang di resepkan oleh
dokter harus diminum sesuai jumlah yang di
anjurkan
23. Obat tuberkulosis harus diminum secara
terartur
sesuai dengan petunjuk dokter
24. Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam dua
tahap
yaitu tahap intensif/awal dan tahap lanjutan
25. Pada tahap awal pengobatan, obat harus
diminum
setiap hari selama 2 bulan
26. Obat yang digunakan pada tahap
intensif/awal pengobatan TB berupa
Rifampisisn, Isoniazid, (INH), Pyrazinamide,
Etambutol
27. Penderita tuberkulosis boleh menghentikan
sendiri pengobatan sebelum mencapai batas
waktu kontrolyang ditentukan oleh dokter
28. Terapi penggunaan obat tuberkulosis
dilakukan sesuai dengan batas waktu kontrol
yang dianjurkan dokter
29. Jika pagi lupa minum obat, maka siang obat
harus diminum 2 kali jumlah obat yang
disarankan
30. Pengawas minum obat (PMO) penting
dalam menjamin keteraturan minum obat
penderita.
Keterangan :
92
Lampran 10 SOP EDUKASI
93
94
95
Lampiran 10
96
Lampiran 11
NIM : 1120022122
Mahasiswa Pembimbing
97
4 20-11-2022 Bab 1 Revisi Bab 1
98
10. 15-01-2023 Bab 3 Revisi
99
Mengetahui,
NPP. 0206713
100
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN TB PARU
DENGAN EDUKASI BERBASIS THEORY OFPLANNED BEHAVIOUR UNTUK
MENGATASI DEFISIT PENGETAHUAN DI SAWAHAN – SURABAYA
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend di
Indonesia. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan keluarga
penderita tuberkulosis mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil dalam
meningkatkan risiko penyebaran dan penularan penyakit ini. Salah satu penatalaksanaan defisit
pengetahuan dengan edukasi berbasis theory of planned behavior. Tujuan penelitian untuk
mengetahui penerapan edukasi berbasis theory of planned behavior dalam mengatasi defisit
pengetahuan
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuisioner dan SOP edukasi pasien .Subyek
penelitian ini yaitu keluarga Tn. S dengan TBC Paru dengan diagnose keperawatan defisit
pengetahuan.
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan implementasi selama 1 bulan dengan 4 kali
tatap muka dan penyampaian pesan pengingat tiap 2 hari sekali selama 1 bulan melalui
WhatsApp Didapatkan adanya peningkatan pengetahuan yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan perilaku terhadap penyakit TBC .
Studi kasus menunjukkan bahwa edukasi berbasis theory planned behaviour dapat
menjadi terapi alternatif untuk mengatasi defisit pengetahuan pada keluaga dengan TBC Paru.
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is a disease that is currently a trend in Indonesia. The low level of
knowledge and lack of information from the community and families of tuberculosis sufferers
regarding the presence of tuberculosis also contributes to increasing the risk of spreading and
transmitting this disease. One of the management of knowledge deficit is education based on
the theory of planned behavior. The aim of this research is to find out the application of
education based on the theory of planned behavior in overcoming knowledge deficits
This research method uses a descriptive method with a case study approach. The
instruments used were questionnaire sheets and patient education SOPs. The subject of this
study was the family of Mr. S with pulmonary tuberculosis with a nursing diagnosis of
knowledge deficit.
The results obtained after being implemented for 1 month with 4 face-to-face meetings
and delivery of reminder messages every 2 days for 1 month via WhatsApp It was found that
there was an increase in knowledge as indicated by a change in behavior towards TB disease.
Case studies show that education based on theory of planned behavior can be an
alternative therapy to overcome knowledge deficits in families with pulmonary tuberculosis.
101
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini menjadi trend di
Indonesia. Dan masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat dunia. Rendahnya
pengetahuan dan kurangnya informasi masyarakat dan keluarga penderita tuberkulosis
mengenai adanya penyakit tuberkulosis juga turut andil dalam meningkatkan risiko penyebaran
dan penularan penyakit ini. Tingkat pengetahuan mengenai TB di masyarakat masih rendah
walaupun TB paru merupakan penyakit yang sangat luas di masyarakat, namun penyakit ini
kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari masyarakat bahwa TB paru merupakan
penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan pengelolaan utamanya adalah mengobati
gejalanya saja. Pengetahuan yang terbatas tentang TB paru ini membuat penyakit ini sering kali
tidak tertangani dengan baik (Fairawan, 2009). Penanggulangan tuberkulosis yang dibuat oleh
Depkes RI dalam bidang promotif adalah dengan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan
tentang tuberkulosis perlu dilakukan karena masalah tuberkulosis banyak berkaitan dengan
masalah defisit pengetahuan dan perilaku masyarakat (Kumboyono, 2011).
Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2021), Tuberkulosis (TBC) masih
menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Pada tahun 2020, terdapat 9.9 juta orang di
dunia sakit TBC, dan 1,5 juta nyawa meninggal akibat penyakit TBC yang dapat dicegah dan
diobati ini. (23 Mar 2022). Berdasarkan Global TB Report 2021, diperkirakan ada 824.000
kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan
ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323 (48%). Masih ada sekitar 52% kasus TBC
yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan. Pada tahun 2022 data
per bulan September untuk cakupan penemuan dan pengobatan TBC sebesar 39% (target satu
tahun TC 90%) dan angka keberhasilan pengobatan TBC sebesar 74% (target SR 90%).
Penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina
dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian
per jam.
Penemuan kasus TBC sangat dipengaruhi oleh kondisi pandemi COVID-19. Namun, di tengah
suasana pandemi tersebut, Provinsi Jawa Timur berhasil menemukan 43.268 jiwa penderita
TBC pada 2021. Jumlah tersebut merupakan terbanyak ketiga di Indonesia. Dengan semakin
banyak yang ditemukan, mereka yang terdiagnosis TBC dapat segera diobati dan tidak lagi
menularkan kepada orang di sekitarnya. Menurut BPS Jawa Timur tahun 2021 Kota Surabaya
merupakan terbanyak pertama kasus TBC,sebesar 4.475 dari 41.531 kasus TBC yang
ditemukan. Atau penyumbang sebesar 10% dari kasus yang ada di Jawa Timur. Pada tahun
2021 TBC di Poli Paru RSI ditemukan sebanyak 85 jiwa penderita TB yang meliputi kasus
TB baru,kambuh maupun drop out. Sedangkan tahun 2022 ini meningkat menjadi 171 jiwa
penderita atau meningakat 200% dari penderita TB yang ada.
Masyarakat sangat mudah tertular penyakit TB Paru dikarenakan kurangnya pengetahuan
atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat pendidikan dan umur mempengaruhi
informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat dan kondisi tubuh lemah
mempermudah terpapar kuman-kuman TB Paru. Dalam pelayanan kesehatan khususnya TB
paru tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien. Masalah
kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota
keluarga yang lain (Kemenkes RI, 2017). Dengan memberikan edukasi yang benar untuk
mengatasi defisit pengetahuan pada anggota keluarga akan memberi banyak keuntungan.
Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO (Pengawas Minum Obat), karena dikenal, dipercaya
dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani,
dihormati dan tinggal dekat dengan penderita serta bersedia membantu penderita dengan
sukarela (Notoatmodjo, 2014). Peran keluarga sebagai motivator sudah optimal. Keluarga
sebagai PMO berperan memberikan motivasi atau dorongan agar pasien termotivasi untuk
menjalani pengobatan sesuai aturan hingga pasien sembuh. Bentuk peran yang diberikan
adalah berupa dukungan moral dan harapan kesembuhan bagi pasien. Seorang PMO yang akan
102
mengawasi pasien dalam proses pengobatan yang lama,teratur ,terus menerus dan tidak boleh
putus, memberikan edukasi mengenai penyakit TB paru kepada pasien, memberi motivasi,
mengantar pasien menjemput obat, bahkan saat pasien tidak mampu datang menjemput obat
atau mengantar sputum untuk pemeriksaan follow up pengobatan (Notoatmodjo, 2014)
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya pengendalian penyakit tuberkolosis (TB) Paru
sejak 1995 dengan strategi DOTs (Kemenkes RI, 2016). Salah satu upaya meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis adalah dengan melakukan upaya
pendidikan kesehatan pada masyarakat. Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan pada
masyarakat pada hakekatnya adalah upaya menyampaikan pesan kesehatan kepada individu,
kelompok, masyarakat, sehingga dapat memperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan yang diterima pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi perilaku. Theory of
Planned Behavior adalah teori yang meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat
dipertimbangkan dan direncanakan. Kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa
peneliti, seperti Ajzen dan Sharma dalam Nuary (2010). Wellington et al (dalam Nuary, 2010)
menyatakan Theory of Planned Behavior memiliki keunggulan dibandingkan teori
keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku yang
dapat mengidentifikasi keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas sesuatu yang akan
terjadi dari hasil perilaku, sehingga hal ini membedakan antara perilaku seseorang yang
berkehendak dan yang tidak berkehendak.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya upaya untuk membuktikan edukasi berbasis
theory of planned behaviour untuk mengatasi defisit pengetahuan keluarga klien TB paru.
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus melalui proses
asuhan keperawatan . Data yang dikumpulkan adalah data dari hasilmwawancara langsung
terhadap klien, keluarga,observasi dan pemeriksaan fisik . Setelah data terkumpul peneliti
menyimpulkan masalah dan menetukan prioritas masalah kemudian membuat rencana tindakan
yang akan dilakukan edukasi berbasis theory of planned behaviour untuk mengatasi masalh
defisit pengetahuan Studi kasu pada satuanggota keluargayang menderita TBC Paru dengan
diberikan edukasi berbasis theory of planned behaviour selama 1 bulan dengan 4 kali tatp
muka selama 15-20 menit
3. Hasil
Dari fokus pengkajian melalui wawancara ,pemeriksaan fisik, dan kuisioner didapatkan
diagnose keperawatan defisit pengetahuan pada keluarga TN “S”ditandai dengan hasil
kuisioner skort 10 (tingkat pengetahuan bawah) . Intervebsi utama yang dilakukan adalah
edukasi berbasis theory of planned behaviour . Intervensi edukasi berbasis theory of planned
behaviour yang dilakukan selama 1 bulan dengan 4 kali tatap muka dengan durasi 15-20 menit
4. Pembahasan
Hasil Pengkajian dirumah yang dilakukan pada tanggal 24 Desember 2022 pada keluarga
Tn.S. Tn. S mengatakan tidak tahu banyak mengenai penyakit anaknya. Dari hasil
anamnesa dan wawancara klien, saat dilakukan pengkajian peneliti menegakkan diagnosa
keperawatan defisit pengetahuan . Menurut peneliti diagnose ini paling sering muncul pada
kasus TBC. Hal ini karena pada umunya penderita TB mempunyai tingkat pendidikan rendah.
Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi cara pandang sesorang terhadap informasi baru
atau karena kurangnya pengetahuan atau sumber informasi tentang kesehatan. Tingkat
pendidikan dan umur memengaruhi informasi yang diterima, sehingga perilaku kurang sehat
dan kondisi tubuh lemah memper mudah terpapar kuman-kuman TB Paru. Pengetahuan
103
masyarakat Indonesia tentang Tuberkulosis tergolong masih rendah, yaitu hanya 8% responden
yang menjawab dengan benar cara penularan Tuberkulosis Paru, 66% yang mengetahui tanda
dan gejala (Kurnia,P.,2018). Artinya di Indonesia ditemukan bahwa tingginya angka kejadian
Tuberkulosis Paru disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan. Resiko tertular TBC pada
masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah adalah 2,5 kali lebih besar daripada
orang yang berpengetahuan tinggi( Ridwan,A ,2019)Hasil dari anemnesa dan wawancara klien
saat dilakukan pengkajian penulis menegakkan diagnose keperawatn defisit pengetahuan yang
ditandai dengan Tn S mengatakan tidak tahu banyak mengenai penyakit anaknyaDefisit
pengetahuan sendiri adalah ketiadak tahuan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu dengan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau pola disfungsi
manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang yang dapat menambah suatu
variasi respons (PPNI, 2016). Menurut Fairawan (2009) tingkat pengetahuan mengenai TB di
masyarakat masih rendah walaupun TB paru merupakan penyakit yang sangat luas di
masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari
masyarakat bahwa TB paru merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan
pengelolaan utamanya adalah mengobati gejalanya saja. Pengetahuan yang terbatas tentang TB
paru ini membuat penyakit ini sering kali tidak tertangani dengan baik ..
Intervensi yang diberikan pada keluarga Tn "S " adalah melakukan edukasi kesehatan.
Dengan edukais dapat mengidentifikasi perilaku yang sesuai anjuran, mengidentifikasi
kemampuan melakukan perawatan ,mengidentifikasi perilaku sesuai pengetahuan .
Agar individu dapat meperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik, diperlukan suatu upaya
dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat atau kelompok yaitu pendidikan
kesehatan.(Hidayat,E.2015). Penyuluhan merupakan proses dalam komunikasi dan perubahan
perilaku melalui pendidikan. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam kegiatan penyuluhan,
perlu adanya perhatian yang besar terhadap metode dan media penyuluhan dan harus
disesuaikan dengan sasaran.
Menurut SIKI (2017), klien dengan defisit pengetahuan maka intervensi yang diberikan
Edukasi kesehatan . Dengan edukasi kita dapat menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat , kelompok atau dengan individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan
masyarakat ,kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
lebih baik.
Menurut (Cendikia, 2020) terdapat tiga tujuan utama dalam pemberian edukasi kesehatan. Agar
seseorang itu mampu untuk menetapkan masalah dan kebutuhan yang mereka inginkan,
104
memahami apa yang mereka bisa lakukan terhadap masalah kesehatan dan menggunakan
sumber daya yang ada,mengambil keputusan yang paling tepat untuk meningkatkan kesehatan.
Menurut peneliti, intervensi yang telah dilakukan pada klien telah sesuai teori. Yaitu dengan
melakukan edukasi kesehatan . Edukasi kesehatan yang dilakukan secara benar sesuai dengan
standar operasional prosedur yang ada. Dan jika edukasi yang dilakukan benar maka dapat
sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Yaitu didapatkan perilaku sesuai anjuran ,
perilaku sesuai dengan pengetahuan dan perilaku sesuai pengetahuan .
Pada saat implementasi keluarga Tn "S " diberikan intervensi yaitu edukasi berbasis theory of
planned behaviour. Sebelum dilakukan edukasi telah memberikan dua lembar yaitu kertas
informed concent (lembar persetujuan dilakukan penelitian) dan kertas kosong untuk mencatat
hasil pengetahuan yang dirasakan oleh klien.
Telah dilakukan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah defisit pengetahuan pada
keluarga Tn “S”. Intrvensi unggulan yang dibuat oleh penulis adalah edukasi berbasis theory of
planned behaviour karena klien keluarga TN “S” tidak mengetahu bamyak mengenai sakit
anaknya.
Intervensi penerapan edukasi berbasis of planned behaviour diawali dengan edukasi tentang
penyakit TBC . Edukasi yang diberikan membahas tentang pengertian, tanda gejala,
penyebab dan penatalaksanaan pengobatan,pencegahan,dan perawatan TBC Paru. Media yang
digunakan adalah poster dan lealet dengan metode ceramah. Sebelum demontrasi dilakukan,
penulis memberikan lembar kuesioner tingkat pengetahuan untuk mengukur tingkat
pengetahuan Tn “ S ". Edukasi berbasis theory of Planned behaviour diikuti langsung oleh Tn
"S dan klien Sdr F". Penerapannya sebanyak 4 kali selama 1 bulan.membutuhkan waktu sekitar
15-20 menit. Dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman untuk Tn "S" dan sesuai dengan
kemampuannya
Untuk mencapai keberhasilan pengobatan TBC Paru ,Penderita TB dituntut memiliki
kepatuhan yang tinggi terhadap program pengobatan , kepatuhan nutrisi dan kepatuhan
pencegahan sebagai upaya mengurangi bebas TB. Untuk mencapai kepatuhan dibutuhkan niat
yang kuat. Edukasi kepatuhan pasien TB berbasis Theory of Planned Behaviour (TPB)
merupakan hal yang harus dilakukan guna memelihara niat pasien TB untuk berperilaku patuh.
Faktor utama TPB terbukti memiliki hubungan yang erat dengan niat.(Miller et
al,2015).Konstruk TPB dapat memprediksi niat seseorang hingga terbentuk perilaku (Peleg et
al,2017)
Theory of planned behaviour mempunyai dasar pendekatan beliefs yang membentuk niat dan
mendorong individu untuk melakukan perilaku tertentu. Faktor utama pembentuk niat yaitu
attitude, subjective norm, preceived behavior control. Hal itu diperkuat oleh meta-analysis
yang dilakukan Rich et al, (2015) bahwa attitude, subjective norm, preceived behavior control
menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap niat (intention). Studi lain (Peleg et al., 2017)
menyebutkan bahwa Struktur Theory of Planned of Behavior memunculkan niat berperilaku
patuh. Studi yang dilakukan Addisu et al., (2014) menunjukkan bahwa secara signifikan TPB
memprediksi niat mencari pengobatan pasien TB.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyusun pemberian intervensi edukasi berbasis theory of
planned behaviour yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan niat pasien TB sehingga
memunculkan perilaku patuh. Perilaku patuh tersebut meliputi kepatuhan minum obat,
kepatuhan pencegahan penularan, dan kepatuhan nutrisi.
Pengaruh intervensi edukasi berbasis theory of planned behaviour terhadap Attitude Toward
Behavioural pasien TB. Setelah mendapatkan intervensi edukasi berbasis theory of planned
behaviour nilai Attitude Toward Behaviour pasien TB meningkat. Peningkatan tersebut dapat
dicapai dengan membentuk sikap positif terhadap pengobatan dengan pendekatan beliefs .
Pasien memperoleh keyakinan bahwa ia mampu dan mampu menjalani terapi tuberkulosis yang
sulit. Ini dibuktikan klien Sdr F mau minum obat tiap hari dengan diawasi oleh Tn S. ).
105
Dengam bantuan TN S , Sdr F mempertahankan kestabilan niat dalam kepatuhan minum obat
dibantu dengan membuka WA dari peneliti waktu akan minum obat pada jam tertentu
sesuai yang disepakati. TN S juga membunyikan alarm sebagai bentuk pengingat untuk .Sdr
F . Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan secara langsung untuk mencegah terjadinya putus
obat, karena putus obat akan menimbulkan efek yang lebih besar seperti terjadinya penularan kepada
orang lain dan terjadinya multidrug resisten yang semakin mempersulit pengobatan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian tentang pendidikan dalam mempromosikan kepatuhan
TB berbasis beliefs di Barcelona dilakukan pada 68 pasien TB bahwa pendidikan berbasis
keyakinan sangat efektif dalam membangun sikap yang mendukung perilaku kepatuhan
pengobatan (Guix Comellas et al,2017). Meta Analisi tentang intervensi pengobatan penyakit
kronis menyimpulkan bahwa intervensi yang berbasis beliefs lebih berdampak positif pada
sikap dan perilaku keptuhan itu sendiri (Rich et al.,2015)
Faktor pembentuk niat yang kedua adalah Subjective Norm (norma subjektif). Edukasi pada
keluarga Tn “S” bahwa TB ini penyakit yang dapat disembuhkan asal patuh pengobatan, patuh
nutrisi dan patuh pencegahan terbukti pada keluarga Tn “S” Tn S sangat antusias dan
bersemangat sekali saat mendapat edukasi. TN S merasa kepatuhan anaknya adalah tanggung
jawabnya dan Tn S bersedia sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) bagi anaknya.
Edukasi berbasis of planned behaviour memiliki pengaruh yang signifikan dalam
meningkatkan persepsi perilaku. (Perceived Behaviour Control). Intervensi ini dapat
membantu meningkatkan persepsi positif tentang mudah tidaknya menjalani proses
pengobatan.
Keluarga Tn S mengatakan bahwa selama sakit ini anaknya makan tidak bisa banyak. Nafsu
makan turun . BB turun sebelum sakit 40 kg sesudah sakit menjadi 36 kg. .
Menurut peneliti pada pasien infeksi TBC ini perlu meningkatkan kepatuhan nutrisi untuk
menunjang pengobatan. Selama terjadi proses infeksi terjadi peningkatan metabolisme yang
menyebabkan penurunan berat badan. Edukasi berbasis theory planned of behaviour dapat
meningkatkan kepatuhan nutrisi. Peningkatan diperoleh dengan melakukan edukasi dengan
pembelajaran secara face to face tentang bagaimana nutrisi yang dianjurkan, dan memupuk
keyakinan subyek bahwa nutrisi yang baik dapat memberikan dampak positif terhadap proses
pengobatan dengan materi yang berisi tentang ajnuran makan 3 kali sehari, himbauan untuk
menghindari makanan cepat saji dan makanan yang memicu batuk, seperti pemanis buatan, dan
makanan berminyak. Dalam studi ini, intervensi edukasi yang berbasis Teory of Planned
Behavior dapat membantu keluarga Tn.S dalam mempertahankan kestabilan niat untuk
mencapai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Studi pendukung tentang nutrisi atau kepatuhan diet
pada penyakit kronis menunjukkan bahwa Sistem Pesan Singkat (SMS) sangat efektif dalam
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap diet dan pengobatan (Akhu-zaheya and Shiyab, 2017)
TN ”S” mengatakan anaknya ada keluhan batuk berdahak . Tn S mengatakan kadang Sdra F
lupa tidak memakai masker. Keluarga TN S tinggal dirumah petak warisan orang tua dengan
ventilasi , pencahayaan yang kurang. Satu rumah dihuni oleh 6 orang. Menurut peneliti
lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis paru adalah
lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas ventilasi yang baik,
pencahayaan yang buruk di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam rumah dan bahan
bangunan didalam rumah. Menurut peneliti Pasien TB harus mempunyai perilaku hidup sehat
untuk mencegh proses penularan infeksi . Untuk melakukan perilaku hidup sehat harus
diedukasi . Dengan Edukasi klien dapat memperoleh pesan untuk melakukan pencegahan,
Edukasi berbasis Theory of planned behaviour dapat meningkatkan kepatuhan pencegahan
penularan pada pasien TBC. Intervensi edukasi berbasis Theory of Planned Behavior
mengarahkan pasien tentang bagaimana cara berinteraksi dengan lingkungannya agar pasien
mengetahui bagaimana mencegah penularan infeksi dan tidak merugikan orang lain
disekitarnya. Pasien juga diajarkan bagaimana lingkungan yang sehat agar tidak terjadi
106
penularan. Seiring dengan terbentuknya niat dan pemahaman tentang pencegahan penularan,
pesan reminder dikirim secara intensif agar niat dan pemahaman dapat
diubah menjadi perilaku yang konsisten, sehingga pasien mampu menerapkan
pencegahan penularan baik dirumah sakit, di rumah dan saat berinteraksi dengan lingkungan
sosial (Adiutama, Amin and Baka
Evaluasi yang sesuai dengan Penelitian Adiutama dkk (2021) bahwa Hasil evaluasi kegiatan
menunjukkan bahwa education berbasis Theory of Planned Behavior mempunyai dampak
positif yang signifikan terhadap pengetahuan kader tentang program pengendalian tuberkulosis.
Sedangkan peningkatan kepatuhan minum obat, kepatuhan pencegahan penularan, dan
kepatuhan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien tuberkulosis diperoleh dengan intervensi
yang reguler selama 1 bulan melalui pengiriman pesan pengingat (interactive nursing
reminder) secara intensif dua hari sekali selama 1 bulan, sehingga niat patuh dari subyek
yang telah terbentuk dapat direalisasikan atau dimunculkan sebagai perilaku yang konsisten.
5. Simpulan Dan Saran
6. DAFTAR PUSTAKA
Adiutama. (2018). Pengaruh Intervensi Edukasi Berbasis Theory Of Planned Behavior dalam
Meningkatkan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis (Doctoral dissertation, Univeritas
Airlangga).
Baroroh, H. N., Utami, E. D., Maharani, L., & Mustikaningtias, I. (2018). Peningkatan Pengeta
huan Masyarakat Melalui Edukasi Tentang Penggunaan Antibiotik Bijak dan Rasional.
Ad-Dawaa’Journal of Pharmaceutical Sciences, 1(1).
Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. JAKARTA: Kementrian Kesehatan
RI
Fairawan, S. (2009). Hubungan antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma dengan Sikap Pen
derita dalam Perawatan Asma pada Pasien Rawat Jalan di Balai BesarKesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fitriani, Y. (2021). Pemanfaatan media sosial sebagai media penyajian konten edukasi atau
pembelajaran digital. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting
and Research, 5(4), 1006–1013.
107
Hidayati, E. Pengetahuan dan Stigma Masyarakat terhadap TBC Setelah Diberikan
Pendidikan Kesehatan Pencegahan dan Penularan. Jurnal Keperawatan Soedirman,
2015;10(2), 76-82.
Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia 2016
KEPPN Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional.
Kumboyono, Prima Yusifa Mega Adfan Pragawati dan Utami, Yulian Wiji. (2014). hubungan
antara tingkat dukungan sosial teman sebaya dengan jenismekanisme koping terhadap
stres pada remaja di SMAN 8 Malang.
Kurnia Sari, P., & Wijayanti, A. C. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Tentang Tuberkulosis dengan Kejadian Tuberkulosis di Kota Pekalongan
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta); 2018.
Maglaya. (2009). Family Health Nursing: The Proses. Philipina: Argonauta Corpotaion:
Nangka Marikina.
Melisa Frisilia, Indriani, Wulan Berlian , Pengetahuan dan Upaya Pencegahan pada Keluarga
tentang Tuberkulosis (A Review) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, STIKes
Eka Harap, Palangkaraya, Indonesia * melisafrisilia110@gmail.com
PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Putra, P., Mubarok, H., & Rachman, A. N. (2020). Aplikasi Multimedia Berbasis Game
Edukasi Menggunakan Construct 2 Untuk Pengenalan Tempat Wisata Budaya Jawa Barat
Pada Anak Usia Dini. SAIS| Scientific Articles of Informatics Students, 3(1)
108
Paru. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 4(2); 2019.
.
Wahdi, A., & Puspitosari, D. R. (2021). MENGENAL TUBERKULOSIS Tuberkulosis,
Klasifikasi TBC, Cara Pemberantasan, Asuhan Keperawatan TBC Dengan Aplikasi 3S
(SDKI, SLKI \& SIKI).
Winthoko. (2019). POTENSI KANDIDAT Purified Protein Derivate (PPD) PADA HEWAN
MODEL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) INDUKSI VAKSIN Bacillus of Calmette
and Guerin (BCG) TERHADAP PENINGKATAN INDURASI, ERITEMA, DAN
KADAR IFN-$γ$. UNIVERSITAS AIRLANGGA
109
110